Home / Romansa / Godaan Berondong Nakal / Bab 2 Rasa yang Salah

Share

Bab 2 Rasa yang Salah

Author: Dwi Hastuti
last update Last Updated: 2025-06-30 15:50:46

"Heh! Kamu?" ucap Anes sambil membelalakkan kedua bola matanya.

"Loh, kok kaget begitu? Bukankah Bram biasa keluar masuk ruangan Mbak Anes?" jawabnya seraya duduk di sofa di mana Anes tepat menghadap ke sana.

"Emm ... i-iya, sih. Lalu kenapa kemari? Bukankah jam istirahat sudah usai? Balik sono ke ruanganmu sendiri," ketusnya sambil melangkahkan kakinya hendak menarik tangan Bram, agar segera hengkang dari ruang kerjanya.

Sumpah! Meskipun enam bulan terakhir sejak Anes tahu Bram kerja di kantor yang sama dengannya, keduanya hampir tiap hari bertemu, tetapi tidak untuk kali ini.

Entah, apa yang terjadi dengannya. Wanita satu anak itu tampak terlihat gugup sekali.

Sepanjang hidupnya, dia tidak pernah merasakan tertekan yang berlebihan apalagi hanya dengan seorang bocil yang seumuran dengan anaknya.

"Mbak ... kenapa malah bengong gitu? Buruan tarik tangan Bram. Mau ngusir Bram 'kan? Nih, Bram udah siap, kok," ucap Bram seraya mengulurkan kedua tangannya.

Sontak Anes gelagapan dibuatnya. Sepersekian detik, untuk menutupi wajahnya yang sudah semburat merah seperti kepiting rebus, wanita itu langsung berusaha meraih kedua tangan Bram yang sudah terulur di depan tubuhnya.

Namun, tiba-tiba ....

"Aaaauuuw ...."

Anes terpeleset high heels-nya dan tubuhnya terjerembab ke dalam pelukan Bram. Jidatnya langsung membentur bibir Bram.

Cup!

Untuk kedua kalinya di hari itu, Anes kembali dicium oleh Bram.

"Braam!"

Bugh!

"Aaaauuuw! Sakit tahu!"

Anes berulang kali membogem dada Bram yang kekar atletis dengan brutal. Berulang kali pula Anes terdengar berteriak-teriak kecil seperti orang kesetanan.

Namun, untuk ke sekian kalinya Bram dengan mudah mencekal tangan Anes yang berulang kali mendaratkan pukulan kecil di dadanya.

Spontan, Anes terdiam. Wanita itu, masih berada pada jarak yang sangat dekat dengam Bram. Bahkan Anes menutup matanya saat wajahnya berhadapan di bawah tepat wajah Bram. Jantung Anes entah mengapa rasanya seketika mau berhenti berdetak.

Hening. Tak ada ucapan apa-apa. Kedua netra mereka saling beradu. Entah mengapa, tiba-tiba rasanya banyak kupu-kupu yang keluar dari kepala Anes. Hingga pada akhirnya, Bram yang nakal dengan berani memajukan wajahnya dan bibirnya tepat menyentuh bibir Anes.

Anes tak mampu mengelak lagi. Entah mendapat keberanian dari mana, bocil itu dengan tanpa berdosanya langsung melumat dengan lembut bibir Anes.

Akhirnya, Anes pun hanya pasrah. Bahkan menikmati lumatan Bram.

'Anjir! Bocil ini mahir sekali. Aneeees kamu gilaaaa!' ucap batin Anes.

Sepersekian menit kemudian, Bram melepaskan pagutannya. Pemuda lajang itu tersenyum, saat mendapati Anes yang masih memejamkan mata.

Merasakan Bram menatapnya, Anes buru-buru memalingkan wajahnya. Namun, ibu jari Bram gercep menyeka bibir Anes dengan begitu lembutnya.

"Makasih, ya, Mbak. Bram tak mau menuntut lebih. Bisa dekat dan sering menghabiskan waktu bersama Mbak saja, Bram udah senang. Dari dulu Bram menginginkan ini Mbak, tapi ... Bram tak ada nyali."

"Bram ... Mbak minta maaf. Mbak ...."

"Sssttt ... tak perlu ada yang dimaafkan. Bram yang menginginkannya. Bram menyukai Mbak dari dulu. Tapi ... Bram tak mau menuntut lebih dari Mbak. Bram tahu posisi Mbak."

"Tapi Bram ... bukankah kamu ada ...."

Anes menggantung ucapannya. Sayangnya, Bram buru-buru menempelkan jari telunjuknya ke bibir Anes.

"Ana 'kan? Biarkan semuanya mengalir apa adanya. Jika jodoh, Bram dan Ana pasti bersatu. Tapi ... izinkan saat ini Bram menikmati rasa ini seperti yang Bram mau."

"Dasar kamu! Buruan keluar sono!" bentak Anes.

Bram hanya nyengir kuda, saat menyadari Anes sudah mulai sadar dari pingsan lokalnya.

"Iya, deh! Bram keluar ... makasih atas cium ping duanya, ya, Mbak. Next ... mau lagi, dong!"

"Dasar wong edyan! Pergi sana!" ucap Anes seraya mengambil bantal sofa yang berada di samping Bram, lalu melemparnya ke arah Bram.

Melihat Anes yang mulai kumat galaknya, Bram buru-buru berlari kecil dari ruang kerja Anes.

Anes gegas menutup pintu ruang kerjanya rapat-rapat. Takutnya bocil nakal itu kembali berulah lagi.

"Dasar bocah gila, nekat sekali dia," gumamnya seraya membereskan berkas-berkas kerjanya, lalu membuka laptop dan gegas mengecek file kerjanya.

Dua jam pun berlalu, hingga tiba-tiba notifikasi ponselnya berbunyi.

Ting!

Wanita itu hanya melirik sekilas ke arah benda pintar miliknya, yang masih terlihat menyala lampunya.

"Bram? Mau ngapain lagi dia," gumamnya.

Dengan malas Anes membuka pesan di aplikasi hijaunya.

[Next ... kalau butuh bantuan, Bram siap!]

Anes hanya tersenyum smirk usai membaca pesan dari Bram. Wanita itu gegas menutup ponselnya tanpa berniat untuk membalas pesan darinya.

Tak berselang lama, ponsel Anes berdering. Jari Anes masih sibuk menari di atas keyboard laptopnya, hingga dia abaikan saja panggilan teleponnya.

Genap dering yang ketiga, wanita itu mulai ngomel-ngomel tidak jelas. Dengan malas akhirnya dia mengangkat teleponnya.

"Ngapain lagi, sih! Gak ada puas-puasnya gangguin Mbak mulu."

"Anes! Ditelepon dari tadi lama bener ngangkatnya. Giliran diangkat ngomel-ngomel. Buruan sini kamu!"

"Eh, Bapak. Maaf, Pak. Anes pikir ...."

"Kamu pikir siapa? Suamimu?"

"Maaf, Pak. Anes tidak melihat siapa yang telepon tadi. Baik, Pak. Anes segera naik."

Anes menutup panggilan teleponnya. Wanita itu menggigit bibir bawahnya, lalu mengacak rambutnya frustasi.

"Gara-gara Bram, nih! Awas saja," umpatnya.

Usai membenahi rambut dan make up-nya yang agak berantakan, Anes gegas berjalan menuju ke lantai tiga di mana di sana ruangan sang big bos berada.

Tepat di depan pintu ruang utama, di mana di sana nama Pratama Mulya sebagai CEO, tertulis di sana.

Anes berhenti sejenak. Wanita itu menghela napas panjang lalu menghembuskannya perlahan.

Huh!

Pintu diketuk dari luar. Setelah dipersilakan masuk, Anes gegas membuka pintu ruang CEO tersebut.

"Maaf, Pak. Bapak memanggil saya?" tanya Anes

"Duduk!" ucap sang CEO singkat.

Anes menarik satu kursi yang ada di sampingnya, tepat di depan meja sang atasan. Tak berapa lama, CEO muda yang terkenal killer itu menyodorkan satu berkas di dalam map file berwana merah maroon.

"Apa ini, Pak?" tanya Anes.

"Baca dan pelajari!" ujar Pak Tama.

Gegas Anes membuka amplop file tersebut. Sepersekian menit kemudian, kedua netra wanita itu membola.

"Kalimantan, Pak?"

"Ya. Kamu siap 'kan?"

"Emm ... saya bicarakan dengan suami saya dulu, ya, Pak."

"Ok. Jangan lama-lama ngasih jawabannya. Pelajari SOP-nya sekalian, tanyakan yang belum paham, persiapkan dirimu, jika suamimu mengizinkan minggu depan perusahaan akan membuatkan surat tugas untukmu ke sana."

Kembali Anes menatap lekat, amplop file warna merah maroon yang ada di tangannya. Wanita itu tersenyum penuh arti.

