Beranda / Romansa / Get Me Pregnant / 12). Melarikan Diri

Share

12). Melarikan Diri

Penulis: Intan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-11 15:06:33

Suara televisi yang menyala, menampilkan serial kartun anak-anak. Naya dan Deaz duduk disofa, dengan Deaz yang memeluk tubuh Naya dari belakang sementara gadis itu duduk menyadarkan punggungnya pada tubuh bagian depan Deaz. Keduanya saling berpelukan dalam diam untuk beberapa saat, sambil menikmati keripik kentang ditangan. Deaz berulangkali mengecup rambut Naya, menghirup aroma sampo yang dipakai gadis itu. Wangi stroberi--- aromakhas kesukaan gadis itu. 

"Deaz, tadi, aku di ajakin kenalan sama orang saat pulang dari bengkel kamu," kata Naya, memulai pembicaraan.

Naya tahu mungkin informasi yang ingin dia sampaikan pada suaminya kali ini tidak terlalu penting. Namun, Naya hanya tidak ingin menyimpan sesuatu. Bagaimana pun, Deaz adalah suaminya. Sudah sepantasnya lelaki itu tahu apa saja yang Naya alami, meski sekali lagi, informasi ini tidak penting sama sekali. 

Namun berbeda dari pikiran Naya, Deaz justru merasa perkataan Naya barusan sangat penting. Kelewat penting malah, mengingat Naya masih baru tinggal di lingkungan rumah ini.

"Siapa yang ngajakin kenalan? Cowok, cewek?"

"Cowok," jawab Naya santai, masih seraya memasukkan potongan keripik kedalam mulut dengan kedua mata yang tak mau lepas dari layar televisi. Adegan dramatis antara kucing dan tikus itu rupanya sangat menghibur Abinaya. 

"Namanya?"

"Lupa." Deaz langsung menyentil kening istrinya itu. 

"Harusnya, kamu inget-inget."

"Buat apa? Kan gak penting. Ya meskipun orangnya baik sih, nawarin aku air minum. Pas banget aku lagi kehausan."

Deaz mulai kesal sekarang. Membayangkan ada lelaki asing yang bahkan sudah ada yang mendekati istrinya, padahal Naya masih baru tinggal di lingkungan sana, membuat Deaz berpikir. Apakah, ia perlu mengajak Naya pindah rumah saja yang jauh dari lingkungan penduduk. 

"Ck. Itu tuh, modus cowok kalau mau deketin cewek cantik."

Naya mendongakkan wajahnya, karena posisinya yang masih bersandar pada tubuh depan Deaz, Naya bisa melihat jelas rahang tegang lelaki itu. Masih dengan keripik dimulut, Deaz kemudian ikut menuduk, mengambil alih keripik yang menyelip di antara bibir Naya tersebut dengan bibirnya sendiri lantas langsung mengunyahnya dengan cengiran kecil. Naya sampai terkejut sendiri menerima perlakuan seperti itu dari sang suami. 

"Lain kali, gak usah diladenin," kata Deaz lagi. Naya hanya menggumam pelan untuk menanggapi lelaki itu.

Deaz mulai berpikir. Mengumpulkan berbagai macam teori. Namun, otaknya buntu, tidak mengerti kenapa saat ini ini hanya penuh akan bayangan wajah Naya di mana-mana. Menghela napas lelah, Deaz memasukkan satu tangannya kedalam baju kaos yang Naya kenakan dari bawah, mengusap perut Naya dengan lembut.

Naya menggelinjang geli, namun tidak berniat menyingkirkan tangan suaminya itu.

"Besok, kita periksa kedokter ya?"

"Kenapa? Kan aku gak papa?"

"Itu perlu sayang. Mengingat kamu, belum pernah sekalipun periksa kandungan kan?"

Naya mengangguk membenarkan.

Tak lama setelahnya, Naya mulai menguap. Kedua matanya berat. Deaz yang menyadari itu  merunduk.

"Ngantuk?"

"He'em."

