Home / Urban / Godaan sang tante / Bab 5 Terlanjur Bangun

Share

Bab 5 Terlanjur Bangun

Author: TnaBook's
last update Last Updated: 2025-02-14 03:31:48

Revan menghela napas panjang saat memarkir mobil di halaman vila mewah itu. Udara Puncak yang sejuk menusuk kulit, membawa aroma pinus dan dedaunan basah. Vila itu berdiri megah, dengan desain modern minimalis dan jendela besar yang mencerminkan cahaya sore.

Hari itu hari Sabtu dan Elma menelponnya pagi-pagi, memintanya untuk mengantarnya ke Puncak.

Ia melirik Elma yang masih diam di kursi penumpang, tatapannya kosong ke arah luar. Wanita itu tampak seperti patung porselen, cantik, tetapi dingin dan tak tersentuh.

"Revan, bawa kopernya ke dalam," perintah Elma tiba-tiba tanpa menoleh. Suaranya terdengar datar, tanpa emosi.

"Baik, Bu," jawab Revan singkat, segera keluar dari mobil dan membuka bagasi.

Satu buah koper berukuran sedang terisi barang-barang Elma. Dan wanita cantik itu kini keluar dari dalam mobilnya. Berjalan dengan begitu anggun.

Jeans biru press body memperlihatkan bokong sin tal Elma yang bulat berisi. Revan menelan ludah melihatnya.

Ia berusaha mengusir bayangan-bayangan liar dari benaknya, tapi itu sangat sulit.

Dia lelaki normal dan sudah punya pengalaman bercinta dengan beberapa orang wanita. Meski bukan seorang playboy tapi Revan dikelilingi banyak wanita yang akan dengan sukarela meyerahkan dirinya.

"Selamat datang, Nyonya Elma," sapa Mang Darman, penjaga vila, dengan senyum ramah di depan pintu.

"Siang, Mang Darman," jawab Elma singkat sambil melepas kacamata hitamnya, memperlihatkan mata cokelat yang tampak lelah.

"Siapkan kamar tamu untuk sopir saya."

perintahnya.

Revan hanya diam. Ia mengikuti di belakang Elma, masuk ke vila yang terasa terlalu besar untuk hanya dihuni oleh mereka bertiga.

Elma berjalan menuju ruang tamu dan langsung duduk di sofa besar sambil melepaskan sepatu hak tingginya. Tanpa bicara, ia membuka sebotol anggur dari meja di dekatnya, menuang segelas penuh, lalu menyesapnya perlahan.

Revan tertegun menatap wanita cantik yang menyimpan sejuta luka dari sorot matanya itu.

"Duduklah Revan." Elma memberi isyarat agar Revan duduk di sofa di dekatnya.

Revan pun duduk dengan canggung dan hanya tertunduk tak berani menatap wajah Elma.

"Kamu tahu kenapa aku mengajakmu ke sini?" tanya Elma kemudian.

Revan menggeleng.

"Ini adalah bagian dari tugasmu menjadi selingkuhanku," ungkap Elma dengan santai.

Revan terdiam, terkejut mendengar kalimat itu.

"Tugas? Tugas apa, Bu?" tanyanya dengan ragu.

"Kita akan lihat nanti malam. Buktikan saja kalau kamu mampu." Elma tersenyum tipis lalu pergi dari hadapan Revan yang masih terpaku.

Otak Revan masih nge-lag. Ia berusaha untuk mencerna maksud kata-kata Elma barusan.

"Buktikan nanti malam? Apa dia akan mengetes keperkasaan si Otong?" gumam Revan melirik ke arah senjata pusaka miliknya yang langsung tegang saat mendengar kata-kata Elma barusan.

Kalau memang begitu, ia akan dengan senang hati melakukannya. Siapa yang akan menolak ajakan dari Tante cantik seperti Elma.

Revan pun menyeringai puas membayangkan adegan mesra yang akan dia lakukan nanti malam bersama Elma.

Pukul tujuh malam selepas makan malam.

Revan mengikuti langkah Elma dengan sedikit ragu. Perempuan itu mengajak Revan pergi ke rooftop.

