Share

4). Solusi Sesat

Hari berikutnya, berjalan seperti biasa. Naya masih kerap-kali menghabiskan waktu bersama Celine dan Agatha untuk shopping maupun liburan. Seperti hari ini misalnya, setelah membeli jam tangan keluaran terbaru merk kelas dunia, ketiga gadis itu kemudian nongkrong di Brilliane Cafe. Tempat biasa mereka nongkrong hanya untuk sekedar makan dan berbincang-bincang. Tempatnya yang minimalis namun di desain dengan begitu elegan membuat siapa saja pasti betah nongkrong di tempat itu.

Naya bahkan sanggup bejam-jam berada di sana hanya untuk membaca novel. Tersedia ruangan kaca privasi yang bisa mereka jadikan tempat untuk membaca. Seperti yang tengah ketiga gadis itu sewa hari ini misalnya.

"Btw, Nay. Kemarin malam, habis dari club, lo pergi kemana, dah? Gue nyariin lo tapi lo ternyata udah gak ada di meja bar?"

Naya sontak langsung menghentikan acara membacanya, menggeser novel di tangan dan menatap ke arah Celine kali ini. Naya tampak berusaha sedang mengingat-ingat sesuatu.

"Aku gak inget pasti sih. Tapi, yang jelas bangun-bangun aku udah ada di hotel sama seorang laki-laki."

Uhuk!

Agatha yang memang tidak tahu apa-apa, tersedak air minumnya sendiri setelah mendengar omongan Naya barusan.

"Wait, what? Demi apa lo, Abinaya Sutedja? Lo udah lepas perawan?"

Naya mengangguk dengan santai untuk menjawab pertanyaan tersebut.

"Eh anjir! Ketinggalan berita apa lagi ini gue. Bisa-bisanya kalian gak ngajak gue ke club kemarin malam."

"Ye... Cebong! Lo lupa siapa yang gue telpon berkali-kali tapi kagak diangkat. Gue bahkan ngirim pesan lewat sms juga."

"Masa sih?"

"Dahlah." Celine mengibaskan tangan kanannya dengan malas, kemudian kembali menatap ke arah Naya dengan raut wajah serius. "Jadi, lo beneran ngikutin apa yang gue saranin malem itu, Nay?"

Naya mengangguk lagi.

"Gila lo Nay! Gue padahal cuma niat bercanda loh."

"Bercanda kamu itu, solusi bagus tau," kata Naya acuh-tak acuh. Agatha sampai memandang tak percaya ke arah Abinaya saat ini. Kemana perginya gadis polos nan baik hati dari jiwa murni gadis itu.

"Sesat ajaran lo, Cel."

Agatha menyalahkan Celine atas hilangnya kepolosan Naya. Sementara Celine hanya tercengir tanpa dosa.

"Ya mohon maaf. Kan gue gak ada niatan untuk menjerumuskan seorang Abinaya Sutedja yang polos bin kolot ini ke lubang kenikmatan duniawi."

Celine menyedot santai jus alpukat miliknya kemudian, namun kedua matanya tetap tertuju lekat ke arah Naya.

"Jadi, lo beneran udah gak perawan nih?"

"Hum." Naya menganggukkan kepala.

Brak!

"Selamat kalau begitu!" Kata Celine memekik bahagia, sambil memukul pelan meja di depannya. Agatha sontak saja langsung menoyor kepala cewek itu.

"Goblok kok di pelihara. Ntar kalau si Naya hamil gimana, Woy."

"Sengaja kok. Naya memang pingin hamil."

Agatha langsung melotot mendengar perkataan Naya barusan. "Yang bener aja lo, Nay?"

"Beneran kok." Naya memperbaiki posisi duduknya, "Soalnya Naya gak mau dijodohin. Kakek katanya pingin cicit, dan satu-satunya orang bisa kasih kakek cicit cuma aku. Yaudah aku minta benihnya sama laki-laki yang aku temui di club semalam biar tumbuh jadi bayi."

"Terus laki-laki yang lo mintai benihnya itu, mau gitu aja nyumbangin benih ke lo?"

Naya menggeleng.

"Awalnya sih, laki-laki itu menolak keinginan Naya. Tapi mana ada sih, laki-laki yang kuat menolak godaan sodoran tubuh seorang perawan. Setelah tahu kalau aku dengan suka rela akan memberikan keperawanan, lelaki itu akhirnya luluh juga."

Celine bertepuk tangan bak anak kecil yang mendapatkan hiburan.

"Mantab Nay! Gue suka cara lo! Ibarat seekor kucing, mana ada yang nolak sodoran ikan tenggiri."

Agatha benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran kedua temannya itu. Bisa-bisanya,  Agatha memiliki teman seperti mereka berdua.

"Oh ya, Nay. Laki-laki yang nidurin lo itu, orangnya cakep gak?"

"Ganteng kok."

"Bagus deh kalau gitu. Soalnya nih ya, gue gak bisa deh bayangin gimana jadinya kalau laki-laki yang lo pilih itu bapak-bapak perut buncit, kelebihan lemak terus giginya tongos, punya kumis ikan lele pula. Apa gak asem hidup lo ntar dapet keturunan modelan begitu."

