Home / Romansa / HARGA PENGKHIANATAN / Bab 6 Interogasi Sang Sahabat

Share

Bab 6 Interogasi Sang Sahabat

Author: TnaBook's
last update Last Updated: 2025-11-23 13:02:46

Kanya memilih sebuah rooftop bar yang ramai di Senopati untuk bertemu Dara. Keramaian adalah penyamaran yang baik; ia tidak ingin ada yang mendengar detail pekerjaannya, atau lebih buruk lagi, melihat gejolak emosi di wajahnya.

Dara sudah menunggu di sudut. Berbeda dengan Kanya yang mengenakan baju perang korporat, Dara terlihat santai dengan kemeja oversized dan celana jeans, rambutnya diikat longgar. Namun, di balik penampilannya yang santai, Dara memiliki mata tajam seorang jurnalis investigasi yang terlatih.

"Kau terlihat seperti baru saja menghadapi gugatan cerai terberat dalam sejarah," sambut Dara, tanpa basa-basi, setelah Kanya duduk. "Atau mungkin baru tidur dengan pengacara lawan."

Kanya tertawa paksa. "Jangan konyol. Aku hanya punya kasus besar. Kenapa kau meminta bertemu di tempat seramai ini?"

"Karena informasimu itu mahal, Kanya. Dan berbahaya," kata Dara, langsung ke intinya. Ia menyesap cocktail yang ada di depannya. "The Vanguard Group, Aether Holdings, single shareholder di Cayman. Kau meminta untuk membongkar jaring laba-laba milik pemain besar yang sangat tersembunyi. Dan kau ingin aku melakukannya tanpa telepon? Kau tahu ini berisiko."

Kanya membalas tatapan Dara, mencoba menjaga ekspresinya seprofesional mungkin. "Itu untuk kasus Dharma Kencana. Pak Bram sedang paranoid tentang siapa yang menggerakkan gugatan di belakang panggung. Dia ingin aku tahu siapa musuh kita sebelum kasusnya mulai."

"Musuh yang sangat pribadi, Kanya," Dara menyela, menyandarkan siku ke meja. "Aku tidak pernah melihatmu seserius ini untuk due diligence biasa. Dan matamu..." Dara mencondongkan tubuh, tatapannya menyipit, "Ada kilau yang bukan karena kafein, tapi karena adrenalin. Katakan padaku, siapa 'hantu' yang mengendalikan Aether Holdings?"

Kanya tahu ia harus berhati-hati. Dara bukan hanya sahabatnya, dia adalah jaminan hidup Kanya yang tersisa dari dunia profesional yang waras. Kanya mengambil napas, mempersiapkan kebohongan terbesarnya.

"Aku... aku tidak tahu namanya. Dia baru disebut 'konsultan litigasi' yang misterius. Aku hanya menjalankan background check untuk mengantisipasi. Ini taruhan untuk posisi Partner-ku, Ra. Aku tidak bisa membiarkan ada celah," jelas Kanya, menekankan kata 'Partner' untuk memicu simpati Dara.

Dara diam sesaat, menilai kejujuran Kanya. "Baik. Aku percaya kau mengejar ambisimu. Tapi satu hal lagi. Aku menemukan sesuatu yang aneh. Penthouse yang disewa Aether Holdings di Kuningan, lokasinya sangat privat. Dan tebak apa?"

Dara mengeluarkan smartphone-nya dan menunjukkan foto buram yang ia ambil dari sumbernya. Foto itu adalah siluet seorang pria tinggi yang berdiri di balik jendela, memandangi kota. Meskipun wajahnya tidak jelas, gestur, tinggi, dan auranya sangat familier bagi Kanya.

"Pria ini terlihat baru keluar dari majalah bisnis. Sering terlihat keluar masuk penthouse itu, sendirian. Sumberku bilang dia adalah 'wajah' dari investasi itu," ujar Dara. "Kau tahu dia, Kanya?"

Kanya merasakan detak jantungnya kembali berpacu. Ia mengenali siluet itu. Itu adalah Adrian. Jari-jari Kanya mencengkeram gelasnya erat-erat, tetapi wajahnya tetap tenang. Ia memilih Opsi A: Melanjutkan Kebohongan.

