Home / All / Grow Up Love / Tahun 90-an

Share

Tahun 90-an

Author: Trins
last update Last Updated: 2021-03-09 02:26:23

Lahir, tumbuh, layu, setelah itu perjalan kembali ke sana. Keabadian.

"Pak! Anaknya perempuan."

Angka kelahiran di Indonesia bertambah. di Hari Rabu bulan ke dua. Tahun 1992.

Kelahiranku. Apa sudah tercatat di Badan Pusat Statistik? Kapan ya dicatatnya?

Aku hampir kehilangan semua memori di awal 90an. Beberapa potongan kenangan masih tersimpan walau bukan ingatan utuh.

Dahulu aku masih terbayang pagi yang sangat sejuk. Udara bersih. Tinggal di sebuah perumahan untuk karyawan BUMN di kawasan Puncak, Bogor. Hampir setiap hari bermain di sekitar kebun teh. Memetik buahnya yang kecil untuk main masak-masakan.

Di sana, aku juga mulai bersekolah. Setiap pagi aku melewati lapangan sepak bola untuk sampai ke sekolah dasar. Begitupun saat pulang. Sesampainya di kelas, kaos kaki berenda yang kupakai banyak tersangkut rumput liar dan ilalang yang kusebut domdoman.

Aku anak perempuan yang hampir tidak pernah lupa mengikat rambutnya dengan bermacam-macam style. Memiliki buku diary yang dibawa ke sekolah. Isinya bio-data teman-teman. Harta karunku adalah alat tulis kharakter yang lucu-lucu.

Aku ingat saat di dalam kelas, belajar dari papan tulis hitam dengan kapur putih dan warna warni. Hari Senin jadi rutinitas upacara bendera, setelah Selasa, Rabu waktunya senam SKJ dengan iringan lagu dan gerakan khas, Kamis jadwal pakai seragam batik, dan Jum'at senang bisa pulang lebih cepat. Sedangkan Sabtu, jadi hari untuk kegiatan ekstrakulikuler.

Di hari-hari yang aku lewati kala itu, di balik getir kejadian negeri ini dan krisis yang berlangsung, tetap ada tawa kecil yang riang dalam kesederhanaan. Anak-anak yang bermain.

Permainan lompat tali, engklek, petal umpet, kasti (baseball), kelereng, bepe-bepean (orang-orangan dari kertas karton), main ayunan yang tergantung di dahan pohon, jungkat jungkit dari papan kayu yang diseimbangkan dengan ban mobil bekas, berseluncur dengan pelepah palem di tanah yang licin, bermain hujan-hujanan jadi yang paling menyenangkan.

Cemilan gratis di dapat dari pohon jambu di pekarangan rumah orang. Jika dapat uang jajan, warung kelontong jadi tujuan. Saat lapar, terkadang berinisiatif untuk makan bersama teman. Kalau aku bilang, papadangan (makan bersama).


Jika bosan, mencoba masak nasi goreng dengan teman bermain. Cukup dengan bahan dari sisa nasi di rumah, bawah merah, bawang putih, cabai merah, garam, dan minyak goreng. Caranya hanya dimasak dari api yang dinyalakan manual. Menumpuk sisa koran bekas dengan ranting pohon dan daun kering, lalu dinyalakan dengan korek api.

Hingga awal sore masih terus bermain, lalu sepulang main segera mandi dan bersiap menunggu guru ngaji. Di malam hari setiap Bulan Ramadhan dan sepulang tarawih, langit malam indah sekali. Bintang-bintang sering kulihat. Langit dengan bintang yang sangat banyak.

Apalagi bicara Minggu pagi. Itu adalah waktu yang sangat ku nantikan. Aku paksakan diri untuk tetap bangun lebih awal. Deretan jadwal kartun di TV sudah dimulai sebelum jam 6 pagi. Imaginasiku adalah menjadi kharakter di cartoon favorit.

Setelah era itu berlalu, mengenang setiap momen lagi dan lagi. Apa yang sangat aku kenang?

