Seorang peramal yang Caca temui memberi tahu dia bahwa semua kesialan dalam hidupnya akan hilang, jika Dirinya bisa melahirkan seorang anak. Dia sudah putus asa pada nasib sial yang sejak lahir selalu menghantuinya. Sedangkan untuk bisa hamil, suaminya sama sekali tidak bisa diandalkan. Tahun lalu ia telah dinikahi lelaki misterius yang belum pernah ditemuinya sama sekali sampai sekarang. Lelaki itu hanya membiayai hidupnya, memberikan fasilitas dan membiarkannya tinggal sendirian bersama beberapa pelayan di dalam hunian elit miliknya. Entah apa yang membuatnya berfikir begitu, Caca meyakini; bahwa suaminya adalah seorang yang sudah tua, jelek dan botak. Caca pun memutuskan untuk pergi ke klub malam, mencari bibit unggul agar dirinya bisa hamil. Namun siapa sangka jika target bibit unggulnya adalah suaminya sendiri yang selama ini belum pernah ia temui?
View MoreJakarta,
Megapolitan Indonesia.
Sebuah club yang berisik itu, riuh dipenuhi dengan pria dan wanita yang sedang memutar pinggang dan melepaskan emosi mereka di lantai dansa, di bawah sorot lampu strobo warna-warni.
Se-sosok menerobos kerumunan, mengenakan kaos putih dan celana jins biru muda dengan rambut kuncir kuda sederhana, lebih terlihat seperti seorang mahasiswa berusia awal dua puluhan.
Namanya Risa Dewi, dia hampir roboh oleh suara dentuman musik DJ itu begitu masuk.
Ini jelas bukan kebiasaannya, tidak pada tempatnya Dia berada di lingkungan seperti ini. Pertama kali berada di sini, butuh beberapa menit bagi Risa Dewi untuk menyesuaikan diri dengan tempat ini.
Sebelum kemari, Dia sudah menggunakan alat tes ovulasi untuk memastikan Dia akan berovulasi dalam 24 jam 48 menit ke depan, yaitu sekarang!
Ya, tujuan dia datang ke tempat seperti ini hari ini adalah untuk punya bayi.
Dia tahu "lelaki tua" itu tidak bisa membuatnya hamil, Lelaki itu bahkan telah meninggalkannya sendirian di rumah selama setahun penuh, jadi Dia harus mencari orang lain untuk bisa hamil.
Meski harus memiliki anak dengan jalan seperti ini, setiap orangtua pasti ingin anaknya terlihat menarik, sehingga ia harus mencari bibit unggul dari seorang target yang tepat.
Risa Dewi atau yang akrab dipanggil Caca, menggigit bibir bawahnya, sepasang mata indahnya mengamati setiap pria di sekitarnya dan keelokan seorang pria yang duduk di depan bar terpantul di matanya.
Karena pria itu duduk menyamping, Caca hanya bisa melihat satu sisi wajahnya.
Hanya satu sisi wajah saja sudah membuat jantung Caca berdebar-debar.
Bagai fitur tiga dimensi yang sangat halus, dengan hidung mancung dan bibir tipis, lalu bulu mata panjang yang meninggalkan bayangan samar di bawah mata.
Sepertinya itu bibit unggul yang ia cari!
Satu anting biru safir di telinga kiri terpancar dengan kilau menawan dalam cahaya, langsung merayu jiwanya.
Caca menarik napas dalam-dalam, hanya untuk merasakan hatinya yang akan mencuat dari mulutnya. Dia gugup, ini pertama kalinya Dia melakukan hal seperti ini.
Caca menepuk bahu pria itu seperti cara para senior di sekolah memukul adik tingkatnya, "Hai!"
Pria itu membalikkan wajahnya, melihat wajahnya dari samping saja sudah cukup untuk membuat Caca terpikat dari awal, apa lagi menatap seluruh wajahnya, Dia sangat tampan!
Sepasang mata coklat, yang menggoda.
Caca benar-benar asyik mengagumi pria tampan itu dan tertegun sejenak:
“Kenapa lama sekali?” pria itu tampak sedikit marah, langsung bangkit, meraih pergelangan tangan Caca dan membawanya berjalan keluar.
Caca masih tidak tahu apa yang terjadi, yang Caca tahu hanyalah bahwa pria itu begitu kuat mencengkram pergelangan tangannya seolah tulangnya akan hancur dalam genggamannya.
Pria itu langsung pergi ke hotel sebelah, yang tampaknya telah dipersiapkan sebelumnya, pergi ke kamar presidensial di lantai tiga, mengambil kartu kamarnya dari dompet dan membuka pintu, seluruh proses selesai dalam sekali jalan.
Begitu masuk, pria itu menanggalkan kaos putihnya untuk memperlihatkan dadanya yang berwarna madu.
