Share

BAB : 5

"Aku ingin kita putus!"

Dira berucap langsung, tanpa berani menatap ke arah Leo. Jangan ditanyakan lagi bagaimana keadaan hatinya saat ini. Hancur. Seperti sebuah kertas yang direndam dalam air.

Sontak, mendapat perkataan seperti itu dari Dira, membuat Leo tak percaya. "Apa yang kamu katakan. Kamu mau nyerah gitu aja?" Leo tak terima dengan keputusan buruk yang diambil oleh Dira.

Dira menundukkan kepalanya sesaat, tapi kemudian kembali menatap Leo dengan wajah tegas ketika menahan hatinya yang terasa sesak. "Aku baru menyadari, kalau aku bukanlah yang terbaik buat kamu. Gadis bodoh sepertiku, tak pantas dengan mu, Leo,” jelasnya sambil menahan tangis. 

"Aku nggak setuju!"

Menarik tangannya yang masih berada dalam genggaman Leo, ketika rasa sesaknya lebih besar. "Aku tahu semua, Leo. Bu Indah, kan, yang dijodohin buat kamu?" 

Pertanyaan Dira lebih tertuju pada sebuah pernyataan. Buktinya, Leo terdiam sesaat ketika Dira mengatakan hal itu.

''Aku nggak menginginkannya. Siapapun itu. Aku hanya mau denganmu."

"Itu keinginan orang tua kamu. Jadi, turutilah. Mereka tentu menginginkan yang terbaik buat anaknya." Mengangguk perlahan, dengan air mata yang mulai membasahi pipinya. "Aku rela melepaskanmu."

"Ku mohon jangan begini." Berniat kembali menyambar tangan Dira, tapi dia malah menghindari itu.

Dira bangkit dari kursinya. "Terima kasih sudah menjaga hatimu untukku selama ini, Leo. Selamat tinggal," ucap Dira berlalu pergi meninggalkan Leo dalam keterpurukan.

"Dira! Jangan pergi!"

Ia tak terima dengan keputusan Dira yang seperti ini. Berharap banyak Dira mau berjuang bersama, tapi ternyata tidak. Kisah cintanya yang baru dimulai, langsung kandas begitu saja hanya karena Dia tak begitu kuat untuk mempertahankan.

*****

Berusaha untuk tak lagi mengingat Leo, tapi tetap saja ia tak mampu. Nama itu, laki-laki itu, seolah sudah masuk ke setiap aliran darahnya. Jadi, enggak mungkin, kan, kalau dengan sebegitu gampangnya ia bisa melupakan sosok itu.

"Non, mau kemana?" tanya Bibik saat Dira hendak keluar rumah.

"Keluar, Bik," jawabnya tanpa menghentikan langkahnya.

Hari ini tak ada kuliah. Dira memutuskan untuk jalan-jalan, walau bingung harus kemana. Mau mengajak Kiran pun, sepertinya tak mungkin. Sobatnya itu sudah punya suami yang harus diurus. Kalau berdiam diri di rumah, tak bisa dipungkiri kalau otaknya akan terus mengingat Leo.

Dira berhenti dan memasuki sebuah cafe ... kemudian memesan minuman. Ya, hanya duduk.sendiriqn dengan di kelolingi oleh orang orang yang tampak berpasangan.

“Kalau ada Leo, pasti saat ini ...” Dira merutuki hatinya yang tak bisa diajak kompromi. Terus saja Leo masih jadi patokan utamanya.

Di saat yang bersamaan, seseorang datang menghampirinya dan duduk begitu saja di kursi yang ada dihadapannya.

"Dira,'' sapanya.

Dira mengarahkan pandangan pada sesosok cowok yang ada dihadapannya dengan pandangan malas. Kenapa orang yang tak ia pikirkan justru malah datang padanya. Sebuah kebetulan yang terasa menyebalkan.

"Boleh aku duduk di sini?" tanyanya.

Dira mengangguk tanda setuju. Apalagi, lumayan buat teman ngobrol. Daripada ia sendirian nggak jelas. Berasa seperti seseorang yang dibuang pacarnya, tapi pada kenyataannyq justru dirinya yang seperti sedang mencampakkan Leo.

"Gimana kabar kamu?"

"Hmm, baik," jawab Dira sedikit tak perduli.

"Yakin, baik? Tapi sepertinya, tidak begitu," tebaknya sambil memperhatikan wajah Dira lekat lekat.

"Ck, diem deh. Aku lagi galau habis putus sama pacarku, paham!"

"Wah, kebetulan dong," balasnya dengan senyum sumringah. Sedangkan Dira, malah mengerutkan dahinya bingung.