Deaz segera berdiri, mebopong tubuh Naya keatas gendongannya sementara gadis itu segera melingkarkan kedua tangannya dileher sang suami.

"Yakin, mau langsung tidur?"

"Maksud kamu?"

Deaz tersenyum penuh maksud, "satu ronde?" Tawarnya, yang langsung diangguki oleh Naya. Deaz tersenyum lebar dan buru-buru membawa Naya masuk kedalam kamar. 

Suasana pengantin baru itu, benar-benar masih terasa kental.

***

Ponsel Naya berdering. Panggilan dari Agatha. Sejenak, Naya melihat kearah Deaz yang masih terlelap disebelahnya. Beranjak turun, Naya segera mengangkat panggilan tersebut.

"Halo Nay!"

"Ish." Naya menjauhkan ponselnya begitu mendengar jeritan itu. Siapa lagi kalau bukan Celine dan Agatha yang merupakan sosok teman hura-huranya selama ini.

"Coba tebak, kita berdua ada dimana?"

"Emangnya dimana?" Naya malah balik bertanya, karena dia memang tidak tahu dimana kedua sahabatnya itu saat ini.

"Kita lagi ada di Brilliane cafe. Rencana mau pergi shopping seperti biasa. Tapi kita butuh lo, Nay. Kesini dong."

Naya melihat kearah Deaz lagi yang masih tertidur.

"Oke," jawab Naya, lalu segera mematikan panggilan tersebut.

***

Deaz menggeliat. Menoleh kesamping dan tidak menemukan Naya di sana. Beranjak turun dari ranjang untuk membersihkan diri kedalam kamar mandi. Deaz berpikir mungkin Naya sedang menonton televisi.

Namun, begitu membuka lemari, Deaz dikejutkan dengan tidak adanya beberapa pakaian Naya. Dan lebih mengejutkannya lagi, koper milik gadis itu bahkan ikut menghilang.

Berbagai pikiran positif itu seketika lenyap. Deaz bergegas meraih ponselnya, mendial nomor Naya untuk menghubunginya. Namun tidak tersambung.

"Oh shit! Apa gadis itu kabur!"

Deaz masih ingat jelas jika Naya menolak perjodohan sejak awal. Namun Deaz pikir, Naya bukanlah gadis yang akan melakukan hal nekat seperti melarikan diri. Hubungan mereka baik-baik saja sejak menikah, bahkan terjalin sangat romantis.

Masih dengan ponsel di telinga, Deaz melangkah cepat menuruni anak tangga setelah mengenakan pakaiannya secara random.

Menyetir dalam kondisi panik memang bukan hal yang baik. Namun, Deaz tidak bisa menghilangkan rasa itu sebelum menemukan titik jelas keberadaan Naya. Berkali-kali, Deaz masih berusaha menghubungi Naya, namun tetap tidak tersambung. Atas saran dari Tomi Sutedja yang ikut mencemaskan cucunya, Deaz pergi ke cafe, mall, salon kecantikan dan berbagai tempat yang biasa Naya datangi bersama teman-temannya.

Namun hasilnya nihil.

Lalu, tepat di sore hari. Di kediaman Tomi Sutedja. Deaz mendapatkan kabar bahwa Naya pergi ke luar negeri. Dengan bukti penerbangan pukul 6 pagi, bersama kedua teman lainnya.

Deaz duduk lemas dikursi sofa, penampilannya tampak kacau karena khawatir yang berlebihan. Tomi menepuk pelan bahu cucu menantunya itu.

"Kakek yang salah dalam mendidik Naya."

Tomi menghela napas.

"Kakek terlalu memanjakkannya sejak kecil."

Deaz merasakan perutnya terasa perih. Belum makan seharian membuat kepalanya sedikit pusing. Sementara Tomi masih larut dalam perasaan bersalahnya, memikirkan Naya yang ia pikir akan berubah setelah menikah. Namun nyatanya kelakuannya masih sama saja. Senang berfoya-foya, bahkan tidak meminta ijin pada suaminya sebelum pergi liburan bersama kedua temannya.