"Apa mungkin dia ingin melakukannya di rooftop? Ah, mungkin dia punya fantasi liar yang menyukai alam bebas." Batin Revan mulai membayangkan kalau ia akan menik mati tubuh mo lek Elma di atas sana. Sebuah tantangan yang membuatnya penasaran.

Tidak masalah dimanapun tempatnya yang penting ia bisa menghabiskan waktunya bersama Elma.

Namun Revan tertegun saat mereka tiba di rooftop, pemandangan yang disajikan membuatnya takjub. Meja kecil dengan lampu-lampu temaram menyala lembut, menciptakan suasana yang begitu romantis. Angin malam yang sejuk menyapu lembut, menambah kesan hangat di tempat itu.

"Kapan Anda menyiapkan semua ini Bu?" Revan menatap dekorasi itu dengan heran.

Elma tersenyum tipis, lalu duduk di salah satu kursi,

tangannya dengan santai menunjuk kursi di seberangnya.

Menyuruh agar Revan duduk di sana.

"Aku punya banyak waktu untuk mempersiapkannya, Revan. Duduklah."

Revan menuruti perintah itu, meski matanya tak bisa lepas dari penampilan Elma. Gaun hitam simpel yang dikenakan wanita itu tampak membingkai tubuhnya dengan sempurna, memberikan kesan seksi tanpa usaha berlebih. Bahkan tanpa riasan tebal, aura memikat Elma tetap memancar kuat.

Di atas meja, sebotol wine merah sudah terbuka, dengan dua gelas anggur yang siap diisi. Elma

menuangkan wine ke dalam gelasnya, lalu ke gelas Revan.

"Kamu minum, kan?" tanyanya sambil menyodorkan gelas itu padanya.

"Jarang sekali. Tapi... mungkin untuk malam ini,

saya akan mencobanya," jawab Revan sambil mengambil gelas itu dengan hati-hati.

Elma memandang Revan dengan tatapan dingin,

seperti biasa, namun malam itu ada sesuatu yang berbeda.

Ada kesan lembut yang hampir tak terlihat di balik sikap dinginnya.

"Anggap ini sebagai perayaan, Revan. Aku ingin menikmati malam ini."

Revan mengangguk perlahan, menyeruput sedikit anggur dari gelasnya.

"Apakah ada hal baik yang sedang Ibu rayakan?"

tanya Revan masih dalam batas kesopanannya.

Elma mendesah, memutar gelas anggur di tangannya sambil menatap langit malam.

"Tidak selalu hal baik yang harus kita rayakan.

Kadang kegagalan juga perlu kita rayakan bukan?" Elma tersenyum getir.

Kata-kata itu membuat Revan terdiam. Ia menatap wajah cantik yang terlihat sendu itu. Ia tahu rasa sakit pasti tengah dirasakan oleh wanita itu. Namun Revan memutuskan untuk pura-pura tidak tahu saja.

"Orang bilang kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Dari kegagalan ada banyak hal yang bisa kita pelajari. Nikmati saja prosesnya dan jangan biarkan hal itu membuat hidup kita terpuruk. Bangkit dan buktikan kalau kita mampu bersinar terang." Revan

memberanikan diri menyampaikan prinsip yang selama ini ia anut.

Elma tersenyum mendengarnya. Kembali ia sesap wine di tangannya.

"Pintar berkata-kata juga kamu," sindirnya yang membuat Revan tersipu.

Elma meraih ponselnya dan memutar satu buah lagu klasik yang cukup enak untuk dipakai berdansa.

"Temani aku dansa Revan." Elma bangun dari duduknya dan mengulurkan tangannya pada Revan yang cukup kagum dengan tindakan Elma.

Tanpa pikir panjang lelaki tampan itu berdiri dan menggenggam tangan Elma lalu mengajaknya berdansa.

"Tapi Bu, saya tidak pandai berdansa."

Elma hanya mengangkat alis, sedikit tersenyum.

Aku juga tidak meminta tarian yang sempurna. Ikuti saja langkahku, Revan."

Jari-jari wanita itu terasa lembut namun tegas, membimbing Revan ke tengah area rooftop. Musik lembut dari ponsel Elma mulai terdengar, menambah suasana romantis yang semakin membuat Revan gugup.

