Share

6.Perasaan Edzard

Penulis: KarRa
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-03 08:59:29

    Jantungku terasa berhenti, ada rasa aneh menggelitik diri. Rasa sakit yang tiba-tiba hadir, aku berusaha tenang menyembunyikan segalanya. Ruang makan seolah bertambah dingin, sedingin rasa menyelimuti, aku melepas satu kancing kemeja bagian atas yang aku kenakan. Melonggarkan leher yang tercekat seketika.

    "Sepertinya kamu sangat dekat dengan dia akhir-akhir ini," telisik Nayla yang masih mengunyah makanannya.

    "Em, Re, Kenzo nggak ngapa-ngapain kamu, kan. Dia nggak melakukan hal yang aneh-aneh?" tanyaku sangsi.

    "Tidak Bang, Abang Ken orangnya baik kok, tapi tadi dia menyatakan perasaannya pada saya dan mengajak saya menikah," tutur Rere.

    "Nikah?!" pekikku dan Nayla bersamaan. Aku dan adikku langsug saling pandang dan terkekeh merasa lucu.

    Diri ini semakin remuk, terpuruk, dalam kubangan kesedihan yang tidak aku tahu sebelumnya. "Seorang Kenzo Julian, anak dari salah satu orang terkaya di kota ini melamar kamu, Re," tukasku terkekeh, tidak percaya. Aku sekuat tenaga menyembunyikan rasa gelisah. Aku meneguk air putih untuk melegakan tenggorokan. "Ini pertama kalinya aku melihat dia serius sama cewek, sampai mengajak menikah," lanjutku takjub. Aku tertawa di atas kepedihan sendiri.

    "Ih! Abang malah tertawa," keluh Rere memanyunkan bibirnya.

   "Terus kamu jawab apa Re?" Nayla penasaran.

    "Kalau untuk pacaran aku terima, kalau untuk menikah Rere, kan masih kuliah semester awal. Jadi Rere belum kepikiran sampai sana dulu," jelas gadis manis tersebut.

   "Jawaban kamu tepat," kataku membenarkan, mengacungkan jempol.

   "Tapi Re, setahu aku Bang Ken orangnya...." Nayla tidak meneruskan ucapan.

    "Paling penting kamu menjaga diri baik-baik Re, jika Ken berbuat sesuatu yang nggak baik sama kamu. Kamu kasih tahu Bang Edzard saja langsung. Ok," saranku kembali tersenyum kuat ke arah Rere.

    "Iya benar Re, aku bahagia kalau kamu bahagia. Tapi jangan sampai...." Nayla tak lagi melanjutkan ucapannya.

    Rere memutar bola matanya untuk kemudian menatap tajam Nayla. "Rere masih perawan sampai sekarang Nay, jadi jangan salah paham selalu, otak kamu treveling terlalu jauh, deh. Kalian tenang, Rere akan coba jaga sebisa mungkin dengan baik," ucap Rere meyakinkan. Dia melirik ke arah sahabatnya, Nayla terlihat meringis nyengir.

     Usai makan malam, kami bertiga bersenda gurau, menyaksikan tv di kamar Rere. Hingga akhirnya Nayla dan Rere tertidur pulas. Aku menghela napas berat. Aku bangkit menarik selimut, menyelimuti keduanya. Kemudian melangkah ke depan, mematikan saluran tv, dan bergegas keluar kamar menuruni tangga. Aku berhenti di sofa ruang tengah, merebahkan tubuh penat di sofa tersebut. Memandangi langit-langit bercat putih bersih, untuk kesekian kalinya aku menemani Nayla menginap di rumah Rere semenjak nenek sang punya rumah ke luar masuk rumah sakit. Aku melirik jam tangan, telah menunjukkan pukul dua belas malam. Tanganku merogoh, mengambil ponsel di saku celana, dan menghubungi nomor yang aku tuju.

    "Hay Zard, tumben malam-malam telfon, kenapa?" Terdengar nada kantuk, suara Kenzo dari balik ponsel.

    "Aku sedang menginap di rumah pacar kamu," kataku pamer, memanas-manasi, sembari tersenyum lebar.

    "Apa! Ya ampun, jangan-jangan," tutur Kenzo terkejut.

    "Iya aku sedang tidur di rumah Rere," lanjut ucapanku semakin terkekeh.