"Mungkin ini waktunya. Aku punya alasan untuk menghindari Bram. Bocil itu seharian telah membuatku gila," gumamnya.

"Siapa yang gila?" tanya Pak Tama yang tiba-tiba saja sudah berada di sebelahnya.

"Eh, bukan Pak. Anes salah ucap."

***

Sepanjang perjalanan menuju ruang kerjanya di lantai dua, berondong nakal itu bersiul-siul dengan riang gembira. Beberapa OB yang berpapasan dengannya, hanya saling pandang dan menggeleng-geleng kepala melihat tingkahnya.

"Aiiih ... nikmatnya sensasi wanita matang," gumamnya.

Ceklek!

Bram membuka pintu ruang kerjanya dari luar.

"Surprise ...."

Netranya membulat sempurna saat dia tahu ada sosok wanita yang sangat familiar dengannya, tengah merentangkan kedua tangannya menyambut kedatangan Bram tepat di depan pintu ruang kerjanya.

"Kamu!"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dwi Hastuti
Hai pembaca yang budiman, terima kasih telah berkenan mampir.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Godaan Berondong Nakal   Bab 19 Semakin Suka

    Anes masih mematung. Wanita itu tidak gegas menerima amplop cokelat pemberian dari Diana. "Hei ... Mbak? Are you ok?" ucap Diana seraya melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Anes. Anes tergagap. Sepersekian detik, pikiran wanita itu ngeblank. Entah apa yang ada dalam pikirannya. "Udah ... nggak perlu kelamaan mikir. ini sah dan halal kok. Asal Mbak dan Bram bisa nge-golin proyek yang ada di Kalimantan, Pak Tama pasti akan menepati janjinya." Diana gegas menyelipkan amplop cokelat yang ada di tangannya ke dalam genggaman tangan Anes. Tanpa pikir panjang, asisten pribadi Pak Tama itu segera keluar dari ruangan Anes. Anes menatap dengan lekat amplop cekelat yang kini sudah ada di tangannya. Seumur-umur kerja di perusahaan, baru kali ini dia mendapat bonus sebelum pekerjaannya mendapatkan hasil. "Mimpi nggak, sih, ini?" gumamnya seraya menoel kedua pipi chubby-nya. Anes menyimpan amplop cokelat itu ke dalam lacinya. Wanita itu gegas membereskan pekerjaannya sebelum besok dia

  • Godaan Berondong Nakal   Bab 18 Speechless

    Bram dengan terpaksa melepaskan pegangan tangannya, saat Anes masih melotot ke arahnya. "Benar-benar mencari mati bujang gendeng ini," gumamnya. Ya, Bram memang terlalu sembrono. Di saat sang atasan hampir meledak emosinya, dengan santainya dia berulah yang kemungkinan besar akibatnya akan fatal. Untung, sang atasan akhirnya mengakhiri meeting mereka pagi itu. "Ya sudah. Secara detail teknisnya nanti Diana yang akan membantu. Aku buru-buru harus pergi sekarang. Ingat! Di sana nanti, kalian harus menjaga reputasi perusahaan kita." "Baik, Pak," ucap Anes dan Bram bersamaan. "Meeting pagi ini aku tutup. Silakan kalian mempersiapkan segala sesuatunya, Lusa kalian berangkat. Beresi pekerjaan kalian yang belum kelar." "Baik, Pak." Kembali Anes dan Bram menjawab bersamaan. Keduanya saling pandang. Bram tersenyum ditahan, sedangkan Anes mendelik tidak suka. "Kalian boleh kembali. Diana ... siapkan paspor dan visaku." "Baik, Pak." Diana gegas membuka laci dokumen, tempat di

  • Godaan Berondong Nakal   Bab 17 Bete

    Tok! Tok! Tok! Ketukan pintu di ruang kerja Anes, membuyarkan lamunannya. Wanita itu mendengkus perlahan. "Sialan! Ngapain aku jadi kepikiran bocah tengil itu, sih! Otakku jadi ikut-ikutan gendeng," gumamnya. "Bu ... boleh saya masuk?" tanya seseorang yang berada di balik pintu. "Oh, ya. Silakan masuk," ucap Anes tergagap, karena membiarkan orang yang berada di luar sana menunggunya untuk beberapa saat. Seorang wanita muda dengan seragam office girl masuk ke dalam ruangannya. "Ada apa, Mbak?" tanya Anes heran. "Maaf, Bu Anes. Saya dimintai tolong untuk mengantarkan ini," ucapnya seraya menyodorkan satu bungkusan kecil berwarna merah muda. "Apa ini?" tanya Anes seraya menerima bungkusan kecil warna merah muda tersebut. "Maaf, Bu. Saya kurang tahu." "Loh ... emang siapa yang menyuruh?" "Saya dilarang memberitahu, Bu. Di dalam ada nama pengirimnya katanya." "Oh, baiklah kalau begitu. Makasih, ya." "Baik, Bu. Sama-sama. Kalau begitu saya permisi." Anes hanya me