Naya dan Celine sontak saja langsung terkikik geli mendengar ocehan Agatha barusan.

"Btw, namanya siapa? Pengusaha muda? Ceo? Atau jangan-jangan malah yang punya club malam tempat lo clubing?"

"Namanya Deaz, tapi aku gak sempet nanya apa pekerjaannya. Soalnya, kita udah sepakat setelah malam itu, gak akan ada lagi pertemuan yang kedua dan seterusnya. Kita juga masih terlalu asing untuk bertanya masalah pribadi, seperti halnya pekerjaan."

Agatha dan Celine sontak langsung mengangguk-angguk, paham.

"Tapi, apa kalian yakin gak bakalan akan ada pertemuan yang berikutnya? Biasanya nih ya, kalau orang udah ngerasain enaknya bobok bareng, mereka bakal merasa ketagihan. Lo yakin, bisa bertahan tanpa sex setelah tahu rasanya Nay?"

Wajah Naya tanpa sadar memerah mendengar pertanyaan itu. Astaga! Bayangan percintaan panas yang Naya dan Deaz lakukan, berulangkali di tempat yang berbeda di kamar hotel malam itu masih terngiang sangat jelas dalam ingatan Naya. Entah hanya perasaannya saja, atau memang apa yang di katakan Celine itu memang benar adanya. Deaz sudah ketagihan akan tubuh Naya, begitu pula sebaliknya. Karena, jujur saja Naya pun tidak menampik kalau sex dengan Deaz merupakan pengalaman yang sangat menakjubkan sekaligus memuaskan. Rasa dahaga itu, memang masih terasa hingga kini.

Omong-omong, apa kabar dengan lelaki itu ya?

"Gak tahu. Kita lihat saja kedepannya."

Ya. Lihat saja bagaimana kedepannya. Yang terpenting, kini Naya sudah tidak perlu lagi repot-repot memikirkan cara untuk membatalkan perjodohan yang kakeknya rencanakan. Karena Naya sudah mendapatkan solusinya. Tinggal menunggu beberapa minggu ke depan, akan tumbuhnya si jabang bayi hasil one night stand-nya dengan Deaz.

***

1 BULAN KEMUDIAN.

Naya tidak tahu kenapa tubuhnya terasa lemas pagi ini. Air ludahnya juga terasa sangat pahit dan perutnya terus bergolak sejak tadi. Rasa pusing yang juga menyerang kepalanya membuat Naya urung untuk pergi bersama kedua sahabatnya hari ini.

Naya yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi, usai memuntahkan cairan bening, segera meraih ponsel genggam miliknya. Mendial nomor salah satu sahabatnya dan menempelkan benda pipih panjang itu di telinga kanannya dengan wajah pucat. Naya langsung membaringkan tubuhnya kembali sambil telponan.

"Halo, Nay. Udah sampai dimana? Kita berdua otw nih."

"Aku gak jadi ikut deh. Tiba-tiba lagi gak enak badan." kata Naya dengan suara pelan. Diseberang sana, terjadi keheningan yang cukup panjang, sebelum akhirnya suara Agatha yang kini terdengar menggantikan suara Celine.

"Lo mual, Nay?"

Naya mengerutkan keningnya.

"Kok tahu?"

"Perut lo bergolak, terus pala lo pusing juga gak?"

Naya mengangguk-angguk.

"Iya."

"Buruan pergi ke apotik."

Naya langsung bangun dari posisi berbaringnya mendengar pekikan Agatha tersebut.

"Apotik?"

"Ya. Beli alat tes kehamilan. Namanya testpack."

Naya menelan ludah menyadari sesuatu. Buru-buru, gadis itu berdiri dan mengenakan sandal bulu kelincinya. Tidak ada waktu untuk sekedar mengganti pakaian, masih mengenakan baju tidur dan rambut yang tergulung asal, Naya pergi ke apotik terdekat dengan di antar sopir pribadi kakeknya.

Ini sudah satu bulan sejak kejadian malam itu. Penantian Naya akhirnya akan segera mendapatkan jawaban. Usai membeli beberapa merk testpack terbaik karena rekomendasi dari sang apoteker, Naya kini sudah duduk di atas toilet kamar mandi. Gadis itu, menunggu dengan harap-harap cemas setelah menggunakan alat tes kehamilan tersebut beberapa menit yang lalu. Naya gugup. Cemas dan merasa takut.

Bagaimana hasilnya nanti?

Positif kah?

Negatif kah?

Naya menggigit bibir bawahnya sendiri dengan perasaan kalut. Berbagai kemungkinan-kemungkinan baik dan buruk terus berputar memenuhi kepalanya. Hingga, tepat pada waktunya itu telah tiba, dengan mata yang semula masih tertutup rapat, Naya mulai memberanikan diri membuka kedua bola matanya, sekaligus membuka tangkupan dua tangan yang menyembunyikan testpack itu.

"What the fuck!"

Kedua mata Naya terbelalak hingga bukaan maksimal. Bibirnya membentuk lingkaran dengan tangan yang terus bergetar. Air mata Naya menetes tanpa sadar. Naya langsung menjatuhkan benda pipih panjang dengan dua garis merah itu dan menangis histeris.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status