"Aku ingin kita putus!"
Dira berucap langsung, tanpa berani menatap ke arah Leo. Jangan ditanyakan lagi bagaimana keadaan hatinya saat ini. Hancur. Seperti sebuah kertas yang direndam dalam air.Sontak, mendapat perkataan seperti itu dari Dira, membuat Leo tak percaya. "Apa yang kamu katakan. Kamu mau nyerah gitu aja?" Leo tak terima dengan keputusan buruk yang diambil oleh Dira.Dira menundukkan kepalanya sesaat, tapi kemudian kembali menatap Leo dengan wajah tegas ketika menahan hatinya yang terasa sesak. "Aku baru menyadari, kalau aku bukanlah yang terbaik buat kamu. Gadis bodoh sepertiku, tak pantas dengan mu, Leo,” jelasnya sambil menahan tangis. "Aku nggak setuju!"Menarik tangannya yang masih berada dalam genggaman Leo, ketika rasa sesaknya lebih besar. "Aku tahu semua, Leo. Bu Indah, kan, yang dijodohin buat kamu?" Pertanyaan Dira lebih tertuju pada sebuah pernyataan. Buktinya, Leo terdiam sesaat ketika Dira mengatakan hal itu.''Aku nggak menginginkannya. Siapapun itu. Aku hanya mau denganmu.""Itu keinginan orang tua kamu. Jadi, turutilah. Mereka tentu menginginkan yang terbaik buat anaknya." Mengangguk perlahan, dengan air mata yang mulai membasahi pipinya. "Aku rela melepaskanmu."
"Ku mohon jangan begini." Berniat kembali menyambar tangan Dira, tapi dia malah menghindari itu.
Dira bangkit dari kursinya. "Terima kasih sudah menjaga hatimu untukku selama ini, Leo. Selamat tinggal," ucap Dira berlalu pergi meninggalkan Leo dalam keterpurukan.
"Dira! Jangan pergi!"
Ia tak terima dengan keputusan Dira yang seperti ini. Berharap banyak Dira mau berjuang bersama, tapi ternyata tidak. Kisah cintanya yang baru dimulai, langsung kandas begitu saja hanya karena Dia tak begitu kuat untuk mempertahankan.*****Berusaha untuk tak lagi mengingat Leo, tapi tetap saja ia tak mampu. Nama itu, laki-laki itu, seolah sudah masuk ke setiap aliran darahnya. Jadi, enggak mungkin, kan, kalau dengan sebegitu gampangnya ia bisa melupakan sosok itu.
"Non, mau kemana?" tanya Bibik saat Dira hendak keluar rumah."Keluar, Bik," jawabnya tanpa menghentikan langkahnya.Hari ini tak ada kuliah. Dira memutuskan untuk jalan-jalan, walau bingung harus kemana. Mau mengajak Kiran pun, sepertinya tak mungkin. Sobatnya itu sudah punya suami yang harus diurus. Kalau berdiam diri di rumah, tak bisa dipungkiri kalau otaknya akan terus mengingat Leo.Dira berhenti dan memasuki sebuah cafe ... kemudian memesan minuman. Ya, hanya duduk.sendiriqn dengan di kelolingi oleh orang orang yang tampak berpasangan.“Kalau ada Leo, pasti saat ini ...” Dira merutuki hatinya yang tak bisa diajak kompromi. Terus saja Leo masih jadi patokan utamanya.
Di saat yang bersamaan, seseorang datang menghampirinya dan duduk begitu saja di kursi yang ada dihadapannya."Dira,'' sapanya.Dira mengarahkan pandangan pada sesosok cowok yang ada dihadapannya dengan pandangan malas. Kenapa orang yang tak ia pikirkan justru malah datang padanya. Sebuah kebetulan yang terasa menyebalkan."Boleh aku duduk di sini?" tanyanya.Dira mengangguk tanda setuju. Apalagi, lumayan buat teman ngobrol. Daripada ia sendirian nggak jelas. Berasa seperti seseorang yang dibuang pacarnya, tapi pada kenyataannyq justru dirinya yang seperti sedang mencampakkan Leo."Gimana kabar kamu?""Hmm, baik," jawab Dira sedikit tak perduli."Yakin, baik? Tapi sepertinya, tidak begitu," tebaknya sambil memperhatikan wajah Dira lekat lekat."Ck, diem deh. Aku lagi galau habis putus sama pacarku, paham!""Wah, kebetulan dong," balasnya dengan senyum sumringah. Sedangkan Dira, malah mengerutkan dahinya bingung.“Maksudnya apa, tu?”