Caca menarik napas, tubuh pria ini terlalu bagus!
Dada yang lebar, setiap ototnya berada di tempat yang tepat, tidak ada sedikitpun lemak di tubuhnya, setiap garisnya begitu sempurna, terutama bagian perutnya yang kekar berbantal.
Bukan hanya wajah pria ini yang merasukinya seperti iblis, tetapi tubuhnya juga iblis!
Rasanya Caca seperti akan mimisan dibuatnya.
Pria itu sudah melepas kaosnya dan kini mulai melepas ikat pinggangnya.
Caca menatap area di bawah pinggangnya lalu sadar bahwa dia akan melihat bagian paling sensualnya, dia segera melangkah ke depan, meraih tangan pria yang sedang melepaskan ikat pinggangnya itu, "Tunggu sebentar!"
Sementara itu, mata coklat pria itu menunduk, "Ada apa?"
"Apa ini tidak terlalu cepat?" Caca menegur dengan pipinya yang memerah.
"Terlalu cepat?" Pria itu memeta wajah Caca, wajah kecil yang bening dan cantik mengembang dengan cahaya merah pada pipinya, semakin Pria itu menatapnya, semakin Caca menjadi malu, segera mengalihkan pandangannya ke samping.
“Oh, aku lupa, seharusnya kita berkenalan lebih dulu.” Pria itu menjauhkan tangannya dari pelepas ikat pinggangnya dan berjalan ke tempat tidur, “Katakan saja apa yang ingin kamu katakan!"
Lampu tidur dinyalakan oleh pria itu, dan Caca dengan sedikit takut masih berdiri di sebelah tempat tidur.
Baru kemudian keduanya diam, pria itu mulai mengamati Caca dengan serius.
Wajah V-shape standar, agak kurus, dagu lancip, dengan sedikit lemak bayi di pipi, imut, polos, tipe wajah yang nyaman dipandang dan tidak membosankan.
Di bawah alis yang tipis ada sepasang mata yang begitu jernih, seperti batu obsidian, memancarkan cahaya menawan, bulu matanya seperti sayap kupu-kupu yang berkedip, sangat menggoda.
Hanya saja ukuran dadanya cukup kecil.
Meskipun ini juga pertama kalinya bagi laki-laki ini, tapi, Dia sering mendengar tentang hak laki-laki untuk mengoreksi perempuan bookingannya, ibaratnya sebelum makan daging kambing, lihat kambingnya dulu! Jika dirasa si kambing tidak layak konsumsi, masih bisa melarikan diri! Untuk hubungan seks antara pria dan wanita, Bram cukup tau beberapa kriteria mengevaluasinya.
"Dasar si John, dia bilang dia akan memilihkan yang terbaik, tapi akhirnya yang menurutnya baik itu dia ambil sendiri," gumam Bram.
"Hei, apa yang kamu katakan?" Caca tidak mendengar kata-kata pria itu dengan jelas.
"Tidak apa-apa, jangan hanya berdiri di sana dan memanggilku, “Hei!” suara pria itu penuh momentum, semacam suara penguasa yang telah terbiasa menginstruksi banyak anak buahnya dengan nada pengintimidasian besar.
Tapi dia memang punya modal untuk itu.
Namanya Bramasta Moses.
Nama tersebut pastilah sudah tidak asing lagi bagi banyak orang dikalangan elit politik dan pengusaha kelas atas.
Ayahnya seorang pendiri Kerajaan bisnis yang bergerak di banyak bidang, Pertambangan, Migas, Properti, Infrastruktur, Media, dan Telekomunikasi, Majapahit Group adalah salah satu grup bisnis terbesar di Indonesia, dengan 10 anak usahanya yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, pendirinya juga merupakan salah satu elit politik kuat dan berpengaruh.
Sedangkan Bram sendiri, di usia yang masih terbilang muda ia sudah memiliki perusahaannya sendiri yang bergerak di bidang pertambangan.
Dikutip dalam majalah Forbes Indonesia, mereka mengatakan bahwa Bramasta Moses adalah seorang pengusaha jenius yang kemampuannya sangat mumpuni, dengan mengandalkan sepak terjangnya sendiri melalui bakat bisnisnya yang luar biasa.
Caranya membidik target dengan menciptakan memonopoli hampir seluruh lini bidang pertambangan dalam maupun luar negeri, membuat Kerajaan bisnisnya sendiri mulai berkembang secara dramatis, secara bertahap men-sohorkan namanya di dunia bisnis hingga ke bidang politik.
Semua itu adalah kesuksesan yang menyebabkan pertumbuhan pesat kekayaan seorang Bramasta Moses.
