Beranda / Romansa / Godaan Berondong Nakal / Bab 1 Ciuman Bikin Baper

Share

Godaan Berondong Nakal
Godaan Berondong Nakal
Penulis: Dwi Hastuti

Bab 1 Ciuman Bikin Baper

Penulis: Dwi Hastuti
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-30 15:49:54

Cup!

"Bram! Apa yang kamu lakukan!"

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipi sebelah kanan milik seorang pemuda jangkung yang dipanggilnya dengan sebutan Bram. Pemuda dengan style santai, tetapi cool dan dengan postur tubuh yang sangat ideal.

Seorang wanita dengan paras matang, dengan setelan bleser berwarna navy, yang masih sangat terlihat energik itu sontak berdiri.

Sesaat sang pemuda hanya mengelus pipi sebelah kanannya yang sedikit memerah, akibat tamparannya yang cukup keras.

"Kurang ajar kamu, Bram! Apa maksudnya, coba!" sentaknya dengan mata berapi-api.

Sementara itu, pemuda yang disebutnya dengan nama Bram itu, hanya bergeming tak menghiraukan sentakan wanita itu.

Bram duduk dengan santainya di samping kursi wanita itu, seraya mengambil rokok dari dalam sakunya. Sedangkan sang wanita, saat ini tengah berdiri sambil menetralkan napasnya yang terengah-engah karena menahan amarahnya.

Tak berapa lama kemudian, pemuda jangkung itu telah menyulut rokoknya dan menghisabnya perlahan.

Kepulan asap demi asap keluar dari mulutnya. Bram sepertinya dengan sengaja memancing amarah sang wanita. Pemuda itu memainkan asap yang keluar hingga membentuk bola-bola asap yang berpola.

"Duduk, Mbak! Jangan marah seperti itu. Jelek, tahu!" lirihnya seraya menepuk-nepukkan tangannya ke arah kursi di sebelahnya.

Bram hanya melihat sepintas ke arah wanita itu. Lalu kembali dia menatap ke depan sambil kembali memainkan asap-asap rokoknya.

Melihat Bram begitu cuek menghadapi kemarahannya, akhirnya kemarahan wanita itu pun reda dengan sendirinya.

Dia pun perlahan kembali duduk di tempatnya semula, tepat di sebelah Bram.

"Siapa suruh Mbak Anes menggantung Bram terlalu lama," ucapnya ketus tanpa melihat ke arah perempuan yang disebutnya Anes itu.

"Heiii ... kamu itu buta, atau pura-pura buta! Berulang kali Mbak bilang kalau Mbak sudah berkeluarga. Usia Mbak jauh di atasmu. Kamu ini gila, ya!"

"Iya, emang Bram gila. Bram tergila-gila sama Mbak. Makanya, barusan Bram nekat mencium Mbak. Biar Mbak peka dikit."

"Dasar, mesum!" ucap Anes seraya beranjak dari duduknya.

Wanita itu hendak meninggalkan begitu saja makanannya. Makanan yang belum sepenuhnya habis, di meja kafe di dekat kantornya itu.

"Eit! Mau ke mana?" tanya Bram seraya mencekal tangan Anes yang hendak pergi meninggalkannya.

"Kembali ke kantor. Emang mau ke mana? Mood makan Mbak hilang mendadak, karena leluconmu yang tak lucu."

"Nggak boleh! Temani Bram makan dulu!"

"Ogah! Bayarin makanan Mbak. Itu sanksi buatmu karena menghilangkan selera makan Mbak!" ketus Anes seraya mengkibaskan tangan Bram yang mencekal tangannya.

"Lepasin!"

Anes menghempaskan tangan Bram lebih keras hingga akhirnya cekalan Bram terlepas begitu saja.

Dengan senyum smirk, pemuda lajang yang menjadi junior Anes di tempat kerja yang sama itu, akhirnya membiarkan wanita yang sering diganggunya itu pergi meninggalkannya.

Sementara itu, dengan bersungut-sungut, Anes meninggalkan Bram seorang diri di sana.

"Berani sekali dia, emang apa istimewanya aku? Aku emak-emak, Bram! Umur kita terpaut jauh. Maksudnya apa coba?" gumamnya seraya berjalan dengan cepat menuju kantornya, yang hanya berjarak lima puluh meter dari kafe di mana keduanya baru saja bertengkar.

***

Anes Mandalika, seorang wanita karir yang tak lagi muda. Karena job desknya adalah seorang mentor bisnis, yang kesehariannya bergaul dengan para eksekutif muda, orang tidak akan pernah menyangka jika umurnya telah memasuki kepala empat.

