Share

BAB : 4

Author: Soffia
last update Last Updated: 2021-09-20 18:26:48

"Aku mau ngajak kamu ketemu sama orang tuaku,'' ujar Leo.

"Hah?" Dira sedikit kaget saat mendengar ajakan Leo itu.

Ia senang, karena ternyata Leo menganggap hubungan mereka serius. Tapi ia takut, gimana kalau orang tua Leo tak suka padanya? Ya, kurang lebih seperti yang dialami sahabatnya Kiran diawal perkenalannya dengan Kim, mamanya Arland.

"Tapi aku belum siap," ucap Dira dengan senyuman yang dipaksakan. 

"Kenapa?"

"Takut."

"Kenapa harus takut. Orang tuaku tak mengkonsumsi daging manusia, jadi tak perlu khawatir," jelas Leo berusaha membuat rasa takut kekasihnya ini menghilang.

Leo masih sempat-sempatnya bergurau, coba saja kalau dirinya yang berada diposisi Dira. Bisa dipastikan juga akan mengalami perasaan yang sama. Bukan apa apa, hanya saja feeling nya sedikit tak baik hari ini. Dan sekarang tiba tiba Leo malah mengajak ketemu orang tua dia, semakin takutlah ia.

"Mobil kamu biar di sini aja, nanti aku anterin ke sini lagi," jelas Leo.

Padahal Dira belum berkata 'iya' untuk ajakan itu. Mau tak mau, siap tak siap, Dira menurut saja dengan ajakn Leo.

Dira merasa, ini lebih menegangkan daripada naik wahana permainan tornado, yang paling ia takuti itu. Bahkan, jarak antara kampus menuju kediaman Leo terasa sangat dekat. Mungkin efek dari rasa takutnya membuat rumah Leo jadi berpindah posisi jadi dekat. Halusinasi yang parah.

Sampai ditujuan, keduanya segera masuk ke dalam rumah. Leo terus menggandeng tangan Dira.

"Ma, Pa," sapa Leo pada kedua orang tuanya yang pada saat itu sedang duduk di sofa. Seketika itu pandangan mereka langsung tertuju padanya dan Dira yang berada di sampingnya. 

Awalnya masih biasa, tapi saat Dira jadi objek fokus keduanya, seperti sebuah rasa tak suka langsung terpancar dari wajah keduanya. 

"Ma, Pa, kenalin, ini Dira ... pacar aku," ungkapnya memperkenalkan Dira yang saat itu sudah terlihat tegang.

"Hai, Om, Tante. Kenalin, aku Dira," terang Dira memperkenalkan diri sambil mencium punggung tangan kedua orang tua Leo secara bergantian. Ya, mereka masih menyambut perkenalannya.

"Silahkan duduk," suruh wanita paruh baya itu pada Dira.

 

Dira duduk di sofa yang posisinya memang bersebelahan dengan Leo. Berharap semua hal menakutkan ini segera berakhir, ia benar benar tak tahan. Apalagi dengan sikap orang tua Leo, terutama mamanya yang seperti menelisik jauh ke dalam dirinya. 

"Pekerjaan kamu?" tanya Demian, laki laki paruh baya yang merupakan papanya Leo.

Kaget nggak, sih ... tiba-tiba baru pertama ketemu langsung ditanya tentang pekerjaan. Sepertinya rasa ketakutannya benar benar sedang diuji. Jadi, sekarang jawaban apa yang akan ia berikan? Dari pertanyaan itu saja sudah membuatnya meyakini jika mereka berharap  wanita yang bersama Leo adalah wanita yang mapan.

"Pekerjaan? Itu ... aku masih kuliah, Om," jawab Dira berusaha tetap tenang. Yang sebenarnya ia memang dalam keadaan gugup parah.

"Jadi, maksud kamu, kamu itu mahasiswinya Leo," tebak Gauri mamanya Leo angkat bicara.

Dira mengangguk, membenarkan tebakan Gauri. "Iya, Tante. Aku mahasiswinya Leo."

"Leo! Mama kan sudah bilang sama kamu, kalau mau cari pasangan itu yang udah sarjana. Dan yang terpenting adalah, dia memiliki nilai tinggi dalam bidang akademik. Lah ini, apa? Kamu pacaran sama anak kuliahan." Mengarahkan telunjuknya ke arah Dira.

"Ma, bisa nggak, sih, jangan ngebahas itu lagi?"

Jujur saja, ini bukan pertama kalinya mamanya membahas dan mengaitkan wanita yang akan menjadi pendampingnya, harus memiliki kriteria yang seperti itu. Bahkan berkali kali, hingga rasanya membosankan.

"Oke, nggak masalah kalau dia masih berstatus sebagai mahasiswi. Tapi, bagaimana dengan nilai-nilainya di kampus?"

