Share

Bab 8

Author: Eyn Wija
last update Last Updated: 2022-06-02 09:48:21

“Maksud kamu bakal jagain aku itu apa, Ren? Apa kamu bakal bersamaku terus selama dua puluh empat jam? Gila kamu, ya?” sewot Ayra. Dia melonggarkan tautan tangannya. Sedikit memberi jarak dengan tubuh Rendra. Mencoba menatap wajah Rendra walaupun sudah tahu bahwa itu tidak akan bisa jika Rendra tidak menoleh ke samping. “Tapi boleh juga kok, Ren. Kita bisa tidur bareng, hihi.” 

“Ayra!” Rendra membentak, menginterupsi supaya Ayra berhenti dari sikap yang benar-benar bisa membahayakan gadis itu sendiri. Lelaki itu semakin sadar bahwa Ayra sungguh membutuhkan dirinya. Tidak akan membiarkan lelaki manapun mendekati kekasihnya. Rendra tidak berencana memutuskan Ayra lagi.

“Kenapa, Ren?” Bukannya takut atau menjauhkan diri, Ayra justru semakin menempel di punggung Rendra. Meletakkan dagu di pundak lelaki itu sehingga membuat Rendra merinding.

“Huh, sabar banget jadi aku. Ra, kamu bahaya banget tahu nggak, sih? Mundur dikit!” bentak Rendra. Dia benar-benar marah atas sikap Ayra kepadanya. Hal itu membuyarkan fokus Rendra yang sedang mengendarai motor.

Dengan sedikit rasa kecewa, Ayra memundurkan tubuhnya bahkan melepaskan kedua tangannya. Saat ini, tangannya berganti diletakkan di atas kakinya sendiri. Wajahnya ditekuk sedih. Apakah Rendra tidak menyukai dirinya?

Sisa waktu yang mereka habiskan sepanjang jalan dilalui dengan saling berdiam. Rendra dibuat lega pasal Ayra tidak lagi menempel di punggungnya. Jantungnya aman kembali.

Sebaliknya, sejak bentakkan tadi, Ayra terus menekuk wajah. Tidak berani lagi mengatakan sedikitpun kata dari bibirnya, apalagi menyentuh Rendra. Kecuali jika ada sesuatu yang membuat Ayra kaget, maka dia reflek memeluk Rendra dari belakang.

Rumah Attar yang Ayra tinggali memiliki jarak yang lumayan memakan waktu walaupun tidak terlalu jauh dari sekolah. Kisaran tiga puluh menit. Mereka melalui jalan yang berada di antara persawahan luas.

Udara sore yang mulai berubah menjadi dingin, membuat Ayra memekik kedinginan. Dia reflek mencengkeram seragam sekolah Rendra meskipun dirinya sudah mengenakan jaket milik Rendra.

Merasa ada yang meremat baju dan tangan itu menyentuh kulitnya, Rendra menunduk untuk melirik ke tangan Ayra. Dia tersadar jika gadis di belakangnya sejak tadi terdiam karena bentakan darinya. Rendra tersenyum lalu pandangannya kembali lurus ke depan. Dia menarik tangan Ayra untuk melingkar di perutnya seperti semula.

“Kalau dingin, bilang. Sebenarnya aku yang dingin,” tutur Rendra dengan lembut, tetapi dipastikan jika Ayra dapat mendengar suaranya. Dia mengusap punggung tangan Ayra.

Di balik tubuh Rendra, Ayra menyembunyikan wajah merah meronanya karena perlakuan Rendra yang diinginkan oleh dirinya. Itu lebih baik, bukan? Daripada dirinya yang menyodorkan diri terlebih dulu?

Rumah tingkat berlantai dua yang terpampang menonjol di antara rumah lain, dengan cat berwarna abu-abu muda dipadu dengan warna abu-abu tua. Tampak minimalis meskipun di dalamnya lumayan luas. Ada banyak pot bunga yang terdapat tanaman kecil di balkon kamar, serta di teras rumah tersebut. Sebagian halaman depan juga ditumbuhi oleh rumput hijau sehingga menambah kecantikan area rumah.

Rendra memberhentikan motornya tepat di depan pintu gerbang rumah setelah Ayra sendiri yang menginterupsi. “Ini rumahnya?” 

Ayra mengangguk pasti padahal anggukannya tidak bisa Rendra saksikan. “Masuk. Jangan di sini,” perintah Ayra lalu turun dari kendaraan milik kekasihnya. Kemudian membuka gerbang rumah. “Motornya ikut masuk, Ren,” lanjutnya.