"Gimana kalau kita balikan," ajaknya.Dira langsung menendang kaki cowok bernama Reino itu dengan sengaja. Dialah, salah satu mantan pacarnya yang berasa mau ia asingkan ke kandang harimau. Anggaplah dia sebagai mantan terluchnut."Eh, kalau ngomong jangan ngasal," dengus Dira menanggapi ajakan Reino."Mumpung aku masih belum ada cewek, nih. Lumayan kan, buat mengisi kekosongan hari-harimu, Beb," terangnya sambil menarik turunkan kedua alisnya.Belum apa-apa, udah manggil, Beb. Terlihat sekali, kan ... jenis jenis buaya darahnya. Ini masih sekadar kata, belum tahu saja tindakan dia kalau kumat itu seperti apa."Idih, dipikir aku cewek apaan. Hanya mengisi kekosongan hari? Dulu kamu selingkuh dibelakang aku, dan sekarang ngajakin balikan. Ya jelaslah aku ...” Ucapan Dira terhenti seketika, saat pandangannya mengarah pada sepasang pengunjung cafe yang baru masuk. Hatinya berasa perih, bagaikan sebuah luka yang diolesi air perasan jeruk nipis."Hello.” Reino menjentikkan jarinya di depan wajah Dira yang masih bengong, membuat gadis itu langsung tersadar."Aku mau," ucapnya langsung."Apa?!" Reino malah kaget mendengar jawaban Dira. Padahal tadinya berpikir kalau gadis ini bakalan mengamuk dirinya, tapi ternyata Dira masih sama dengan gadis lain yang habis dibuang bisa dipungut lagi."Kan kamu ngajak balikan."''Kita jadian," ucap Reino dengan bingkaian senyuman di bibirnya, sambil menggenggam tangan Dira.Keputusan yang benar-benar gila kembali diambil Dira. Ia kembali menerima Reino yang si tukang selingkuh ini. Asli, ini rasanya berasa nggak rela aja tangannya dipegang sama Reino. Tapi, mau bagaimana lagi. Ah, anggap saja ini sebuah pengorbanan hati untuk jadi lebih baik lagi. Meskipun ia pesimis akan hasilnya."Eh, temen-temen aku lagi mau balapan, kita nonton, yuk," ajak Reino.Sebenernya ia malas, tapi tetap dengan alasan yang sama, yang tak ingin berlarut dalam kesedihan Dirapun menyetujui ajak Reino. Seakan flashback ke kisah kelamnya dulu saat di mana ia dan Reino masih menjalin hubungan. Ya, hanya jadi pacar sebagai status, tapi di belakang dia malah memiliki banyak cadangan. "Jalan masing-masing, ya, aku bawa mobil soalnya," jelas Dira.Gila! Baru saja ia jadian lagi sama Reino, cowok itu langsung bertindak agresif dengan merangkul pinggangnya saat berjalan keluar dari cafe menuju parkiran. Meskipun Leo pernah lakuin yang lebih, sih, tapi ia merasa tak rela saja kalau Reino yang melakukannya.Saat menuju ke parkiran, tiba-tiba seseorang langsung menarik pergelangan tangan Dira hingga ia terlepas dari rangkulan Reino. Jelas saja ia kaget, karena yang ada dihadapannya saat ini adalah Leo yang bersama Indah di sampingnya."Kenapa kamu malah jalan sama dia," ucap Leo sambil menunjuk ke arah Reino. Terlihat sekali kalau nada itu penuh emosi."Heh, lo mau ngapain. Dira ini cewek gue," ucap Reino menarik Dira kembali padanya."Diem! Gue nggak ada urusan sama Lo!" bentak Leo pada Reino.Dira bahkan sampai kaget, karena ini adalah kali pertamanya ia melihat ekspresi Leo yang emosi. Leo yang biasanya kalem, dingin, mau bicara saja dia seolah harus merangkai kalimat yang tepat dulu, bisa berubah seperti ini."Maaf, Leo. Kita nggak ada hubungan apa-apa lagi," ucap Dira. "Toh, sekarang udah ada Bu Indah di samping kamu," tambah Dira sedikit mengarahkan pandangannya pada Indah yang memasang muka juteknya.Leo merebut kunci mobil yang ada di tangan Dira."Balikin kunci mobilku," pinta Dira. Tapi di abaikan Leo.Leo membuka pintu mobil milik Dira dan memaksa gadis itu untuk masuk. Meskipun Dira heboh karena sikapnya, tetap saja ia tak perduli dan mengunci dia di dalamnya."Heh! Cewek gue mau lo apain?" tanya Reino marah pada Leo dan bersiap memukul. Tapi, Leo lebih dulu memberikan pukulan di perutnya, hingga ia langsung terjungkal."Leo! Aku ini calon istri kamu. Harusnya kamu bisa sedikit menghargai perasaanku," ucap Indah menghentikan Leo yang hendak masuk ke dalam mobil Dira."Terima saja kenyataan, kalau aku nggak cinta sama kamu," balas Leo langsung masuk ke dalam mobil, meninggalkan Indah yang sakit hati dan Reino yang masih memegangi perutnya."Leo!!!" teriak Indah kesal menatap kepergian Leo.Di perjalanan Dira hanya diam dan tak mengarahkan pandangannya sedikitpun ke arah Leo, walaupun hatinya menginginkannya. Rasanya masih nyesek. Bukan karena marah pada sikap Leo, tapi justru nyesek karena tak bisa lagi bersikap seperti sebelumnya, meski dia ada dalan jangkauannya."Kenapa melakukan ini padaku?" tanya Leo.Dira tak menjawab, membuat Leo agak kesal dengan sikap gadis itu. Ia menghentikan laju mobil di tepi jalan.