    "Kurang asam, awas saja, aku hampiri kamu sekarang," kata Kenzo dengan nada tinggi, ia mematikan telefonnya.

   "Halo Ken," panggilku memastikan sekali lagi. "Dimatikan," lanjutku sambil terbahak. "Ok, aku tunggu kawan, mari bergadang bersama malam ini," imbuhku, tersenyum penuh kemenangan.

   Setengah jam kemudian, terdengar suara pintu digedor dengan keras, aku segera bangkit dari duduk membuka pintu, Kenzo langsung saja ngeloyor masuk kedalam. Dia memandangku tajam, tangannya mengepal. Tak pernah aku lihat dia semarah ini sebelumnya.

    "Dimana Rere," pekik Kenzo mencengkeram kerah kemejaku.

   "Dia di kamarnya, lantai atas nomer tiga dari kiri," jawabku. Ingin aku tertawa melihat kepanikannya tapi aku redam. Jika sampai aku menertawakannya, maka habislah sudah, dia pasti tidak akan tinggal diam.

    Kenzo mengerutkan kening, masih menebak-nebak, dia kemudian berjalan menaiki tangga dengan cepat dan menuju kamar yang aku tunjukkan. Aku menyilangkan tangan, cukup lama berdiri di tempat yang sama. Terdengar suara langkah sepatu, cukup keras dan cepat menuruni tangga menghampiri.

    "Kurang asam kamu Zard," cecarnya, dia menghadiahkan pukulan di pundak kiriku. Aku tertawa tak henti-hentinya melihat kekesalan Kenzo.

    "Kok bisa kamu sama Nayla tidur di sini?"

    "Nenek Rere masuk rumah sakit, pembantu dan sopirnya bergiliran dengan Rere untuk menjaga. Nayla juga sering menemani Rere di rumah sakit juga. Nah, kebetulan malam ini giliran Rere istirahat di rumah, neneknya khawatir sehingga menyuruh kami menemani." Aku menjelaskan.

    "Kenapa Rere tidak mengatakannya padaku," keluh Edzard.

    "Harusnya kamu yang lebih peka Ken" cibirku.

    "Benar apa yang kamu bilang, harusnya tadi aku tidak mengantarnya pulang. Lebih baik menginap di rumahku saja," selorohnya.

    "Ngak takut kepergok janda sama wanita-wanita kamu yang lain," cecarku.

    "Sial, kau! Aku sedang memperbaiki diri untuk menjadi calon suami yang baik untuk Rere Zard," sanggah Kenzo, dia berkata dengan serius yang sebenarnya tidak cocok dengan dirinya, dan itu membuat diriku terusik anehnya.

    "Aku berharap begitu, awas saja kalau sampai kamu melebihi batas Ken, dia masih terlalu muda untuk kamu hancurkan," ancamku dengan nada bercanda.

    "Tenang Zard, aku pasti akan menjaganya. Aku tak akan menggaulinya kecuali dia yang meminta," ujarnya denga wajah tanpa dosa.

    Bletak! Puas aku menimpuk kepalanya agar tersadar. Aku melengos memandang dingin ke arah lain.

    "Sakit Edzard," pekik Kenzo, "kamu gila ya," imbuhnya.

    "Kamu yang gilanya nggak ketulungan," sungutku.

    "Aku hanya bercanda, asal kamu tahu, aku benar-benar jatuh cinta pada Rere, Zard. Dari lubuk hati ini seperti ada alarm," terangnya menyentuh dada. Aku merinding melihat tingkah asing Kenzo. "Aku ingin menjaganya, aku tidak tega menyentuhnya melebihi batas," lanjutnya membuat aku takjub sebagai pendengar.

    Aku terbengong mendengar penjelasan tidak masuk akal, tapi nyata terdengar. Seolah ucapannya tersebut ngawur tapi aku tahu kali ini Kenzo benar-benar serius jatuh cinta. Ada rasa aneh menjalar tubuh, sejak pengakuan Rere saat makan malam tadi. Dan bahkan ketika kudengar pernyataan Kenzo, rasa bergejolak menyesakkan dada muncul kembali. Aku tersenyum pahit, terlambat aku memahami perasaan konyolku. Bagaimana bisa aku menyukai gadis yang sama dengan Kenzo? Miris.

