Sebaliknya, sejak bentakkan tadi, Ayra terus menekuk wajah. Tidak berani lagi mengatakan sedikitpun kata dari bibirnya, apalagi menyentuh Rendra. Kecuali jika ada sesuatu yang membuat Ayra kaget, maka dia reflek memeluk Rendra dari belakang.
Rumah Attar yang Ayra tinggali memiliki jarak yang lumayan memakan waktu walaupun tidak terlalu jauh dari sekolah. Kisaran tiga puluh menit. Mereka melalui jalan yang berada di antara persawahan luas.Udara sore yang mulai berubah menjadi dingin, membuat Ayra memekik kedinginan. Dia reflek mencengkeram seragam sekolah Rendra meskipun dirinya sudah mengenakan jaket milik Rendra.
Merasa ada yang meremat baju dan tangan itu menyentuh kulitnya, Rendra menunduk untuk melirik ke tangan Ayra. Dia tersadar jika gadis di belakangnya sejak tadi terdiam karena bentakan darinya. Rendra tersenyum lalu pandangannya kembali lurus ke depan. Dia menarik tangan Ayra untuk melingkar di perutnya seperti semula.“Kalau dingin, bilang. Sebenarnya aku yang dingin,” tutur Rendra dengan lembut, tetapi dipastikan jika Ayra dapat mendengar suaranya. Dia mengusap punggung tangan Ayra.Di balik tubuh Rendra, Ayra menyembunyikan wajah merah meronanya karena perlakuan Rendra yang diinginkan oleh dirinya. Itu lebih baik, bukan? Daripada dirinya yang menyodorkan diri terlebih dulu?Rumah tingkat berlantai dua yang terpampang menonjol di antara rumah lain, dengan cat berwarna abu-abu muda dipadu dengan warna abu-abu tua. Tampak minimalis meskipun di dalamnya lumayan luas. Ada banyak pot bunga yang terdapat tanaman kecil di balkon kamar, serta di teras rumah tersebut. Sebagian halaman depan juga ditumbuhi oleh rumput hijau sehingga menambah kecantikan area rumah.Rendra memberhentikan motornya tepat di depan pintu gerbang rumah setelah Ayra sendiri yang menginterupsi. “Ini rumahnya?” Ayra mengangguk pasti padahal anggukannya tidak bisa Rendra saksikan. “Masuk. Jangan di sini,” perintah Ayra lalu turun dari kendaraan milik kekasihnya. Kemudian membuka gerbang rumah. “Motornya ikut masuk, Ren,” lanjutnya.Rendra tidak menjawab dan segera mengikuti perintah Ayra. Memarkirkan motor di depan pintu garasi. Ini kali pertama baginya datang ke rumah seorang gadis dengan status sebagai kekasihnya. Jujur saja lelaki itu sedikit berdebar. Dia sudah tahu semua tentang Ayra. Tentang tinggal dengan siapa dan apa penyebabnya. Rendra menerima apapun kondisi Ayra.Ayra melepaskan helm. Rambutnya yang berantakan langsung dibenarkan olehnya. “Kenapa masih duduk? Nggak mau masuk? Nanti aku buatin minuman kesukaanmu. Tenang, nggak akan aku kasih racun kok, Ren. Apalagi obat perangsang, hehe.”“Ayra! Dari mana kamu tahu nama obat itu, hm? Kita ini masih anak pelajar! Kenapa kamu tahu itu?” Meskipun Rendra tahu jika Ayra kemungkinan hanya bercanda, tetapi candaan itu sukses membuatnya naik darah.Rendra juga sebagai lelaki ingin tegas dengan perempuan. Ingin menjadi pemimpin yang benar. Menuntun wanitanya ke jalan yang lebih baik. Melindungi pasangan lebih dari dirinya sendiri.
