Jantung Rere berdetak tidak beraturan, rasa bahagia dan terkejut bercampur menjadi satu. Seperti tetesan air yang jatuh di tanah tandus nan gersang. Memberi sedikit air untuk tanah kering keronta. Menyejukkan. "Rere juga mencintai Abang, tapi untuk menikah sekarang Rere belum bisa. Rere masih kuliah semester awal, kan," jawab Rere, bak gayung bersambut. Kapal cinta Rere dan Kenzopun berlayar, hati lelaki itu berbunga layaknya pemuda jatuh cinta di usia yang tidak lagi muda. Tergesa Kenzo melajukan mobil kembali, keluar dari jalan tol, masuk ke dalam sebuah gang, tidak berapa lama mobilnya berhenti melaju, di sebuah rumah kecil asri. Kenzo membunyikan klakson, tidak berapa lama satpam membuka pintu gerbang. Rumah itu berlantai dua, cukup luas, tapi lebih kecil dari rumah yang pertama Rere kunjungi. "Bukannya Abang akan mengantar Rere pulang," tanya Rere, kala Kenzo membimbingnya ke luar dari mobil
Jantungku terasa berhenti, ada rasa aneh menggelitik diri. Rasa sakit yang tiba-tiba hadir, aku berusaha tenang menyembunyikan segalanya. Ruang makan seolah bertambah dingin, sedingin rasa menyelimuti, aku melepas satu kancing kemeja bagian atas yang aku kenakan. Melonggarkan leher yang tercekat seketika. "Sepertinya kamu sangat dekat dengan dia akhir-akhir ini," telisik Nayla yang masih mengunyah makanannya. "Em, Re, Kenzo nggak ngapa-ngapain kamu, kan. Dia nggak melakukan hal yang aneh-aneh?" tanyaku sangsi. "Tidak Bang, Abang Ken orangnya baik kok, tapi tadi dia menyatakan perasaannya pada saya dan mengajak saya menikah," tutur Rere. "Nikah?!" pekikku dan Nayla bersamaan. Aku dan adikku langsug saling pandang dan terkekeh merasa lucu. Diri ini semakin remuk, terpuruk, dalam kubangan kesedihan yang tidak aku tahu sebelumnya. "Seorang Kenzo Julian, anak dari salah satu orang t
Angin yang berembus memaparkan rasa dingin menyentuh tulang. Langit gelap gulita namun, bintang dengan setia menemani sang rembulan. Angin seraya menyapa pepohonan yang berdiri kokoh menjulang. Terdengar dedaunan yang terseok, bergemerisik. Rere tertidur dengan pulas bersama Nayla. Belaian mimpi menghantarkan lelapnya hingga mereka tidak menyadari, derik pintu terbuka. Menyembullah sesosok lelaki dari balik pintu, mengendap-endap masuk. Mendekat ke arah Rere, lelaki tersebut berjongkok di samping ranjang. Netranya menatap dalam seorang gadis yang tertidur. Wajah mendamaikan yang terpejam itu membuat ingin membelai. Malu-malu tangan nakal tersebut membelai halus pipi Rere. Tangan dingin yang menyentuh, membuat Rere mulai terusik. Mata Rere perlahan terbuka, dia terkejut, jantung berdebar seperti ingin melompat dari tempatnya. Rere hendak berteriak tapi sebuah tangan berotot membekapnya. Lebih mengejutkan lagi Rere seperti melihat Kenzo. Mata gadis te
Perlahan aku membuka pintu kamar yang bukan milikku. Aku berencana ke dapur mengambil air minum. Akan tetapi niatku terhenti ketika aku melihat adegan yang seharusnya tidak aku lihat. Wajah dan telingaku memanas, rasanya aku malu, kudengar rintihan lirih bersautan dari keduanya. Saking paniknya aku langsung kembali lagi ke dalam kamar. "Kenapa mereka harus bermesraan di ruang tengah," keluhku. Rintihan Rere masih menggema di pikiran sampai membuat adik kecilku hampir terbangun. Aku berjalan menuju kamar mandi, melucuti semua paksian. Membasahi seluruh badanku, dengan air yang mengalir dari shower, berharap bayangan itu segera menghilang. Aku kemudian mengambil air wudhu. Bergegas keluar kamar mandi mengambil tas ransel di atas meja kecil dekat tempat tidur. Tas itu memang sengaja aku bawa untuk menaruh pakaian ganti milikku dan Nayla. Sekuat tenaga berusaha khusuk menjalankan sholat sunah tersebut. Kupejamkan mata ketika berdziki