"Kenapa melakukan ini padaku, Ra?" tanya Leo lagi, masih dengan pertanyaan yang sama. Tapi tetap, Dira tak bergeming. Dia hanya memandangi ke luar kaca mobil."Dira! Aku lagi bicara sama kamu!" Leo menangkup wajah Dira agar menghadap fokus padanya. "Jawab aku.""Lepasin aku!" Dira menyingkirkan tangan Leo yang menangkup wajahnya. "Kita udah berakhir, Leo. Jadi, jangan ikut campur dengan kehidupanku lagi." Sebuah perkataan yang merupakan kebohongan terbesar dalam hidupnya. Hatinya benar benar menangis."Kamu menganggap hubungan kita sudah berakhir, tapi aku tidak," balas Leo.Hati Dira benar-benar diuji. Ya, diuji untuk mengambil keputusan yang sulit. Bahkan, mendengar kalimat itu saja dari mulut Leo, air matanya seakan mau tumpah."Kembali padaku, ku mohon," pinta Leo memohon.Dira menangkup wajah Leo. Sungguh, ia benar-benar tak kuat dengan situasi ini. Bukan perkara cinta yang ia pikirkan, tapi justru keadaan lah yang membuat keputusan ini ia ambil. "Leo, dengarkan aku. Kalau boleh jujur, sampai detik ini, bahkan sampai napasku berhenti pun, ku pastikan rasa cintaku nggak akan pernah luntur buat kamu. Tapi, kita memang tak bisa bersama," terang Dira dengan suaranya yang serak karena menahan tangis.Leo langsung menarik Dira ke pelukannya, erat seakan tak akan pernah ia lepas. Seorang gadis, sekaligus mahasiswi yang membuatnya bertekuk lutut."Aku nggak mau kita pisah, ku mohon tetap bersamaku," harap Leo.
Di pelukan Leo, Dira menumpahkan air mata yang sedari tadi ia coba tahan. Selang beberapa saat, ia melepaskan dirinya dari pelukan Leo. Menghapus bekas air mata di pipinya dan keluar dari mobil, begitupun Leo yang ikut keluar.Berdiri berhadap hadapan dengan Leo. Anggap saja ini adalah terakhir kalinya ia memiliki kebebasan bisa memandangi wajah Leo dari dekat dan lekat.
"Sekarang, kembalilah pada Bu Indah. Wanita yang pantas buat kamu," ujar Dira perlahan. Hati mana yang tak sedih, ketika meminta cowok yang ia cintai dan mencintainya pergi dengan wanita lain.
"Apa ini yang kamu inginkan?" tanya Leo dingin.Meskipun hati Dira berkata, tidak. Tapi, bibirnya harus mengucapkan kata, "iya."Tanpa berkomentar apa-apa lagi, Leo langsung berbalik badan hendak pergi. "Tunggu," tahan Dira pada Leo, membuat dia menghentikan langkahnya.Sebuah senyuman penuh harapan tergurat di bibir Leo ketika Dira menahannya. Langsung berbalik badan dan kembali padanya degan harapan besar.