Karena sebenarnya, tidak hanya suka cita dan keceriaan. Ada hal yang aku sangat takuti di masa kanak-kanak. Entah kenapa dasarnya aku takut, membayangkan suatu hari terbangun menjadi dewasa. Hingga aku bilang, "Aku nggak mau jadi orang gede, aku mau jadi anak-anak aja!" dengan mata memerah.

Apa mungkin keinginan itu yang menghalangiku?

Sesuatu dari masa kecilku yang aku terus hindari atau kupaksa untuk melupakan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Grow Up Love   Pesan

    Menemui Sabtu, setelah melewati hari-hari kerja, rasanya..., nikmat sekali. Aku keluar dari kamar hampir mendekati jam 10 pagi.Di rumah hanya terlihat Ibu dan Kay. Ibu masih mengaduk adonan bakwan sayur di baskom berukuran sedang. Kay focus dengan tablet dan games run away yang sedang dimainkannya.Setelah meneguk seperempat air putih, aku mengambil selemar roti di atas meja makan, cukup mengolesinya dengan mentega hingga rata. Selembar roti sudah habis ku makan hanya beberapa detik saja.Aku duduk di samping Kay, melihatnya yang belum berhenti bermain game."Sudah main dari kapan?""Baru!""5 menit lagi selesai ya!""Aagghhh....," gerutu Kay."5 menit lagi, abis itu kita main futsal di lapangan depan. Mau ga?""Iyaa..," jawab Kay mengiyakan dengan nada malas.Walau begitu, Kay menepatinya. Kami akhirnya pergi ke lapangan futsal yang dituju. Sampai di sana, sebetulnya yang aku lakukan hanya mengawasi Kay bermain dengan anak-anak lain. Ada enam anak lainnya di sekitar lapangan. Kisaran

  • Grow Up Love   Probation, Semakin Terbiasa?

    Tahun 2021Tiga bulan hampir selesai. Masa probation di kantor baru hampir terlewati. Alhamdulillah. Lancar. Butuh ektra tenaga menyelesaikan pekerjaan, karena masih beradaptasi dengan alur pekerjaan di tempat baru.Setelah melewati probation, aku akan melanjutkan kontrak kerjaku di lokasi kantor berikutnya. Alasan terbesar kenapa aku kembali bekerja waktu penuh. Aku akan ditempatkan di kantor cabang Kota Bogor. Akhirnya mobilitas yang sebelumnya menjadi momok hampir di setiap minggu malam akan ku tinggalkan. Aku memang belum tau, kapan situasi akan normal kembali. Dalam seminggu, aku hanya dua hari ke kantor di Jakarta. PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang digunakan untuk mengatasi Pandemik Covid19 masih diberlakukan.Aku kebagian masuk kantor Selasa dan Jum'at. Hari jum'at, Tian sering menjemputku ke kantor, walau tidak jarang dia harus berangkat dari Bogor ke Jakarta untuk menjemput. Sungguh tidak sekalipun aku pernah memintanya sejak kami di fase hubungan yang b

  • Grow Up Love   Impiannya

    Selesai mengerjakan beberapa tulisan jam dua dini hari, aku terbaring mengingat Tian. Ada saja hal yang membuatku ingin menertawakan kekonyolannya yang tidak disengaja. Seperti salah tingkahnya ketika bertemu Ibu.Aku masih belum mengantuk walau sudah hampir setengah jam berbaring di kasur. Random saja, aku ambil satu album yang tersimpan di antara tumpukan buku di dalam rak. Album ketika aku SMA. Tidak banyak foto tercetak. Maklum lebih banyak foto yang tersimpan di HP yang aku gunakan saat itu. Sebagian softfile sudah ku pindahkan ke dalam hardisk.Aku sengaja memuka album dari belakang. Foto yang ingin ku lihat saat moment liburan ke Bandung dan perpisahan SMA. Kenangan yang membuatku merasa hangat di malam itu. Tanganku terhenti di lembaran ke tiga. Sengaja berhenti, karena foto-foto yang ada di halaman berikutnya. Aku memang tidak pernah membuang kenangannya. Hampir semua masih tersimpan, termasuk buku-buku miliknya yang ada di atas mejaku. Tapi aku masih merasa berat, jika melih

