로그인Dulu, Larry selalu mengira sikap pengertianku adalah hal yang wajar. Kini dia baru sadar, aku yang memakai seluruh hidupku untuk menoleransi sekelompok serigala berbulu manusia.“Ah!”Larry meraung seperti binatang, menerjang, dan hendak mencekik wanita penuh kejatan itu, tetapi polisi cepatcepat menahannya.Keluar dari kantor polisi, langit sudah gelap.Dia berjalan menyusuri jalanan dingin tanpa tujuan, seperti arwah gentayangan.Tanpa sadar, dia sampai di depan makamku.Foto di batu nisanku masih tersenyum cerah.“Sevy, maafkan aku.”“Maafkan aku .…”Dia mengulang kata itu ratusan kali, menangis sampai suara pecah.Setelah aku mati, barulah dia menangis untukku.Sherly akhirnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atas perdagangan organ ilegal dan pembunuhan berencana.Dokter itu juga mendapat hukuman yang setimpal.Semua harta yang pernah kuberikan pada Sherly, rumah, mobil, tabungan, bahkan toko perlengkapan pendakian yang kubangun selama sepuluh tahun, disita pengadilan dan dik
Yang paling hancur adalah Sherly.Gadis yang sejak kecil diperlakukan bak putri itu, dalam semalam berubah menjadi sasaran caci maki semua orang di internet. Orang-orang yang selama ini memanjakannya, Ayah, Ibu, dan bahkan Larry, kini mulai menyalahkannya.“Ayah, Ibu, Kak Larry, kalian percaya padaku, ‘kan? Aku benar-benar nggak bermaksud begitu .…”Dia mencoba mengembalikan semuanya dengan air mata.Namun, tidak ada yang peduli padanya lagi.Larry hanya memandangnya dengan tatapan lelah. “Sherly, sampai sekarang pun kamu masih mau berbohong?”Saat itu juga, Diana mengirim ‘hadiah ketiga’ yang paling mematikan langsung ke kantor polisi.Kamera tersembunyi yang kupasang di ruang operasi merekam bukti terpenting.Dalam video itu, dokter bedah berbicara dengan Sherly sambil menawar.“Nona Sherly, ginjal ini meski milik atlet kelas dunia, kondisinya sudah tidak dalam kondisi terbaik. Di pasar gelap, paling hanya laku 6 miliar.”“Itu terlalu sedikit! Kakakku ini pendaki gunung terbaik di du
Setelah berkata begitu, Diana memberi isyarat pada orang-orang di belakangnya.Seketika, layar proyektor besar di sisi aula pemakaman menyala dan memutar sebuah video.Latar belakangnya adalah kabin helikopter penyelamat.Di dalam rekaman itu, Sherly bersandar di dekat jendela. Wajahnya sama sekali tidak menunjukkan gejala pusing atau sakit. Dia menunduk melihatku yang saat itu masih tergeletak di salju. Lalu dengan tatapan penuh kemenangan dan provokasi, menjulurkan lidah dan membuat wajah mengejek.Seluruh aula mendadak sunyi.Para tamu melotot tak percaya, menatap layar, lalu menatap Sherly yang sekarang sedang berpura-pura lemah seolah bisa pingsan kapan saja.Wajah penuh provokasi dalam video itu, berbanding terbalik secara kejam dengan tampilan ‘lemah tak berdaya’ yang dia pasang sekarang.“Ini ... apa maksudnya?”“Bukannya dia pusing sampai harus didahulukan untuk diselamatkan? Kok kelihatannya sehat-sehat saja?”Bisik-bisik itu membuat wajah Sherly mendadak pucat seperti kertas
Dia bergumam pada dirinya sendiri, lalu tiba-tiba meraih ponsel dan mulai menelepon semua rumah sakit besar di Kota Atras.“Halo, apakah di rumah sakit kalian, sore ini ada pasien bernama Sevy Listiawan yang meninggal?”“Benar, Pak. Bu Sevy meninggal karena kanker stadium akhir dan kegagalan multi-organ. Dia dinyatakan meninggal pukul tiga lewat lima belas sore.”Begitu rumah sakit ketiga memberi jawaban yang akurat, ponsel Larry terjatuh ke lantai.Seluruh tubuhnya melemas, dia berlutut di atas karpet.Akhirnya, dia percaya bahwa aku benar-benar sudah mati.Ibu melihat Larry yang seperti kehilangan akalnya. Dia berjalan mendekat dengan wajah penuh ‘kasih’. Namun, yang dia rangkul tetaplah Sherly di dalam pelukan Larry.“Sherly, jangan menangis. Kakakmu itu memang sengaja nggak ingin kita hidup tenang.”Nada bicaranya dipenuhi kebencian, seolah aku bukan anaknya, tapi musuh bebuyutannya.“Hidup saja sudah merebut segalanya darimu. Sekarang mati pun masih membuat kita menderita! Benar-b
Aku sudah mati.Jiwaku melayang di udara, menatap dari atas penginapan kecil dan sederhana di kaki gunung.Sahabatku, Diana, memeluk tubuhku yang sudah dingin dan menangis sejadi-jadinya.Dialah satu-satunya kehangatan yang kumiliki di dunia ini. Kini aku bahkan tak bisa lagi menjawabnya.Kesadaranku terbawa angin, kembali ke rumah tempat aku hidup selama 31 tahun.Rumah itu terang benderang, penuh tawa dan keramaian.Di tengah ruang tamu berdiri kue tiga tingkat yang besar. Ayah, Ibu, Larry, dan putriku Kimmy mengelilingi Sherly, merayakan ulang tahunnya yang ke 32 tahun.Hari ini juga ulang tahunku.Namun sekarang, ini adalah hari kematianku.“Kenapa Kakak belum pulang? Dia bilang nggak akan melewatkan ulang tahunku,” kata Sherly pura-pura cemas dan bersandar manja di pelukan Larry.Ibu mengusap hidungnya sambil tertawa. “Kakakmu itu suka bikin kejutan. Jangan pedulikan dia, malam ini kamu yang jadi pusat perhatian. Ayo, cepat buat permohonan.”Ayah juga menimpali, penuh kasih sayang
Ayah menghela napas pelan. “Kalian lihat ‘kan? Anak itu tetap tahu siapa yang benar-benar baik padanya.”Ibu ikut mengangguk. “Sekarang keluarga kita akhirnya lengkap.”Keluarga.Ya, mereka berlima. Hanya mereka berlima yang dianggap sebagai sebuah keluarga.Aku menatap mereka, lima orang yang tertawa bersama dengan hangat. Lalu perlahan memutar badan, membuka pintu ruang rawat, dan melangkah keluar.Di belakangku, tawa bahagia mereka terus terdengar.Aku menutup pintu pelan-pelan, meninggalkan semuanya di balik sana. Selamanya.Hari terakhir sebelum aku mati, aku tidak ingin mereka melihat keadaanku yang mengenaskan.Waktuku tersisa satu hari lagi.Aku pergi ke Kota Atras, tempat aku pertama kali mendaki gunung seorang diri.Kini, aku tak lagi punya tenaga untuk mendaki gunung. Aku hanya mencari penginapan kecil di kaki gunung dan bermalam di sana.Di detik-detik terakhir sebelum aku pingsan, sahabatku menemukan tempatku tinggal.Dia membawaku ke rumah sakit, dengan panik dan menangis