“Maksudnya apa, tu?”

"Gimana kalau kita balikan," ajaknya.

Dira langsung menendang kaki cowok bernama Reino itu dengan sengaja.  Dialah, salah satu mantan pacarnya yang berasa mau ia asingkan ke kandang harimau. Anggaplah dia sebagai mantan terluchnut.

"Eh, kalau ngomong jangan ngasal," dengus Dira menanggapi ajakan Reino.

"Mumpung aku masih belum ada cewek, nih. Lumayan kan, buat mengisi kekosongan hari-harimu, Beb," terangnya sambil menarik turunkan kedua alisnya.

Belum apa-apa, udah manggil, Beb. Terlihat sekali, kan ... jenis jenis buaya darahnya. Ini masih sekadar kata, belum tahu saja tindakan dia kalau kumat itu seperti apa.

"Idih, dipikir aku cewek apaan. Hanya mengisi kekosongan hari? Dulu kamu selingkuh dibelakang aku, dan sekarang ngajakin balikan. Ya jelaslah aku ...” Ucapan Dira terhenti seketika, saat pandangannya mengarah pada sepasang pengunjung cafe yang baru masuk. Hatinya berasa perih, bagaikan sebuah luka yang diolesi air perasan jeruk nipis.

"Hello.” Reino menjentikkan jarinya di depan wajah Dira yang masih bengong, membuat gadis itu langsung tersadar.

"Aku mau," ucapnya langsung.

"Apa?!" Reino malah kaget mendengar jawaban Dira. Padahal tadinya berpikir kalau gadis ini bakalan mengamuk dirinya, tapi ternyata Dira masih sama dengan gadis lain yang habis dibuang bisa dipungut lagi.

"Kan kamu ngajak balikan."

''Kita jadian," ucap Reino dengan bingkaian senyuman di bibirnya, sambil menggenggam tangan Dira.

Keputusan yang benar-benar gila kembali diambil Dira. Ia kembali menerima Reino yang si tukang selingkuh ini. Asli, ini rasanya berasa nggak rela aja tangannya dipegang sama Reino. Tapi, mau bagaimana lagi. Ah, anggap saja ini sebuah pengorbanan hati untuk jadi lebih baik lagi. Meskipun ia pesimis akan hasilnya.

"Eh, temen-temen aku lagi mau balapan, kita nonton, yuk," ajak Reino.

Sebenernya ia malas, tapi tetap dengan alasan yang sama, yang tak ingin berlarut dalam kesedihan Dirapun menyetujui ajak Reino. Seakan flashback ke kisah kelamnya dulu saat di mana ia dan Reino masih menjalin hubungan. Ya, hanya jadi pacar sebagai status, tapi di belakang dia malah memiliki banyak cadangan. 

"Jalan masing-masing, ya, aku bawa mobil soalnya," jelas Dira.

Gila! Baru saja ia jadian lagi sama Reino, cowok itu langsung bertindak agresif dengan merangkul pinggangnya saat berjalan keluar dari cafe menuju parkiran. Meskipun Leo pernah lakuin yang lebih, sih, tapi ia merasa tak rela saja kalau Reino yang melakukannya.

Saat menuju ke parkiran, tiba-tiba seseorang langsung menarik pergelangan tangan Dira hingga ia terlepas dari rangkulan Reino. Jelas saja ia kaget, karena yang ada dihadapannya saat ini adalah Leo yang bersama Indah di sampingnya.

"Kenapa kamu malah jalan sama dia," ucap Leo sambil menunjuk ke arah Reino. Terlihat sekali kalau nada itu penuh emosi.

"Heh, lo mau ngapain. Dira ini cewek gue," ucap Reino menarik Dira kembali padanya.

"Diem! Gue nggak ada urusan sama Lo!" bentak Leo pada Reino.

Dira bahkan sampai kaget, karena ini adalah kali pertamanya ia melihat ekspresi Leo yang emosi. Leo yang biasanya kalem, dingin, mau bicara saja dia seolah harus merangkai kalimat yang tepat dulu, bisa berubah seperti ini.

"Maaf, Leo. Kita nggak ada hubungan apa-apa lagi," ucap Dira. "Toh, sekarang udah ada Bu Indah di samping kamu," tambah Dira sedikit mengarahkan pandangannya pada Indah yang memasang muka juteknya.

Leo merebut kunci mobil yang ada di tangan Dira.

"Balikin kunci mobilku," pinta Dira. Tapi di abaikan Leo.

