Share

Santapan Malam

Atika berlari menyusuri jalan yang ia lewati tadi. Malam semakin kian larut,  ada beberapa rumah yang ia lewati. Namun sepi sama sekali tidak kelihatan orangnya, karna mungkin semua sudah berada didalam.

Ketika sudah sampai persimpangan, Atika berjalan dengan sangat hati-hati. Karna memang banyak rumah yang ia akan lewati dan sebagian orang itu juga masih berada diluar rumah.

Bodohnya Atika, bukanya membawa arinya saja, namun beserta baskomnya juga ia bawa. Karna memang tadi hanya ada sedikit kesempatanya untuk mengambil ari itu.

"Duhh, gimana ini? kalau aku bawa sama baskomnya ini, akan ada Orang yang curiga," gumam Atika. Ia berfikir mulai mencari akal agar bisa membawa pulang ari itu tanpa membawa baskomnya juga.

Setelah melihat sekeliling jalanan, akhirnya ia melihat sebuah karung bekas. Diambilnya karung bekas kotor itu dan memasukan ari-ari itu bersama baskomnya juga.

"Biarlah kebesaran, daripada nanti ada yang melihatku." lirihnya namun masi sambil berjalan mengendap-ngendap agar tidak ada orang curiga.

Sementara saat Mbah Karsem ingin mengambil dan membersihkan ari-ari itu, ia terkejut saat tidak melihat ari-ari yang sempat ia letakkan dimeja dapur tadi.

"Loh, kemana ari-arinya?" dicarinya disekelilingnya dan sampai kebawah kolong meja. Ia berfikir mungkin ia salah menaruh. Namun nihil ari-ari itu beneran tidak ada.

Hanya tinggal nampan penutup yang ia gunakan tadi untuk menutup ari-ari itu tampak tergeletak diatas Meja.

"Astagfirullah! kemana ari-ari nya?" Mbok Karsem mulai panik dan takut. Sebab arinya harus segera dikubur, setelah suami Dewi datang.

Menurut kepercayaan desa mereka, jika ada orang yang melahirkan, ari-arinya tidak boleh dikubur lama-lama. Jadi disitu lahiran harus segera dikuburkan. Semua itu karna mereka masih percaya dengan kejadian 7 tahun lalu. Ada Setan hanya berkepala dan memakan Ari-Ari bayi. Sangat seram, dan menakutkan Setan berlidah panjang dan usus terbuyar keluar, karna tanpa badan.

Dewi yang melihat Mbok Karsem kebingungan, langsung menanyakan apa yang terjadi. " Ada apa Mbok? lagi cari apa?" tanya Dewi.

" A, anu." 

" Anu apa, Mbok?" Dewi semakin penasaran. Sembari memeluk bayinya yang baru dimandikan Karsem.

 "A, anu, ari-arinya hilang Wi!" 

"Apa? hilang? hilang bagaimana Mbok? Mbok taruh dimana tadi? apa dimakan kucing?" Dewi pun ikut panik.

 "Tadi Mbok letak diatas Meja, dan ditutup pakai nampan kayu Milikmu. Tapi pas Mbok lihat sudah tidak ada." Mbok Karsem merasa bersalah dan takut.

"Ada apa ini?" tidak lama Suami Dewi pun, datang. Tampak ia juga membawa seorang wanita tua, yaitu ibu mertua Dewi.

"Ini, Mas. Ari-arinya hilang," ucap Dewi sembari menangis.

" Hah! bagaimana bisa hilang? Mbok letak dimana?" tanya suami Dewi yang bernama Farhan itu.

"Tadi, Mbok letak dimeja. Terus Mbok mandikan Bayimu. Terus, pas Mbok mau bersihin arinya sudah nggak ada," jawab Mbok Karsem terbata-bata.

"Jangan-jangan, setan Kepala itu masih berkeliaran." sahut ibu mertua Dewi.

"Atau, dimakan kucing Mbok?" tnya Farhan, lagi.

 "Nggak, mungkin. Kalau dimakan kucing, pasti baskomnya ada. Ini baskomnya juga hilang." Jelas Mbok Karsem.

" Lalu siapa? yang mengambilnya? ya Allah, bagaimana nasib anakku Mbok." Dewi malah semakin menangis.

Farhan dan ibunya saling bertatap. Sepertinya mereka sedang mencari tau. Mengapa ari-ari anak mereka bisa hilang, Dan siapa yang telah mengambilnya.

"Bagaimana ini Mas? kok tega sekali yang membawa ari-ari anak kita," ucap Dewi semabri menyeka airmatanya.