“Ehehe, maaf. Aku suka baca cerita di platform. Nggak sengaja baca yang kek gitu. Jadi, lumayan tahu. Tapi aku nggak berani coba-coba kok Ren, sumpah!” seru Ayra mengerjapkan mata dengan cepat. Tatapannya juga tampak tidak merasa bersalah. Ayra sebenarnya sosok gadis yang lugu tetapi selalu mencoba mencari tahu apa yang membuatnya penasaran.“Tapi kalau coba-coba sama kamu, aku mau, Ren!”***“Astaga! Tobat gue punya cewek kayak lo. Masuk sana!” Rendra tampak mengusir keberadaan Ayra dari hadapannya supaya gadis itu segera masuk ke rumah. Rendra juga menjadi ragu untuk mampir ke sana. Takut jika Ayra terus menggodanya meskipun hanya iseng atau bergurau belaka.“Ayo, ikut.” Benar saja, Ayra bahkan sekarang sudah memeluk lengan tangan Rendra yang masih terduduk di atas motor. Lelaki itu terpaksa menuruti kemauan Ayra. Jangan sampai kekasihnya marah lagi.Dengan pasrah, Rendra mengimbangi langkah kaki Ayra yang berjalan masuk ke rumah. Tanpa mengetuk pintu karena pintu rumah mereka menggunakan sandi, Ayra dan Rendra bisa langsung masuk.Langkah kaki Rendra terhenti saat mereka melewatkan ruang tamu dan hendak menaiki anak tangga. “Stop,” pekik Rendra. Mencegah Ayra yang terus membawanya menyusuri ruangan asing baginya.“Kenapa, Ren?” Ayra mengerjapkan mata. Tidak menyadari apa kesalahannya, apa yang membuat kekasihnya itu menginterupsi mereka untuk berhenti.“Itu ruang tamuny
Ayra mendelikkan matanya, sedangkan Rendra menahan napas. Beruntung saja ada tisu yang berguna menghalangi kulit mereka. Sentuhan keduanya tidak resmi menjadi ciuman pertama. Ayra tersadar dengan kejadian mereka yang tidak disengaja. Dia reflek memundurkan diri hingga terjungkal ke lantai. Gadis itu mengaduh kesakitan sambil mengusap bokongnya yang terasa sakit. “Awh ....”Sementara itu, Rendra masih terkejut atas apa yang terjadi. “Ra, kamu nggak apa-apa?” tanya Rendra dengan khawatir. Dia menetralkan dirinya yang masih setengah sadar setelah terlelap beberapa menit. Kemudian mendekati Ayra.Ayra menggelang pelan, masih mendesis kesakitan. Rendra membantunya berdiri lalu duduk di sofa. Keduanya menjadi sedikit canggung karena kejadian baru saja.“Maaf, aku nggak tahu, Ra. Lagian kamu ngapain gangguin orang tidur?”“Kita udah ciuman, Ren,” kata Ayra dengan wajah memelas sekaligus tatapan lugu. Tidak sadar jika keberadaan dirinya membuat Rendra bergidik ngeri. Perlahan Rendra berings
Setelah Attar memasang pendengarannya, dia menangkap suara isak tangis dari dua bocah sekolah yang duduk di sofa dan tidak begitu jauh dari tempatnya berdiri. Attar terdiam sesaat. Dalam hatinya ingin sekali memisahkan mereka berdua. Enak sekali berpelukan di rumah orang lain meskipun sedang bersedih.“Ra. Kenapa kamu nggak pernah sekalipun keliatan sedih meskipun udah ditinggal pergi oleh orang tuamu?” Rendra bertanya dengan lirih. Kemudian melepas pelukan mereka berdua. Rendra menatap Ayra dengan berlinangan air mata yang masih membasahi pipinya.“Bukan gitu, Ren. Aku cuma nyembunyiin kesedihanku dari dunia. Aku nggak mau orang-orang memandangku kasihan. Aku nggak suka nunjukkin diriku di saat aku lemah.” Ayra menjelaskan dengan suara paraunya. Tangannya mengusap air mata Rendra, begitu pula sebaliknya dengan yang Rendra lakukan.“Ternyata dibalik sifatmu yang nyebelin, kamu cewek yang kuat, Ra.” Tatapan Rendra menelisik wajah Ayra sampai pandangannya bergulir ke belakang Ayra dan me
“Mana Pak?! Nggak bisa jawab, ‘kan?”“Aku.” Attar menjawab sembari menunjuk diri sendiri. “Pak Attar sakit kali, ya?” Ayra bertanya lagi dengan nada kesal penuh amarah. Lebih tepatnya itu bukan kalimat tanya, melainkan tuduhan. Kemudian Ayra pergi meninggalkan Attar dengan cara mengentakkan kakinya ke lantai. Pikiran Ayra bertambah kacau usai lelaki dewasa itu sesimpel mengatakan ‘aku’ yang maknanya tidaklah sederhana.Sementara, Attar merasa hatinya seperti tercekik kuku-kuku tajam ketika gadis yang memang membuatnya merasakan hal berbeda, melontarkan kalimat yang menunjukkan kalau dirinya sakit atau gila. Ayra pasti mengira bahwa ini hanya lelucon semata.Pada saat seperti inilah, Attar selalu tidak mampu bertindak. Jauh di lubuk hatinya, ada rasa ingin memiliki sosok Ayra untuk hidupnya meskipun itu hanya sekecil batu kerikil. Namun, keinginan tersebut lebih kuat dibanding magnet yang saling tarik menarik. Untuk sementara, sebaiknya Attar membiarkan situasi tetap seperti ini dulu.