Di usia tiga puluh dua tahun, dia sudah menjadi orang yang memiliki kekuatan finansial besar, belum lagi ditambah sokongan segelintir tokoh nasional, juga internasional yang berada di garda depan pertahanan hidupnya.
Hanya saja, dia tidak pernah muncul di depan umum dan tidak ada yang pernah melihatnya.
Caca menelan ludah, "Itu ... A—Aku punya satu permintaan hari ini!"
“Katakan!" Bram tampak sedikit tidak sabar.
"Jangan pakai kondom!" Ucap Caca cepat.
Mendengar ini, rahang Bram rasanya hampir jatuh ke lantai karena terkejut!
John berkali-kali memperingatkannya untuk memastikan Bram memakai kondom.
Alasan pertama, karena Bram bukanlah orang sembarangan, jika tanpa sengaja Dia benar-benar menghasilkan anak, itu akan menjadi Malapetaka. Kedua, para wanita tidak hanya berhubungan dengan satu pria, mereka rentan menularkan berbagai penyakit.
Tatapan tajam Bram menyapu ke arah Caca, yang membuatnya semakin gugup.
"Karena ...." Caca ragu-ragu mengatakan alasannya, Dia tidak ingin memberitahu siapapun tentang rencananya, Dia hanya ingin menjalani kehamilannya dengan tenang, tidak ingin ada keterikatan apapun dengan siapapun.
"Kalau kamu tidak memberitahuku alasannya, aku tidak akan menyentuhmu hari ini!" Mata Bram menatapnya dingin.
Caca benar-benar tidak ingin melewatkan kesempatan ini, jika Dia melepaskan pria di depannya ini, kemana lagi Dia akan pergi mencari bibit unggul untuk memproduksi bayinya?
"Tenang saja ... Karena Aku hanya ingin punya bayi." Jawab Caca.
Bram kembali terkejut.
Wanita ini sepertinya masih berusia awal dua puluhan, tapi Dia ingin punya bayi.
Apa dia sudah gila?
"Untuk?"
“Tenang saja, Aku tidak akan pernah mengganggu Anda soal apapun tentang anak Anda. Saya akan membesarkannya sendiri. Dia tidak akan ada hubungannya dengan Anda."
Caca segera meyakinkan.
Sebelum masuk ke dalam kamar, bahkan Bram sudah menyambar bibir Caca dengan ganas. Caca hanya diam mematung, dia tak tahu harus berbuat apa. Ini pertama kalinya, dia melakukan ini dengan suaminya tanpa kegelapan. “Buka bibirmu, Sayang!” Seru parau Bram sambil membuka pintu kamarnya dengan siku dan Caca yang masih dalam gendongannya. Caca semakin membeku, tapi perlahan bagai terhipnotis dengan wajah Bram yang semakin terlihat sensual, dia membuka bibirnya mengikuti arahan Bram dalam setiap gerakan lidahnya. Bram semakin memperdalam lumatannya hingga tak memberi Caca jeda untuk bernapas. Kini Bram sudah menurunkan Caca di tempat tidur mereka, tangan Bram tak tinggal diam, meremas salah satu dada Caca dan memilin ujung dada itu dari luar pakaian Caca. Bram semakin lihai memberi rangsangan ke tubuh Caca. Caca terus melenguh akibat ulah Bram yang memberinya rangsangan bertubi-tubi, membuat Caca tak kuasa menahannya dan ingin segera mengakhiri sesi kegiatan tersebut. “Sssh…” Bram men
Bram membawa Caca kembali ke Rainbow City dan Lina sudah terlelap dikamarnya. Sepasan suami istri tersebut duduk berhadapan di ruang tamu dengan berjarak meja kopi di depan mereka. Yang satu bersandar di sofa, satunya lagi hanya duduk diam dengan kaki erlangnya. “Ada yang ingin kau katakan?” Bram bertanya lebih dulu. “Cerai.” Caca dengan tegas bicara. Bram mencibir, “jadi kau ingin menceraikan suamimu untuk menikah lagi dengannya?” Caca mencengkram baju di lututnya, “Bukankah aku sudah mengatakan alasan kenapa aku ingin menceraikan suamiku pada Asta? Semua karena suamiku hanya menganggapku sebagai boneka s*ks nya.” Pupil mata Bram mengecil. “Aku melakukan itu agar kamu tidak selingkuh!” Ucap Bram dengan tenangnya. “Apa aku akan melakukan perselingkuhan kalau sejak awal kau memperlakukanku selayaknya bagaimana seorang suami memperlakukan seorang istrinya?” Caca berkata lagi, “Tidak usah sibuk mencari kesalahanku, lebih baik sekarang jelaskan padaku kenapa kau membohongiku, mem