  • Godaan Berondong Nakal   Bab 16 Pasrah

    Anes tidak mampu lagi menyembunyikan rasa gundah gulana di hatinya. Wanita itu menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi yang dia duduki. "Gimana, Bram? Orang tuamu sudah tanda tangani form persetujuan itu?" tanya Diana. "Sudah, Mbak. Ini form-nya aku kembalikan." Bram mengulurkan selembar kertas yang dia keluarkan dari map file-nya. Diana menerima kertas tersebut seraya mengecek kelengkapan isiannya. "Mbak Anes kenapa ada di sini? Dari tadi aku WA dan aku telepon nggak diangkat?" Seketika Anes mendongak. Entah apa yang sedang dipikirkannya hingga tiba-tiba dia lupa begitu saja jika ada Bram di ruang itu. "Mbak ...." Bram mengulangi memanggil Anes seraya melambai-lambaikan tangannya di depan Anes. "Mbak nggak bawa hp," ucap Anes berbohong. "Oh." Bram hanya ber-oh ria menanggapi jawaban Anes. "Lalu, Mbak Anes pagi-pagi ada di ruangan Mbak Diana kenapa?" "Mmm ...." Belum sempat Anes menjawab pertanyaan Bram, Diana gegas meminta form yang dibawa oleh Anes. "Pu

  • Godaan Berondong Nakal   Bab 15 Dilema

    Anes melihat pesan masuk di ponselnya, setelah sekian banyaknya panggilan tak terjawab. Wanita itu menghela napas panjang. Huh! "Kenapa, sih, selalu kamu yang meneror ponselku," gumamnya. Dengan berat hati Anes membuka pesan yang tidak lain dan tidak bukan dari Bram tersebut. Ya ... ada tiga pesan di wall chat-nya bersama Bram, di samping belasan panggilan yang tidak terjawab. [Mbak .... ke mana saja, sih! Sepagi ini emang sudah sibuk apa saja, hingga panggilan Bram tak pernah diangkat?] [Mbak ... Bram jemput, ya? Kita berangkat sama-sama. Bram mau ngobrol penting, nih!] [Mbak Anes! Balas, dong!] Kembali Anes menghembuskan napasnya dengan kasar. Wanita satu anak itu, gegas mengembalikan layar ponselnya ke halaman pertama, tanpa berniat membalasnya. Anes melangkahkan kakinya menuju ke garasi rumahnya. Di sana motornya telah dikeluarkan oleh Brian yang lima belas menit yang lalu telah berangkat ke kantornya lebih dahulu. Deru motor terdengar meninggalkan halaman ruma

  • Godaan Berondong Nakal   Bab 14 Aura Percintaan

    Wanita paruh baya yang masih terlihat sangat energik itu, kembali memancing hasrat suaminya dengan cumbuan-cumbuan kecilnya. Hingga pada akhirnya, Ardi benar-benar terbuai, dan dia pun merapel jatah untuk istrinya. Satu jam lamanya mereka kembali melakukam gergulatan panas. Peluh kembali membasahi tubuh keduanya. Ardi memekik lirih usai melakukan pelepasan. Anes memejamkan netranya sesaat, menikmati sisa percintaannya yang menguras energinya. "Capek, Mas?" lirihnya tepat di telinga Ardi. "Ish ... dasar kamu. Udah setengah abad lebih mengimbangimu Mas agak kewalahan juga, sih," omel Ardi seraya bangkit dari pembaringannya. "Tapi nikmat 'kan Mas? Aku kan hanya berusaha memberikan pelayanan terbaik untuk suamiku. Bukankah melayani kebutuhan biologis suami itu ibadah?" ucap Anes seraya bergelayut manja di lengan suaminya. "Kamu, ya. Paling pinter kalau disuruh ngeles," ucap Ardi seraya mencubit kecil hidung istrinya. Anes hanya nyengir kuda mendapatkan perlakuan dari suaminy

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status