Share

Good Morning Pak Dosen (Series 3)
Good Morning Pak Dosen (Series 3)
Author: Soffia

BAB : 1

Malam Minggu, adalah malam yang sangat keren bagi Dira. Karena ia bisa bertemu dan kencan dengan Leo, yang saat ini berstatus sebagai kekasihnya.

Ya, keduanya bisa dikatakan bertemu setiap hari di kampus, tapi, sikap Leo padanya akan berbeda 400 derajat jika berada di kampus. Luar binasa, bukan. Yang jelas, kalau hanya berdua dengan Dira, sikap manis Leo akan muncul. Tapi, kalau sudah ada orang ketiga, setan didalam dirinyalah yang mendominasi.

"Sekarang kita kemana lagi?" tanya Leo saat keluar dari cafe setelah makan malam berdua dengan Dira.

"Shooping," jawab gadis itu langsung bersemangat.

Leo seketika langsung menghentikan langkah kakinya saat mendengar kalimat itu.

"Kenapa?" tanya Dira yang ikut terhenti. "Nggak mau nemenin aku?"

"Ada yang lain, nggak? Shooping itu membuang-buang waktu, membuang-buang uang ... mending kita ke toko buku aja. Baca buku, bisa nambah ilmu," jelasnya panjang memberi solusi.

Dira mendengus mendengar pernyataan Leo. Haruskah hidupnya juga ikut bergelut dengan buku seperti cowoknya ini? Cukup di jam kuliah saja ia harus fokus ke buku, di jam bebas jangan lagi.

"Leo, bisakah kamu nggak mengurusi buku di luar jam kuliah," rengek Dira. 

Jujur saja, Leo sedikit tersentak saat Dira menyebut namanya. Pasalnya, biasanya gadis itu pasti akan memanggilnya dengan embel-embel, Bapak, Pak, atau apalah itu. 

"Saat ini, di waktu ini ... status kamu itu adalah pacar aku. Jadi, jangan bersikap seperti seorang dosen. Ntar, di kampus nggak apalah bersikap kayak gitu. Oke."

"Tapi, Ra ..."

Dira langsung saja menarik tangan Leo untuk pergi dari sana. Baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba saja seseorang menabraknya. Gilanya lagi, segelas minuman yang ada di tangan orang tersebut malah  mengguyur kepalanya. Spontan dong, ia berteriak histeris.

"Maaf, Mbak. Saya nggak sengaja," ucap orang tersebut meminta maaf. "Tapi, Mbak juga, sih, yang salah ... jalan nggak lihat-lihat,'' tambahnya lagi dan berlalu pergi begitu saja.

Ingin rasanya Dira berkata kasar saat itu juga. Awalnya dia minta maaf, tapi ujung-ujungnya malah nyalahin dirinya juga. Andai saja Leo tak ada di sampingnya, mungkin ia akan hajar tu orang habis-habisan. Sampai bayangannyapun nggak bakal balik ke badannya.

"Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Leo memastikan.

"Nggak apa-apa gimana, kamu nggak liat aku udah basah kuyup gini?" Dira langsung mengoceh layaknya petasan yang meletep letup.

"Lihat," jawab Leo. "Makanya aku nanya keadaan kamu. Ada yang sakit atau gimana?" tanya Leo sambil mengelap wajah Dira yang sudah cemong terkena guyuran segelas capuccino.

"Iya, hati aku sakit banget sama tu orang," geram Dira masih belum terima. Entahlah, saking kesalnya sampai sulit berkata kata umpatan apa yang cocok ia lontarkan.

"Jadi gimana ... masih mau shooping?" tanya Leo sedikit menahan senyumnya. Hanya sedang meledek kekasihnya ini, kira kira bakalan ngamuk apa enggak, ya.

Dira memasang muka cemberutnya. "Ya enggaklah, Bapak. Nggak lihat, kekasihmu ini udah kayak gini," dengus Dira kesal menunjuk ke arah kepala dan mukanya.

"Baiklah," respon Leo singkat.

"Bentar, aku ke toilet dulu. Tunggu aja di mobil." Dira berjalan meninggalkan Leo menuju toilet cafe.

Oke, sepertinya ini memang hari sialnya. Karena apa? Si toilet ternyata lagi bermasalah. Jadilah, ia kembali ke mobil masih dengan tampang lepek, kucel dan berlepotan. Ada ada saja derita nya hari ini.

"Kok masih jelek aja?" tanya Leo saat Dira kembali dengan wajah dan ekspressi yang masih sama. "Eh, maksud aku bukan gitu ..." Ia segera meralat ucapannya. Sebenarnya tak ingin mengatakan itu, tapi tiba-tiba saja bibirnya malah mengucapkannya. Jadi, apalah dayanya.

"Jangan meledek," dengus Dira langsung saja masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah dibukakan Leo.