Di salah satu bar. Saat Bram menyesap satu sloki minumannya, John datang terlambat. Tadi waktu Bram menelponnya, dia sudah bersiap akan tidur dan ketika menerima panggilan dari Bram, John segera menanggalkan pakaian tidurnya. John pikir, Bram mengajaknya bertemu di bar untuk mengajaknya bersenang-senang dengan seorang wanita. Tapi begitu John masuk, pemandangan yang dilihatnya adalah Bram yang sedang menenggak minumannya dengan wajah yang sangat tidak enak untuk dipandang. “Yah, katakan padaku, siapa orang disini yang berani membuat mood mu jadi hancur seperti itu!” John menjatuhkan pantatnya di sebelah tempat duduk Bram. Bram kemudian menceritakan duduk masalahnya. Setelah mendengar keseluruhan cerita, ekspresi John jadi agak rumit. “Errrr, mari kita selesaikan ini, jadi, kamu menyamar sebagai orang lain untuk mendekati wanita itu, dan akhirnya pendekatan itu berhasil, kan?” Bram menatap John penuh arti dan tidk berkata apa-apa. John segera bertepuk tangan. “Kalau begitu kamu
Bram kembali ke kamarnya. Ashar dan beberapa pengawal saling berpandangan, wajah mereka yang tadinya berseri-seri saat Bram baru keluar, tapi sekarang seperti kanebo kering. “Tuan, anda baik-baik saja?” Bram mengangkat kepalanya dengan sepasang mata yang tajam. “Batalkan rencana hari ini!” Ashar terkejut, “Tuan, tapi kenapa?” “Lakukan saja apa yang kusuruh,” geram Bram. “Baik, saya akan membatalkan semuanya.” Ashar tidak berani lagi bertanya lebih banyak dan segera berjalan keluar ruangan. Bram mengepalkan tangannya, sorot matanya memancarkan cahaya dingin yang menusuk. Di sisi lain, Caca sudah berganti pakaian, dia sudah merias dirinya dan memakai gaunnya. Gaun organza biru laut, benang yang tersulam lembut membungkus tubuhnya, tidak terlalu luar biasa, tapi jika dilihat lebih teliti, gaun itu membuat Caca seperti peri, sangat cocok. Caca tidak berhenti mengagumi gaun itu, kalau dia tidak tahu bahwa gaun itu adalah gaun KW dari Asta, dia pasti akan menyangka gaun itu adalah
Caca mencengkram ponselnya dengan erat. Kenapa harus seperti itu, kenapa suaminya harus pura-pura menjadi orang lain di hadapannya? Kepala Caca dipenuhi dengan pertanyaan tak terhitung jumlahnya. Siapa dia sebenarnya? Caca melihat ke arah kerumunan lagi dan menemukan kalau orang-orang itu sudah masuk ke dalam salah satu kamar, menyisakan dua orang untuk berjaga di depan pintu. Caca mengumpulkan keberaniannya dan mendekat. Kedua penjaga di depan pintu tidak mengenal Caca dan terlihat tidak perduli saat Caca berjalan mendekat. “Permisi, boleh saya tahu siapa yang ada di ruangan ini?” Kedua penjaga itu saling memandang. “Ada perlu apa, Nona?” Salah satunya bertanya. “Tidak apa-apa, saya hanya melihat seorang pria tampan disini tadi dan ingin tanya saja.” Caca tersenyum kecil. “Asal anda tahu, di dalam adalah orang penting. Bramasta Moses. Cari tahu sendiri saja siapa dia di internet!” Pengawal itu juga tampak sombong. Sebagai pengawal seorang Bramasta Moses, tentu saja suatu
Bagaimana ini, Susi pasti sudah menghabiskan banyak uang untuk memesan gaun ini. Caca sendiri tidak tahu apakah noda merah dari minuman berkarbonasi bisa dihilangkan dalam semalam. Dia hanya berjalan menyusuri lorong hotel, memikirkan kemana harus mencari bantuan, atau setidaknya pinjaman untuk gaun yang akan dipakainya besok. Tiba-tiba, sosok pria muncul di benaknya, Asta. “Hei, Asta, apa kamu sudah tidur?” “Belum, kenapa?” Bagi Bram tidak ada hari tanpa bekerja, dia sudah terbiasa masih bekerja hingga dini hari, jadi dia pasti belum tidur. “Begini, aku ingin minta bantuanmu.” “Bantuan apa? Katakan!” “Gaun KW super yang kamu berikan padaku di acara pertunangan Yezline dulu itu. Bisa tidak, kamu carikan untukku dengan model berbeda? Aku dalam keadaan darurat.” Padahal gaun yang Bram dulu berikan pada Caca adalah asli, bukan KW. “Untuk apa memangnya?” Tanya Bram. “Ceritanya panjang. Jadi besok aku harus menghadiri acara Golden Award, tapi barusan gaunku rusak. Aku bingung dim
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments