Home / Urban / Godaan sang tante / Bab 3 mereka Simpanan Tante

Share

Bab 3 mereka Simpanan Tante

Author: TnaBook's
last update Last Updated: 2025-02-14 03:15:01

Revan melirik arlojinya untuk kesekian kali. Sudah hampir satu jam ia menunggu, dan Elma masih terlihat sibuk mengobrol dengan teman-temannya. Suasana kafe yang awalnya terasa mewah kini hanya membuatnya suntuk.

Ia berdiri perlahan, melirik ke arah meja Elma.

Wanita itu tampak tidak memperhatikan dirinya sama sekali.

"Bu Elma," panggilnya pelan saat mendekat.

Elma menoleh dengan alis terangkat. "Ada apa, Revan?"

"Saya izin jalan-jalan sebentar di sekitar sini, ya.

Tidak jauh, hanya untuk menghirup udara segar," jawab Revan dengan sopan.

Elma mengangguk ringan, jelas tidak terlalu peduli. Baik, tapi jangan terlalu lama."

"Siap, Bu," jawab Revan sebelum melangkah keluar.

Di luar, udara malam terasa segar. Revan memasukkan tangan ke saku celananya sambil berjalan santai di sepanjang trotoar. Ia melihat deretan butik dan toko-toko mewah di sepanjang jalan, tapi perhatiannya tertuju pada sesuatu yang berbeda.

Di seberang jalan, sosok yang sangat familiar menarik pandangannya. Revan menyipitkan mata, memastikan ia tidak salah lihat.

Klaim

"Badru?" gumamnya.

Benar saja, pria itu adalah Badru, sahabatnya.

Namun, Badru tidak sendiri. Ia berjalan mesra dengan seorang wanita paruh baya yang mengenakan gaun mahal. Wanita itu menggandeng lengan Badru dengan erat, tertawa manja sambil sesekali menyentuh pipinya.

Revan berhenti di tempat, terkejut melihat pemandangan itu. Wanita di samping Badru memang tidak muda lagi namun bentuk tubuhnya lumayan masih kencang dan menggiurkan. Namun kesan tante-tante girang jelas terlihat di wajahnya.

"Apa-apaan si Badru ini?" bisiknya, setengah tidak percaya.

Badru yang sedang asyik berbincang tiba-tiba menoleh ke arah Revan. Matanya membelalak sejenak, jelas kaget melihat temannya di tempat seperti ini.

Namun, alih-alih menyapa, Badru pura-pura tidak mengenal Revan. Ia menarik tangan wanita di sampingnya dan bergegas pergi.

"Badru! Tunggu!" Revan memanggil, tapi pria itu tidak menoleh sama sekali.

Revan berdiri mematung di tempat, bingung sekaligus penasaran. Apa yang sebenarnya sedang dilakukan Badru?

Revan mengernyit saat Badru akhirnya mengajaknya bertemu di sebuah warung kopi kecil di dekat kampus. Badru terlihat santai, seperti tidak ada yang perlu dirisaukan, sementara Revan masih menyimpan rasa penasaran yang membuncah.

"Gue nggak nyangka lu kayak gitu, Dru," ucap Revan langsung, tanpa basa-basi.

Badru menyeringai kecil sambil menyeruput kopi.

"Kayak apa? Jalan sama tante-tante?"

Revan menatapnya tajam. "Lu serius? Lu jalan sama tante-tante?"

Badru meletakkan gelasnya dengan pelan, kemudian menyandarkan tubuh ke kursi.

"Ya, gue sekarang punya pekerjaan baru, Van. Bukan kerjaan kantoran atau kasar kayak dulu. Ini lebih... seru," ucapanya penuh semangat.

"Seru?" Revan mengangkat alis, tidak percaya. "Lu serius bilang jalan sama tante-tante itu seru? Yang benar aja lu, mending tante-tantenya masih muda dan cantik. Lah ini, udah tua dan keriput. Lu gak ngerasa kayak jalan sama ibu lu?"

Badru terkekeh.

