Share

Bab 8

“Maksud kamu bakal jagain aku itu apa, Ren? Apa kamu bakal bersamaku terus selama dua puluh empat jam? Gila kamu, ya?” sewot Ayra. Dia melonggarkan tautan tangannya. Sedikit memberi jarak dengan tubuh Rendra. Mencoba menatap wajah Rendra walaupun sudah tahu bahwa itu tidak akan bisa jika Rendra tidak menoleh ke samping. “Tapi boleh juga kok, Ren. Kita bisa tidur bareng, hihi.” 

“Ayra!” Rendra membentak, menginterupsi supaya Ayra berhenti dari sikap yang benar-benar bisa membahayakan gadis itu sendiri. Lelaki itu semakin sadar bahwa Ayra sungguh membutuhkan dirinya. Tidak akan membiarkan lelaki manapun mendekati kekasihnya. Rendra tidak berencana memutuskan Ayra lagi.

“Kenapa, Ren?” Bukannya takut atau menjauhkan diri, Ayra justru semakin menempel di punggung Rendra. Meletakkan dagu di pundak lelaki itu sehingga membuat Rendra merinding.

“Huh, sabar banget jadi aku. Ra, kamu bahaya banget tahu nggak, sih? Mundur dikit!” bentak Rendra. Dia benar-benar marah atas sikap Ayra kepadanya. Hal itu membuyarkan fokus Rendra yang sedang mengendarai motor.

Dengan sedikit rasa kecewa, Ayra memundurkan tubuhnya bahkan melepaskan kedua tangannya. Saat ini, tangannya berganti diletakkan di atas kakinya sendiri. Wajahnya ditekuk sedih. Apakah Rendra tidak menyukai dirinya?

Sisa waktu yang mereka habiskan sepanjang jalan dilalui dengan saling berdiam. Rendra dibuat lega pasal Ayra tidak lagi menempel di punggungnya. Jantungnya aman kembali.

Sebaliknya, sejak bentakkan tadi, Ayra terus menekuk wajah. Tidak berani lagi mengatakan sedikitpun kata dari bibirnya, apalagi menyentuh Rendra. Kecuali jika ada sesuatu yang membuat Ayra kaget, maka dia reflek memeluk Rendra dari belakang.

Rumah Attar yang Ayra tinggali memiliki jarak yang lumayan memakan waktu walaupun tidak terlalu jauh dari sekolah. Kisaran tiga puluh menit. Mereka melalui jalan yang berada di antara persawahan luas.

Udara sore yang mulai berubah menjadi dingin, membuat Ayra memekik kedinginan. Dia reflek mencengkeram seragam sekolah Rendra meskipun dirinya sudah mengenakan jaket milik Rendra.

Merasa ada yang meremat baju dan tangan itu menyentuh kulitnya, Rendra menunduk untuk melirik ke tangan Ayra. Dia tersadar jika gadis di belakangnya sejak tadi terdiam karena bentakan darinya. Rendra tersenyum lalu pandangannya kembali lurus ke depan. Dia menarik tangan Ayra untuk melingkar di perutnya seperti semula.

“Kalau dingin, bilang. Sebenarnya aku yang dingin,” tutur Rendra dengan lembut, tetapi dipastikan jika Ayra dapat mendengar suaranya. Dia mengusap punggung tangan Ayra.

Di balik tubuh Rendra, Ayra menyembunyikan wajah merah meronanya karena perlakuan Rendra yang diinginkan oleh dirinya. Itu lebih baik, bukan? Daripada dirinya yang menyodorkan diri terlebih dulu?

Rumah tingkat berlantai dua yang terpampang menonjol di antara rumah lain, dengan cat berwarna abu-abu muda dipadu dengan warna abu-abu tua. Tampak minimalis meskipun di dalamnya lumayan luas. Ada banyak pot bunga yang terdapat tanaman kecil di balkon kamar, serta di teras rumah tersebut. Sebagian halaman depan juga ditumbuhi oleh rumput hijau sehingga menambah kecantikan area rumah.

Rendra memberhentikan motornya tepat di depan pintu gerbang rumah setelah Ayra sendiri yang menginterupsi. “Ini rumahnya?” 

Ayra mengangguk pasti padahal anggukannya tidak bisa Rendra saksikan. “Masuk. Jangan di sini,” perintah Ayra lalu turun dari kendaraan milik kekasihnya. Kemudian membuka gerbang rumah. “Motornya ikut masuk, Ren,” lanjutnya.

Rendra tidak menjawab dan segera mengikuti perintah Ayra. Memarkirkan motor di depan pintu garasi. Ini kali pertama baginya datang ke rumah seorang gadis dengan status sebagai kekasihnya. Jujur saja lelaki itu sedikit berdebar. Dia sudah tahu semua tentang Ayra. Tentang tinggal dengan siapa dan apa penyebabnya. Rendra menerima apapun kondisi Ayra.

Ayra melepaskan helm. Rambutnya yang berantakan langsung dibenarkan olehnya. “Kenapa masih duduk? Nggak mau masuk? Nanti aku buatin minuman kesukaanmu. Tenang, nggak akan aku kasih racun kok, Ren. Apalagi obat perangsang, hehe.”

“Ayra! Dari mana kamu tahu nama obat itu, hm? Kita ini masih anak pelajar! Kenapa kamu tahu itu?” Meskipun Rendra tahu jika Ayra kemungkinan hanya bercanda, tetapi candaan itu sukses membuatnya naik darah.

Rendra juga sebagai lelaki ingin tegas dengan perempuan. Ingin menjadi pemimpin yang benar. Menuntun wanitanya ke jalan yang lebih baik. Melindungi pasangan lebih dari dirinya sendiri.

“Ehehe, maaf. Aku suka baca cerita di platform. Nggak sengaja baca yang kek gitu. Jadi, lumayan tahu. Tapi aku nggak berani coba-coba kok Ren, sumpah!” seru Ayra mengerjapkan mata dengan cepat. Tatapannya juga tampak tidak merasa bersalah. Ayra sebenarnya sosok gadis yang lugu tetapi selalu mencoba mencari tahu apa yang membuatnya penasaran.

“Tapi kalau coba-coba sama kamu, aku mau, Ren!”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status