Share

penampilan baru

Menjelang waktu sholat magrib, tibalah aku di rumah. Dengan menenteng beberapa paper bag  pada kedua tanganku, ku langkahkan kakiku menuju pintu depan rumah yang tertutup. Sebelumnya ku ambil nafas terlebih dahulu lalu mulai mengetuk pintu. Tidak lama kemudian muncullah si ulat bulu membukakan pintu.

Matanya langsung melotot, mulutnya menganga ke arahku, seperti ingin menelanku hidup-hidup.

"Dari mana saja sih, Mbak? Aku capek ngurus anakmu, nangis terus dari tadi nyariin kamu," cecar Melli begitu melihatku.

Aku melangkah masuk tanpa meladeninya sama sekali.

"Mbak, dengar nggak sih aku lagi ngomong!" protesnya ketika aku melewatinya begitu saja dan berlalu menuju dapur.

"Aku dengar kok," jawabku santai sambil meletakkan barang bawaanku di atas meja makan.

"Itu belanja, uang dari mana? Pasti pakai uang suamiku, ya!" ujar Melli dengan percaya dirinya menyebut kata suamiku. Apa dia tidak sadar bahwa aku ini juga istri dari pemilik rumah ini.

Ku buka kulkas dan mengambil botol air minum lalu meminumnya banyak-banyak. Aku harus mendinginkan otakku yang sudah mulai mendidih karena mendengarkan ulat bulu itu terus saja mengoceh. 

Ku sodorkan botol air minum dingin itu padanya, agar dia berhenti sejenak karena kepalaku sudah mulai pusing mendengarkan ocehannya.

"Nih, minum dulu! Kamu nggak capek apa ngoceh terus dari tadi, aku saja yang mendengarkan capek!" sungutku sambil berjalan menuju kamar Musda.

"Katamu Musda nangis-nangis tadi, tuh lihat anaknya sedang tidur!" lanjutku sambil menunjuk Musda yang tengah tertidur pulas.

"Dia itu barusan tidur setelah capek menangis dan bikin kepalaku hampir mau meledak!" keluhnya sambil memegangi kepalanya.

"Masa baru sehari bersama Musda kamu sudah ngeluh! Kan kamu juga sekarang istrinya mas Arka, jadi, sudah tugas kamu juga untuk menjaga anaknya," ujarku sambil tersenyum mengejek.

Mendengar perkataanku seketika Melli terdiam dan menghempaskan tubuhnya di kursi makan, terlihat sekali dari wajahnya kalau dia kesal padaku.

"Udah ah, aku mau mandi, sholat dan istirahat dulu, capek seharian habis nyalon dan shopping," sambungku lalu mengambil belanjaanku tadi. 

Kulihat Melli membelalakkan matanya, tapi ku abaikan saja dan ku tinggalkan dia.

Tak lama setelah aku masuk kedalam kamar, terdengar suara Mas Arka tengah berdebat dengan istri barunya. Mungkin Mas Arka barusan pulang dan melihat rumah dalam keadaan berantakan banyak mainan Musda berceceran, karena Mas Arka tipe orang yang rapi.

"Kamu kok kucel begini sih, Bun? Bau lagi, kamu belum mandi ya!" ujar Mas Arka protes. Aku hanya menguping dari balik pintu kamar.

"Kamu ini gimana sih, Mas, pulang-pulang kok langsung ngatain aku! Aku ini capek habis nenangin anak kamu, Musda itu terus saja nangis nyari ibunya. Lagian kamu tau nggak, Mbak Rada itu barusan pulang, jadi seharian aku yang jagain anak kamu. Makanya aku belum sempat mandi dan beresin mainan Musda," jelas Melli panjang lebar.

"Kamu itu bukannya bilang terima kasih kok malah ngomong yang nggak-nggak," dengusnya lagi terdengar kesal.

Aku tertawa di balik pintu kamar, ku tutup mulutku  karena takut suara tawaku terlalu keras. Nanti ketahuan mereka kalau aku tengah menguping.

"Lagian kamu juga, Mas, katanya mau jalan-jalan tapi malah pergi ke kantor. Ujung-ujungnya aku sendirian yang ngajak Musda jalan-jalan, mana anaknya nggak bisa diam lagi. Tau gitu tadi biar mbak Rada saja yang bawa  Musda," rutuknya lagi.

"Bukannya gitu, Yang, tadi itu tiba-tiba saja dapat telpon suruh ke kantor, makanya aku nggak bisa temani kamu," terdengar jawaban Mas Arka.

Oh, ternyata Mas Arka tadi tidak bersama mereka. Pantas saja ulet bulu itu terlihat sangat  kesal tadi, dia pasti kecapean karena Musda tipe anak yang super aktif.

Baru sehari saja mereka sudah berdebat. Bagaimana denganku yang sudah bertahun mengasuh dan mengurus rumah sendirian. 

Ku sudahi acara menguping pembicaraan mereka, segera ku langkahkan kaki menuju kamar mandi untuk mandi karena sudah terdengar adzan magrib.

Setelah menunaikan kewajiban sebagai umat-NYA, aku bermaksud ke kamar Musda. Sudah tidak terdengar lagi suara mereka, itu berarti mereka tidak ada di ruang makan lagi. Perlahan ku buka pintu kamarku lalu setelah memastikan mereka tidak terlihat barulah aku keluar dari kamar.