"Gini, Van. Gue tuh bukan cuma 'jalan'. Gue bisa dibilang, semacam 'simpanannya' mereka. Mereka bayar gue untuk jadi partner mereka. Kalau bosan, ya gue pindah ke yang lain. Gampang." Badru mengangkat bahunya.

"Gila lu, Dru. Itu bukan pekerjaan. Lu nggak malu?" Mata Revan membulat.

"Malu? Buat apa malu kalau hasilnya gede? Lihat gue sekarang, Van. Gue bisa makan enak, pakai baju mahal, tinggal di tempat bagus. Semua itu karena 'pekerjaan' gue itu."

Revan terdiam, masih mencoba mencerna ucapan Badru. "Tapi lu kan dulu kerja bener. Kenapa tiba-tiba mutusin buat jadi simpanan tante-tante?"

"Kerja bener? Yang gaji kecil, capek, nggak ada waktu buat senang-senang? Ah, nggak lagi deh," jawab Badru santai.

"Ini jauh lebih bebas. Gue tinggal menjaga penampilan, ngikutin maunya mereka, terus gue dapet uang. Selesai kontrak, pindah lagi. Easy money." Badru tersenyum bangga.

Revan menggelengkan kepala, masih tidak percaya.

"Lu kayak nggak ada harga diri, cuy."

"Harga diri nggak bisa bayar kosan, Van. Gue tahu lu nggak setuju, tapi coba pikir. Lu tuh lebih cakep dari gue. Kalau gue bisa dapet banyak dari kerjaan ini, apalagi lu? Gue yakin lu bakal lebih laku."

"Gue?" Revan menunjuk dirinya sendiri, terkejut. Lu ngajak gue buat ikut-ikutan kerja kayak gitu? Gila lu, Dru!"

"Kenapa nggak? Lihat diri lu, Van. Lu masih muda, tinggi, badan bagus. Tante-tante itu bakal rebutan bayar mahal buat dapetin lu. Buat bisa tidur sama lo." Badru menyeringai tipis.

Revan menghela napas berat, merasa risih sekaligus tergoda. "Gue nggak tahu, Dru. Kayaknya nggak deh."

Revan teringat dengan kesepakatannya dengan Elma.

Kayaknya mendingan jadi selingkuhan Elma daripada

jadi simpanan emak-emak kayak Badru.

"Pikirin aja dulu," ujar Badru, menepuk bahu Revan.

"Lu kan tahu, uang di dunia ini nggak pernah gratis, apalagi kalau cuma ngandelin kerja keras. Tapi kalau lu punya sesuatu yang bisa dijual... kenapa nggak manfaatin?" Badru menepuk pelan punggung Revan agar memikirkan lagi tawarannya.

"Eh, gimana kerjaan yang gue tawarin kemarin. Lo jadi ngelamar jadi sopir?" tanya Badru kemudian.

"Jadi dan gue udah katerima kerja di sana." Revan mengangguk sambil memainkan sendok kecil di gelas tehnya.

"Wah bagus dong. Gaji lu pasti besar."

"Gajinya sih standar tapi majikan guenya yang di luar nurul." Revan membuat Badru mengernyitkan dahi.

"Kenapa? Majikan lu galak?"

"Bukan, majikan gue juga tante-tante." Revan terkekeh pelan.

Badru terbahak. "Sopir pribadi tante-tante? Lu udah mulai ikut jejak gue, Van? Tapi gue yakin Tante lu nggak ada apa-apanya dibanding klien gue."

Revan tersenyum tipis, memandang Badru penuh rasa percaya diri.

"Tante gue beda, Dru. Kalau lu liat Tante ini, lu pasti langsung nyerah. Dia tuh... spec bidadari."

Badru mengernyit, tak percaya. "Spec bidadari?

Yaelah, Van, lu nge-boost dia banget sih. Tante-tante tetap aja tante-tante."

Revan menyandarkan tubuhnya, lalu mengeluarkan ponselnya dari saku.

"Lu nggak percaya, kan? Nih, gue punya fotonya."