Rendra tidak menjawab dan segera mengikuti perintah Ayra. Memarkirkan motor di depan pintu garasi. Ini kali pertama baginya datang ke rumah seorang gadis dengan status sebagai kekasihnya. Jujur saja lelaki itu sedikit berdebar. Dia sudah tahu semua tentang Ayra. Tentang tinggal dengan siapa dan apa penyebabnya. Rendra menerima apapun kondisi Ayra.

Ayra melepaskan helm. Rambutnya yang berantakan langsung dibenarkan olehnya. “Kenapa masih duduk? Nggak mau masuk? Nanti aku buatin minuman kesukaanmu. Tenang, nggak akan aku kasih racun kok, Ren. Apalagi obat perangsang, hehe.”

“Ayra! Dari mana kamu tahu nama obat itu, hm? Kita ini masih anak pelajar! Kenapa kamu tahu itu?” Meskipun Rendra tahu jika Ayra kemungkinan hanya bercanda, tetapi candaan itu sukses membuatnya naik darah.

Rendra juga sebagai lelaki ingin tegas dengan perempuan. Ingin menjadi pemimpin yang benar. Menuntun wanitanya ke jalan yang lebih baik. Melindungi pasangan lebih dari dirinya sendiri.

“Ehehe, maaf. Aku suka baca cerita di platform. Nggak sengaja baca yang kek gitu. Jadi, lumayan tahu. Tapi aku nggak berani coba-coba kok Ren, sumpah!” seru Ayra mengerjapkan mata dengan cepat. Tatapannya juga tampak tidak merasa bersalah. Ayra sebenarnya sosok gadis yang lugu tetapi selalu mencoba mencari tahu apa yang membuatnya penasaran.

“Tapi kalau coba-coba sama kamu, aku mau, Ren!”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Goodbye School   Bab 136 (SELESAI)

    Bunyi bel rumah membuat Ayra berjalan cepat menuju ke pintu untuk segera membukakannya. “Iya sebentar!” teriaknya sembari menuruni tangga. “Siapa sih, pagi-pagi gini udah ada yang datang? Kalau itu tamu kurang sopan, sih. Tapi kalau Mbok Inah nggak mungkin datang sepagi ini,” gumamnya dengan heran. Pasalnya, tidak biasanya ada orang yang datang ke rumahnya saat hari masih begitu pagi. Langit pun baru terlihat sedikit terang. Ayra meninggalkan Attar yang tadi masih rebahan di kasur. Dia meraih gagang pintu lalu membukanya. Betapa terkejut Ayra saat dia mendapati wajah seorang wanita yang berdiri di depan pintu dengan penampilan lebih menarik dibanding dirinya. Melihat wajah wanita itu, Ayra langsung menahan amarahnya yang seketika menggebu. Ada urusan apa lagi dengan wanita itu? Kendati demikian, Ayra harus belajar untuk bersabar. Dia terpaksa memasang wajah senyum. “Mbak Sania? Ada apa?” Ayra sadar bahwa semenjak mendengar kabar Sania dirawat di rumah sakit, kini sudah berlalu sel

  • Goodbye School   Bab 135

    “Coba jelasin.”“Kok kamu keliatan nggak suka gitu, Mas? Harusnya senang?”“Bu-bukannya aku nggak suka. Tapi aku kaget aja.”“Loh, kaget kenapa, Mas?” Ayra menuntut penjelasan atas reaksi suaminya yang terlihat membingungkan setelah dia menyatakan kalau Attar akan menjadi calon ayah. Seharusnya lelaki manapun akan merasa senang dan bangga mengetahui istrinya yang tengah hamil.“Maksud dari perkataanmu tadi ... kamu hamil?” tanya Attar untuk memastikan kembali.Kepala Ayra mengangguk.“Dari mana kamu tahu?”“Aku udah cek tadi sambil nungguin kamu pulang.”“Loh, tapi ‘kan aku pergi buat beli test pack. Kamu dapat alat itu dari mana?”“Makanya kalau mau apa-apa itu tanya atau bicara dulu sama istrinya. Ya aku masih nyimpen test pack lah! Aku punya stok banyak.” Ayra nyaris dibuat emosi oleh suaminya.“Oh ... jadi ... kamu beneran hamil?” Attar masih saja seperti orang linglung.“Ih! Mas Attar kok gitu reaksinya?!” teriak Ayra sambil memukul dada Attar dengan keras karena benar-benar kesa