   Aku tak berharap lebih, aku hanya mendo'akan kebahagiaan mereka. Semoga rasa suka ini tidak tumbuh terlalu mendalam. Aku takut, takut kehilangan segalanya. Selama ini aku sudah terbiasa mengalah, dan semoga kali ini aku masih sama.

    "Ken, aku tidur dulu," ucapku memalingkan pandang. Aku berjalan masuk ke dalam salah satu kamar yang sering aku gunakan ketika menginap. Aku berhenti di ambang pintu menoleh. "Oh iya, kamu bisa tidur di kamar sebelahku, atau kamu mau tidur sekamar dengan aku." Aku mengangkat-angkat alis, berseloroh.

    "Astaga! Otak kamu tidak geser, kan, Edzard," ucap Kenzo terlihat geli, dia melempar bantal, dan aku menghalau dengan menutup pintu. Bak! Suara bantal menimpuk pintu terdengar.

     Aku nyengir, merasa bodoh, "Sepertinya malam ini akan menjadi malam yang panjang," keluhku sambil berbaring.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Nazwatalita
Keren ceritanya thorr
goodnovel comment avatar
Mama fia
kasihan edzard, tapi dia keren, menerima dgn lapang dada. bagus ceritanya ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Godaan Memikat Lelaki Penguasa   Spesial Part 3 -Tamat-

    Elizabeth, Larisa beserta sang suami juga Delon baru selesai sarapan. Mereka keluar restoran menatap ke arah lautan lepas sembari membicarakan hal-hal yang hendak dilakukan untuk menghabiskan siang ini. Masih ada waktu dua hari berlibur ke tempat tersebut. Senyum sumringah Larisa dan Aarav membuat iri bagi para jomlo yang lihat. Termasuk Elizabeth dan Delon, pemuda tidak sengaja yang masuk sarang macan dengan menyatakan cinta pada Caroline Zeroun. "Kalian mau ikut kami ke pulau itu?" tanya Aarav menunjukkan sebuah pulau tidak jauh dari tempat mereka. "Kami tidak mau jadi obat nyamuk," keluh Elizabeth. Aarav terkekeh, "Baiklah, kalau begitu aku akan membawa istriku sekarang, selamat bersenang-senang kalian." Tanpa kasihan Aarav mengatakan. Lelaki itu mengangkat tubuh sang istri menggendong ala bridal. Delon dan Elizabeth menggeleng, terlihat menggelikan perbuatan monster kutub utara yang sok manis. Walau sebenarnya dia sedang berusaha manis demi sang istri, nampakn

  • Godaan Memikat Lelaki Penguasa   Sepesial Part 2

    "Rafael Kenzo!" teriak Maya hilang kesabaran. "Kau, apa yang kau lakukan. Ini tidak seperti yang kita sepakati, brengsek!" pekik Maya. "Bergantilah pakaian, orang tuaku akan kemari beberapa saat lagi." Pemuda itu mengabaikan umpatan Maya. Wanita tersebut frustrasi sendiri dibuatnya. Yeah, pemuda yang bersama Maya adalah Rafael, rasa cinta pada Larisa mungkin tidak mampu dia paksa, perbedaan keyakinan menjadi jurang pemisah sebelum rasa tersebut diungkapkan, miris memang, namun apa daya. Dalam suatu kesempatan Rafael mendapati Maya berada di antara Larisa dan Aarav, jika mengikuti ego, ingin sekali membiarkan. Namun, pemuda tersebut tidak akan pernah sanggup untuk melihat Larisa menderita. Rafael dan Kenzo sama-sama pernah terluka dengan perasaan cinta berbeda keyakinan. Satu hal pasti, ketika Kenzo mendapati putranya, berhubungan dengan wanita. Sang ayah tidak langsung menghakimi, dia lebih memilih untuk melihat apa yang sebenarnya. Saran dari Kenzo hanya satu, d