Di dalam mobil, Dira terus saja mengumpat karena tak tahan dengan rambut dan wajahnya yang lengket. Berasa kayak habis jatuh ke dalam comberan.

"Kenapa nggak dibersihin di toilet tadi, sih?" tanya Leo.

"Toiletnya lagi rusak, Bapak," jawab Dira sambil menekankan kata 'Bapak' pada ucapannya.

Leo hanya bisa menghela napasnya singkat, ketika Dira mulai ngambek, itu artinya ia hanya bisa diam dan jangan mencoba mempwrpanjang.

Beberapa menit perjalanan, Leo menghentikan laju mobil di parkiran sebuah hotel. Tentu saja Dira bingung.

''Kenapa berhenti di sini?" tanya Dira dengan kening berkerut. 

Leo tak menjawab pertanyaan Dira. Justru ia malah turun dan membukakan pintu mobil untuk kekasihnya itu turun. "Ayok," ajaknya sambil mengamit tangan Dira untuk mengikutinya.

Leo menuju ke meja receptionist, sementara Dira cuman bengong sambil celingak-celinguk kiri kanan, serta agak takut-takut. Apalagi melihat pengunjung di hotel ini, yang bisa di bilang tak tahu malu. Masa iya mereka bebas ciuman di depan umum gitu. Ya ampun, ini hotel atau neraka, sih.

"Hei ... kenapa?"  Leo mengagetkan Dira.

Dira sedikit tersentak, karena dalam posisi bingung dan sekaligus sedang menjernihkan pandangannya karena takut terkontaminasi hal hal panas di sekitarnya.

"Kita ngapain, sih, kesini?" tanya Dira sedikit berdiri mendekat pada Leo.

"Bukannya mau bersihin badan kamu?"

"Ini hotel, bukan toilet," bisik Dira dengan nada gregetan.

"Aku tahu ini hotel. Di sekitaran sini nggak ada toilet umum. Jadi, mending ke sini aja, lebih aman. Mau mandi sekalian juga bisa kan. Telingaku pusing dengerin kamu ngoceh sepanjang jalan, nyampe rumah bisa bisa kepalaku berasap," terang Leo.

Hanya bisa diam dengan sebuah lirikan tajam mengarah pada Leo. Padahal ia mengoceh kan karena kesal, tapi ya bukan ngajakin dirinya ke hotel beginian juga kali.

"Tapi, ini hotel apaan, sih. Orang-orang di sini pada gila semua, ya. Masa iya ci ..." Belum sempat Dira menyelesaikan perkataannya, Leo langsung membekap mulutnya dan menariknya pergi menuju nomer kamar yang terletak di lantai dua.

Di perjalanan lorong lorong kamar, bahkan  sampai di depan kamar yang dituju pun, Dira sudah merasa panas dingin melihat penampakan-penampakan yang membuat otaknya sedikit bergeser. Demi apa malam minggunya harus menonton adegan mesum di depan matanya langsung.

"Yakin, nih, aman?" tanya Dira penuh curiga saat sudah berada di depan pintu kamar.

"Maksud kamu, aman dari apa? Dari aku? Aku ini cowok baik-baik. Jadi, jangan berpikiran buruk padaku. Ayo masuk," ajak Leo lagi menarik Dira untuk segera masuk ke.dalam kamar itu.

Padahal Dira memikirkan keamanan hotel ini, tapi Leo malah berpikiran lain lagi. Sudahlah, mungkin pikiran orang-orang ber'otak jenius memang begitu kali, ya. Lain yang dikatakan, lain pula yang dibahas.

Sampai di dalam ruangan yang berukuran tak terlalu besar itu, Dira hanya bisa memasang wajah luar ... menatap ke sekelilingnya.

"Di dalam kamar mandi ada handuk dan lain-lain. Ini, kamu pake kaos ku dulu," terang Leo sambil menyodorkan kaos oblong miliknya yang sengaja ia bawa dari mobil. "Rok kamu nggak kotor kan?"

Dira menggeleng menjawab pertanyaan Leo.

"Ya udah, sana mandi. Aku tunggu disini," suruh Leo yang memilih duduk di sebuah sofa.

"Tapi, aku jangan ditinggal, ya?"

"Iya," jawab Leo. "Sana," suruhnya

Dira masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan badannya. Sementara Leo duduk di sofa menunggu sambil sibuk dengan ponsel.

Baru beberapa menit, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar. Tentu saja Leo bingung, siapa yang bertamu? Tapi, ia kembali berpikiran positif, mungkin saja pegawai hotel.

Berjalan perlahan dan membuka pintu kamar. Pintu terbuka dan di saat yang bersamaan juga, ekspresi wajahnya langsung berubah.

'Masalah,' batinnya mengumpat kesal.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status