Share

Bab 7

Bukan sesuatu yang seperti Ayra harapkan. Dia hanya mendapatkan pelukan hangat dari seorang Rendra. Lelaki itu paling bisa membuat hati Ayra meleleh berkali-kali.

“Minta dicium, ya?” desis Rendra menggoda Ayra. Dia mengusap ujung kepala gadis di dekapannya.

“Ng-nggak, kok!” bantah Ayra dengan nada sinis. Merasa dipermainkan begitu saja oleh Rendra karena sebelumnya dia merasa bahwa Rendra sungguh akan melakukan hal itu.

Dalam pelukan lelaki yang resmi menjadi kekasihnya kembali, Ayra menyembunyikan wajah kesalnya. Dia memukul lengan Rendra dua kali.

“Kamu belum cukup umur. Aku nunggu umurmu delapan belas tahun.”

“Emang harus? Bukannya tujuh belas tahun sudah boleh?” tanya Ayra seolah sudah sangat menginginkan sentuhan lembut itu. Dia juga penasaran bagaimana rasanya. Apakah benar seperti ada ribuan kupu-kupu terbang di dalam perutnya?

“Bagiku belum. Dan ingat, jangan sampai ada yang nyuri lebih dulu sebelum aku.”

“Setelah kamu yang dapat lebih dulu, aku bakal dibuang, gitu?”

“Nggak juga, My Girl,” tutur Rendra membuat hati Ayra semakin meleleh. Panggilan ‘My Girl’ merupakan pertanda bahwa Rendra benar-benar sedang berada dalam mode baik terhadap hubungan mereka.

“Aku percaya, Ren.”

“Ra, kamu sejak dulu nggak ada rencana bikin nama panggilan kesayangan buat aku?” protes Rendra sambil menjauhkan wajahnya supaya bisa melihat wajah Ayra secara lebih jelas.

Ayra mendongak seraya memamerkan senyuman indahnya. “Nggak bakal. Sebelum kamu nyium aku, nggak akan aku buatin nama panggilan,” ujar Ayra kemudian menjulurkan ujung lidahnya.

Hal itu justru semakin menggoda Rendra untuk menyerang gadis di depannya saat itu juga. Akan tetapi, Rendra selalu memegang prinsip diri sendiri untuk tidak melakukan sesuatu sebelum mereka benar-benar dewasa. Apalagi Ayra adalah kekasihnya. Gadis yang sangat dia cintai.

Rendra benar-benar harus menjaga Ayra. Lagipula, Rendra bisa saja kebablasan jika sudah sekali saja memenuhi permintaan Ayra. Mungkin bisa lebih dari sekadar itu.

“Jangan bikin aku gila, Ra. Aku takut kamu hamil muda.” Rendra berniat ingin menakuti Ayra supaya tidak lagi berani menggodanya.

“Kalau hamilnya sama kamu, aku nggak masalah, Ren.” Tidak mampu dimengerti lagi. Sepertinya otak Ayra isinya benar-benar hanya Rendra. Gadis itu bukannya takut, justru semakin menantang dengan entengnya.

“Ayra! Kamu itu perempuan. Jaga image sedikit aja bisa, 'kan?! Apalagi di depan pacar! Bayangin kalau kita lagi terjebak di dalam kamar berdua. Aku pastikan kamu habis sama aku, Ra!” Rendra kembali dibuat frustrasi. Dia mengguncangkan tubuh Ayra supaya sadar dengan apa yang baru dikatakan itu sangatlah berbahaya. Beruntung saja gadis itu tidak bertemu dengan lelaki hidung belang.

Ayra menghela napas dengan santai. Kemudian dia mengambil tas miliknya yang masih berada di bahu Rendra. Ayra bahkan tidak merespon ucapan Rendra sebelumnya. Padahal kalimat itu bisa saja membuat Ayra semakin tergila-gila karena kepedulian Rendra yang masih bisa menjaganya.

“Anterin aku pulang.” Sepenggal kalimat yang terdengar tidak seperti permintaan, tetapi pada kenyataannya Ayra meminta. Gadis itu membelai wajah Rendra dan mendekat sedekat mungkin hingga ujung hidung mereka bersentuhan.

Sementara, Rendra dibuat ketar-ketir oleh aksi kekasihnya. Lelaki itu memejamkan mata guna menormalkan akalnya. Jangan sampai tergoda. Tahan. Memiliki kekasih bernama Ayra yang tadinya lugu, kenapa jadi menggoda seperti ini?

Jujur saja, Rendra belum pernah berciuman dengan siapapun. Dia simpan untuk melakukannya bersama Ayra nanti saat mereka sudah menikah. Namun, entah mengapa Ayra justru membuatnya ingin bertindak sebelum menikah.

Rendra balas menangkup kedua belah pipi Ayra. Kemudian dia sedikit mendorong gadis itu dan mengatakan, “ayo, pulang. Aku antar kamu sampai rumah.”

“Beneran? Yeay!” girang Ayra sambil mengangkat kedua tangan layaknya anak kecil. Wajahnya sungguh tampak menggemaskan. Sebahagia itulah.

Selama ini Rendra tak pernah mengantarkan Ayra pulang. Padahal gadis itu sudah menjelaskan dengan siapa dia tinggal. Bukankah itu membuat hubungan mereka bebas? Bahkan jika Rendra mau masuk ke rumah Attar sampai ke dalam kamar Ayra pun, dirasa aman-aman saja. Jika Mbok Inah bertanya, jawab saja hendak mengerjakan tugas. Meskipun aslinya entah apa yang akan mereka berdua perbuat.

Ayra mengambil helm yang bertengger di atas spion motor miliknya. Selanjutnya menghampiri di mana Rendra berparkir. Mereka berdua mulai menumpangi kendaraan beroda dua itu dan meninggalkan area sekolah.

***

“Aku nyaman banget sama kamu, Ren. Ayo kita nikah,” ucap Ayra antusias. Kedua tangannya melingkar di perut Rendra. Otomatis, tubuhnya tiada jarak dengan pria remaja di depannya.

Rendra semakin mengeratkan lengan tangan Ayra di perutnya. Rasanya memang sangat nyaman hingga dia memejamkan mata setengah detik. Jantungnya mampu merasakan kembali debaran hebat. Darahnya berdesir hangat.

“Aku akan nikahin kamu ketika umur kita udah dua puluh delapan tahun, Ra. Aku harus ngejar sarjana sampai magister.” Rendra menyampingkan wajah untuk berbicara dengan Ayra agar suaranya bisa terdengar.

“Aa! Kelamaan. Aku maunya lulus sekolah kita langsung nikah,” rengek gadis di belakang Rendra seperti anak kecil yang meminta es krim.

“Ra. Kenapa sekarang omongan kamu jadi sering ngaco gini? Apa karena kamu takut diputus lagi?”

“Makanya jangan pernah putusin aku lagi.” Arya menggumam dengan manja.

“Iya, Ra. Maaf. Tingkahmu ini jangan sampai ketemu sama lelaki hidung belang. Aku bakal jagain kamu,” ujar Rendra dengan tulus. Penyesalan datang padanya ketika masih saja tergoda untuk mencoba-coba dekat dengan wanita berpenampilan dewasa. Seharusnya dia juga menjaga diri. Bukan hanya menjaga Ayra untuk dirinya sendiri.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status