"Mas, juga binggung. Kalau hantu Kepala itu yang mengambilnya, mana mungkin beserta wadahnya dibawa," jawab Farhan.

"Tapi, tadi beneran nggak ada orang yang datang kok." sambung Karsem.

"Kalaupun orang yang mengambilnya, untuk apa Mbok? akan mereka apakan ari itu," ucap Farhan.

"Tapi Ibu yakin, kalau ada orang yang mengambilnya. Karna kalau kucing mana mungkin." sahut Ibunya.

"Begini saja, besok Mas akan mencari tau dan melapor ke kepala Desa. Kalau kampung kita ini sudah tidak aman." jelas Farhan.

"Tapi aku takut Mas. Takut kalau ari anak kita dipergunakan untuk yang bukan-bukan." lirih Dewi lagi.

"Sudah, jangan berfikir yang tidak-tidak dulu. Mas, yakin anak kita nggak akan kenapa-kenapa." Farhan mencoba menenangkan istrinya. Walaupun sebenarnya ia juga tidak tenang.

"Mbah Karsem merasa bersalah, karna sudah terledor," ucap Mbah Karsem.

"Bukan kesalahan Mbah. Jdi nggak usah merasa bersalah begitu Mbah," jawab Farhan.

Sementara sampai dirumah Atika langsung kearah kamar mandi. Karna dilihatnya anak-anaknya juga tidak ada suaranya. Dan mungkin sudah tidur, karna terlalu lama menunggunya. Ia segera membersihkan ari-ari itu. 

"Sebaiknya, Aku masak gulai saja. Agar tidak  terlalu repot," gumam Atika. Ia mulai merebus ari-ari itu, sembari meracik bumbunya. Ia juga akan memasaknya malam itu juga, mengingat anak-anaknya belum pada makan.

"Buk," tiba-tiba suara Mail memanggilnya.

"Iya, Nak. Kamu belum tidur?" tanya Atika. Untungnya daging sudah selesai ia rebus, dan tinggal memotong-motongnya saja lagi.

"Mail lapar Buk, mana bisa tidur kalau lapar," jawab Mail. tangannya sembari memegangi perut kurusnya.

"Sebentar, ya. Ibu masih masak," ucap Atika sembari menggiling bumbu.

"Ibu masak apa? kok baunya amis Buk?" ternyata Mail mencium aroma amis, dari ari-ari yang direbus Atika.

"Ohh, Ibu masak tetelan Sapi dong. Kan, kamu bilang mau lagi. Jadi ibu beli tadi," jawab Atika berbohong.

"Oh, rupanya tetelan Sapi Kalau belum dimasak amis ya, buk? tapi kalau sudah dimasak enak sekali," serunya. Ia sudah tidak sabar ingin segera menyantap gulai ibunya itu.

"Abang mana? sudah tidur?" tanya Atika.

"Sudah, buk. Tadi Abang menghubungi Bapak, tapi yang jawab Perempuan. Makanya dimatiin, itu bos nya Bapak mungkin ya Buk?" ucap Mail.

Deg!..

"Perempuan?" bak seperti tersambar petir mendengar ucapan Mail. 

"Iya, Buk."

Hati Atika terasa sesak dan mendidih. Walaupun ia tidak tau siapa yang dimaksut Mail. "Perempuan mana? apa mungkin itu bosnya? tapi mana mungkin." pikiran Atika kacau berkecamuk.

"Ibuk, nangis?" selidik Mail saat melihat Atika menggelap pipinya.

"Nggak, Nak. Sudahlah kamu tunggu didepan saja. Ibu mau menyelesaikan masakannya, nanti kalau sudah masak, ibu panggil kamu," ujar Atika. Mail segera meninggalkan dapur Istimewa Atika itu.

Sembari memasak, pikiran Atika berkecamuk. Ucapan Mail terus mengganggu ditelinganya, sementara hidup harus terus berjalan. Dan ia harus tetap tegar, agar bisa membahagiakan kedua anaknya, Meski caranya tidak halal dan menjijikkan.

Tepat jam 12 malam, gulai sudah seselai ia masak. Mail ternyata sudah membangunkan Dimas Abangnya.

Dengan raut Wajah berbinar-binar, mereka berdua menunggu masakan Atika. Masakan yang begitu lezat dan tidak ada duanya. Kalau menurut Dimas, dan Mail.

"Kalian makan, ya. Ibu mau mandi dulu, kotor," ujar Atika. Iapun meninggalkan kedua anaknya makan berdua, dan menikmati gulai buatanya.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status