Tomi menyesal.

Sejak kecil, Naya memang kurang mendapatkan perhatian karena Tomi yang terlalu sibuk mengurus pekerjaan. Hidup gadis itu hanya untuk uang. Bahkan, Naya tidak peduli pada pendidikan, dan enggan berkuliah karena berpikir hidupnya sudah di penuhi oleh uang. Hal yang membuat Tomi kini sangat amat menyesal karena terlalu menggampangkan kegiatan menghabiskan uang yang selama ini Naya lakukan.

"Kakek pikir, setelah kalian menikah. Naya akan mulai berpikir dewasa. Melupakan segala kegiatan yang selama ini selalu dia lakukan diluar sana."

Tomi menatap Deaz yang tampak memejamkan kedua matanya.

"Pulanglah dan istirahat. Naya pasti akan segera pulang."

Deaz mengangguk, beranjak berdiri untuk pergi setelah berpamitan dengan Tomi.

Tapi nyatanya, hampir satu minggu Naya belum juga kembali. Deaz terus menunggu kepulangan gadis itu setiap hari.

Duduk di single sofa dengan tatapan terus memperhatikan kearah pintu. Berharap Naya segera muncul. Deaz makan sambil menunggu gadis itu. Deaz hanya akan beranjak karena butuh mandi. Kursi sofa adalah tempat tidur lelaki itu.

Dan Naya tidak kunjung kembali.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Get Me Pregnant   56

    Mengenakan kemeja putih dan celana hitam panjang, Deaz tampak mengetuk-etukan jemari tangan kanannya di atas lutut kaki kanan, duduk cemas tepat di tengah-tengah pengadilan agama, menunggu Abinaya yang belum datang di persidangan kali ini. Pikiran Deaz sangat kacau kini. Keringat bahkan muncul di kedua telapak tangannya yang dingin. Kedua orangtuanya sudah mengambil tempat duduk sedari tadi, namun keberadaan Tomi Sutedja juga belum terlihat disana. Deaz menarik napas, menghembuskannya dengan berat. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh dirinya kalau akan mengalami saat-saat yang seperti ini. Duduk di hadapan para hakim dan para saksi untuk proses perceraiannya dengan sang istri. Deaz takut. Dia tidak ingin pernikahannya berakhir dengan perpisahan. Tapi, mereka sudah sejauh ini. Deaz sudah sangat terlambat untuk memperjuangkan pernikahan mereka yang bahkan belum satu tahun terjalin. "Maaf, saya sedikit terlambat." Deaz menoleh ke arah

  • Get Me Pregnant   55

    Deaz mengendari mobilnya teramat pelan. Tidak ada hasrat untuk pulang, namun Deaz juga tidak mungkin terus terpuruk dengan keadaan. Lelaki itu masih sibuk bekerja lalu pulang seperti biasanya, meski bayang-bayang Naya terus menghantuinya bagai kaset rusak. Deaz tetap harus hidup. Deaz masih ingin hidup untuk kembali bersama Naya dan calon anak mereka. Kerumunan tepat di depan sana, menghentikan laju Deaz secara tiba-tiba. Deaz mengerutkan keningnya, mengamati keadaan di depan sana yang terlihat begitu tegang. Bahkan ada pula mobil polisi yang terparkir di sana. Merasa penasaran, Deaz pun memutuskan untuk turun dan berjalan mendekat. Deaz terkejut saat menyadari rumah itu adalah rumah yang sama, saat Deaz menolong Tsania dan bayinya yang dikurung Endru di dalam kamar rumah itu, satu minggu yang lalu. "Maaf, kalau boleh tahu, apa yang sedang terjadi di sini?" Seorang ibu-ibu berhijab yang Deaz tanyai pun menjawab. "Ada korban kasus pem