Rapat kali ini membahas tentang pembangunan cabang hotel dan rumah makan di tempat yang sama. Di salah satu objek wisata pegunungan teh. Dimana konsep pilihan kami adalah happy holiday. Mengedepankan fasilitas itu sudah pasti, tapi juga mengutamakan keamanan, kenyaman dan menyenangkan bagi pengunjung. Akan ada taman bermain yang ramah untuk anak-anak. Rencananya akan dibangun gedung berlantai lima sebagai awal permulaan dan menunggu respon dari para pengunjung. Jika responnya baik kedepannya lagi, tidak menutup kemungkinan akan dibangun fasilitas yang lebih lengkap lagi. Respon dari para rekan kerja sangat baik. Aku sangat bersyukur dan beruntung. Pemilihan tempat yang tepat sangatlah tidak mudah. Aku dan para anak buahku langsung turun kelapangan melihat langsung lokasi. Yah, perjuangan yang benar-benar melelahkan namun juga berbuah manis. Aku tersenyum bangga pada ketiga anak buahku. Seorang wanita paruh baya dengan gaya rambut bob,
Alunan musik terdengar indah, dengan suara merdu seorang penyanyi wanita yang menyanyikan lagu Tentang Rasa by Astrid. Suaranya indah menggema di dalam sebuah kafe yang berada di lantai bawah gedung perusahaan berlantai tiga milik keluarga Edzard tersebut. Lelaki itu duduk bersenda gurau menikmati makanan yang mereka pesan. "Setelah ini, anda mau kemana?" tanya Edzard menatap wanita cantik dengan rambut panjang bergelombang itu. "Jangan panggil anda, panggil saya Angel saja," kata sang wanita yang duduk di hadapannya. Dia mengelap mulut dengan tisue. Mengambil gelas jus melon dan menyeruput lewat sedotan. "Aku akan pergi ke kantor saja, anda mau mengantar saya?" tanyanya. "Baiklah," jawab Edzard terkekeh. Dia berdiri untuk kudian mengulurkan tangan ke arah Angel. Wanita itu dengan senang hati meraih tangan tersebut da
Entah siapa yang memulai terlebih dahulu, yang pasti keduanya kini saling berciuman. Edzard ibarat binatang kelaparan, dia terlihat bringas memangut bibir sensual Angel dengan penuh gairah. Melumat habis, lidahnya menari-nari, menyeruak masuk ke dalam mulut Angel. Saling bertukar saliva masing-masing. Angel membalas dengan tidak kalah panas, menyambut dan ikut membalut bibir lawannya. Kecapan demi kecapan menggema, mereka dengan rakus membalas, menyesap bibir. Hingga kadar oksigen yang mereka hirup menipis. Keduanya menarik kepala, saling melempar senyum. Gurat kebahagiaan nampak tersungging di senyuman manis Angel. Mereka kemudian berpelukan cukup lama. Lelaki itu merasa bimbang dengan hatinya kini. Dalam hatinya masih tertulis nama Rere. Nama gadis yang tidak seharusnya bersemayan. "Mungkinkah dengan aku membuka hati untuk Angel. Semua akan baik-baik saja. Aku telah menciumnya, astaga. Aku
Tatapan penuh intimidasi membuat mereka berdua hilang nyali, serempak menundukkan kepala. Edzard memejamkan mata, menghela napas menahan emosi. Cukup lama mereka saling diam tiada kata. Angel, wanita tersebut lebih memilih mengamati dari jauh. Dia ragu untuk mendekat, meski sebenarnya ada rasa penasaran. "Katakanlah," ujar Edzard memecah kebekuan. Dia membuka mata, menatap sayu sang adik. Dia tahu benar Nayla tidak akan pernah menyukai Kenzo, gadis cantik itu telah dijodohkan kedua orang tuanya dengan salah seorang rekan bisnis. Seorang lelaki yang berkepribadian baik nan santun. Sesuai selera Nayla, tanggapan baik juga telah diutarakan Nayla, yang menerima rencana keluarga dengan tangan terbuka dan sumringah. Pertunangan keduanya telah di depan mata. Akan diselenggarakan beberapa bulan saat libur kuliah. Namun, melihat apa yang terlihat di depan mata membuatnya sangsi. Pikiran negatif menyergap di benak Edzar