Share

BAB 7

Author: HyoriChan
last update Last Updated: 2022-04-19 06:51:42

Mulut Hanum ternganga lebar dan matanya membulat sempurna. Dia tidak salah dengar, kan? Menampar bosnya lagi? Ayolah, hanum tidak segila itu untuk menampar atasannya lagi.

“Jika kamu menamparku lagi, aku akan meminta maaf padamu,” kata Abian. Kini dia bangkit dan perlahan berjalan menuju Hanum. Sedangkan Hanum yang melihat Abian berjalan mendekatinya, dia mulai berjalan mundur.

“Oke! Kamu bisa berhenti berjalan mundur,” kata Abian sambil menghentikan jalannya dan memilih untuk duduk di ujung mejanya. Menyedekapkan kedua tangannya dan menatap mata Hanum meminta kepastian. Dia ingin ditampar lagi untuk membuktikan tebakannya. Tadi pun saat dia mendekat, saat hidungnya mampu menghirup aroma Hanum meski jaraknya tidak dekat, matanya sudah mulai terasa berat.

Hanum menatap Abian ngeri. Permintaan yang sangat aneh dan dia tidak tahu harus menerima atau menolaknya. Hanum kembali terdiam. Dan mereka berdua sekarang seperti sedang melakukan kontes siapa yang bisa diam paling lama. Ruangan yang hening dan tenang itu seperti mereka tengah bermeditasi.

“Kenapa diam?” Sangat langka bagi Abian untuk bertanya seramah dan selembut ini. Biasanya dia adalah orang yang paling tidak bisa bertele-tele atau membuang waktu secara percuma. Tapi untuk kasus ini berbeda, dia entah kenapa mampu menahan amarahnya saat Hanum ada di sekitarya. Aroma yang keluar dari tubuh Hanum benar-benar bisa menenangkannya.

“Saya tidak tahu harus merespon seperti apa,” jawab Hanum. Ini adalah pengalaman pertama Hanum bekerja dan baru pertama kali akan langsung dipecat setelah baru bekerja sekitar tiga harian dan pertama kali juga untuk dirinya menampar bosnya, lalu sekarang bosnya meminta untuk ditampar lagi. Ini membuat kepala Hanum pusing dan otaknya buntu.

“Kenapa?” tanya Abian yang kini mulai tak sabar dengan keheningan Hanum.

“T-tapi … nanti s-saya dipecat kalau menampar Anda lagi.” Hanum memainkan kuku jarinya tanda dia tidak nyaman dan gelisah.

“Apa kamu pikir aku akan memecatmu?”

Hanum mengangguk seperti ayam yang sedang mematuk makanannya.

“Apa aku pernah berkata akan memecatmu?”

Hanum menggeleng cepat. Hanum terlihat sangat lucu dan kegiatan Hanum membuat Abian terkekeh kecil. Tapi kekehan itu lagi-lagi harus tergantikan dengan bibir datarnya saat dia menyadari dirinya lagi-lagi melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dia lakukan. Tersenyum dan tertawa secara tulus adalah hal yang paling jarang Abian lakukan kecuali senyuman bisnis yang terlihat sangat kaku itu.

“Aku tidak akan memecatmu,” kata Abian mencoba meyakinkan Hanum. “Jadi, ayo tampar aku sekali lagi,” perintahnya.

“B-benarkah?” Hanum masih tetap ragu. Permintaan ini benar-benar di luar nalarnya.

“Iya.”

Hanum menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan dengan keras. Dia mencoba menetralkan debaran jantungnya yang kini mulai perlahan stabil dan tenang. “Anda harus berjanji terlebih dahulu,” pinta Hanum.

“Baiklah, aku berjanji. Apa aku yang menghampirimu, atau kamu yang mendatangiku?” tanya Abian.

“Tidak! Aku saja yang datang.” Hanum berjalan perlahan menghampiri Abian yang masih mendudukan diri di tepian meja.

Hanum menatap mata Abian dan Abian pun sama menatap mata Hana. Mereka saling berpandangan. Perlahan tapi pasti, Hanum mengangkat tangan kanannya dan menampar Abian dengan lembut. Bukan sebuah tamparan yang keras, lebih seperti belaian telapak tangan Hanum di pipi kiri Abian.

“A-apa seperti ini?” tanya Hanum dengan suara lirihnya. Dia kembali menunduk takut dan tidak berani menatap mata Abian.

“Coba tampar aku lagi.”

