Di sudut ruang pesta nan mewah, ada beberapa orang berdiri dengan kebingungan, mereka saling pandang, tatapan tajam dari Edzard bak burung elang siap mencengkram mangsa. Menakutkan, sangat membuat semua orang yang dia lirik merinding. Ketiga orang tersebut tidak dapat berkutik. Mereka menunduk mirip seorang murid yang ketahuan bolos gurunya. Suara riuh pesta terdengar tidak menyurutkan niat Edzard meminta penjelasan kepada dua orang lelaki dan seorang wanita tersebut. Evelyn meraih pundak Edzard, mencoba menenangkan hati atasannya.
"Sebaiknya kita kembali ke pesta Pak, semua orang mulai mencari Anda," ujar Evelyn.
"Aku hanya butuh penjelasan mereka saat ini Eve," ujar Edzard tatapannya tidak beralih kepada ketiga orang tersebut.
&
Nayla tampil anggun dalam balutan dress di bawah lutut, midi dress kerah v neck, lengan panjang berbahan, silk polyester, berwarna hijau kebiruan, dengan motif bunga-bunga. Riasannya terlihat natural, rambut bagian bawah dibuat ikal, sangat cantik berkat salon langganan milik Kenzo. Namun, kehadirannya di pesta membuat Edzard, sang kakak sirap hati. Panjang lebar Nayla menjelaskan kepada sang kakak. Tidak ada amarah di mata Edzard, hanya sedikit kekhawatiran saja. Pasalnya Nayla tidak pernah ke luar kota bersama lelaki. Edzard kemudian membiarkan adiknya menikmati pesta bersama tunangannya. Sedangkan Kenzo langsung dikerubuti para pengusaha, yang begitu mengelu-elukannya. Dia menggunakan dalih menemani Edzard ke pesta. Kedua pemuda tersebut langsung menjadi pusat perhatian.Evelyn kemudian menyingkir ke belakang agar tidak terdesak kerumunan. Dia tersenyum menyaksikan du
Riuh suara banyak orang menggema. Di pesta yang semakin riuh, dentuman suara musik semakin menambah gaduh. Usai menjawab beberapa pertanyaan dari rekan bisnis, aku dan Kenzo berjalan menuju ke sebuah meja. Dimana Akbar bersama Nayla turut duduk manis menanti kami. Akbar terlihat berbincang dengan beberapa orang yang menyapa lalu pergi. Mereka berdua tersenyum menyambut kedatangan kami. Aku mengalihkan pandang ke arah lain mencari Evelyn."Kalian berdua saja, Eve dimana?" Alu memincingkan mata ke arah sepasang sejoli tersebut bergantian."Kami tidak tahu Bang, kan tagi Mbak Eve bareng Abang," ujar Nayla yang sesekali terlihat menguap.Aku menghela napas panjang nan berat. Melihat jam tangan telah hampir menunjukkan pukul dua bel
Langkahnya gontai, entah berapa gelas dia minum. Namun, tingkahnya ini mirip orang mabuk yang habis minum banyak. Sepertinya tubuh Eve memang tidak memiliki toleransi pada alkohol. Dia semakin meracau, bernyanyi lagu yang aku sama sekali tidak tahu, suaranya lirih, namun terdengar merdu. Aku bergegas keluar lift hendak membawa ke kamarnya. Baru aku sadar ada Nayla di sana. Kepalaku pusing memikirkan, apa kata Nayla jika dia tahu Eve seperti ini. Masih dilanda kebimbangan, Eve kembali merangkulku, kali ini kedua tangannya bergelayut di leher. Tatapannya terlihat sayu namun menggetarkan hati. Aku benar-benar tidak sanggup mengelak pesonanya. Kewarasanku hampir hilang, dalam hati kecil menolak. Namun, kaki ini malah melangkah berjalan masuk ke dalam kamar. Badan terasa sangat panas dingin seketika, jantung, yah, jantung ini semakin meronta-ronta dengan letupan tidak beriramanya. Aku membimbing Evelyn duduk di pojok ranjang, memeja
Sekali lagi teriakan Evelyn terdengar melengking, ada kebahagiaan tersendiri menggodanya, seperti sebuah hiburan. Tawa ini meledak, menggema ruang kedap suara, melihat wajah cantik itu kebingungan. Kulit lembut pipinya itu sangat halus terasa, kala tangan ini menyentuhnya. Aku tengah duduk di pojok ranjang saat ini, menatap wajah wanita yang seharusnya tidak aku sentuh. Namun, naluri lelaki dalam diri meronta-ronta. Terbesit rasa bersalah, ada hati seorang istri yang harus aku jaga. Rere, gadis cantik itu, meski pernikahan kami bukan sesuatu hal yang, entahlah. Sulit menjabarkan dengan kata, napas ini terasa berat terhela. Aku kembali menatap Evelyn, manik mata kami bertemu pandang. Wajah cantik itu cukup menyita perhatian, ada gejolak rasa yang menyergap dada. "Berhentilah berteriak, dan pergilah mandi Eve," ucapku lirih.