Dira mendekat ke arah Leo, kemudian dengan sedikit berjinjit ia mencium bibir cowok yang beberapa waktu terakhir sudah mengisi hati dan hari harinya dengan begitu indah. Ingin rasanya menangis terisak, tapi mencoba untuk terlihat baik baik. ''Semoga kamu bahagia," ucapnya lirih dan segera berlalu dari hadapan Leo, masuk ke dalam mobil ... meninggalkan dia yang masih diam membisu di posisinya. Seakan hanya mimpi ... gadis yang membuatnya benar benar jatuh cinta, kini justru memilih pergi dan mengakhiri hubungan dengannya. Apa ini sebuah karma, karena sebelumnya ia begitu menolak Dira. Kini saat cinta ia berikan, justru dibuat patah. Hujan turun, ketika Leo masih berdiri mematung menatap kepergian Dira. Berharap sedihnya bisa hilang di bawah guyuran air hujan, tapi ternyata tidak. Seakan ingin menangis rasanya, tapi mungkin cuaca sudah lebih dulu memahami dirinya ... hingga jatuh membasahi bumi.
Dira yang kalutpun, langsung menggedor-gedor kaca mobil hingga si pemilik mobil yang ada di dalamnya, keluar."Heh! Apa-apaan ini!" bentaknya di hadapan Dira."Reino! Kamu yang apa-apaan! Bisa-bisanya ciuman sama cewek lain di dalam mobil, aku ini pacar kamu!" balas Dira."Hah, pacar," ucap Reino sambil tertawa licik. "Aku kan udah bilang waktu itu. Dira, kamu mau nggak jadi pacar aku, mumpung hatiku belum ada yang ngisi. Tapi lihat sekarang, hatiku udah ada yang ngisi," tunjuknya ke arah cewek yang masih duduk di dalam mobil."Kamu benar-benar keterlaluan ya, Rei," geram Dira."Ya, itu bukan salahku, sih. Kamunya aja yang terlalu polos."'Plakk!!'Dira langsung menampar pipi Reino, kemudian berlalu pergi. Setidaknya ia sudah melampiaskan kemarahannya dengan sebuah tamparan.Dira kembali ke mobilnya. Ia yang tadinya berniat untuk belanja, sekarang malah kembali menuju rumahnya. Hidupnya menjadi tak karuan."Loh,
Dira langsung memeluk Leo dari arah belakang. Ia tak ingin Leo pergi lagi darinya."Jangan pergi. Ku mohon, Leo," pinta Dira."Untuk apa aku tetap disini? Kamu tak menginginkanku lagi," balas Leo.Dira melepas pelukannya dan berpindah posisi menjadi berdiri di hadapan Leo."Aku tau aku salah. Harusnya kita berjuang bersama, tapi aku malah memilih untuk mundur. Tapi sekarang tidak lagi. Aku harus memperjuangkan kamu, dan cinta kita. Aku nggak mau perjuanganku mendapatkan kamupun jadi sia-sia gitu aja," terang Dira.Mendengar penjelasan Dira, membuat Leo hanya tersenyum. Tentu saja itu membuat Dira kesal."Kenapa kamu malah tersenyum?" tanyanya."Lalu aku harus apa? Memelukmu? Atau, menciummu?" tanya Leo sambil mendekatkan wajahnya pada Dira."Hiks...hiks... Leo."Dira mewek dan langsung menghambur ke pelukan Leo. Karena ditimpa oleh Dira, Leo malah tak bisa menahan tubuhnya. Apalagi ia masih lemah, hingga mereka berdua ma
Dira maupun bibik kaget. Gimana mereka berdua nggak kaget, mamanya menyodorkan sweater milik Leo padanya."Dira! Kamu mau jawab atau Mama yang akan cari tau sendiri!""Itu ...""Punya siapa?""Ini kemarin aku kan pulang sambil hujan-hujanan, Ma. Trus, sweater ini tu punyanya Leo," terang Dira, sedikit berbohong. Ia tak kuat mendengar betapa hebohnya mamanya nanti, kalau tau Leo menginap di kamarnya."Jadi, ini punyanya Leo?" tanya lagi sambil memberikan sweater ke tangan Dira."Iya, Ma. Kalau Mama nggak percaya, bisa tanya sama Bibik," ucap Dira sambil menunjuk ke arah bibik yang ada di sebelahnya."Bener, Bik?""I-iya, Nyonya," ucap bibik ragu-ragu. Mau bicara jujur, ia takut Dira bakalan di omeli sama mamanya."Ya sudah," ucap Riani berlalu pergi.Dira mengintip untuk memastikan kalau mamanya sudah benar-benar pergi. "Hoh, nyaris saja kita mendapat masalah, Bik," lega Dira. "Jadi, Leo dimana, Bik?"
