Home / Romansa / Get Me Pregnant / 4). Solusi Sesat

Share

4). Solusi Sesat

Author: Intan
last update Last Updated: 2022-01-14 10:30:38

Hari berikutnya, berjalan seperti biasa. Naya masih kerap-kali menghabiskan waktu bersama Celine dan Agatha untuk shopping maupun liburan. Seperti hari ini misalnya, setelah membeli jam tangan keluaran terbaru merk kelas dunia, ketiga gadis itu kemudian nongkrong di Brilliane Cafe. Tempat biasa mereka nongkrong hanya untuk sekedar makan dan berbincang-bincang. Tempatnya yang minimalis namun di desain dengan begitu elegan membuat siapa saja pasti betah nongkrong di tempat itu.

Naya bahkan sanggup bejam-jam berada di sana hanya untuk membaca novel. Tersedia ruangan kaca privasi yang bisa mereka jadikan tempat untuk membaca. Seperti yang tengah ketiga gadis itu sewa hari ini misalnya.

"Btw, Nay. Kemarin malam, habis dari club, lo pergi kemana, dah? Gue nyariin lo tapi lo ternyata udah gak ada di meja bar?"

Naya sontak langsung menghentikan acara membacanya, menggeser novel di tangan dan menatap ke arah Celine kali ini. Naya tampak berusaha sedang mengingat-ingat sesuatu.

"Aku gak inget pasti sih. Tapi, yang jelas bangun-bangun aku udah ada di hotel sama seorang laki-laki."

Uhuk!

Agatha yang memang tidak tahu apa-apa, tersedak air minumnya sendiri setelah mendengar omongan Naya barusan.

"Wait, what? Demi apa lo, Abinaya Sutedja? Lo udah lepas perawan?"

Naya mengangguk dengan santai untuk menjawab pertanyaan tersebut.

"Eh anjir! Ketinggalan berita apa lagi ini gue. Bisa-bisanya kalian gak ngajak gue ke club kemarin malam."

"Ye... Cebong! Lo lupa siapa yang gue telpon berkali-kali tapi kagak diangkat. Gue bahkan ngirim pesan lewat sms juga."

"Masa sih?"

"Dahlah." Celine mengibaskan tangan kanannya dengan malas, kemudian kembali menatap ke arah Naya dengan raut wajah serius. "Jadi, lo beneran ngikutin apa yang gue saranin malem itu, Nay?"

Naya mengangguk lagi.

"Gila lo Nay! Gue padahal cuma niat bercanda loh."

"Bercanda kamu itu, solusi bagus tau," kata Naya acuh-tak acuh. Agatha sampai memandang tak percaya ke arah Abinaya saat ini. Kemana perginya gadis polos nan baik hati dari jiwa murni gadis itu.

"Sesat ajaran lo, Cel."

Agatha menyalahkan Celine atas hilangnya kepolosan Naya. Sementara Celine hanya tercengir tanpa dosa.

"Ya mohon maaf. Kan gue gak ada niatan untuk menjerumuskan seorang Abinaya Sutedja yang polos bin kolot ini ke lubang kenikmatan duniawi."

Celine menyedot santai jus alpukat miliknya kemudian, namun kedua matanya tetap tertuju lekat ke arah Naya.

"Jadi, lo beneran udah gak perawan nih?"

"Hum." Naya menganggukkan kepala.

Brak!

"Selamat kalau begitu!" Kata Celine memekik bahagia, sambil memukul pelan meja di depannya. Agatha sontak saja langsung menoyor kepala cewek itu.

"Goblok kok di pelihara. Ntar kalau si Naya hamil gimana, Woy."

"Sengaja kok. Naya memang pingin hamil."

Agatha langsung melotot mendengar perkataan Naya barusan. "Yang bener aja lo, Nay?"

"Beneran kok." Naya memperbaiki posisi duduknya, "Soalnya Naya gak mau dijodohin. Kakek katanya pingin cicit, dan satu-satunya orang bisa kasih kakek cicit cuma aku. Yaudah aku minta benihnya sama laki-laki yang aku temui di club semalam biar tumbuh jadi bayi."

"Terus laki-laki yang lo mintai benihnya itu, mau gitu aja nyumbangin benih ke lo?"

Naya menggeleng.