  • Goodbye School   Bab 134

    “Ay, sampai sekarang aku merasa masih punya hutang sama dia. Aku merasa sangat bersalah. Aku merasa berdosa karena perbuatanku waktu itu. Aku harap kamu ngerti.” Attar menggigit bibir bawahnya. Menahan rasa gelisah sekaligus cemas. Takut apabila Ayra semakin marah.“Jadi ... kamu diam-diam masih mikirin dia, Mas?” Ayra mengusap air matanya yang menetes lagi, menyapu pori-pori di kulit wajahnya.Hati kecil Attar ingin sekali berteriak. Dia tidak bermaksud seperti itu. Namun dia gagal menyampaikan kepada Ayra dan wanita itu semakin salah paham terhadapnya.“Ay, kenapa kamu mikir sejauh itu?” tanya Attar sembari melangkah, mendekati Ayra. Kemudian perlahan meraih wajah Ayra dan berakhir memeluk tubuh istrinya.Tangis Ayra seketika pecah. Suaranya menggema di ruang tamu, teredam oleh dada Attar. Lelaki itu mempererat pelukannya.“Aku minta maaf. Ini salahku.”“Aku cuma takut kalau kamu diam-diam menjalin hubungan atau punya perasaan dengan wanita lain, Mas. Aku nggak mau sampai itu terjad

  • Goodbye School   Bab 133

    “Dari mana aja kamu, Mas?” tanya Ayra dengan nada dingin.Attar baru saja masuk ke rumah. Dia langsung mematung seketika mendapati istrinya berdiri tak jauh dari meja tamu, dengan posisi membelakanginya. Di sana sudah tidak ada kedua orang tuanya. Kemungkinan besar, ayah dan ibunya Attar sudah masuk ke kamar karena hari sudah berganti menjadi malam. Attar pergi selama kurang lebih dua jam.Keberanian Attar menciut. Terlebih lagi, Ayra terus memunggungi dirinya. Dapat disimpulkan bahwa wanita itu sungguh marah padanya.“Ay, aku habis—”“Siapa yang kamu bayarkan di rumah sakit?” Ayra memotong perkataan Attar dan ucapannya itu membuat sang suami menelan saliva dengan berat.Dari mana Ayra bisa tahu?Kini Ayra berbalik badan. Dia tidak mendengar jawaban dari Attar dan rasa kecewa itu terus menyelimuti hatinya hingga membuat napas Ayra terasa sesak.“Ayo jawab, Mas! Ada yang kamu sembunyiin dari aku? Jangan-jangan ada wanita lain yang diam-diam menjalin hubungan sama kamu di belakangku. Ta

  • Goodbye School   Bab 132

    “Mas? Kamu pergi? Jangan lama-lama, ya?” Ayra menyahut dari kejauhan sana.“Iya, Sayang. Nggak akan lama kok.”“Oke. Aku tunggu di rumah. Setengah jam lagi harus nyampe rumah. Daah.” Ayra mematikan panggilan secara sepihak.Sedang Attar menggigit bibir bawahnya. Perjalanan dia menuju rumah sakit terdekat saja memakan waktu sekitar dua puluh menit. Belum lagi dia harus menggunakan waktunya lagi untuk membeli makanan yang Ayra inginkan. Perjalanan pulang juga kembali memakan waktu.“Aku harus mencari cara supaya Ayra nggak marah. Atau aku harus mencari cara supaya bisa mencari alasan yang masuk akal kenapa aku bisa lama.” Attar bermonolog dalam hatinya.Attar kembali menoleh ke arah Sania. Wanita itu terlihat begitu malang. Ada apa dengan Sania? Mengapa terlihat rapuh seperti itu? Apakah terjadi sesuatu padanya?Attar mengontrol pikirannya. Itu bukan hak dan urusannya. Hanya saja, dia sedikit penasaran atas apa yang terjadi pada wanita yang ditempatkan di jok belakangnya.Dua puluh meni

  • Goodbye School   Bab 131

    “Ayra tidur?” tanya Sarah saat Attar kembali turun ke ruang tamu menemui kedua orang tuanya yang masih duduk di sana.“Iya, Bu. Badannya lagi kurang sehat. Mungkin dia sakit karena kecapekan.” Attar menjawab. Dia mengembuskan napas berat saat mengingat kalau keadaan istrinya saat ini sedang kurang baik meskipun jauh di lubuk hatinya, Attar merasa seperti ada kabar bahagia yang sebentar lagi hadir di rumah tangga mereka.“Jangan-jangan istri kamu nggak enak badan bukan cuma karena perjalanan aja? Gimana kalau ternyata Ayra sedang isi? Coba cek kehamilan,” usul Sarah yang langsung disetujui oleh suaminya.“Aku setuju banget, Bu. Attar, lebih baik sekarang kamu pergi ke apotek terdekat dan beli test pack. Nanti malam coba tes kehamilan. Ayah yakin kalau ini pertanda baik.”Attar mengalihkan perhatiannya ke wajah sang ayah. Dia belum sempat duduk dengan benar, tetapi perkataan ayahnya seakan menggugah hatinya untuk segera pergi ke suatu tempat dan mendapatkan alat kecil yang sedang dibica

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status