Sontak, Dira yang mendengar itu semua langsung kaget. Karena apa? Karena dirinya sangat bermasalah dengan semua mata pelajaran di kampus, yang berujung pada nilai-nilainya yang berada di bawah rata-rata.

"Aku cintanya sama Dira, bukan sama nilainya, Ma!" Leo mulai emosi.

Biasanya hanya membahas masalah ini dengannya lewat telepon atau pesan singkat. Sekarang mereka berdua balik ke Indonesia hanya untuk mengurusi tentang siapa yang pantas untuk dirinya. Sekarang, dihadapan Dira ... bahkan mereka bersikap tak baik. Jujur saja, ia tak bisa menerima sikap itu.

"Kamu bagaimana, sih. Malah memilih gadis yang bodoh. Padahal, kami sebagai orang tua sudah memilihkan gadis yang lebih pintar untukmu."

"Dan aku nggak setuju!" Leo menyahut dengan tegas. "Yang menjalani semuanya adalah aku dak nggak suka diatur!"

 

Dira langsung bangkit dari posisi duduknya saat ia sudah tak kuat mendengar itu semua. Tak ingin lagi, jika Leo harus beradu mukut dengan orang tua dia. Hanya kqrena dirinya yang merwka anggap tak pantas.

"Maaf, Om, Tante, aku permisi dulu," ucapnya pamit dan langsung berlalu pergi dengan sedikit berlari keluar dari kediaman Leo.

"Ra!" panggil Leo, tapi panggilannya diabaikan oleh Dira.

"Leo, biarkan dia pergi!" Gauri menahan langkah putranya.

"Aku nggak akan pernah setuju, dengan pilihan kalian itu," ucap Leo dan iapun segera berlalu pergi dari hadapan orang tuanya untuk menyusul Dira.

Leo terus mengejar Dira yang sudah keluar dari gerbang rumahnya. Hingga akhirnya ia bisa menyusul.

"Dira, berhenti," pinta Leo saat tangannya berhasil menyambar tangan Dira, hingga dia menghentikan langkahnya seketika itu juga.

"Apalagi? Kamu nggak denger, apa yang dikatakan orang tuamu tadi. Aku nggak pantas buat kamu, Leo. Jadi, sepertinya ini sudah berakhir. Ada baiknya kalau kita pu--"

Leo langsung meletakkan telunjuknya di antara bibir Dira, sebelum kalimat yang menyakitkan itu dia ucapkan. Dan ia tak akan pernah membiarkan sampai kapan pun dia mengutarakan hal itu.

"Jangan mengatakan kalimat itu. Ku mohon."

Dira menangis. Ya, ia benar-benar menangis kali ini. Bahkan saat putus dari mantan-mantannya yang lalu-lalupun, tak ada air mata yg ia keluarkan. Bahkan terasa biasa saja. Tapi saat fengan Leo, semua terasa menusuk ke dalam hati. 

Leo membawa Dira ke pelukannya. Ia tak ingin wanitanya itu merasakan kesedihan sendirian.

"Aku harap kamu bisa bertahan," ucap Leo yang masih memeluk Dira.

"Aku nggak sekuat itu, Leo," ucap Dira yang melepaskan diri dari pelukan Leo.

"Yakin, mau mengakhiri hubungan ini?" tanya Leo menghapus air mata yang membasahi pipi gadis itu.

Dira langsung menggeleng cepat menjawab pertanyaan itu. 

"Bagus. Itu jawaban yang ku harapkan," balas Leo. "Tunggu disini, aku ambil mobil dulu," pinta Leo sambil mengelus oipi Dira dengan lembut. 

Dira menunggu ditepi jalan, sedangkan Leo kembali ke halaman rumahnya untuk mengambil mobil. Saat menunggu,  Dira melihat seseorang yang turun dari taksi dan masuk ke halaman rumah Leo. Tersenyum miris, ketika melihat dengan jelas sosok itu. 

"Bu Indah," gumamnya. 

Saat itu juga Dira bisa memastikan, siapa Indah dan apa tujuan wanita itu datang ke kediaman Leo. Segera menyetop sebuah taksi yang kebetulan lewat, dan langsung pergi dari sana. Kembali menuju kampus untuk mengambil mobilnya dan lanjut pulang. Rasanya ingin berdiam diri di kamar. Kepalanya pusing memikirkan kisah percintaannya yang begitu rumit bagikan rumus Fisika.

"Non, udah pul ...”

"Aku mau istirahat dan jangan ada yang mengganggu!”  Dira langsung menimpali perkataan Bibik seolah menegaskan pesannya itu.

"Tapi, Non ...”

"Siapapun itu," timpalnya, lagi.