"Awalnya sih, laki-laki itu menolak keinginan Naya. Tapi mana ada sih, laki-laki yang kuat menolak godaan sodoran tubuh seorang perawan. Setelah tahu kalau aku dengan suka rela akan memberikan keperawanan, lelaki itu akhirnya luluh juga."

Celine bertepuk tangan bak anak kecil yang mendapatkan hiburan.

"Mantab Nay! Gue suka cara lo! Ibarat seekor kucing, mana ada yang nolak sodoran ikan tenggiri."

Agatha benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran kedua temannya itu. Bisa-bisanya,  Agatha memiliki teman seperti mereka berdua.

"Oh ya, Nay. Laki-laki yang nidurin lo itu, orangnya cakep gak?"

"Ganteng kok."

"Bagus deh kalau gitu. Soalnya nih ya, gue gak bisa deh bayangin gimana jadinya kalau laki-laki yang lo pilih itu bapak-bapak perut buncit, kelebihan lemak terus giginya tongos, punya kumis ikan lele pula. Apa gak asem hidup lo ntar dapet keturunan modelan begitu."

Naya dan Celine sontak saja langsung terkikik geli mendengar ocehan Agatha barusan.

"Btw, namanya siapa? Pengusaha muda? Ceo? Atau jangan-jangan malah yang punya club malam tempat lo clubing?"

"Namanya Deaz, tapi aku gak sempet nanya apa pekerjaannya. Soalnya, kita udah sepakat setelah malam itu, gak akan ada lagi pertemuan yang kedua dan seterusnya. Kita juga masih terlalu asing untuk bertanya masalah pribadi, seperti halnya pekerjaan."

Agatha dan Celine sontak langsung mengangguk-angguk, paham.

"Tapi, apa kalian yakin gak bakalan akan ada pertemuan yang berikutnya? Biasanya nih ya, kalau orang udah ngerasain enaknya bobok bareng, mereka bakal merasa ketagihan. Lo yakin, bisa bertahan tanpa sex setelah tahu rasanya Nay?"

Wajah Naya tanpa sadar memerah mendengar pertanyaan itu. Astaga! Bayangan percintaan panas yang Naya dan Deaz lakukan, berulangkali di tempat yang berbeda di kamar hotel malam itu masih terngiang sangat jelas dalam ingatan Naya. Entah hanya perasaannya saja, atau memang apa yang di katakan Celine itu memang benar adanya. Deaz sudah ketagihan akan tubuh Naya, begitu pula sebaliknya. Karena, jujur saja Naya pun tidak menampik kalau sex dengan Deaz merupakan pengalaman yang sangat menakjubkan sekaligus memuaskan. Rasa dahaga itu, memang masih terasa hingga kini.

Omong-omong, apa kabar dengan lelaki itu ya?

"Gak tahu. Kita lihat saja kedepannya."

Ya. Lihat saja bagaimana kedepannya. Yang terpenting, kini Naya sudah tidak perlu lagi repot-repot memikirkan cara untuk membatalkan perjodohan yang kakeknya rencanakan. Karena Naya sudah mendapatkan solusinya. Tinggal menunggu beberapa minggu ke depan, akan tumbuhnya si jabang bayi hasil one night stand-nya dengan Deaz.

***

1 BULAN KEMUDIAN.

Naya tidak tahu kenapa tubuhnya terasa lemas pagi ini. Air ludahnya juga terasa sangat pahit dan perutnya terus bergolak sejak tadi. Rasa pusing yang juga menyerang kepalanya membuat Naya urung untuk pergi bersama kedua sahabatnya hari ini.

Naya yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi, usai memuntahkan cairan bening, segera meraih ponsel genggam miliknya. Mendial nomor salah satu sahabatnya dan menempelkan benda pipih panjang itu di telinga kanannya dengan wajah pucat. Naya langsung membaringkan tubuhnya kembali sambil telponan.

"Halo, Nay. Udah sampai dimana? Kita berdua otw nih."

"Aku gak jadi ikut deh. Tiba-tiba lagi gak enak badan." kata Naya dengan suara pelan. Diseberang sana, terjadi keheningan yang cukup panjang, sebelum akhirnya suara Agatha yang kini terdengar menggantikan suara Celine.

"Lo mual, Nay?"