Elma melingkarkan tangannya ke bahu Revan, sementara Revan dengan ragu-ragu meletakkan tangannya di pinggang Elma.

Tubuh wanita itu terasa hangat, aroma parfumnya yang lembut menyeruak, membuat jantung Revan berdetak lebih cepat. Dia mencoba menjaga fokus, tetapi sulit baginya untuk tidak mengabaikan pesona Elma yang begitu kuat.

"Kamu terlihat tegang, Revan," komentar Elma sambil tersenyum kecil. "Santai saja."

Revan mengangguk, mencoba mengendalikan

dirinya.

"Maaf, Bu. Saya hanya belum terbiasa dengan situasi seperti ini." Revan nyengir, kenapa ia tiba-tiba tegang begini. Padahal selama ini para gadis yang mendekatinya yang selalu ia buat tegang.

Apalagi si Otong di bawah sana seperti tidak bisa di

ajak kompromi membuat celananya terasa semakin sesak.

Mereka berdansa dalam diam beberapa saat, sampai Elma memecah keheningan.

"Revan apa pacarmu tidak akan marah kalau melihat kamu jalan sama aku nantinya?"

Pertanyaan itu membuat Revan sedikit terkejut.

"Emm, saya tidak tahu Bu. Saya belum membicarakan hal ini dengannya," jawab Revan jujur.

"Nggak apa-apa aku hanya ingin tahu. Aku harap kamu bisa memberi pengertian pada pacarmu tentang pekerjaan dan kesepakatan kita. Aku tidak ingin dilabrak kekasihmu kalau dia lihat kamu jalan sama aku." Pesan Elma.

"Baik Bu," jawab Revan dengan suara pelan. Dia merasa sedikit bersalah karena berada di situasi seperti ini, sementara Dinda tidak tahu apa-apa.

Elma tersenyum tipis, menatap mata Revan dengan sorot yang sulit ditebak.

"Bagus. Aku tidak peduli kamu punya pacar atau tidak. Selama kamu bisa memberi pengertian kepada pacarmu tentang hubungan kita, aku tidak akan mempermasalahkannya."

Revan menelan ludah, bingung harus merespons bagaimana. "Maksudnya hubungan kita sebagai apa, Bu?"

Elma tertawa pelan, nada suaranya dingin namun menawan.

"Sebagai selingkuhanku. Kamu sudah tahu itu, kan?"

Revan tidak bisa berkata apa-apa. Di satu sisi, dia merasa terjebak, tapi di sisi lain, pesona Elma begitu kuat hingga sulit baginya untuk menolak.

Revan hanya mengangguk. Daya tarik Elma memang susah ditolak apalagi dengan gaun yang dia pakai sekarang semakin menunjukkan kalau Elma mempunyai nilai di atas rata-rata.

Revan menarik pinggang ramping Elma secara perlahan. Namun Elma tidak menolaknya. Kedua mata Revan tertuju pada bibir sen sual milik wanita cantik itu.

Menggemaskan. Ia ingin sekali me lu mat dan mencicipi rasanya. Namun tidak mungkin dia melakukannya tanpa izin dari yang punya. Bisa digo rok dia nanti.

"Kalau boleh saya tahu, kenapa Ibu berselingkuh?"

tanya Revan pura-pura tidak tahu.

"Jangan banyak tanya sesuatu yang bukan urusan kamu," bentak Elma dengan nada tegas.

Revan langsung mengatupkan bibirnya. Tak berani lagi untuk bertanya.

Namun beberapa saat kemudian, Elma tersenyum

lagi. Tangannya kini justru berkalung pada leher Revan.

"Sorry kalau aku membuat kamu kaget." Elma sedikit melunak. Wajar jika Revan menanyakan hal itu.

"Maaf Bu kalau saya lancang." Revan tertunduk tapi pandangannya justru bertumpu pada melon segar milik Elma yang begitu menantang. Ukurannya cukup besar dan pastinya terlihat masih kencang dan padat.

Jantung Revan berdebar, lama-lama bisa gila dia kalau terus menerus berada di situasi ini.

"Kamu kenapa Revan?" tanya Elma mengerutkan alisnya melihat tingkah aneh Revan yang memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Nggak apa-apa Bu." Bohong Revan.

Elma tertegun sejenak dan menyadari kalau barusan Revan memperhatikan dadanya dan membuat pipi Bu wanita itu merona merah.

"Sudah malam, aku mau tidur." Elma mendadak melepaskan pelukannya dan berjalan mengambil ponselnya.

"Bu...!" Revan terbengong.

Yakin nih sampai di sini saja?

Pria itu melihat Elma turun dan kembali masuk ke dalam rumah.

Dengan langkah gontai, Revan pun kembali masuk ke dalam rumah mengikuti Elma yang menghilang di balik pintu kamarnya.

"Anjrit mana udah terlanjur on lagi." Revan mengarahkan pandangannya ke arah bawah. Celananya terasa sesak dan mau tidak mau dia harus pergi ke kamar mandi untuk menuntaskan has ratnya.

Revan berjalan melewati kamar Elma menuju kamar tamu yang sekarang menjadi kamarnya.

Namun saat melewati kamar Elma dia mendengar sebuah suara yang mencurigakan.

"Aaaahhh... Ssshh...!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Godaan sang tante   bab 70

    sambungan... Namun, belum sempat ia beranjak untuk mengambil air, ia melihat wajah Elma yang memerah. la menyentuh dahi istrinya yang terasa makin panas. Elma hanya mengerang pelan, matanya setengah tertutup. Revan segera mengambil ponselnya dan menghubungi Karina. "Karina, tolong datang ke apartemen sekarang. Elma sakit, dan aku nggak tahu harus gimana," pintanya dengan nada cemas. "Aku akan segera ke sana," jawab Karina tanpa ragu. Tidak butuh waktu lama, Karina tiba dengan tas medisnya. la langsung menghampiri Elma yang masih terbaring lemas di tempat tidur. Karina memeriksa suhu tubuh Elma dengan termometer dan memeriksa tekanan darahnya. "Revan, jangan terlalu panik," kata Karina sambil tersenyum kecil. "Ini hal yang biasa terjadi pada ibu hamil, terutama kalau emosinya sedang tidak stabil. Lonjakan emosi bisa mempengaruhi fisik mereka." "Jadi, dia baik-baik saja, kan? Ini bukan sesuatu yang serius?" tanya Revan penuh kekhawatiran. Karina mengangguk. "Dia akan bai

  • Godaan sang tante   Bab 69

    Sambungan... Dia balas menangkup kedua pipi Elma dan tanpa aba-aba pria itu langsung meraup bibir ranum Elma. Badru yang melihat adegan berbahaya itu hanya bisa menahan napas dan memalingkan wajahnya ke arah lain. "Sialan si Revan, sempat-sempatnya dia nyosor dalam keadaan seperti ini," gerutu Badru dalam hati. Elma sedikit membelalak, namun ia merasakan kelembutan bibir Revan dan ketulusan pria itu hingga ia hanya bisa membiarkan Revan melakukan apa yang dia mau. Elma bahkan membalas pagutan itu dengan tak kalah panas. "Sayang... jangan..." Elma memekik saat tangan nakal Revan mulai merambah mere mas kedua melonnya yang membusung. "Kenapa?" Kedua mata Revan berubah sayu. la masih belum sadar kalau sekarang dia masih berada di kost-an Badru. "Lo mau sewa Kost-an gue?" tanya Badru sengit. Revan sontak menoleh ke arah Badru dan baru sadar kalau sekarang dia bukan berada di apartemen. "Dru, sorry gue..." Revan memijit pelipisnya yang kembali berdenyut. Badru mendeka

  • Godaan sang tante   Bab 68

    Sambungan.... "Revan?" Tanpa sadar Elma keluar dari kamarnya dengan maksud mencari keberadaan Revan. Biasanya jam segini Revan baru pulang bekerja. Tapi apartemen masih dalam sunyi saat itu. Ingatan Elma kembali. Dia baru sadar kalau Revan baru saja mengkhianatinya dengan selingkuh dengan Arumi. Elma duduk di atas ranjang dengan tubuh lemas, mencoba mengumpulkan kekuatannya untuk bergerak. Namun, pikirannya kembali pada Revan, pria yang selama ini ia cintai dan percayai, tapi kini terasa bagai pisau tajam yang melukai hatinya. Elma menghela napas panjang. Matanya menatap kosong ke arah jendela. "Kenapa kamu tega mengkhianatiku, Revan?" bisiknya dengan suara lirih. Setiap kenangan manis bersama Revan berkelebat di kepalanya, tapi rasa sakit akibat pengkhianatan pria itu terus mendominasi. Elma kembali menangis terisak. Namun beberapa saat kemudian wanita itu mengangkat wajah seperti baru mengingat sesuatu yang penting. "Bukankah aku pernah memasang cctv di mobil itu tanpa sepen