  • Godaan Memikat Lelaki Penguasa   Sepesial Part 1

    Larisa dan yang lain menoleh ke arah suara, gadis cantik mengenakan dress putih tanpa lengan setinggi lutut. Rambut panjang blonde tergerai, di mana topi pantai menghias kepala. Senyum merekah mendebarkan jantung kaum adam yang melihat, tubuh mungil berkulit seputih susu membuat dunia Delon serasa terhenti. Bak disuguhkan bidadari cantik turun dari langit. "Hai, Cariline," sapa Larisa. Yah, gadis itu Caroline Zeroun, putri tunggal Axelle Zeroun dari kota B. "Boleh aku bergabung, Kak?" tanyanya. "Boleh sekali, silakan cantik," ujar Elizabeth sumringah. "Perkenalkan dia Caroline," kata Larisa. "Aku Elizabeth," ujarnya. Derit kursi berbunyi, Caroline duduk di kursi dekat Delon. Pemuda itu masih melongo, Elizabeth yang melihat menutup mulut sahabatnya. "Lap tuh iler yang hampir menetas!" kelakar Elizabeth. "Hai, bidadari cantik aku Delon," kata pemuda itu berganti mengulurkan tangan. Caroline menyambut dengan bahagia. "Sepertinya aku j

  • Godaan Memikat Lelaki Penguasa   Season 3 Selesai...

    Setelah melewati beberapa pencarian atas bantuan anak buah sang papa. Elizabeth berhasil menemukan kamar hotel yang ditempati Larisa sahabatnya. Dia sedang berjalan dengan terus mengomel lantaran Larisa tidak dapat dihubungi. Ponsel mati, padahal keduanya berjanji akan sarapan bersama. Delon menatap punggung sahabatnya itu, dia paham benar Elizabeth khawatir. Sampai di kamar yang dituju gadis itu berhenti. "Akhirnya sampai juga, Larisa kamu kenapa belum turun sarapan?" omel Elizabeth membuka pintu kamar. Mata gadis itu membola, dia menutup mulut dengan kedua tangan, Delon mengernyitkan kening lalu ikut melongok ke dalam. Dia pun sama ikut terkejut. Melihat bagian dalam berantakan, Elizabeth juga Delon melangkah ke dalam. Dia mendapati ranjang bak kapal pecah, pakaian serta dalaman berserakan di lantai. Keduanya saling menatap meringis, merasa salah datang ke tempat itu. Samar terdegar erangan bersahutan dari sebuah ruang yang tertutup, keduanya menduga itu kamar mandi. E

  • Godaan Memikat Lelaki Penguasa   240. Lautan Asmara

    Tangan Larisa bergerak nakal meraba pundak Aarav, wanita itu berjalan memutar untuk berdiri di hadapan sang suami. Mempertontonkan tubuh telanjangnya. Aarav menatap tajam bak serigala yang melihat mangsa. Wajah gadis itu memanas, tangannya mengepal menahan gemetar. Kedua tangan Larisa meraba bagian kemeja, mencoba meloloskan kancing yang masih melekat. Aarav memperhatikan dengan badan panas dingin, kemeja itu terlepas berkat tarikan sang istri, mempertontonkan bagian dada maskulin. “Aku siap, mari lakukan. Jangan menahan lagi,” bisik Larisa mencengkeram bagian junior Aarav. Aarav melambung tinggi, seperti naik rollercoaster, sungguh perasaan luar biasa tidak terkira. Tanpa menunggu waktu lebih lama, Aarav mengangkat tubuh Larisa, merebahkan di ranjang. Memulai kembali belaian lidah dan juga bibir di area sensitif Larisa. Gadis itu berteriak, setumpuk rasa dengan jantung terpompa lebih cepat. Menantikan hal yang lebih menakjubkan dari pemanasan itu. “Aku, akan melakuka

  • Godaan Memikat Lelaki Penguasa   239. Menghadiri Pesta Axelle Zeroun

    Mata Larisa berbinar melihat pemandangan di bawah laut pada sore hari. Saat ini mereka tengah berada di sebuah kapal pesiar. Langkah kakinya nampak lincah dengan sepatu cats yang dikenakan. Dress warna putih setinggi lutut menari dengan indah seirama langkah. Aarav membiarkan gadis muda itu di hadapannya. Kemudian mantik pelan saat sang istri hampir menabrak seorang anak muda. "Kau tidak apa?" tanya pemuda tampan rupawan pada Larisa. Gadis tersebut tersenyum, "Aku baik," jawabnya. Pemuda tersebut mengerutkan kening lalu tersenyum. "Kau, Kak Larisa?" tanya pemuda itu. "Iya, bagaimana kau bisa mengenalku?" tanya Larisa. 'Astaga, siapa lalat pengganggu ini?' cebiknya. "Astaga, aku juniormu di kampus Kak, senang sekali bisa berjumpa dengan Kakak Cantik," kata pemuda itu lagi. Larisa mencoba berpikir keras, dia seperti mengingat sesuatu. "Hei, Ren, apa yang kau lakukan disini? Pasti mengganggu gadis-gadis?" Seorang gadis cantik dat

  • Godaan Memikat Lelaki Penguasa   238. Penangkaran Buaya?