Naya mengerutkan keningnya.

"Kok tahu?"

"Perut lo bergolak, terus pala lo pusing juga gak?"

Naya mengangguk-angguk.

"Iya."

"Buruan pergi ke apotik."

Naya langsung bangun dari posisi berbaringnya mendengar pekikan Agatha tersebut.

"Apotik?"

"Ya. Beli alat tes kehamilan. Namanya testpack."

Naya menelan ludah menyadari sesuatu. Buru-buru, gadis itu berdiri dan mengenakan sandal bulu kelincinya. Tidak ada waktu untuk sekedar mengganti pakaian, masih mengenakan baju tidur dan rambut yang tergulung asal, Naya pergi ke apotik terdekat dengan di antar sopir pribadi kakeknya.

Ini sudah satu bulan sejak kejadian malam itu. Penantian Naya akhirnya akan segera mendapatkan jawaban. Usai membeli beberapa merk testpack terbaik karena rekomendasi dari sang apoteker, Naya kini sudah duduk di atas toilet kamar mandi. Gadis itu, menunggu dengan harap-harap cemas setelah menggunakan alat tes kehamilan tersebut beberapa menit yang lalu. Naya gugup. Cemas dan merasa takut.

Bagaimana hasilnya nanti?

Positif kah?

Negatif kah?

Naya menggigit bibir bawahnya sendiri dengan perasaan kalut. Berbagai kemungkinan-kemungkinan baik dan buruk terus berputar memenuhi kepalanya. Hingga, tepat pada waktunya itu telah tiba, dengan mata yang semula masih tertutup rapat, Naya mulai memberanikan diri membuka kedua bola matanya, sekaligus membuka tangkupan dua tangan yang menyembunyikan testpack itu.

"What the fuck!"

Kedua mata Naya terbelalak hingga bukaan maksimal. Bibirnya membentuk lingkaran dengan tangan yang terus bergetar. Air mata Naya menetes tanpa sadar. Naya langsung menjatuhkan benda pipih panjang dengan dua garis merah itu dan menangis histeris.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Get Me Pregnant   56

    Mengenakan kemeja putih dan celana hitam panjang, Deaz tampak mengetuk-etukan jemari tangan kanannya di atas lutut kaki kanan, duduk cemas tepat di tengah-tengah pengadilan agama, menunggu Abinaya yang belum datang di persidangan kali ini. Pikiran Deaz sangat kacau kini. Keringat bahkan muncul di kedua telapak tangannya yang dingin. Kedua orangtuanya sudah mengambil tempat duduk sedari tadi, namun keberadaan Tomi Sutedja juga belum terlihat disana. Deaz menarik napas, menghembuskannya dengan berat. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh dirinya kalau akan mengalami saat-saat yang seperti ini. Duduk di hadapan para hakim dan para saksi untuk proses perceraiannya dengan sang istri. Deaz takut. Dia tidak ingin pernikahannya berakhir dengan perpisahan. Tapi, mereka sudah sejauh ini. Deaz sudah sangat terlambat untuk memperjuangkan pernikahan mereka yang bahkan belum satu tahun terjalin. "Maaf, saya sedikit terlambat." Deaz menoleh ke arah

  • Get Me Pregnant   55

    Deaz mengendari mobilnya teramat pelan. Tidak ada hasrat untuk pulang, namun Deaz juga tidak mungkin terus terpuruk dengan keadaan. Lelaki itu masih sibuk bekerja lalu pulang seperti biasanya, meski bayang-bayang Naya terus menghantuinya bagai kaset rusak. Deaz tetap harus hidup. Deaz masih ingin hidup untuk kembali bersama Naya dan calon anak mereka. Kerumunan tepat di depan sana, menghentikan laju Deaz secara tiba-tiba. Deaz mengerutkan keningnya, mengamati keadaan di depan sana yang terlihat begitu tegang. Bahkan ada pula mobil polisi yang terparkir di sana. Merasa penasaran, Deaz pun memutuskan untuk turun dan berjalan mendekat. Deaz terkejut saat menyadari rumah itu adalah rumah yang sama, saat Deaz menolong Tsania dan bayinya yang dikurung Endru di dalam kamar rumah itu, satu minggu yang lalu. "Maaf, kalau boleh tahu, apa yang sedang terjadi di sini?" Seorang ibu-ibu berhijab yang Deaz tanyai pun menjawab. "Ada korban kasus pem