  • Godaan sang tante   Bab 67

    Revan melangkah cepat menuju apartemen. Wajahnya tegang, pikirannya dipenuhi pertanyaan bagaimana menjelaskan kejadian sebenarnya. Dia tahu Elma mudah terpancing emosi, dan situasi ini membuatnya harus berhati-hati dalam memilih kata.Pintu apartemen terbuka, Revan langsung berhadapan dengan Elma yang berdiri dengan tatapan tajam. Kedua mata wanita itu menyiratkan kemarahan yang besar."Sayang.. aku bisa menjelaskannya, tenanglah dulu." Revan berusaha mendekat tapi Elma mendorong tubuhnya."Jangan menyetuhku Revan! Kamu menjijikkan!" Elma menatap tajam pada Revan."Sayang... dengarkan dulu penjelasanku." Revan menatap nanar pada Elma yang semakin marah."Apalagi yang harus aku dengarkan? Apa aku harus dengarkan penjelasan detailmu selama bercinta dengan Arumi." Mata Elma mulai berkabut."Aku tidak bercinta dengan Arumi Sayang. Arumi bohong. Arumi hanya ingin membuat kita salah paham seperti ini. Aku mohon percayalah padaku." Revan memohon.Namun, Elma tidak terpengaruh. Dia mengangkat

  • Godaan sang tante   Bab 66

    lanjutan..."Kenapa sih harus seperti itu terus? Sudah cukuplah Arumi." Rio menghembuskan napas kasar ke udara."Tidak akan pernah cukup Rio, dari semenjak kuliah aku dan Elma memang sudah sering kali bersaing dalam segala hal. Dan malangnya aku selalu kalah. Aku selalu jadi nomor dua setelah dia dan sekarang, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi." Kedua rahang Arumi mengeras dengan sorot mata dipenuhi kebencian.Arumi melirik jam yang melingkar di tangannya. Sebentar Revan lagi Revan pasti akan datang. Dan pria itu tidak boleh melihat Rio di sini."Rio, kamu harus segera pergi dari sini. Aku tidak ingin Revan melihat kamu.""... oke aku pergi." Dengan wajah masam, Rio pun akhirnya pergi dari cafe tersebut."Uangnya akan aku transfer setelah kamu mendapatkan orang yang akan menjalankan rencana kita, Sayang," ucap Arumi sebelum Rio benar-benar pergi.Rio hanya mengangguk dan dengan cepat pergi dari tempat itu.

  • Godaan sang tante   Bab 65

    Rio terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Arumi yang begitu mengejutkan. "Menyingkirkan Elma?" tanyanya, memastikan bahwa dia tidak salah dengar. Wajahnya menyiratkan kebingungan sekaligus keterkejutan.Arumi, yang duduk dengan punggung tegak, memandang Rio dengan sorot mata penuh tekad."Iya, Rio. Aku ingin dia pergi dari dunia ini. Aku tidak tahan lagi melihatnya bahagia sementara aku selalu terpuruk," ujarnya dengan nada dingin, seolah-olah rencana itu sudah lama terpatri di pikirannya.Rio menggeleng pelan, mencoba meredam gejolak dalam pikirannya. "Arumi, apa kamu benar-benar serius? Ini bukan masalah yang bisa kamu anggap sepele. Bukankah Elma itu orang yang udah nolongin kamu?" tanya Rio dengan mimik serius."Tapi aku juga udah nolongin dia, aku kasih bukti perselingkuhanku dengan Aditya, jadi aku anggap kami impas." Arumi menjawab dengan enteng,Rio menggeleng pelan, meski dia bukan lelaki baik, namun untuk menyingkirkan ses

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status