Untunglah kamar Musda berdampingan dengan kamar yang sekarang kutempati, sehingga memudahkanku untuk mengawasinya. Setelah membenarkan selimutnya dan memastikan bahwa Musda masih terlelap, aku pun kembali ke kamarku sendiri. 

Badan sudah lelah dan mata yang terasa sangat berat sekali. Akhirnya aku memutuskan untuk tidur saja. Apa yang akan terjadi besok biarlah terjadi, diriku sudah siap.

¤¤¤¤¤¤

Dor! Dor! Dor!

Terdengar gedoran di pintu sangat keras, aku menggeliat malas. Ku lirik jam weker di atas nakas. Jam tujuh tepat dan aku masih belum beranjak dari pembaringan.

Setelah solat subuh tadi aku memang sengaja tiduran lagi, tidak berniat tidur sih tapi ternyata justru benar-benar ketiduran.

"Sada … kamu belum bangun! Udah jam berapa ini, aku mau ke kantor," terdengar suara Mas Arka di balik pintu sambil menggedor pintu kamar.

Enak saja dia masih ingin aku melayani seperti dulu, maaf-maaf saja ya aku tak mau!

"Ada apa sih, Mas?" tanyaku setelah membuka pintu.

Mas Arka terbengong begitu melihatku. Apakah aku cantik sekali sampai dia terpesona seperti itu.

"Ada apa katamu, ini sudah jam berapa? Aku mau berangkat kerja," ucapnya mulai melunak nada bicaranya.

"Terus apa hubungannya denganku?" jawabku pura-pura bingung, padahal aku tau maksudnya.

"Ya, kamu siapin semuanya seperti biasanya," pintanya tak tahu malu.

"Kan ada istri barumu, Mas, suruhlah dia untuk menyiapkan semuanya. Suruh dia memasak juga, bukankah katamu masakanku tidak enak!" jawabku membuatnya terlihat salah tingkah. 

Entah kenapa Mas Arka yang biasanya selalu garang ketika berbicara denganku, kali ini dia terlihat tidak berdaya. Mungkinkah karena penampilan baruku.

"Oh iya lupa, satu lagi bilang sama Melli, susu Musda jangan lupa, sebentar lagi dia bangun," ujarku kemudian menutup kembali pintu kamar. Senyum jahatku tiba-tiba muncul. Kena kamu, Mas!

Setelah selesai mandi dan berdandan, aku keluar dari kamar. Ku lewati  Mas Arka dan Melli yang sedang sarapan begitu saja. Aku menuju kamar Musda.

Ku buka pintu kamarnya, ternyata gadis kecilku masih terlelap. Tampak disebelahnya ada botol dot yang sudah kosong, itu berarti Musda sudah minum susu tadi. Baguslah, ternyata Mas Arka mendengarkanku tadi.

"Maaf ya, sayang, ini hanya sementara, semoga kamu bisa mengerti," bisikku lirih kemudian mengecup keningnya, hampir saja aku terisak, tapi sekuat mungkin aku menahannya.

"Mau kemana kamu pagi-pagi sudah rapi begitu?" tanya Melli dengan mulut yang masih penuh dengan makanan begitu aku kembali melewati mereka. Iissh, jijiknya aku melihat cara makan Melli yang berantakan. Cantik, nggak terlalu, tapi kok Mas Arka bisa kepincut ya? Mungkin kena pelet kali.

"Bukan urusanmu!" jawabku ketus.

"Musda nggak di ajak, Mbak?" tanyanya kembali.

"Nggak! Katanya kamu pengen lebih dekat sama Musda makanya aku kasih kamu waktu berdua terus sama dia, biar kamu bisa semakin memahami maunya Musda," jawabku.

"Mas, Mbak Sada mau ninggalin Musda lagi sama aku. Aku capek nanti kalau dia nangis-nangis lagi," rengek Melli manja.

Aku memutar bola mata, mulai deh dramanya pagi ini.

"Benar kata Sada lo, Nda, nanti kalau sudah bisa memahami maunya Musda, pasti anak itu nurut sama kamu," ucap Mas Arka membenarkan omonganku. Seketika aku tersenyum ke arah Melli.

"Iissshh, sebel!" setelah berkata seperti itu Melli berlalu pergi sambil menghentak-hentakkan kakinya ke lantai, persis seperti anak kecil.

Setelah Melli pergi aku kembali akan melanjutkan langkahku memasuki kamar, tapi langkahku tertahan ketika mendengar Mas Arka berbicara.

"Kamu mau berubah seperti apapun aku tidak akan menceraikan Melli, jadi tidak perlu kamu capek-capek menjadi orang lain dengan Musda menjadi korban dari ambisimu," ujar Mas Arka.

Seketika aku membalikkan badanku menghadapnya lagi.

"Jangan geer dulu, Mas. Aku berubah untuk diriku sendiri, bukan untuk orang lain apalagi untuk kamu! Lagi pula aku bertahan disini hanya untuk Musda," jawabku tegas. 

Hatiku serasa di iris-iris mendengar perkataan Mas Arka. Segera ku berlalu dari hadapannya dan masuk kedalam kamar mengambil tas lalu kembali melangkah keluar. Kulihat dia masih tertegun di atas meja setelah mendengar jawabanku tadi. Biar saja, toh dia juga tidak pernah memikirkan perasaanku.

¤¤¤¤¤¤¤

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Navisa
bagus ,cakep
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status