Tujuh tahun lalu, saat dia kehilangan pekerjaannya karena diphk, dengan sebab kesalahpahaman dan fitnahan dari teman sekantornya. Bram yang notabene saudara jauhnya entah sengaja atau sekadar ingin menghiburnya, waktu itu dia sering menggombalinya.

Layaknya adik kepada kakak, Anes mencoba tidak memasukkan ke dalam hati, setiap gombalan Bram itu.

Entah apa yang ada di dalam benak pemuda lajang yang umurnya terpaut jauh dengannya itu, hingga dengan yakinnya waktu itu dia bilang di chat WA, jika Bram sangat mengagumi wanita matang sepertinya.

[Bram menyukai Mbak.]

[What? Mbak tidak salah dengar 'kan, Bram? Mbak ini udah tuwir, udah punya suami dan anak pula. Bangun, woooy! Tidurmu kelamaan.]

[Serius, Mbak! Bram suka yang udah mateng, kayak Mbak ini.]

[Ngawur kamu!]

Anes menggeleng-gelengkan kepalanya, saat mengingat kata-kata Bram tujuh tahun yang lalu.

Brak!

Anes mendorong pintu ruang kerjanya dengan kasar. Dia hempaskan pantatnya di sofa ruangannya dengan asal. Dia pejamkan matanya sejenak, sambil memijit pelan pelipisnya.

Anes mengatur napasnya perlahan seraya menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. Lalu, dia menetralkan napasnya yang terengah-engah karena telah berjalan dengan begitu cepatnya.

"Bram ... tujuh tahun telah berlalu. Dan kamu masih menyimpan rasa itu untukku. Bukankah kamu telah mempunyai seorang gadis. Cantik pula. Ada yang korslet sambungan kabel di kepalamu Bram," gumam Anes seraya mengacak rambutnya dengan frustasi.

Kini, setelah tujuh tahun berlalu, setelah Anes mendapatkan pekerjaan baru, Bram yang notabene fresh graduate, tiba-tiba saja muncul di kantornya.

Entah mendapat informasi dari mana, hingga bocah lajang yang menyukai olahraga itu, kini menjadi staff di divisi hukum di kantornya.

Zaman sudah mulai tua mungkin. Tujuh tahun lalu, dia baru berumur delapan belas tahun.

Namun, dia yang baru saja lulus SMA itu, dengan terang-terangan mengakui menyukai wanita berkeluarga yang berumur tiga puluh delapan tahun.

Kini, Anes berumur empat puluh lima tahun, dan Bram berumur dua puluh lima tahun.

"Ternyata ... bocah itu masih menjadi bocah tua nakal seperti yang dulu."

Anes menggigit bibir bawahnya. Kembali wanita itu memejamkan matanya. Tiba-tiba bulu kudunya mulai meremang.

"Bram ... kamu terlalu berani. Mbak ini memang mbak jauhmu. Tapi ... bukankah Mbak ini seperti ibumu. Ada yang salah denganmu kah? Tapi ...."

Anes mengelus pipi kirinya yang baru saja dicium oleh Bram. Wanita itu, kembali menggigit bibir bawahnya. Merasakan sensasi aneh yang tiba-tiba menggerayang di hatinya.

"Ciuman laknat!" umpatnya.

***

Sementara itu, Bram yang masih menikmati waktu istirahatnya, tidak jadi memesan makanan, melihat pesanan Anes yang tidak jadi dimakan.

Pemuda lajang dengan postur tubuh menarik itu, senyum-senyum seorang diri.

"Kena kamu, Mbak! Aku akan terus mengganggumu sampai rasa penasaranku terbayarkan," gumamnya seraya menyeruput jus jambu yang sudah separohnya diminum oleh Anes.

"Bukan Bram kalau Mbak Anes tidak akan ketagihan minta yang lain, hihi ...."

***

Jam istirahat telah berakhir. Di ruang kerjanya, Anes mondar-mandir sembari menatap ke arah kafe di depan sana, yang tepat berada di depan jarak pandang penglihatannya.

Dilihatnya tempat duduk yang menjadi favoritnya di pojok kanan luar telah kosong. Netranya menelisik ke sekitar kafe. Saat dia menemukan sosok yang dia cari, entah mengapa tiba-tiba dadanya bergetar.

