Share

Chapter 2

Sekali lagi, Bram bertanya-tanya apa wanita ini seorang psikopat atau apa?

Caca yang melihat bahwa Bram masih sedikit curiga padanya memberanikan diri untuk duduk di sisinya, "Kamu bisa mempercayaiku, saya hanya menginginkan anak ini untuk suatu tujuan, setelah hari ini, kita bisa memutuskan semua kontak, bahkan jika kita bertemu satu sama lain di jalan, anggap saja kita belum pernah bertemu!"

"Kenapa Kamu ingin melahirkan bayi itu?"

"Saya tidak bisa memberitahu Anda tentang itu." Caca menggelengkan kepalanya.

Caca terdiam sesaat dan menurunkan kelopak matanya, "Ini adalah pertama kalinya bagiku, maaf kalau saya merepotkan anda, tapi bisakah anda lebih proaktif?"

"Benarkah? Aku tidak percaya kamu masih perawan …" Itu membuat Bram sedikit bersemangat.

Tapi sebenarnya ini juga pertama kalinya bagi Bram, Dia belum berpengalaman. Bagaimana dia bisa proaktif?

Hari ini John berkata padanya akan menanggalkan keperawanan wanita untuknya lebih dulu. Bram tidak menyangka si bajingan John akan memberikan seorang yang masih gadis padanya. Bram benar-benar merasa John telah mempersulitnya.

'Aku akan membalasnya besok,' seringai dalam hati Bram.

Caca mengangkat matanya dan melirik Bram, "Kamu boleh mulai!"

Mereka sepakat untuk memulai, tetapi tidak satupun dari mereka melakukan apa pun, dan suasananya menjadi sangat canggung untuk sementara waktu.

Bram berdehem, "Baiklah, untuk kegiatan 'intinya' aku yang akan memulai, tapi bukankah tidak masalah jika Kamu yang mulai menciumku lebih dulu, sekarang?"

Caca: "Ah?"

"Wanita akan menyenangkan jika bisa lebih sensual," Ucap Bram.

"Baiklah kalau begitu." Caca menganggukkan kepalanya dan perlahan pindah ke sisi Bram, dia mengangkat matanya untuk menatap mata Bram.

Kedua insan itu saling memandang.

Pupil mata coklat Bram begitu indah, keindahannya bahkan sanggup memenuhi semua harapan gadis-gadis muda akan seorang pangeran yang menawan.

Rona malu membuat tenggorokan Caca tercekat.

Caca perlahan membungkuk lebih dekat pada Bram.

Lima sentimeter, empat sentimeter, tiga sentimeter, dua sentimeter.

Dia menutup matanya, mempertaruhkan hatinya, dan mencium Bram langsung di bibir.

Bram, yang belum pernah berciuman sebelumnya, tiba-tiba tersentak.

Bibirnya lembut, kenyal serta manis menjadi satu. 

Dengan nafsu, Bram merengkuh belakang kepala Caca, melumat bibirnya lalu menghisapnya berkali-kali.

Serangan ciuman balik dari Bram menyebabkan Caca juga terkejut, menatap dengan mata lebar dan agak kewalahan, tiba-tiba Dia merasa jantungnya berdetak kencang.

Bram dengan tidak sabar menjulurkan tangannya ke pakaian Caca, menariknya. Seketika terdengar suara robekan pakaian Caca.

Bram dengan tidak sabar mendorong Caca ke ranjang. 

Bram mulai menurunkan ciumannya hingga berada tepat di dua dada indah milik Caca yg cukup kecil menurut Bram. Tangan Bram tidak tinggal diam, meraba ke area sensitif Caca: "ahm…," desah tertahan Caca. 

"Kamu sangat basah," ucap Bram dengan smirk penuh nafsu. 

"Kamu siap?" tanya Bram pada Caca yang sedari tadi sudah kelimpungan dengan hal yg dilakukan Bram pada tubuhnya. "Yah masukkan, t–tapi pelan pelan, ini pertama kali bagiku," ucap Caca dengan terengah engah disertai rona merah di pipi menahan malu.   