  • Get Me Pregnant   54

    Deaz meletakkan kepalanya di kemudi mobil, memejamkan mata namun tidak tidur. Sudah satu minggu hidup lelaki itu kacau, sangat. Naya pergi dan Tsania terus menyalahkan dirinya atas kematian putrinya. Begitu mendengar suara gerbang yang di geser terbuka, Deaz mengangkat kepalanya, memperlihatkan wajah kusut kurang tidur lelaki itu. Inilah yang Deaz tunggu-tunggu, Mobil Tomi Sutedja keluar dari gerbang besar itu. Buru-buru Deaz pun menyalakan mesin mobil miliknya dan melaju perlahan mengikuti mobil tersebut. Kegiatan seperti inilah yang Deaz lakukan selama satu minggu ini. Mengikuti mobil Tomi Sutedja diam-diam dan berakhir kecewa saat mobil itu lagi-lagi berhenti di perusahaan Sutedja Company. Deaz memukul stir, mengacak rambutnya frustasi. Dia benar-benar persis orang gila sekarang. Deaz bahkan lupa mandi, dan makan jika memang perutnya sudah terasa perih. Deaz sudah tidak lagi menangis, air mata buayanya mungkin sudah habis. Toh, d

  • Get Me Pregnant   53

    1 MINGGU KEMUDIAN. Paris, Perancis. Naya terbangun dari tidurnya saat mendengar suara bel rumah yang terdengar. Perempuan itu kemudian keluar dari kamarnya, melangkah ke arah pintu dan membukanya. "Hai, apa aku mengganggu?" "Lumayan, aku baru saja bangun." "Oh. Maaf kalau begitu," kata Shawn, sambil menggaruk belakang lehernya. Naya tertawa renyah melihat tingkah lelaki itu. "Bercanda." Shawn mengangguk, kemudian mengulurkan sesuatu yang dia bawa untuk Naya. "Untukmu." "Wah. Aku merepotkan lagi." "Tidak masalah. Aku senang di repotkan." "Mau masuk?" Tawar Naya. "Ah itu, sebenarnya aku ingin mengajakmu keluar. Bagaimana?" Naya terdiam, tampak menimang.

  • Get Me Pregnant   52

    Air mata Naya terus mengalir turun. Gadis itu berulangkali mengusapnya namun tidak mau berhenti juga. Sopir taksi sampai heran melihat wanita hamil yang duduk di belakang itu. Naya menatap keluar jendela, membiarkan angin menyapa wajahnya yang memerah karena terus menangis. Cukup lama perjalanan dari bengkel ke rumah Tomi Sutedja, akhirnya taksi pun berhenti tepat di depan gerbang besar rumah mewah itu. Naya segera turun tanpa membayar uang taksi terlebih dahulu, seorang satpam yang membukakan gerbang yang akan membayar tagihan untuk cucu kesayangan Tomi Sutedja. Naya kemudian melangkah masuk kedalam rumah karena pintunya memang tidak di tutup. Naya melangkah cepat ke arah ruang tamu, samar-samar terdengar suara percakapan dari sana sambil menahan perut besarnya dengan tangan kanan. Dan begitu melihat Tomi Sutedja yang duduk di sofa panjang ruang tamu, Naya langsung be

  • Get Me Pregnant   51

    "Hai." Naya mengangguk singkat membalas sapaan itu. Gadis itu segera duduk di kursi restoran yang berseberangan dengan tempat duduk Endru. "Maaf, karena telah mengganggu waktumu dengan memintamu datang kemari." "Ada apa?" Tanya Naya to the point. Endru kemudian meletakkan sebuah amplop di atas meja, membuat Naya mengernyitkan kening melihat itu. Endru kemudian menjelaskan.. "Itu riwayat kesehatan milik saya. Saya penderita ...." "Borderline personality disorder. Ya, aku sudah tahu." Endru menaikkan satu alisnya tinggi-tinggi. "Dari Tsania?" Naya mengangguk. "Ya. Endru menghela napas berat, kepalanya tertunduk. Naya menatap dalam diam lelaki di hadapannya itu. "Saya tidak akan menceraikan Tsania." "Saya sangat m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status