  • Get Me Pregnant   54

    Deaz meletakkan kepalanya di kemudi mobil, memejamkan mata namun tidak tidur. Sudah satu minggu hidup lelaki itu kacau, sangat. Naya pergi dan Tsania terus menyalahkan dirinya atas kematian putrinya. Begitu mendengar suara gerbang yang di geser terbuka, Deaz mengangkat kepalanya, memperlihatkan wajah kusut kurang tidur lelaki itu. Inilah yang Deaz tunggu-tunggu, Mobil Tomi Sutedja keluar dari gerbang besar itu. Buru-buru Deaz pun menyalakan mesin mobil miliknya dan melaju perlahan mengikuti mobil tersebut. Kegiatan seperti inilah yang Deaz lakukan selama satu minggu ini. Mengikuti mobil Tomi Sutedja diam-diam dan berakhir kecewa saat mobil itu lagi-lagi berhenti di perusahaan Sutedja Company. Deaz memukul stir, mengacak rambutnya frustasi. Dia benar-benar persis orang gila sekarang. Deaz bahkan lupa mandi, dan makan jika memang perutnya sudah terasa perih. Deaz sudah tidak lagi menangis, air mata buayanya mungkin sudah habis. Toh, d

  • Get Me Pregnant   53

    1 MINGGU KEMUDIAN. Paris, Perancis. Naya terbangun dari tidurnya saat mendengar suara bel rumah yang terdengar. Perempuan itu kemudian keluar dari kamarnya, melangkah ke arah pintu dan membukanya. "Hai, apa aku mengganggu?" "Lumayan, aku baru saja bangun." "Oh. Maaf kalau begitu," kata Shawn, sambil menggaruk belakang lehernya. Naya tertawa renyah melihat tingkah lelaki itu. "Bercanda." Shawn mengangguk, kemudian mengulurkan sesuatu yang dia bawa untuk Naya. "Untukmu." "Wah. Aku merepotkan lagi." "Tidak masalah. Aku senang di repotkan." "Mau masuk?" Tawar Naya. "Ah itu, sebenarnya aku ingin mengajakmu keluar. Bagaimana?" Naya terdiam, tampak menimang.

  • Get Me Pregnant   52

    Air mata Naya terus mengalir turun. Gadis itu berulangkali mengusapnya namun tidak mau berhenti juga. Sopir taksi sampai heran melihat wanita hamil yang duduk di belakang itu. Naya menatap keluar jendela, membiarkan angin menyapa wajahnya yang memerah karena terus menangis. Cukup lama perjalanan dari bengkel ke rumah Tomi Sutedja, akhirnya taksi pun berhenti tepat di depan gerbang besar rumah mewah itu. Naya segera turun tanpa membayar uang taksi terlebih dahulu, seorang satpam yang membukakan gerbang yang akan membayar tagihan untuk cucu kesayangan Tomi Sutedja. Naya kemudian melangkah masuk kedalam rumah karena pintunya memang tidak di tutup. Naya melangkah cepat ke arah ruang tamu, samar-samar terdengar suara percakapan dari sana sambil menahan perut besarnya dengan tangan kanan. Dan begitu melihat Tomi Sutedja yang duduk di sofa panjang ruang tamu, Naya langsung be

  • Get Me Pregnant   51

    "Hai." Naya mengangguk singkat membalas sapaan itu. Gadis itu segera duduk di kursi restoran yang berseberangan dengan tempat duduk Endru. "Maaf, karena telah mengganggu waktumu dengan memintamu datang kemari." "Ada apa?" Tanya Naya to the point. Endru kemudian meletakkan sebuah amplop di atas meja, membuat Naya mengernyitkan kening melihat itu. Endru kemudian menjelaskan.. "Itu riwayat kesehatan milik saya. Saya penderita ...." "Borderline personality disorder. Ya, aku sudah tahu." Endru menaikkan satu alisnya tinggi-tinggi. "Dari Tsania?" Naya mengangguk. "Ya. Endru menghela napas berat, kepalanya tertunduk. Naya menatap dalam diam lelaki di hadapannya itu. "Saya tidak akan menceraikan Tsania." "Saya sangat m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status