Mendengar itu, Badru langsung membetulkan posisi duduknya, penasaran.

"Foto? Lu beneran nyimpen foto tante lu? Wah, gue makin penasaran. Coba liat!"

Revan membuka galeri ponselnya dan menunjukkan sebuah foto candid Elma yang ia ambil diam-diam saat wanita itu sedang berdiri di depan jendela, mengenakan blazer hitam elegan. Wajah Elma tampak serius, tapi kecantikannya benar-benar memukau.

Badru melotot, nyaris menjatuhkan kopinya. "Anjrit! Ini tante lu?!"

Revan tertawa kecil melihat ekspresi temannya.

"Gimana? Gue nggak bohong, kan? Spec bidadari, kan?"

Badru masih terpaku menatap layar ponsel milik Revan.

"Gila... ini mah nggak kayak tante-tante. Ini model kelas atas! Gimana bisa lu jadi sopir dia? Lu nggak ngerasa minder apa jalan sama dia tiap hari?"

Revan mengangkat bahu. "Awalnya iya, tapi

lama-lama biasa aja. Yang penting kerjaan gue beres, dia juga nggak banyak komplain."

"Tahu tantenya secakep ini mendingan kemarin gue yang ngelamar jadi sopir." Raut penyesalan tergambar di wajah Badru.

"Sabar Bro, meski cantik tapi dia galak Bro." Revan menjelaskan.

Badru menggeleng-gelengkan kepala, masih tak percaya.

"Kalau gue jadi lu, sih, gue nggak bakal kuat. Bawa mobil sambil liatin dia tiap hari? Bisa-bisa gue lupa nyetir !"

"Makanya gue bilang, Tante ini beda, Dru." Revan tertawa lagi, kali ini lebih keras.

"Dan dia juga royal sama duit asal gue mau ngikutin apa maunya dia." Revan semakin terlihat bahagia.

Badru menatap Revan tajam, semakin penasaran. Maksud lu? Jangan bilang lu... ada apa-apa sama Tante ini?"

Revan hanya menyeringai tanpa menjawab, meninggalkan Badru yang semakin dibuat penasaran.

Revan duduk di kursi kemudi, mengamati mobil-mobil yang terparkir di area parkir kantor tempat Elma bekerja. Sambil mengetuk-ngetukkan jari di setir Revan menikmati aluna. musik dari audio mobil milik Elma.

Udara siang itu panas sekali. Dia baru saja selesai kuliah dan langsung menuju kantor Elma untuk bersiap mengantar wanita itu nanti sore.

Tiba-tiba, sebuah mobil mewah berhenti di dengan jarak yang cukup dekat dengan mobil Revan. Pemuda itu mengangkat alis, matanya otomatis tertuju pada mobil itu. Pintu mobil terbuka, dan seorang pria turun. Mata Revan menyipit, berusaha mengenali wajah itu.

"Bukannya itu suaminya Tante Elma?" gumamnya pelan. Dia yakin. Wajah pria itu masih terekam jelas di ingatannya sejak pertengkaran Elma dan Aditya yang sempat didengarnya beberapa waktu lalu.

Itu memang Aditya yang sengaja datang ke kantor Elma untuk membicarakan sesuatu dengannya. Tapi, sesuatu yang lain segera menarik perhatiannya.

Seorang wanita muda dengan gaun merah elegan turun dari sisi lain mobil. Wanita itu cantik, sangat cantik, dengan rambut tergerai rapi dan sikap yang penuh percaya diri. Wanita itu memegang lengan Aditya, tertawa kecil, dan bersandar manja di bahunya.

Revan menegang di tempatnya. Apa-apaan ini?

Suaminya Tante Elma selingkuh? Dia terus memperhatikan, semakin tidak percaya ketika Aditya menunduk dan mengecup bibir wanita itu dengan santai, seolah tak peduli jika ada yang melihatnya.

"Gila...," desis Revan, matanya tak lepas dari pasangan itu.