Setibanya di kamar, Dira langsung menangis sejadi-jadinya dan berteriak-teriak histeris. Bahkan, Bibik yang sedang mencuci piring di dapur pun, bisa mendengar.

Ia akui kalau dirinya tak sekuat Kiran, yang bisa memenangkan hati orang tuanya Arland. Karena apa? Dirinya bukanlah seorang gais dengan otak yang pintar, hingga bisa mencari cara untuk menang. Bahkan untuk masalah ini, sepertinya dirinya mulai pasrah.

"Gue nggak bisa kayak gini," gumamnya sambil menghapus bekas air mata di pipinya.

Meengambil ponselnya yang berada di dalam tas dan mencari kontak Leo. Tak butuh waktu lama, karena cowok itu langsung menjawab panggilan teleponnya.

''Dira, kamu kemana. Kenapa pergi gitu aja?" tanya Leo langsung bicara.

"Aku mau kita ketemuan. Nanti malam jam 7, di taman dekat kampus," ucap Dira tanpa menjawab pertanyaan Leo dan langsung menutup teleponnya begitu saja.

Setelah menutup telepon, ia kembali menangis. Tak tahu, apa yang akan terjadi selanjutnya ... entah keputusan yang diambilnya ini benar atau tidak. Pikirannya begitu kacau untuk berpikir jernih. Yang jelas baginya, semua ini tak menyakiti Leo.

Tepat jam 7 malam, Dira sampai ke tempat janjiannya dengan Leo. Saat sampai, ternyata cowok itu sudah terlebih dahulu ada di sana.

"Apa kamu habis menangis?" tanya Leo saat mendapati mata Dira yang sembab. Mengamit tangan gadis itu, dan menyentuh wajahnya yang tampak memerah bahkan sembab.

Menatap fokus pada Leo yang ada dihadapannya. Sungguh, seakan tak bisa diri ini menahan untuk tak berada di sisi dia. "Aku mau bicara sesuatu hal yang penting sama kamu." Dira tak menjawab pertanyaan Leo.

"Apa?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Good Morning Pak Dosen (Series 3)   SELESAI

    Berhari-hari dalam asuhan keluarga Arland, memanglah tak mudah. Bayi ini seolah paham dan tahu kalau dirinya tak berada dalam asuhan orang tuanya. Bahkan di awal-awal, suhu tubuh mungil itu sempat panas. Kiran berpikir untuk menghubungi Leo, tapi Arland melarang.Tapi seiring waktu, sepertinya dia mulai merasa nyaman dan tenang.Gauri dan Demian berkunjung. Ya, bisa di bilang setiap hari keduanya datang untuk menemui cucu mereka.“Om sama Tante mau ngasih sesuatu,” ujar Gauri dengan bayi kecil yang berada dalam gendogannya.“Apa, Tante?” tanya Kiran.Demian mengeluarkan dua lembar kertas kertas dari dalam saku kemejanya dan menyodorkan pada Kiran dan Arland.“Kedua nama ini ...”“Sepertinya mereka sudah mempersiapkan sebuah nama jauh-jauh hari,” ujar Demian. “Tadi siang Om nggak sengaja melihat nama itu tertera di salah satu buku catatan milik Leo di ruang kerjanya. Kemarin Tante j

  • Good Morning Pak Dosen (Series 3)   EKSTRA PART : 5

    Sudah satu bulan lamanya Dira pergi dari sisinya, bahkan tak sedetik pun otaknya berpaling dari nama itu. Nama yang memenuhi hati dan pemikirannya. Mungkin ia akan gila. Ya, gila ditinggal sang istri.Hidup tanpa tujuan, itu layaknya kertas putih tanpa warna. Flat, tanpa ada yang harus diperjuangkan. Rasa sakit kehilangan benar-benar membuatnya hancur berkeping-keping dan tak akan pernah kembali utuh.Hanya kenangan yang bisa jadi penenang di kala rasa rindu mulai merasuki. Hanya tangisan yang kadang berurai saat mengingat detik-detik kepergian dia yang dicinta.Tak ada sentuhan, pelukan hangat, kata-kata manis, dan penyemangat. Tak ada lagi wajah manis yang ia dapati saat membuka mata di pagi hari. Dia pergi jauh, seakan dirinya begitu sangat dibenci. Dia pergi meninggalkan luka menganga yang tak ada obatnya.Tersenyum saat meninggalkan dirinya ... apa itu yang dia katakan dengan cinta? Saat meminta untuk tetap bersama, justru dirinya ditinggal