"Bram ... apa yang kau pikirkan tentangku. Hingga tiba-tiba saja, gara-gara ciuman laknatmu barusan, dadaku bergetar hebat seperti ini. Bullshit!" gerutunya.

Anes menutup jendela ruang kerjanya. Berharap bayangan atletis sosok Bram, hilang dari pikirannya.

Wanita itu membalikkan tubuhnya membelakangi jendela ruangannya. Dia sandarkan punggungnya tepat di balik jendela ruang kerjanya.

Musik romantis yang mengalun lembut dari mp3-nya, mengajak alam bawah sadarnya kembali merasakan sensasi ciuman dari berondong gila yang baru saja bersamanya.

Hingga sepersekian menit berikutnya, terdengar pintu ruang kerjanya diketuk dari luar. Gegas Anes membuka matanya yang terpejam.

Namun, alangkah terkejutnya dia, saat tiba-tiba sosok yang baru saja dipikirkannya sudah muncul dari balik pintu ruang kerjanya.

"Bram ...."

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dwi Hastuti
Hai pembaca yang budiman, terimakaaih telah berkenan mampir. Tinggalkan jejak komen yang membangun
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Godaan Berondong Nakal   Bab 24 Kecewa yang Terabaikan

    Saat Bram hendak mengejar Ana, tiba-tiba saja seorang pengendara motor ojek berhenti tepat di depan Ana. Tanpa pikir panjang lagi, Ana langsung naik begitu saja di punggung motor tersebut. "Antarkan saya ke jalan Anggrek, Mas," ucapnya singkat. Tanpa menunggu lama, motor itu langsung melesat begitu saja, meninggalkan kafe di mana Bram dan Ana yang baru saja hendak kencan tetapi berantakan di tengah jalan. "Shit!" gerutu Bram sambil mengepalkan kedua tangannya. Pemuda itu sempat berlari bermaksud mengejar Ana, tetapi naas hanya bayangan Ana yang naik motor ojek yang masih terlintas dalam pikirannya. "Dasar perempuan. Mengapa susah sekali dimengerti," lirihnya seraya kembali masuk ke dalam kafe. Bram kembali menyeruput kopinya yang belum sepenuhnya habis. Dilihatnya kopi Ana dan pisang cokelat pesenannya yang belum tersentuh oleh kekasihnya itu. "Apakah aku keterlaluan, ya? Ana sampai semarah itu padaku. Padahal hari ini hari terakhir aku ketemu dengannya." Bram menghemb

  • Godaan Berondong Nakal   Bab 23 Pisah Untuk Sementara

    Lima belas menit kemudian, Bram telah sampai di bengkel tempat dia meninggalkan mobilnya pagi tadi. Bram berhenti sejenak di depan bengkel. Dia sengaja membiarkan saja, saat Anes menyandarkan kepalanya di punggungnya. "Mbak masih betah mau senderan begitu, apa mau turun?" ucap Bram tanpa basa-basi. Spontan Anes membuka matanya yang memang dari tadi terpejam. Entah, karena sedang mengantuk atau memang sedang menikmati kebersamaan bersama Bram. Anes menabok punggung Bram, lalu gegas meluncur turun dari punggung joknya. Bugh! "Auuuww ... sakit tahu!" "Bodo! Udah tahu udah nyampe dari tadi, masih saja diam di atas jok. Turun!" ucap Anes ketus seraya mengusir Bram dari punggung jok motornya. "Siapa yang salah. Siapa yang marah." "Biarin! Mbak mau pulang duluan." "Hati-hati, ya. Jangan kangen dulu. Ditahan hingga esok pagi kita ketemu dalam perjalanan penuh cinta." Anes melotot. Lalu gegas balik arah dan melajukan motornya untuk pulang. Setelah beberapa saat mengecek

  • Godaan Berondong Nakal   Bab 22 Gayung Bersambut

    Di pantri, Bram menghabiskan jam kerjanya yang hanya tinggal tiga puluh menit lagi itu, dengan membiarkan fantasi-fantasinya tentang Anes berkeliaran di dalam pikirannya. Bram tersenyum smirk. Pemuda itu, merasa telah memenangkan sedikit taruhan pada dirinya sendiri tentangnya dan Anes. Secangkir kopi hitam telah tandas tak bersisa. Laki-laki penggemar olahraga itu pun, telah menghabiskan dua batang rokok. Entah karena apa, dia yang dulu tidak pernah merokok, kini sering terlihat merokok. Ssshhhh! Bibirnya berdesir saat menghisap sesapan terakhirnya, sebelum dia mematikan puntung rokoknya dan menaruhnya di atas asbak yang tersedia di meja pantri. Laki-laki itu, melihat jam yang melingkar di tangan kanannya telah menunjukkan angka tiga lebih empat puluh lima menit. Gegas Bram menggulung kemeja panjangnya hingga ke atas siku, sambil berjalan perlahan menuju ke musala kantor. Dari kejauhan Bram bisa melihat, seorang wanita yang tak lagi muda tetapi masih sangat terlihat