"Kalian lagi ngapain?"Leo menunjukkan tampang malasnya saat mengarahkan pandangannya ke arah orang tersebut."Nggak liat kita lagi ngapain?" tanya Leo balik."Leo, harusnya kamu nggak lakuin itu sama dia. Aku yang calon istri kamu, bukan dia," tunjuknya ke arah Dira. Bisa tau kan, siapa dia."Indah, stop! Aku kan udah bilang sama kamu, kalau aku nggak punya perasaan apa-apa sama kamu. Kalau kamu terus bersikap seperti ini, bisa saja aku malah membencimu!""Harusnya kamu sadar, kalau kamu nggak cocok sama Leo, Dira!" Kali ini ucapannya tertuju pada Dira."Maaf ya, Ibu Indah. Tanpa mengurangi rasa hormat saya sebagai mahasiswi Ibu, kenapa Ibu nggak coba cari laki-laki lain saja," terang Dira sambil berjalan mendekat ke arah Indah. "Saya liat loh, apa yang anda beli di apotik kemarin," bisik Dira."Apa maksud kamu?" Indah terlihat sangat gugup mendengar penjelasan Dira."Ibu juga tau kan, apa maksud saya. Oo, atau kita kasih tau
Wah gila! Padahal Dira sudah memikirkan hal mesum di otaknya. Ternyata malah meleset jauh ke hutan amazone."Aku mau makan. Bukannya kamu udah bawa makanan?"Hoh ya, Dira melupakan itu. Makanan yang ia bawa. Kemudian menjauhkan wajahnya dari Leo."Ck, sikapmu itu membuatku memikirkan hal kotor," dengus Dira sambil mengambil dan menyiapkan makanan yang ia bawa barusan.Sedangkan Leo, ia malah tersenyum melihat tingkah Dira.Jadilah, mereka berdua makan bareng sebelum memulai pelajaran yang akan membuat otak Dira semakin sakit.Hari-hari mereka lalui berdua lebih seperti hubungan seorang dosen dan mahasiswinya. Hingga, Indah yang melihat hubungan mereka yang begitu dekatpun, memikirkan sesuatu agar Leo dan Dira bisa berpisah selamanya."Mau langsung pulang?" tanya Dira pada Leo."Enggak. Aku mau ngambil mobil dulu ke bengkel," jelas Leo."Kalau gitu, biar aku anterin ke bengkelnya.""Nggak ngerepotin kamu?""Ng
"Tapi, ini hanya berlaku sampai Leo sadar.”"Maksud Tante, apa?""Ya. Saya akan mengizinkan kamu berada di samping Leo hingga dia sadar. Setelah sadar, kamu harus segera menjauhinya kembali," jelas Gauri."Tapi, tante ... “"Mau atau tidak?""Iya, Tante," jawab Dira.Apalagi yang akan ia jawab. Setidaknya, untuk saat ini ia sudah bisa bertemu dengan Leo. Selanjutnya, ia akan coba pikirkan lagi cara untuk bisa dekat dengan Leo.Dira memasuki ruangan itu. Ia kaget dengan pemandangan di depan matanya. Ya, Leo yang biasanya tegap, kuat, sekarang hanya terbaring tak berdaya di tempat tidur, dengan beberapa selang di tubuhnya.Dira menatap cowok itu penuh haru. Harusnya dirinyalah yang mendapatkan luka seperti yang dialami Leo. Harusnya dirinyalah yang terbaring tak berdaya seperti ini.Ia menangis sambil menggenggam tangan Leo, dan menyentuh lembut pipi yang masih bisa terlihat bekas luka yang sudah mulai mengerin
Leo merasa kalau Dira melakukan itu bukan karena keinginannya. Ia yakin sekali, ini adalah perintah mamanya."Apa yang sudah Mama perbuat sama Dira?" tanya Leo saat mamanya masuk dan membantunya untuk kembali ke atas tempat tidur."Apa? Mama nggak ngelakuin apa-apa. Memangnya Dira kenapa?" tanya Gauri sok tak mengetahui apa-apa."Dia mutusin aku, Ma!" ujar Leo dengan nada suara bergetar dan melepaskan pegangan tangan mamanya yang membantunya untuk bangkit."Jadi, dia mutusin kamu? Baguslah. Tapi, ini nggak ada sangkut pautnya sama Mama, Leo."Meskipun mamanya berkata seperti itu, tapi ia tak kan percaya begitu saja. Ia tahu betul bagaimana rasa ketidaksukaan mamanya pada Dira."Itu berarti, dia memang bukan yang terbaik buat kamu, Leo," tambah Indah yang seolah sedang menyulut emosi Leo."Jangan pernah mencampuri kehidupanku lagi, Indah!"Leo ingin bangkit, dan hendak menyusul Dira. Tapi, ia merasa kedua kakinya seolah tak bert