Malam Minggu, adalah malam yang sangat keren bagi Dira. Karena ia bisa bertemu dan kencan dengan Leo, yang saat ini berstatus sebagai kekasihnya.
Ya, keduanya bisa dikatakan bertemu setiap hari di kampus, tapi, sikap Leo padanya akan berbeda 400 derajat jika berada di kampus. Luar binasa, bukan. Yang jelas, kalau hanya berdua dengan Dira, sikap manis Leo akan muncul. Tapi, kalau sudah ada orang ketiga, setan didalam dirinyalah yang mendominasi.
"Sekarang kita kemana lagi?" tanya Leo saat keluar dari cafe setelah makan malam berdua dengan Dira."Shooping," jawab gadis itu langsung bersemangat.Leo seketika langsung menghentikan langkah kakinya saat mendengar kalimat itu."Kenapa?" tanya Dira yang ikut terhenti. "Nggak mau nemenin aku?""Ada yang lain, nggak? Shooping itu membuang-buang waktu, membuang-buang uang ... mending kita ke toko buku aja. Baca buku, bisa nambah ilmu," jelasnya panjang memberi solusi.Dira mendengus mendengar pernyataan Leo. Haruskah hidupnya juga ikut bergelut dengan buku seperti cowoknya ini? Cukup di jam kuliah saja ia harus fokus ke buku, di jam bebas jangan lagi."Leo, bisakah kamu nggak mengurusi buku di luar jam kuliah," rengek Dira. Jujur saja, Leo sedikit tersentak saat Dira menyebut namanya. Pasalnya, biasanya gadis itu pasti akan memanggilnya dengan embel-embel, Bapak, Pak, atau apalah itu. "Saat ini, di waktu ini ... status kamu itu adalah pacar aku. Jadi, jangan bersikap seperti seorang dosen. Ntar, di kampus nggak apalah bersikap kayak gitu. Oke.""Tapi, Ra ..."Dira langsung saja menarik tangan Leo untuk pergi dari sana. Baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba saja seseorang menabraknya. Gilanya lagi, segelas minuman yang ada di tangan orang tersebut malah mengguyur kepalanya. Spontan dong, ia berteriak histeris."Maaf, Mbak. Saya nggak sengaja," ucap orang tersebut meminta maaf. "Tapi, Mbak juga, sih, yang salah ... jalan nggak lihat-lihat,'' tambahnya lagi dan berlalu pergi begitu saja.
Ingin rasanya Dira berkata kasar saat itu juga. Awalnya dia minta maaf, tapi ujung-ujungnya malah nyalahin dirinya juga. Andai saja Leo tak ada di sampingnya, mungkin ia akan hajar tu orang habis-habisan. Sampai bayangannyapun nggak bakal balik ke badannya."Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Leo memastikan."Nggak apa-apa gimana, kamu nggak liat aku udah basah kuyup gini?" Dira langsung mengoceh layaknya petasan yang meletep letup."Lihat," jawab Leo. "Makanya aku nanya keadaan kamu. Ada yang sakit atau gimana?" tanya Leo sambil mengelap wajah Dira yang sudah cemong terkena guyuran segelas capuccino."Iya, hati aku sakit banget sama tu orang," geram Dira masih belum terima. Entahlah, saking kesalnya sampai sulit berkata kata umpatan apa yang cocok ia lontarkan.
"Jadi gimana ... masih mau shooping?" tanya Leo sedikit menahan senyumnya. Hanya sedang meledek kekasihnya ini, kira kira bakalan ngamuk apa enggak, ya.Dira memasang muka cemberutnya. "Ya enggaklah, Bapak. Nggak lihat, kekasihmu ini udah kayak gini," dengus Dira kesal menunjuk ke arah kepala dan mukanya."Baiklah," respon Leo singkat.
"Bentar, aku ke toilet dulu. Tunggu aja di mobil." Dira berjalan meninggalkan Leo menuju toilet cafe.
Oke, sepertinya ini memang hari sialnya. Karena apa? Si toilet ternyata lagi bermasalah. Jadilah, ia kembali ke mobil masih dengan tampang lepek, kucel dan berlepotan. Ada ada saja derita nya hari ini."Kok masih jelek aja?" tanya Leo saat Dira kembali dengan wajah dan ekspressi yang masih sama. "Eh, maksud aku bukan gitu ..." Ia segera meralat ucapannya. Sebenarnya tak ingin mengatakan itu, tapi tiba-tiba saja bibirnya malah mengucapkannya. Jadi, apalah dayanya."Jangan meledek," dengus Dira langsung saja masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah dibukakan Leo.Di dalam mobil, Dira terus saja mengumpat karena tak tahan dengan rambut dan wajahnya yang lengket. Berasa kayak habis jatuh ke dalam comberan."Kenapa nggak dibersihin di toilet tadi, sih?" tanya Leo."Toiletnya lagi rusak, Bapak," jawab Dira sambil menekankan kata 'Bapak' pada ucapannya.Leo hanya bisa menghela napasnya singkat, ketika Dira mulai ngambek, itu artinya ia hanya bisa diam dan jangan mencoba mempwrpanjang.
Beberapa menit perjalanan, Leo menghentikan laju mobil di parkiran sebuah hotel. Tentu saja Dira bingung.
''Kenapa berhenti di sini?" tanya Dira dengan kening berkerut. Leo tak menjawab pertanyaan Dira. Justru ia malah turun dan membukakan pintu mobil untuk kekasihnya itu turun. "Ayok," ajaknya sambil mengamit tangan Dira untuk mengikutinya.Leo menuju ke meja receptionist, sementara Dira cuman bengong sambil celingak-celinguk kiri kanan, serta agak takut-takut. Apalagi melihat pengunjung di hotel ini, yang bisa di bilang tak tahu malu. Masa iya mereka bebas ciuman di depan umum gitu. Ya ampun, ini hotel atau neraka, sih."Hei ... kenapa?" Leo mengagetkan Dira.Dira sedikit tersentak, karena dalam posisi bingung dan sekaligus sedang menjernihkan pandangannya karena takut terkontaminasi hal hal panas di sekitarnya.
"Kita ngapain, sih, kesini?" tanya Dira sedikit berdiri mendekat pada Leo."Bukannya mau bersihin badan kamu?""Ini hotel, bukan toilet," bisik Dira dengan nada gregetan."Aku tahu ini hotel. Di sekitaran sini nggak ada toilet umum. Jadi, mending ke sini aja, lebih aman. Mau mandi sekalian juga bisa kan. Telingaku pusing dengerin kamu ngoceh sepanjang jalan, nyampe rumah bisa bisa kepalaku berasap," terang Leo.Hanya bisa diam dengan sebuah lirikan tajam mengarah pada Leo. Padahal ia mengoceh kan karena kesal, tapi ya bukan ngajakin dirinya ke hotel beginian juga kali.
"Tapi, ini hotel apaan, sih. Orang-orang di sini pada gila semua, ya. Masa iya ci ..." Belum sempat Dira menyelesaikan perkataannya, Leo langsung membekap mulutnya dan menariknya pergi menuju nomer kamar yang terletak di lantai dua.Di perjalanan lorong lorong kamar, bahkan sampai di depan kamar yang dituju pun, Dira sudah merasa panas dingin melihat penampakan-penampakan yang membuat otaknya sedikit bergeser. Demi apa malam minggunya harus menonton adegan mesum di depan matanya langsung."Yakin, nih, aman?" tanya Dira penuh curiga saat sudah berada di depan pintu kamar."Maksud kamu, aman dari apa? Dari aku? Aku ini cowok baik-baik. Jadi, jangan berpikiran buruk padaku. Ayo masuk," ajak Leo lagi menarik Dira untuk segera masuk ke.dalam kamar itu.Padahal Dira memikirkan keamanan hotel ini, tapi Leo malah berpikiran lain lagi. Sudahlah, mungkin pikiran orang-orang ber'otak jenius memang begitu kali, ya. Lain yang dikatakan, lain pula yang dibahas.Sampai di dalam ruangan yang berukuran tak terlalu besar itu, Dira hanya bisa memasang wajah luar ... menatap ke sekelilingnya."Di dalam kamar mandi ada handuk dan lain-lain. Ini, kamu pake kaos ku dulu," terang Leo sambil menyodorkan kaos oblong miliknya yang sengaja ia bawa dari mobil. "Rok kamu nggak kotor kan?"Dira menggeleng menjawab pertanyaan Leo."Ya udah, sana mandi. Aku tunggu disini," suruh Leo yang memilih duduk di sebuah sofa.
"Tapi, aku jangan ditinggal, ya?""Iya," jawab Leo. "Sana," suruhnyaDira masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan badannya. Sementara Leo duduk di sofa menunggu sambil sibuk dengan ponsel.Baru beberapa menit, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar. Tentu saja Leo bingung, siapa yang bertamu? Tapi, ia kembali berpikiran positif, mungkin saja pegawai hotel.Berjalan perlahan dan membuka pintu kamar. Pintu terbuka dan di saat yang bersamaan juga, ekspresi wajahnya langsung berubah.'Masalah,' batinnya mengumpat kesal.Di saat Leo sedang berhadapan dengan sesuatu yang membuatnya kaget, di saat itu juga bertepqtqn dengan Dira yang baru keluar dari kamar mandi."Yok, balik. Aku udah selesai," ajak Dira langsung menghampiri Leo yang berdiri di dekat pintu. Tapi apa yang ia dapati, justru langsung terdiam mendapati orang-orang berseragam lengkap sedang berhadapan dengan kekasihnya."A-ada apa?" tanya Dira bingung sambil menghampiri Leo dan sedikit melirik ke arah beberapa orang yang sedang berada di sana."Kalian berdua sedang apa disini?!" tanya salah satu dari mereka dengan tampang sangar."Kita cuman ...""Tunjukkan identitas kalian," pintanya memotong perkaraan Dira.Baik Dira ataupun Leo hanya bisa menurut saja, kemudian menyodorkan tanda pengenal masing-masing."Jadi, Anda seorang dosen, dan kamu mahasiswinya?" tanya dia menunjuk Leo dan Dira bergantian. "Begitukah?""Iya," jawab Leo, se
"Dira," gumam Leo segera menghampiri Dira yang saat itu masih mengemasi buku-bukunya yang berjatuhan di lantai."Eh, hai," sapanya dengan ekspressi Kikuchi. Setelah semua bukunya terkumpul, ia langsung saja berlalu pergi dari hadapan Leo tanpa meninggalkan sepatah katapun."Ra!" panggil Leo. Hanya saja panggilannya tak dia hiraukan.Awalnya Dira hendak menuju kelas, tapi sekarang dirinya tak berminat lagi. Melangkahkan kakinya menuju area belakang kampus dan menyendiri dibalik sebuah pohon besar. Untung saja bukan pohon beringin. Kalau tidak, ia pasti akan langsung menggantung lehernya di akar-akar yang berjuntaian itu.Pandangan yang tak mengenakkan barusan, benar-benar mengganggu pikirannya. Otaknya berusaha berpikiran positif, tapi tetap saja yang namanya hati akan berpikir seenaknya juga.Awalnya Dira tak ingin masuk kelas, tapi tiba-tiba Kiran malah mengiriminya pesan agar segera ke kelas. Jadilah, ia haru
"Aku mau ngajak kamu ketemu sama orang tuaku,'' ujar Leo."Hah?" Dira sedikit kaget saat mendengar ajakan Leo itu.Ia senang, karena ternyata Leo menganggap hubungan mereka serius. Tapi ia takut, gimana kalau orang tua Leo tak suka padanya? Ya, kurang lebih seperti yang dialami sahabatnya Kiran diawal perkenalannya dengan Kim, mamanya Arland."Tapi aku belum siap," ucap Dira dengan senyuman yang dipaksakan."Kenapa?""Takut.""Kenapa harus takut. Orang tuaku tak mengkonsumsi daging manusia, jadi tak perlu khawatir," jelas Leo berusaha membuat rasa takut kekasihnya ini menghilang.Leo masih sempat-sempatnya bergurau, coba saja kalau dirinya yang berada diposisi Dira. Bisa dipastikan juga akan mengalami perasaan yang sama. Bukan apa apa, hanya saja feeling nya sedikit tak baik hari ini. Dan sekarang tiba tiba Leo malah mengajak ketemu orang tua dia, semakin takutlah ia."Mobil
"Aku ingin kita putus!"Dira berucap langsung, tanpa berani menatap ke arah Leo. Jangan ditanyakan lagi bagaimana keadaan hatinya saat ini. Hancur. Seperti sebuah kertas yang direndam dalam air.Sontak, mendapat perkataan seperti itu dari Dira, membuat Leo tak percaya. "Apa yang kamu katakan. Kamu mau nyerah gitu aja?" Leo tak terima dengan keputusan buruk yang diambil oleh Dira.Dira menundukkan kepalanya sesaat, tapi kemudian kembali menatap Leo dengan wajah tegas ketika menahan hatinya yang terasa sesak. "Aku baru menyadari, kalau aku bukanlah yang terbaik buat kamu. Gadis bodoh sepertiku, tak pantas dengan mu, Leo,” jelasnya sambil menahan tangis."Aku nggak setuju!"Menarik tangannya yang masih berada dalam genggaman Leo, ketika rasa sesaknya lebih besar. "Aku tahu semua, Leo. Bu Indah, kan, yang dijodohin buat kamu?"Pertanyaan Dira lebih tertuju pada sebuah pernyataan. Buktinya, Le
Dira mendekat ke arah Leo, kemudian dengan sedikit berjinjit ia mencium bibir cowok yang beberapa waktu terakhir sudah mengisi hati dan hari harinya dengan begitu indah. Ingin rasanya menangis terisak, tapi mencoba untuk terlihat baik baik. ''Semoga kamu bahagia," ucapnya lirih dan segera berlalu dari hadapan Leo, masuk ke dalam mobil ... meninggalkan dia yang masih diam membisu di posisinya. Seakan hanya mimpi ... gadis yang membuatnya benar benar jatuh cinta, kini justru memilih pergi dan mengakhiri hubungan dengannya. Apa ini sebuah karma, karena sebelumnya ia begitu menolak Dira. Kini saat cinta ia berikan, justru dibuat patah. Hujan turun, ketika Leo masih berdiri mematung menatap kepergian Dira. Berharap sedihnya bisa hilang di bawah guyuran air hujan, tapi ternyata tidak. Seakan ingin menangis rasanya, tapi mungkin cuaca sudah lebih dulu memahami dirinya ... hingga jatuh membasahi bumi.
Dira yang kalutpun, langsung menggedor-gedor kaca mobil hingga si pemilik mobil yang ada di dalamnya, keluar."Heh! Apa-apaan ini!" bentaknya di hadapan Dira."Reino! Kamu yang apa-apaan! Bisa-bisanya ciuman sama cewek lain di dalam mobil, aku ini pacar kamu!" balas Dira."Hah, pacar," ucap Reino sambil tertawa licik. "Aku kan udah bilang waktu itu. Dira, kamu mau nggak jadi pacar aku, mumpung hatiku belum ada yang ngisi. Tapi lihat sekarang, hatiku udah ada yang ngisi," tunjuknya ke arah cewek yang masih duduk di dalam mobil."Kamu benar-benar keterlaluan ya, Rei," geram Dira."Ya, itu bukan salahku, sih. Kamunya aja yang terlalu polos."'Plakk!!'Dira langsung menampar pipi Reino, kemudian berlalu pergi. Setidaknya ia sudah melampiaskan kemarahannya dengan sebuah tamparan.Dira kembali ke mobilnya. Ia yang tadinya berniat untuk belanja, sekarang malah kembali menuju rumahnya. Hidupnya menjadi tak karuan."Loh,
Dira langsung memeluk Leo dari arah belakang. Ia tak ingin Leo pergi lagi darinya."Jangan pergi. Ku mohon, Leo," pinta Dira."Untuk apa aku tetap disini? Kamu tak menginginkanku lagi," balas Leo.Dira melepas pelukannya dan berpindah posisi menjadi berdiri di hadapan Leo."Aku tau aku salah. Harusnya kita berjuang bersama, tapi aku malah memilih untuk mundur. Tapi sekarang tidak lagi. Aku harus memperjuangkan kamu, dan cinta kita. Aku nggak mau perjuanganku mendapatkan kamupun jadi sia-sia gitu aja," terang Dira.Mendengar penjelasan Dira, membuat Leo hanya tersenyum. Tentu saja itu membuat Dira kesal."Kenapa kamu malah tersenyum?" tanyanya."Lalu aku harus apa? Memelukmu? Atau, menciummu?" tanya Leo sambil mendekatkan wajahnya pada Dira."Hiks...hiks... Leo."Dira mewek dan langsung menghambur ke pelukan Leo. Karena ditimpa oleh Dira, Leo malah tak bisa menahan tubuhnya. Apalagi ia masih lemah, hingga mereka berdua ma
Dira maupun bibik kaget. Gimana mereka berdua nggak kaget, mamanya menyodorkan sweater milik Leo padanya."Dira! Kamu mau jawab atau Mama yang akan cari tau sendiri!""Itu ...""Punya siapa?""Ini kemarin aku kan pulang sambil hujan-hujanan, Ma. Trus, sweater ini tu punyanya Leo," terang Dira, sedikit berbohong. Ia tak kuat mendengar betapa hebohnya mamanya nanti, kalau tau Leo menginap di kamarnya."Jadi, ini punyanya Leo?" tanya lagi sambil memberikan sweater ke tangan Dira."Iya, Ma. Kalau Mama nggak percaya, bisa tanya sama Bibik," ucap Dira sambil menunjuk ke arah bibik yang ada di sebelahnya."Bener, Bik?""I-iya, Nyonya," ucap bibik ragu-ragu. Mau bicara jujur, ia takut Dira bakalan di omeli sama mamanya."Ya sudah," ucap Riani berlalu pergi.Dira mengintip untuk memastikan kalau mamanya sudah benar-benar pergi. "Hoh, nyaris saja kita mendapat masalah, Bik," lega Dira. "Jadi, Leo dimana, Bik?"