Leo membuka pintu mobil milik Dira dan memaksa gadis itu untuk masuk. Meskipun Dira heboh karena sikapnya, tetap saja ia tak perduli dan mengunci dia di dalamnya.

"Heh! Cewek gue mau lo apain?" tanya Reino marah pada Leo dan bersiap memukul. Tapi, Leo lebih dulu memberikan pukulan di perutnya, hingga ia langsung terjungkal.

"Leo! Aku ini calon istri kamu. Harusnya kamu bisa sedikit menghargai perasaanku," ucap Indah menghentikan Leo yang hendak masuk ke dalam mobil Dira.

"Terima saja kenyataan, kalau aku nggak cinta sama kamu," balas Leo langsung masuk ke dalam mobil, meninggalkan Indah yang sakit hati dan Reino yang masih memegangi perutnya.

"Leo!!!" teriak Indah kesal menatap kepergian Leo.

Di perjalanan Dira hanya diam dan tak mengarahkan pandangannya sedikitpun ke arah Leo, walaupun hatinya menginginkannya. Rasanya masih nyesek. Bukan karena marah pada sikap Leo, tapi justru nyesek karena tak bisa lagi bersikap seperti sebelumnya, meski dia ada dalan jangkauannya.

"Kenapa melakukan ini padaku?" tanya Leo.

Dira tak menjawab, membuat Leo agak kesal dengan sikap gadis itu. Ia menghentikan laju mobil di tepi jalan.

"Kenapa melakukan ini padaku, Ra?" tanya Leo lagi, masih dengan pertanyaan yang sama. Tapi tetap, Dira tak bergeming. Dia hanya memandangi ke luar kaca mobil.

"Dira! Aku lagi bicara sama kamu!" Leo menangkup wajah Dira agar menghadap fokus padanya. "Jawab aku."

"Lepasin aku!" Dira menyingkirkan tangan Leo yang menangkup wajahnya. "Kita udah berakhir, Leo. Jadi, jangan ikut campur dengan kehidupanku lagi." Sebuah perkataan yang merupakan kebohongan terbesar dalam hidupnya. Hatinya benar benar menangis.

"Kamu menganggap hubungan kita sudah berakhir, tapi aku tidak," balas Leo.

Hati Dira benar-benar diuji. Ya, diuji untuk mengambil keputusan yang sulit. Bahkan, mendengar kalimat itu saja dari mulut Leo, air matanya seakan mau tumpah.

"Kembali padaku, ku mohon," pinta Leo memohon.

Dira menangkup wajah Leo. Sungguh, ia benar-benar tak kuat dengan situasi ini. Bukan perkara cinta yang ia pikirkan, tapi justru keadaan lah yang membuat keputusan ini ia ambil. 

"Leo, dengarkan aku. Kalau boleh jujur, sampai detik ini, bahkan sampai napasku berhenti pun, ku pastikan rasa cintaku nggak akan pernah luntur buat kamu. Tapi, kita memang tak bisa bersama," terang Dira dengan suaranya yang serak karena menahan tangis.

Leo langsung menarik Dira ke pelukannya, erat seakan tak akan pernah ia lepas. Seorang gadis, sekaligus mahasiswi yang membuatnya bertekuk lutut.

"Aku nggak mau kita pisah, ku mohon tetap bersamaku," harap Leo.

Di pelukan Leo,  Dira menumpahkan air mata yang sedari tadi ia coba tahan. Selang beberapa saat, ia melepaskan dirinya dari pelukan Leo. Menghapus bekas air mata di pipinya dan keluar dari mobil, begitupun Leo yang ikut keluar.

Berdiri berhadap hadapan dengan Leo. Anggap saja ini adalah terakhir kalinya ia memiliki kebebasan bisa memandangi wajah Leo dari dekat dan lekat.

"Sekarang, kembalilah pada Bu Indah. Wanita yang pantas buat kamu," ujar Dira perlahan. Hati mana yang tak sedih, ketika meminta cowok yang ia cintai dan mencintainya pergi dengan wanita lain.

"Apa ini yang kamu inginkan?" tanya Leo dingin.

Meskipun hati Dira berkata, tidak. Tapi, bibirnya harus mengucapkan kata, "iya."

Tanpa berkomentar apa-apa lagi, Leo langsung berbalik badan hendak pergi. 

"Tunggu," tahan Dira pada Leo, membuat dia menghentikan langkahnya.

Sebuah senyuman penuh harapan tergurat di bibir Leo ketika Dira menahannya. Langsung berbalik badan dan kembali padanya degan harapan besar.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Wiwik Setyo Wiyati
Dag dig dug.. Dira hentikan pak leo
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status