“Lagi?!” seru Hanum tidak percaya.

“Yang kamu lakukan tadi itu bukan tamparan. Lakukan sekali lagi dengan tenaga yang kuat. Persis saat kamu menamparku di lift tadi pagi.”

“Aku tidak berani!”

“Hanum! Cepat lakukan. Jika kamu tidak mau melakukan aku akan memec-“

PLAK

Hanum menampar Abian begitu kuat hingga Abian hampir terjerembab ke belakang dan bunyi tamparan itu begitu keras terdengar. Telapak tangan Hanum terasa panas.

“M-maaf, apa seperti itu?” Hanum memandang Abian dengan penuh rasa bersalah.

Abian mengusap pipi kirinya. Dia sudah memiliki persiapan mental bahwa dia akan tertampar, tapi tidak semendadak dan tanpa peringatan seperti tadi.

“Kenapa langsung menamparku?” kata Abian yang masih mengusap pipinya karena tamparan kali ini begitu kuat melebihi tamparan tadi pagi.

“Saya langsung menampar Anda karena tadi Anda bilang akan memecat saya,” kata Hanum dengan tampang polosnya.

“Apa saya sudah boleh pergi?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Go Away, Boss!   BAB 40

    Tapi bukan Hanum namanya jika dia menyerah begitu saja. Dia kembali mencoba membujuk Ariana.“Dengarkan kami dulu, Kak-““Saya bilang pergi! Dengar tidak, sih?”“Saya akan membantu Kak Ariana untuk mencari kalungnya!” ucap Hanum cepat dalam sekali hembusan napas.“Kalung?”Hanum menganggukan kepalanya seperti ayam yang sedang mematuki makanannya.“Kau mendengar perkataanku tadi?”Hanum kembali menganggukan kepalanya tidak sadar bahwa pertanyaannya adalah sebuah jebakan. Ariana bangkit dan perlahan berjalan ke arah Hanum. Sedangkan Hanum hanya berdiri di tempatnya tidak tahu apa yang akan Ariana lakukan.Ariana mendekat ke arah Hanum dan membisikan kata, “Rahasiakan kejadian barusan. Atau kamu akan mendapat masalah jika menyebarkannya. Apa kamu juga ikut melihatnya?” Kini Ariana beralih ke Riyan. Riyan juga menganggukan kepalanya membenarkan perkataan Ariana.“Aku tidak takut dengan ancaman seperti ini. Jadi, daripada membuang-buang waktu untuk menyebarkan perlakuanku barusan. Mending

  • Go Away, Boss!   BAB 39

    “Natapnya biasa aja kali,” protes Hanum saat melihat Riyan tak kunjung menyudahi ekspesi kagetnya serta mulutnya yang masih ternganga lebar.“Ini serius?” Riyan masih tidak percaya. Pasalnya, image yang dibangun perusahaan selama ini adalah Ariana yang sangat anggun dan murah senyum serta baik hati.“Serius! Coba aja tuh lihat sendiri.”“Mana?” Yang Riyan lihat adalah sosok Ariana yang sedang duduk dengan nyaman sambil bersedekap.“Ariana lagi duduk?” tanya Riyan lagi.“Bukan! Coba lihat ekspresinya.”“Tidak kelihatan. Mataku kan minus.”Hanum menepuk dahinya cukup keras hingga meninggalkan bekas merah, “Ya Tuhan. Pantesan.”“Ayo samperin,” ajak Riyan yang kini mulai berdiri dan bersiap untuk menghampiri Ariana. Tapi sebelum sempat melangkah, kakinya tertahan oleh suara keras yang ia dengar dari arah Ariana.“Belum ketemu juga? Gimana sih? Pokoknya harus dicari sampai ketemu!” tanya Ariana dengan nada tinggi.“Lapor Ariana, semua set dan staff sudah selesai menyiapkan keperluan pemotr