  • Godaan Berondong Nakal   Bab 21 Bimbang

    Bram mendengkus perlahan. Lalu berjalan menuju meja di mana gadis itu berada. Ya, gadis itu adalah Ana kekasih Bram. Setelah sekian purnama mencueki kekasihnya itu, bahkan tidak berniat menemui atau apel di hari libur, kini dengan terpaksa Bram menemui Ana yang mencarinya di tempat kerja. Bram ikut duduk di samping Ana. Laki-laki lajang itu bergeming menatap tajam ke taman yang ada di depan ruangannya. "Mas apa kabar? Sehat 'kan?" sapa Ana dengan begitu manisnya. "Seperti yang kamu lihat. Mas sehat, tidak kurang suatu apa. Mengapa mencari Mas di tempat kerja? Jam istirahat Mas hampir usai." "Mengapa?" tanya Ana sambil mendelik. Bram yang awalnya menatap ke depan, seketika menoleh ke arah Ana. "Pertanyaan bodoh macam apa itu? Emang Mas pernah menghubungi Ana? Pernah mencari Ana? Pernah menanyakan kabar Ana? Ana ini kekasihmu, Mas? Kenapa akhir-akhir ini Mas berbeda?" Bram mengusap wajahnya dengan kasar. Jujur, dalam hatinya dia mengakui beberapa bulan terakhir hubungann

  • Godaan Berondong Nakal   Bab 20 Terbang Bersama Pesonamu

    Bram tidak menghiraukan larangan Anes. Wajah pemuda itu semakin mendekat ke arah wajah Anes. Anes semakin dibuat kelimpungan. "Hentikan, Bram!" Namun, dengan sigap Bram segera mengusapkan tisu yang ada di genggaman tangannya ke arah bibir Anes. Anes mendelik dibuatnya, saat dalam tisu putih itu tercecer saos sisa makanan yang menempel di ujung bibirnya. "Astaga! Kupikir ...." Anes membuang wajahnya ke samping sambil menahan tawa. wanita itu merasa malu dengan tingkahnya yang konyol. Bram tidak menghiraukan gestur tubuh Anes yang masih membuang wajahnya ke samping. Pemuda itu gegas melanjutkan makan siangnya. "Buruan. Kita segera prepare untuk besok. Barusan Mbak Diana telpon agar segera menemuinya," ucap Bram lempeng. "Ya ... tadi ada titipan dari Diana untuk kita berdua. Tapi Mbak belum membukanya. Jadi, Mbak tidak tahu isinya apa." "Dibuka besok saja. Pas kita sudah di Kalimantan. Biar surprise. Jadwal penerbangan kita pagi jam sepuluh. Kita berangkat dari rumah jam delapan

  • Godaan Berondong Nakal   Bab 19 Semakin Suka

    Anes masih mematung. Wanita itu tidak gegas menerima amplop cokelat pemberian dari Diana. "Hei ... Mbak? Are you ok?" ucap Diana seraya melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Anes. Anes tergagap. Sepersekian detik, pikiran wanita itu ngeblank. Entah apa yang ada dalam pikirannya. "Udah ... nggak perlu kelamaan mikir. ini sah dan halal kok. Asal Mbak dan Bram bisa nge-golin proyek yang ada di Kalimantan, Pak Tama pasti akan menepati janjinya." Diana gegas menyelipkan amplop cokelat yang ada di tangannya ke dalam genggaman tangan Anes. Tanpa pikir panjang, asisten pribadi Pak Tama itu segera keluar dari ruangan Anes. Anes menatap dengan lekat amplop cekelat yang kini sudah ada di tangannya. Seumur-umur kerja di perusahaan, baru kali ini dia mendapat bonus sebelum pekerjaannya mendapatkan hasil. "Mimpi nggak, sih, ini?" gumamnya seraya menoel kedua pipi chubby-nya. Anes menyimpan amplop cokelat itu ke dalam lacinya. Wanita itu gegas membereskan pekerjaannya sebelum besok dia

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status