Melihat rona merah pada pipi gembil Caca dengan dadanya yang terekspos, membuat Bram makin bernafsu untuk membuat Caca lebih mendesah lagi di bawah kungkungannya.

Bram siap mengambil posisi dengan mengarahkan miliknya pada inti milik Caca. "Aku akan mulai," Bram segera menekannya, membuat Caca merasa begitu sakit, juga perih.  

"Sempit sekali," ucap Bram, sambil terus mendorong miliknya untuk masuk ke dalam milik Caca.  

"Sepertinya milikmu yang terlalu besar," jawab Caca dengan pipi merona, sambil menggigit bibirnya, dia mencengkram sprei dengan kuat, untuk menahan rasa sakit.  

Dua orang dengan modal pengalaman virtual tanpa praktik sedang berusaha menembus inti tubuh yang masih utuh bersama, merealisasikan ekspektasi mereka.

Akhirnya!

Milik Bram pun berhasil sepenuhnya menembus inti Caca, dan si pemilik keperkasaan bernafas dengan lega, begitu juga dengan Caca.  

"Pelan-pelan saja, ya!" Bram, mengangkat perlahan tubuhnya. 

"Iya," jawab Caca, dengan senyuman yang mengembang.

Akhirnya, malam ini bibit unggul akan tertanam di rahimnya.  

Lalu Bram mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur, membuat miliknya keluar masuk memompa dengan ritme teratur.  

Caca tidak pernah menyangka, membuat bayi bisa senikmat ini meski awalnya sedikit perih.

Meskipun sebelumnya Caca telah sepenuhnya siap, ketika saat ini tiba, Dia masih merasa gugup seperti seekor rusa yang ketakutan.

Tak berapa lama, bibit unggul gelombang pertama berhasil di muntahkan. Namun Bram sepertinya belum cukup puas setelah beristirahat beberapa saat.

"Lagi?" Tanya Bram, membalikkan tubuh Caca kemudian mendapati bahwa Caca telah pulas.

Niat awal Bram memerintahkan John untuk menyiapkan seorang wanita adalah mencari kesenangan, tetapi Caca sama sekali tidak membantu, begitu Caca dalam suasana hati yang baik, Dia tertidur.

Bram berdiri dengan 'umpatan', melihat Caca yang sedang tidur dari kejauhan, menilik tubuhnya yang indah, meskipun payudaranya sedikit lebih kecil, sebenarnya tidak ada kekurangan pada tubuh wanita ini selain ukuran itu.

Yang terpenting, Bram sebenarnya sangat menyukainya.

Tepat pada saat ini, ponsel Bram berdering, John memanggil, Bram mengangkatnya dan langsung memaki: "Brengsek, urusan kita belum selesai!"

Begitu suara Bram jatuh, sebuah suara yang tak kalah emosi datang dari ujung ponsel, "Aku sudah menganggapmu seperti saudara, kemarin Kau berteriak padaku ingin mengakhiri keperjakaan mu sendiri, merasakan untuk pertama kalinya, Apa Kau belum pernah dipukuli manusia satu kota? Dimana Kau sekarang?"

"Aku di hotel," jawab Bram dengan nada marah.

"Kau pergi ke hotel untuk menghindari gadis yang Kau pesan sendiri? Aku sudah menunggumu selama dua jam disini!"

"Gadis apa? Dia sudah di tempat tidurku!"

Bram memandang ke arah Caca yang telanjang di tempat tidur. 

Oh tidak.

Sepertinya Bram salah orang.

Gadis yang disiapkan John untuknya masih di bar. Lalu siapa yang sudah ia tiduri?

“Pergilah ke bar, Aku akan memastikan gadis yang kusiapkan untukmu seribu kali lebih baik daripada istrimu di rumah,” John masih berbicara.

***

Cahaya mentari pagi menerobos masuk lewat celah gorden, nampak seorang gadis dengan rambut berantakan bergelung dengan selimut di tengah ranjang warna putih, Caca merasakan silau serta hangatnya mentari dari celah gorden. 

Dia terbangun dengan rasa sakit yang menjalar di tubuhnya terutama di area intinya, seolah ada sesuatu yang telah menghantamnya.

Permainan mereka semalam terlalu keras bagi Caca.