Wanita itu tersenyum manis, menyelipkan lengannya di lengan Aditya, lalu mereka berjalan masuk ke gedung tanpa menoleh ke arah lain.

Revan meremas setir dengan kesal. "Jadi begini kelakuan suami Tante Elma di belakangnya," gumamnya.

Dia tidak tahu harus merasa apa, marah, kesal, atau kasihan pada Elma yang jelas-jelas tidak pantas diperlakukan seperti ini.

Dia mencoba menenangkan dirinya. Ini bukan urusannya. Tapi bayangan ciuman Aditya dan wanita itu terus menghantui pikirannya.

"Gue harus ngapain sekarang?" bisik Revan, merasa terjebak dalam dilema yang pelik.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Godaan sang tante   bab 70

    sambungan... Namun, belum sempat ia beranjak untuk mengambil air, ia melihat wajah Elma yang memerah. la menyentuh dahi istrinya yang terasa makin panas. Elma hanya mengerang pelan, matanya setengah tertutup. Revan segera mengambil ponselnya dan menghubungi Karina. "Karina, tolong datang ke apartemen sekarang. Elma sakit, dan aku nggak tahu harus gimana," pintanya dengan nada cemas. "Aku akan segera ke sana," jawab Karina tanpa ragu. Tidak butuh waktu lama, Karina tiba dengan tas medisnya. la langsung menghampiri Elma yang masih terbaring lemas di tempat tidur. Karina memeriksa suhu tubuh Elma dengan termometer dan memeriksa tekanan darahnya. "Revan, jangan terlalu panik," kata Karina sambil tersenyum kecil. "Ini hal yang biasa terjadi pada ibu hamil, terutama kalau emosinya sedang tidak stabil. Lonjakan emosi bisa mempengaruhi fisik mereka." "Jadi, dia baik-baik saja, kan? Ini bukan sesuatu yang serius?" tanya Revan penuh kekhawatiran. Karina mengangguk. "Dia akan bai

  • Godaan sang tante   Bab 69

    Sambungan... Dia balas menangkup kedua pipi Elma dan tanpa aba-aba pria itu langsung meraup bibir ranum Elma. Badru yang melihat adegan berbahaya itu hanya bisa menahan napas dan memalingkan wajahnya ke arah lain. "Sialan si Revan, sempat-sempatnya dia nyosor dalam keadaan seperti ini," gerutu Badru dalam hati. Elma sedikit membelalak, namun ia merasakan kelembutan bibir Revan dan ketulusan pria itu hingga ia hanya bisa membiarkan Revan melakukan apa yang dia mau. Elma bahkan membalas pagutan itu dengan tak kalah panas. "Sayang... jangan..." Elma memekik saat tangan nakal Revan mulai merambah mere mas kedua melonnya yang membusung. "Kenapa?" Kedua mata Revan berubah sayu. la masih belum sadar kalau sekarang dia masih berada di kost-an Badru. "Lo mau sewa Kost-an gue?" tanya Badru sengit. Revan sontak menoleh ke arah Badru dan baru sadar kalau sekarang dia bukan berada di apartemen. "Dru, sorry gue..." Revan memijit pelipisnya yang kembali berdenyut. Badru mendeka

  • Godaan sang tante   Bab 68

    Sambungan.... "Revan?" Tanpa sadar Elma keluar dari kamarnya dengan maksud mencari keberadaan Revan. Biasanya jam segini Revan baru pulang bekerja. Tapi apartemen masih dalam sunyi saat itu. Ingatan Elma kembali. Dia baru sadar kalau Revan baru saja mengkhianatinya dengan selingkuh dengan Arumi. Elma duduk di atas ranjang dengan tubuh lemas, mencoba mengumpulkan kekuatannya untuk bergerak. Namun, pikirannya kembali pada Revan, pria yang selama ini ia cintai dan percayai, tapi kini terasa bagai pisau tajam yang melukai hatinya. Elma menghela napas panjang. Matanya menatap kosong ke arah jendela. "Kenapa kamu tega mengkhianatiku, Revan?" bisiknya dengan suara lirih. Setiap kenangan manis bersama Revan berkelebat di kepalanya, tapi rasa sakit akibat pengkhianatan pria itu terus mendominasi. Elma kembali menangis terisak. Namun beberapa saat kemudian wanita itu mengangkat wajah seperti baru mengingat sesuatu yang penting. "Bukankah aku pernah memasang cctv di mobil itu tanpa sepen