Bukan ucapan salam manis yang harus diterima. Melainkan nada tinggi namun, masih terdengar merdu melengking di pendengaran. Suara ibu terdengar syahdu begitu marah. Aku tebak Nayla menceritakan hal yang tidak-tidak pada ibu. Aku menghela napas mencoba mendengarkan ceramah ibu yang panjang sangat. "Apa yang kamu lakukan anak nakal, Ibu menyuruhmu menikah lagi tidak mau tapi malah meniduri anak orang. Ibu tidak pernah mengajarkan kamu berbuat hal tidak terpuji seperti itu," berondong ibu di akhir alunan yang mirip rapper dadakan, ucapannya panjang dan terlontar dengan cepat. Aku menghela napas berat kemudian menggelengkan kepala. "Ibu, semua hanya salah paham," sanggahku. "Salah paham jidatmu, Nayla melihat kau dan Evely
Kami kompak menoleh ke arah Kenzo, tawa sombong itu lenyap seketika. Nayla mendelik, menatap Kenzo dengan mata tidak berkedip. Bisa-bisanya pemuda tersebut bahagia setelah dia membuat calon adik iparku mabuk. Aku paham benar Akbar bukan seorang peminum. Entah bujukan apa yang Kenzo katakan hingga Akbar ikut minum. Ada hal yang membuatku penasaran tentang ucapan ngawur Akbar tadi. Tidak akan mungkin Kenzo mencintai Nayla, pasalnya Kenzo sudah menganggap Nayla seperti adik sendiri. Tidak ada jarak di antara kami. Bahkan kedua orang tua Kenzo juga sangat menyayangi kami terutama Nayla. Setiap ada suatu hal penting, mereka lebih memilih mengajak Nayla dibanding Kenzo yang putra kandungnya. Kenzo juga tidak keberatan pada sikap kedua orang tuanya, asal semua bahagia, begitu kata yang selalu terlontar kala aku bertanya. "Kenapa menatapku sedalam itu Nay?" tanya Kenzo me
Sampai di depan rumah baruku --- rumah nenek Rere yang aku beli --- kami dikejutkan dengan adanya keramaian. Banyak orang berlalu lalang, terlihat taman mulai dihiasi dengan lampu-lampu kelap-kelip padahal belum masuk waktu malam. Ada gazebo dengan hiasan bunga mawar di atas, kain berwarna putih menyelimuti besi penyangga. Sangat kontras dengan hijaunya rerumputan yang terawat dengan baik. Meja yang berada di depannya. Sekali lagi bunga mawar juga menghias sebuah meja yang telah di balut kain putih. Ada empat kursi dengan balutan kain warna sama. Bunga-bunga yang tumbuh sugur menyejukkan pandang. Kami yang keluar dari mobil mendadak terbengong. Menatap tukang dekorasi yang sibuk. Syukuran ruamah baru sudah aku laksanakan beserta pengajian, sehari setelah aku membeli. Lalu untuk apa ibu mengadakan pesra lagi? Pertanyaan itu terngiang dalam benak. Rere menyembul keluar pintu, berlari menghampiri kami, senyum simpulnya tersungging
Sakit, sudah pasti, meski keduanya terikat dengan pernikahan tanpa cinta. Namun, hati wanita mana yang rela jika sang suami menikah lagi dengan wanita lain. Menghiasi kamar untuk sang suami dan madunya, ah, sangat luar biasa terasa. Hidup yang Rere jalani begitu menyakitkan, kisah cinta yang terjalin juga tidak semulus itu. Perbedaan agama yang menjadi penghalang. Kasih sayang yang nyata dia dapat dari Edzard, sedikit membuat dirinya terlena. Perhatian kecil yang awalnya adalah hal biasa, tidak terasa akan membuat Rere sedikit teralih pada luka hati. Kenyataan pahit bertubi, dimana sebuah kebenaran, jika Kenzo sang kekasih pernah menaruh hati pada sahabatnya. Belum usai dengan rasa, Rere harus menjalani pernikahan yang tidak dia inginkan demi sang nenek, lalu sekarang, sang suami akan menikahi wanita lain. Masih bisakah dia bertahan? Jawabannya tidak, itu terlalu sakit. Genangan air di pelupuk mata mulai menetes, ada rasa kecew