Caca berhasil duduk dan bersandar pada Headboard tempat tidur, kakinya masih gemetar saat turun dari tempat tidur.

Setelah mandi, Dia menemukan beberapa memar di tubuhnya, beberapa tanda itu timbul karena tanpa sengaja tercubit, beberapa lagi adalah cupang.

"Dasar Cabul!" Gumam Caca saat keluar dari kamar mandi dan melihat bahwa pakaiannya telah robek oleh pria itu. Sekarang yang harus Dia lakukan adalah mencari bantuan staf hotel.

Untung ini adalah kamar presidensial, jadi Caca bisa mendapatkan pelayanan yang terbaik.

Setelah meminjam pakaian dari salah satu seorang pelayan hotel, Caca melarikan diri dari tempat itu dengan langkah menahan sakit di area intinya.

Di kantor, ruang Presiden MCoal Indonesia yang didesain dengan apik itu nampak bersih dan masih tetap rapi, belum ada satu sudut pun kekacauan yang memberi sinyal kesibukan.

Ada tiga komputer di depan meja melengkung.

Bram duduk di balik mejanya, layar komputernya gelap gulita, sejak pagi Dia tidak punya keinginan untuk bekerja, yang terpikir olehnya hanya wanita yang salah tidur dengannya tadi malam.

Sekretaris-nya, Ashar masuk, "Pak Bram. Anda memanggil saya?"

Ashar Silahi adalah kepala sekretaris Bram, berusia tiga puluh delapan tahun. Bisa dibilang Ashar adalah pegawai senior di perusahaan Bram, Ia telah bergabung dengan perusahaan Bram sejak usianya Dua puluh lima tahun.

"Periksa identitas seseorang untukku!" Bram membuka ponselnya miliknya dan menunjukkan foto seseorang.

Itu adalah foto Caca, Bram mengambil foto telanjangnya tadi malam hanya untuk lelucon, tapi yang dia tunjukkan kepada Ashar sudah di-crop, dia tidak akan menunjukkan foto telanjang wanita yang dia tiduri kepada siapa pun.

Ashar berjalan mendekat dan mengambil ponsel Bram, matanya langsung melebar,

"Nona! ... Ini Nona muda!"

Sementara itu, Bram memberi perintah tanpa memperhatikan reaksi Ashar: "Tunggu apa lagi? Sekarang juga kau pergi dan selidiki semua informasi tentang wanita ini untukku!"

"Bapak. Aduh, bukankah ini Nona!" akhirnya Ashar bisa mengatakannya dengan tenang.

Sebelumnya, pernikahan Bram adalah tanggung jawab Ashar dan tentu saja Ashar pernah bertemu dengan Caca.

“Nona?” Bram sedikit bingung.

"Bapak. Aduh, apa Anda lupa bahwa setahun yang lalu, Anda sudah menikah, dan Anda telah memerintahkan saya untuk menyimpan istri Anda di cluster villa Rainbow City."

Bram berdiri dengan kedua telapak tangan bertumpu di atas meja, sedikit mencondongkan badannya ke arah Ashar di depannya: "Istri?" sepasang mata elang menatap tajam ke arah Ashar, “Maksudmu wanita di foto ini adalah istriku?" Tanya Bram dengan ragu.

Bram memang belum pernah bertemu Caca, dan pernikahan itu bukanlah keinginannya, jadi dia bahkan tidak pergi ke upacara pernikahannya.

Seseorang seharusnya pergi sendiri ke upacara pernikahannya, tetapi apa yang tidak bisa dilakukan Bramasta Moses, seorang pengusaha tambang sukses berwajah semi oriental, berdarah campuran Makassar, Papua dan Ambon ini. 

Saat kekuasaan dan uang yang berbicara, Kantor Urusan Sipil pernikahan tidak akan bisa berkata apapun padanya.

Jadi, sampai saat ini, Bram tidak tahu seperti apa rupa istrinya, bahkan dirinya sendiri lupa jika sudah menikah.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Potato Peach
ihh gemess si caca mikir suaminya udau tua,, gemess bgt udah nikah tp gak pernah ketemu dan akhirnya ketemu d situasi seperti itu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status