  • Good Morning Pak Dosen (Series 3)   EKSTRA PART : 4

    Malam yang benar-benar begitu terasa panjang bagi Leo. Saat menunggu hal-hal yang membuat hatinya benar-benar terasa resah. Seharusnya ini adalah hal yang membahagiakan bagi dirinya dan Dira, tapi justru malah sebaliknya.Angan-angan keduanya yang sudah dirancang sedemikian rupa ... apakah akan musnah dalam sekejap mata?Lampu peringatan yang ada di atas pintu masuk ruang operasi, kini padam. Seiring dengan suara tangisan melengking dari arah dalam ruangan. Iya, tangisan bayi memecahkan rasa gelisah semuanya.Leo yang tadinya seolah hanya fokus pada pikirannya, kini menatap ke pintu ruangan yang dibuka dari arah dalam. Segera bangkit dan dengan cepat menghampiri seorang dokter yang keluar dari sana.“Dokter, gimana Dira ... gimana istri saya dokter?”“Putri saya baik-baik aja, kan, dokter?” tanya Riani.Dengan cucuran air mata yang seolah tak berhenti ia keluarkan dari tadi, kini cemasnya semakin memuncak. Bagaimana t

  • Good Morning Pak Dosen (Series 3)   EKSTRA PART : 3

    Orang yang paling penting dalam hidupnya, bahkan ia lebih menomorsatukan dia dibanding nyawanya sendiri ... kini tengah berjuang bertaruh nyawa. Tangannya bergetar saat kenyataan buruk ini menghampirinya.Lembaran kertas diagnosa yang diberikan dokter, terlepas begitu saja dari tangannya. Hatinya terasa benar-benar mengalami sayatan menyakitkan. Berharap ini adalah saat-saat yang paling membahagiakan, tapi justru sebaliknya.“Maaf ... saya sudah menjelaskan semuanya pada Mbak Dira dari awal, tapi beliau tetap kekeuh mempertahankan kehamilannya. Tak sekali dua kali peringatan itu saya berikan, lagi-lagi belia tetap pada pendirian.”Ia menangis, kali ini akan jadi hal paling menyedihkan baginya. Sebagai suami, ia benar-benar merasa lalai menjaga sang istri. Dia sakit, bahkan sakit parah hingga harus bertaruh nyawa dan ia tak mengetahui itu semua. Sekarang, tanpa dirinya ketahui, Dira tetap melanjutkan kehamilannya, seolah tak memikirkan keselamatannya

  • Good Morning Pak Dosen (Series 3)   EKSTRA PART : 2

    Sampai di rumah, ternyata ia dapati Leo juga baru sampai. Lega, karena suaminya ini tak menghubunginya saat ia masih berada di rumah sakit. Karena pasti dia akan mengetahui kondisinya.“Loh, kok udah pulang?” tanya Dira heran. Karena suaminya bilang dari kantor, langsung menuju kampus karena ada jadwal mengajar.“Aku pulang cepat, mau nemenin kamu ke rumah sakit,” jawabnya.Dira terkekeh. “Sayangnya ini aku baru balik dari rumah sakit,” ungkapnya. “Harusnya tadi kamu telepon dulu, Leo.”Leo tersenyum sambil membelai lembut kepala sang istri. Ya, memang salahnya, sih. “Next time aku pastiin bakalan nemenin kamu. Meskipun kamu melarangku,” ungkapnya.Dira hanya membalas dengan anggukan. Jadi, bagaimana bisa ia membuat laki-laki yang ada dihadapannya ini bersedih. Setidaknya akan ia berikan hal terbesar dan pengorbanan terbesarnya untuk Leo.“Kenapa melihatku seperti itu?”

  • Good Morning Pak Dosen (Series 3)   EKSTRA PART : 1

    Sebuah pernikahan akan terasa begitu lengkap oleh kehadiran seorang anak. Iya, siapapun pasangannya, pasti akan mengharapkan itu. Tak terkecuali Leo dan Dira.Bulan bulan di mana rasa mual terus menerpa dirinya di setiap pagi, hingga rasa tak nyaman saat harus memilih posisi tidur ketika sang anak yang ada di dalam rahimnya mulai bergerak aktif. Dira lalui itu dengan rasa haru. Iya, berharap semua ini akan indah pada waktunya.Pagi ini masih seperti biasa ... menyiapkan sarapan untuk Leo, sebelum suaminya itu melakukan rutinitas. Apalagi kalau bukan status dosen yang masih dia sandang, hingga pekerjaan kantor yang seolah tak ada hentinya.Terkadang sebagai seorang istri, tentu saja ia tak tega saat sang suami harus lelah setiap hari. Tapi mau membantu pun, kondisinya yang justru tak mendukung.“Ra, kamu nggak apa-apa, kan?” tanya Leo saat Dira terlihat begitu pucat pagi ini.“Enggak,” jawabnya dengan senyuman. Kemudian berla

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status