Ayra terdiam dan bermonolog di dalam hatinya yang bertanya mengapa lelaki di hadapannya memperlakukan dirinya layaknya seorang kekasih, tetapi terkadang juga seperti anak kecil. Ayra merasakan debaran jantungnya meningkat saat berada begitu dekat dengan Attar. “Aku rasa kamu bukan demam, Ay.” “Saya nggak apa-apa, Pak.” Ayra langsung menepis kedua tangan Attar yang semakin membuat kewarasan otaknya hampir hilang. Dia duduk di depan meja. Buru-buru mengambil makanan untuk dilahap. Ayra tidak lagi menghiraukan keberadaan Attar yang masih berdiri di sebelahnya, memperhatikan dirinya. Ayra bahkan tidak tahu malu karena melahap makanan dengan cepat “Pelan-pelan. Nanti tersedak.” Attar terkekeh. Dia berujar lalu menuangkan air putih ke dalam gelas kosong di sebelah piring makan Ayra. Kemudian Attar menempati kursi yang ada di depan Ayra. Pria itu mulai mengambil nasi sambil matanya menatap kegiatan Ayra. Mendapatkan perlakuan yang akhir-akhir ini terasa berbeda, sebenarnya Ayra ingin mem
“Brengsek!” pekik Attar saat dirinya telah sampai di luar kamar Ayra. Dia mengepalkan dua tangannya dengan erat karena merasa begitu gemas. Apakah orang yang berada di dalam video tadi adalah Rendra bersama wanita lain? Sayang sekali kamera ponsel tidak menampakkan seluruh isi ruang kamarnya Rendra. Attar menjadi semakin yakin jika Rendra merupakan lelaki mesum. Mengapa Ayra masih saja berhubungan dengan anak itu? Attar tahu kalau Ayra memang sosok gadis polos. Namun, apakah Ayra tidak bisa melihat mana lelaki baik-baik dan mana lelaki berengsek? Attar berjalan meninggalkan kamar Ayra. Dia masuk ke kamarnya untuk menenangkan pikirannya. Sayang sekali, saat berada di dalam kamar, Attar merasa gelisah dan tidak tenang. Haruskah sekarang Attar kembali ke kamar Ayra dan langsung mengatakan supaya gadis tersebut memutuskan hubungan dengan Rendra saja? Tidak, Attar rasa hanya akan membuat Ayra marah balik, apalagi Ayra tengah tertidur. Lebih baik Attar menunggu waktu yang tepat. Dia juga
"Suara aneh apa, Ra?" sahut Rendra. Dia merasa aneh atas pertanyaan Ayra yang tentu saja tidak dia mengerti. Ayra mengernyit. Satu sudut bibirnya terangkat. "Aku beneran dengar suara aneh dari kamarmu. Aku yakin kalau aku nggak mimpi." Ayra masih penasaran dan ingin memastikan lagi. "Suara kayak apa? Di kamarku nggak mungkin ada setan." Kini Rendra mulai was-was. Jangan-jangan yang Ayra maksud adalah suara yang tidak-tidak? "Bukan setan. Mirip suara perempuan teriak atau nafas gitu. Suaranya gini 'aahh ahh', gitu." Dengan bodohnya, Ayra mempraktikkan suara tersebut di telinga Rendra. Tentu saja aksi Ayra membuat Rendra langsung bergidik ngeri dan sedikit meremang pada tubuhnya. Tubuh Rendra sedikit maju agar dia terhindar dari tubuh Ayra yang sedikit menempel dengan punggungnya. Rendra merasa posisi Ayra saat ini sangat berbahaya baginya. "Terus ada juga suara laki-lakinya. Intinya suara cewek sama cowok di dalam kamar. Jangan-jangan …?" Ucapan Ayra terjeda sesaat. Dia berpikir bu
Dua anak sekolah sedang berada di ruang BK. Mereka sama-sama kelas dua belas dan merupakan satu kelas. Satu laki-laki, satunya lagi perempuan. Menghadap guru BK secara bersamaan. "Kalian tertangkap rekaman CCTV dan sedang melakukan hal yang kurang bermoral di dalam kelas. Saya tahu kalian sudah beranjak dewasa. Tapi tolong tahu tempat dan juga ingat status. Kalian masih berada di sekolah, masih anak sekolah, dan yang lebih pasti adalah kalian ini belum menikah. Tidak sepantasnya kalian melakukan itu," tutur Bu Fadilah yang merupakan guru Bimbingan Konseling. Rendra dan Ayra hanya bisa menunduk. Keduanya duduk bersebelahan. Surat panggilan orang tua sudah berada di tangan Bu Fadilah. Akan segera dibagikan secara langsung kepada wali murid dari dua anak tersebut. Itu berarti, Bu Fadilah akan mendatangi rumah yang Ayra tinggali, juga datang ke rumah Rendra. Mampus. Ayra bisa kena marah habis-habisan oleh Attar. Selama ini gadis tersebut tidak pernah membuat ulah apalagi sampai orang tu