  • Godaan sang tante   Bab 67

    Revan melangkah cepat menuju apartemen. Wajahnya tegang, pikirannya dipenuhi pertanyaan bagaimana menjelaskan kejadian sebenarnya. Dia tahu Elma mudah terpancing emosi, dan situasi ini membuatnya harus berhati-hati dalam memilih kata.Pintu apartemen terbuka, Revan langsung berhadapan dengan Elma yang berdiri dengan tatapan tajam. Kedua mata wanita itu menyiratkan kemarahan yang besar."Sayang.. aku bisa menjelaskannya, tenanglah dulu." Revan berusaha mendekat tapi Elma mendorong tubuhnya."Jangan menyetuhku Revan! Kamu menjijikkan!" Elma menatap tajam pada Revan."Sayang... dengarkan dulu penjelasanku." Revan menatap nanar pada Elma yang semakin marah."Apalagi yang harus aku dengarkan? Apa aku harus dengarkan penjelasan detailmu selama bercinta dengan Arumi." Mata Elma mulai berkabut."Aku tidak bercinta dengan Arumi Sayang. Arumi bohong. Arumi hanya ingin membuat kita salah paham seperti ini. Aku mohon percayalah padaku." Revan memohon.Namun, Elma tidak terpengaruh. Dia mengangkat

  • Godaan sang tante   Bab 66

    lanjutan..."Kenapa sih harus seperti itu terus? Sudah cukuplah Arumi." Rio menghembuskan napas kasar ke udara."Tidak akan pernah cukup Rio, dari semenjak kuliah aku dan Elma memang sudah sering kali bersaing dalam segala hal. Dan malangnya aku selalu kalah. Aku selalu jadi nomor dua setelah dia dan sekarang, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi." Kedua rahang Arumi mengeras dengan sorot mata dipenuhi kebencian.Arumi melirik jam yang melingkar di tangannya. Sebentar Revan lagi Revan pasti akan datang. Dan pria itu tidak boleh melihat Rio di sini."Rio, kamu harus segera pergi dari sini. Aku tidak ingin Revan melihat kamu.""... oke aku pergi." Dengan wajah masam, Rio pun akhirnya pergi dari cafe tersebut."Uangnya akan aku transfer setelah kamu mendapatkan orang yang akan menjalankan rencana kita, Sayang," ucap Arumi sebelum Rio benar-benar pergi.Rio hanya mengangguk dan dengan cepat pergi dari tempat itu.

  • Godaan sang tante   Bab 65

    Rio terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Arumi yang begitu mengejutkan. "Menyingkirkan Elma?" tanyanya, memastikan bahwa dia tidak salah dengar. Wajahnya menyiratkan kebingungan sekaligus keterkejutan.Arumi, yang duduk dengan punggung tegak, memandang Rio dengan sorot mata penuh tekad."Iya, Rio. Aku ingin dia pergi dari dunia ini. Aku tidak tahan lagi melihatnya bahagia sementara aku selalu terpuruk," ujarnya dengan nada dingin, seolah-olah rencana itu sudah lama terpatri di pikirannya.Rio menggeleng pelan, mencoba meredam gejolak dalam pikirannya. "Arumi, apa kamu benar-benar serius? Ini bukan masalah yang bisa kamu anggap sepele. Bukankah Elma itu orang yang udah nolongin kamu?" tanya Rio dengan mimik serius."Tapi aku juga udah nolongin dia, aku kasih bukti perselingkuhanku dengan Aditya, jadi aku anggap kami impas." Arumi menjawab dengan enteng,Rio menggeleng pelan, meski dia bukan lelaki baik, namun untuk menyingkirkan ses

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status