    Maya merasa tidak ingin masuk ke dalam apartemen tersebut. Namun, tidak ada pilihan pemuda yang mengekang pasti mencari di manapun dia berada. Tidak ada tempat untuk dia kabur sama sekali. Kabur pun hendak ke mana, tiada tempat bagi dirinya. Wanita itu menghela napas berat lalu berjalan masuk, ruangan gelap, hanya seberkas cahaya sorot lampu yang masuk dari luar. Maya meraba dinding lalu menekan tombol saklar. Dia menundukkan kepala kemudian melangkah ke dalam. "Kau malam sekali pulang." Suara bariton lelaki terdengar. Maya tidak terkejut, sudah menduga pemuda itu akan datang. "Aku ikut bos ke luar kota," jawabanya sembari melepas sepatu. Maya mendongakkan kepala, baru dia melihat wajah lelaki tersebut. Dia mengulas senyum, berjalan gemulai ke arah sofa lalu duduk di pangkuan sang pemuda. "Kau cemburu?" tanya Maya. Pemuda itu menatap sarkas, "Jangan bercanda," sanggahnya. "Jangan khawatir, pak tua itu mampu menjaga diri dengan baik, kau t

  • Godaan Memikat Lelaki Penguasa   237. Firasat Seorang Istri

    Malam hari di kediaman Aarav. Larisa duduk di ruang tamu dengan perasaan gundah gulana, berulang kali bangkit dari sofa lalu kembali duduk, terkadang mondar-mandir mirip setrika. Apa yang dikatakan Elizabeth tadi siang begitu mengganggu, membuat berpikir keras. Bagaimana jika sang suami memang berselingkuh, sekretaris pribadinya bertubuh sintal, nan sexy, dada menggelembung, cantik nan elegan, ah wanita itu sesuai tipe ideal Aarav. Larisa melirik ke bawah, tubuhnya kerempeng, dada kecil. Sepersekian detik gadis itu membandingkan tubuh dia dan sekertaris, membuat kepala berdenyut nyeri. Dia menguatkan diri mengatakan tidak mencintai sang suami. Namun, berbanding terbalik dengan hati yang tidak karuan, cemas. “Mengapa aku jadi kepikiran, membandingkan hal tidka penting” keluh Larisa. Dia menyibakkan rambut panjang ke belakang. Kembali bangkit dari kursi untuk kesekian kali, kakinya melangkah ke arah jendela, menyibak tirai warna coklat bermotif bunga-bunga besar, mempe

  • Godaan Memikat Lelaki Penguasa   236. Godaan Teman Masa Kecil

    Sore hari sekitar pukul empat, usai menempuh perjalanan kurang lebih satu jam Aarav sampai di kota B. mobil yang membawanya berhenti di parkiran sebuah hotel. Lelaki tersebut keluar dari mobil saat sang sopir membukakan pintu, dia duduk di bagian belakang, sedangkan Maya ada di depan bersama sopir. “Maaf Pak, pertemuan akan dilakukan pukul tujuh malam, boleh saya pergi sebentar. Saya janji akan kembali kesini sebelum pukul tujuh,” kata Maya mencegah Aarav melangkah. Tubuh maskulin itu berbalik, “Kau mau mengunjungi ibumu?” tanya Aarav mengingat permintaan Maya tadi. Maya tersenyum seraya menjawab, “Iya, Pak.” “Istirahat sebentar, aku juga mau mandi dahulu. Akan aku antar nanti,” kata Aarav yang langsung melenggang pergi tanpa menunggu jawaban Maya. Wanita tersebut mengurungkan niat, dia kembali mengatupkan bibir yang sempat terbuka hendak mengucap. Yah, apa yang dilakukan Aarav, jika sudah berkehendak, tidak ada yang bisa menolak. Maya mengekor A

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status