  • Grow Up Love   Bulan Sabit

    Kejadian semalam saat Tian membuat pengakuan, masih sulitku percaya. Aku dan Tian? Saat terbangun, aku yakinkan diri sendiri. Aku bisa memulai kembali. Seperti tidak ada alasan untuk menolak. Tian yang tetap ada untukku. Kelak aku memang tidak tau, tapi aku merasa lebih tenang untuk kembali percaya pada suatu hubungan, karena Tian. Notif chat dari Tian hampir tidak pernah absen sejak dulu, muncul di layar hp-ku di pagi hari. Sekedar share menu sarapannya dekat kantor ditambah review mengerupai food vlogger, memberitahu cuaca hari itu seperti g****e weather, tiba-tiba melontarkan tebak-tebakan, atau sekedar merekomendasikan lagu baru yang didengar. Tanpa aku sadari, membuka isi chat dari Tian di pagi hari jadi rutinitas yang tidak pernah aku lewati. Kali ini dia mengirimkan voice note yang membuatku tertawa geli. Dia berkali-kali bilang masih tidak percaya kejadian semalam. Dengan excited dia bilang terimakasih dan memintaku untuk tidak berubah pikiran. Katanya, dia tidak mau membuat

  • Grow Up Love   Pengakuan

    Sepuluh tahun setelah Ad berkata ingin pergi, sebetulnya aku pernah dua kali bertemu dengannya. Bukan di reuni sekolah, melainkan di Yogjakarta saat liburan semester perkuliahan. Aku, Nabilah, Ralina, janjian bertemu Tian dan beberapa teman lainnya di sana untuk liburan. Di masa perkuliahan kami, aku dan Nabilah masuk ke perguruan tinggi negeri sesuai yang kami harapkan di Institut Pertanian Bogor. Sedangkan Ralina, tidak jadi kuliah di Bandung, tapi karena itu aku, Nabilah, dan Ralina bisa bertemu di kampus yang sama. Sedangkan Tian, akhirnya kuliah di Yogjakarta. Karena itu juga Yogjakarta tempat yang kami pilih untuk menghabiskan liburan di semester dua. Tepatnya setahun setelah menyandang status Mahasiswa. Awalnya aku sempat curiga apa ada salah satu yang mengabari Ad untuk bertemu. Kecurigaanku paling besar tertuju pada Tian. Tiba-tiba saja Ad muncul saat acara makan malam di sekitar Malioboro. Apa mungkin Tian yang mengabarinya? Karena Ad dan Tian sama-sama kuliah di Yogjakart

  • Grow Up Love   Kisah remaja

    Matahari bersama dengan awan mendung pagi itu. Aku berjalan beriringan dengan Ad, menyusuri kebun teh yang biasa kami tempuh hanya dengan berjalan kaki. Tidak seperti kami yang baru memulai hari, para pemetik teh sudah memikul keranjangnya masing-masing. Suara aliran irigrasi jadi latar suara menamani aktivitas di pagi hari.Tidak ada senyum merekah yang mudah kutemui dari wajahnya setiap kali dia datang ke rumahku mengajak pergi sekolah bersama. Bukan aku tidak tahu apa penyebabnya, aku hanya masih menghindari ketidaksiapan akan kemungkinan yang tidak aku harapkan.Jika kisah kami akan segera usai, apa mungkin kami adalah pasangan yang menyerah pada jarak atau ada hal lainnya?"Kita udah setengah jam jalan kaki. Kalau nggak ada yang mau dibicarain, aku mau pulang," kataku menahan ragu."Duduk di sana dulu," Ad menunjuk kursi kayu panjang yang biasa digunakan pemetik daun teh istirahat sejenak.Di sisi lain, aku juga sangat ingin mendengar keputusan Ad."Minggu depan, aku pindah," kat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status