  • Go Away, Boss!   BAB 38

    “Aww!”Hanum tersandung properti yang menghalangi jalan. Sebenarnya yang Hanum lewati itu bukan jalan luas, melainkan tempat seperti gudang yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan alat-alat syuting. Areanya cukup berdebu dan setiap kali Hanum menginjakan kakinya, pasti akan menimbulkan kepulan debu yang berterbrangan.Logika Hanum mengatakan bahwa jika Ariana tidak terlihat di set pemotretan, maka satu-satunya tempat yang menjadi tujuan adalah ruangan make up Ariana. Berhubung Hanum tidak hapal dan tidak tahu letak ruangannya, jadilah dia acak berjalan. Dia berniat akan bertanya pada seseorang jika dia bertemu salah satu kru pemotretan nanti.PLAKK!Hanum tidak percaya dengan apa yang barusan ia lihat dan dengar. Dia terus berdiri di tempatnya saat ini dan tidak bisa berkata-kata.“Sudah berapa kali aku bilang kalau kalung itu sangat penting. Kenapa hilang?” teriak Ariana pada salah satu asisten yang bertugas mendampingi Ariana.Barusan ia menampar wajah salah satu asistennya. Arian

  • Go Away, Boss!   BAB 37

    Hanum dan Riyan kembali mengunjungi kantor agensi Ariana. Kali ini mereka langsung menghubungi manajer Ariana di lobi. Tak lama kemudian manajer Ariana datang dengan tampang kecutnya. Sepertinya manajer Ariana sedang dalam suasana hati yang tidak mengenakan dan hal itu membuat Hanum sedikit ragu. Dia takut akan membuat misi kali ini kembali gagal.“Jadi bagaimana? Apa direktur kalian setuju untuk bertemu dengan Ariana,” tanya Lala langsung tanpa basa-basi. Dan mereka masih berdiri di lobi kantor membuat mereka dilihat oleh orang-orang yang lewat. Mereka bahkan tidak disuruh untuk duduk di suatu ruangan. Sikap ini sedikit membuat Hanum kecewa terhadap perlakuan dari karyawan agensi Ariana ini.“Eum … jadi begini … tujuan kami datang adalah untuk menegosiasikan persyaratannya kembali.” Hanum berbicara langsung pada intinya.Hanum melihat perubahan wajah Lala yang sudah terlihat seolah tidak senang dengan kedatangan mereka menjadi tambah terlihat dingin.“Kalau begitu kalian bisa pergi d

  • Go Away, Boss!   BAB 36

    “Azila, kamu ada masalah apa, sih sama kita berdua? Kayaknya kok sinis banget. Ini tuh tugas bersama. Bukan cuma aku dan Riyan,” jawab Hanum yang membuat suasana tambah runyam.“Tapi kan ini kemarin ditugaskan ke kamu,” jawab Azila dengan tampang tidak berdosanya.“Ini tugas bersama. Kemarin kita serahkan ke Hanum dan Riyan karena kami pikir pekerjaan ini mudah. Tapi ternyata malah diluar dugaan. Begitu sulit. Malah kalau sebenarnya ini harus dikerjakan sama senior,” kata Stefani yang langsung membuat Azila bungkam seribu Bahasa.“Tapi kan-““Sudah. Jangan dibahas. Sekarang kita fokus memikirkan jalan keluarnya bersama-sama,” kata Geo memotong pembicaraan Azila. Dia harus melakukan ini supaya tidak ada lagi pertengkaran di dalam tim tiga marketing. “Jalan satu-satunya ya kita minta tolong sama Pak Abian,” kata Riyan sesuai fakta tapi membuat rekan-rekannya diam dan tidak tahu harus merespon seperti apa. Memang benar mereka harus meminta bantuan pada Abian, itu memang syarat yang Aria

  • Go Away, Boss!   BAB 35

    “Apa benar-benar tidak bisa dilakukan dalam waktu sembilan hari?”Jelas tidak! Ingin rasanya orang-orang di divisi marketing berteriak dan memaki Abian. Mereka ingin Abian sendiri mencoba merampungkan proyek di waktu yang sangat singkat ini.“Tidak, Pak. Kami memerlukan waktu setidaknya satu bulan paling cepat.” Bagi divisi marketing, Kevin ini sudah seperti pahlawan yang melawan penjahat terberat bagi mereka.“Baiklah. Saya beri kalian waktu satu bulan yang berarti ini sama saja dengan bukan proyek hadiah ulang tahun ibuku.” Abian memutuskan untuk mengikuti apa kata para bawahannya. Padahal, jika itu dirinya, dia yakin bisa menyelesaikan dalam waktu sembilan hari. Jelas, mereka berbeda level dalam bekerja dan ketepatan waktu. Abian ini seperti tidak menyadari kalau dirinya itu berbeda dengan para karyawannya yang jelas tidak memiliki relasi seluas Abian yang dapat mempermudah segala urusan dan pekerjaannya. Abian nampak kecewa, namun pertemuan rutin tahunan itu selesai dengan tambah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status