"Ya, dia terlihat familiar," kata Kanya, pura-pura berpikir keras sambil menyerahkan kembali ponsel Dara. "Sepertinya aku pernah melihatnya di salah satu acara gala perusahaan atau konferensi merger tahun lalu. Pria semacam ini... mereka banyak berkeliaran di Jakarta. Tipe investor yang agresif, selalu mencari cara untuk menyerap perusahaan yang lemah." Kanya menggunakan diksi Adrian sendiri untuk memberi bobot pada kebohongannya, mengubah pengetahuan pribadi menjadi analisis profesional.

"Dia terlihat seperti predator, Ra," lanjut Kanya, suaranya kini dingin. "Tapi aku yakin dia hanya konsultan bayaran. Fokusnya pasti uang. Aku akan mencari cara memotong jalur pendanaan The Vanguard Group untuk melumpuhkannya, bukan berfokus pada individu."

Dara masih menatap Kanya dengan curiga. "Aku tidak tahu, Kanya. Ini bukan hanya tentang uang. Aura yang kulihat dari foto ini... Ini terasa personal." Dara menghela napas, nadanya berubah dari jurnalis menjadi sahabat yang khawatir. "Kau terlalu tenggelam dalam karir ini. Kapan terakhir kali kau kencan, Kanya? Kapan terakhir kali kau bicara tentang sesuatu selain sengketa dan merger?"

Pertanyaan itu menusuk Kanya. Adrian adalah satu-satunya jawabannya, dan Adrian adalah musuh yang ia cium. Kanya merasakan gelombang rasa bersalah karena membohongi satu-satunya orang yang peduli, tetapi ia tahu ia harus menjaga rahasia ciuman itu mati-matian.

"Aku baik-baik saja, Ra," jawab Kanya tegas, tatapannya dingin seperti kaca. "Aku tidak butuh kencan. Aku butuh posisi Partner. Dan kalau itu artinya aku harus bekerja lebih keras dan menghancurkan beberapa predator di jalan, maka itu akan aku lakukan." Ia tahu kata-katanya terdengar keras dan menyakitkan, tapi itu adalah satu-satunya cara untuk meyakinkan Dara bahwa masalahnya adalah ambisi, bukan hasrat.

Dara menggelengkan kepalanya. "Aku tahu ambisimu, Kanya. Tapi jangan sampai kau kehilangan dirimu sendiri di balik setelan abu-abu itu. Janji padaku, jika 'konsultan' ini menjadi lebih dari sekadar nama di dokumen, kau akan memberitahuku."

Kanya tersenyum tipis, senyum yang tidak mencapai matanya. "Tentu saja. Ini hanya bisnis, Ra. Hanya bisnis." Ia tahu itu adalah kebohongan lain. Bagi Adrian dan dirinya, ini sudah menjadi urusan yang sangat pribadi.

Kanya buru-buru menghabiskan cocktail-nya dan berdiri. "Terima kasih atas infonya. Aku harus kembali ke kantor. Kita akan makan malam yang layak setelah kasus ini selesai, ya?"

Saat Kanya berjalan meninggalkan rooftop bar yang ramai, ia bisa merasakan beban kebohongan itu menempel di bahunya. Ia telah berhasil meyakinkan Dara bahwa ia adalah corporate lawyer yang ambisius. Tetapi di dalam hatinya, ia tahu bahwa "hantu" yang ia hadapi di ruang sidang adalah pria yang telah memberinya dessert pengkhianatan yang paling manis.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • HARGA PENGKHIANATAN   Bab 13 Retainer F*e

    Perjalanan singkat dari hotel menuju penthouse Adrian terasa seperti perpindahan dimensi. Keheningan di dalam mobil mewah itu bukanlah keheningan yang canggung, melainkan keheningan yang mendidih. Kanya menyandarkan kepala ke jendela, menatap lampu-lampu jalan Jakarta yang melintas dengan cepat, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berlebihan. Namun, setiap sentuhan Adrian—jari-jarinya yang sesekali melingkari pergelangan tangannya, atau ibu jarinya yang mengusap punggung tangannya—mengkhianati usahanya.Adrian mengemudi dengan santai, seolah ia sedang mengantar pulang seorang teman lama, bukan seorang pengacara yang baru saja ia cium, dan yang baru saja ia paksakan untuk masuk ke dalam permainan terlarangnya.“Kau terlalu tenang untuk seseorang yang baru saja melanggar semua etika profesionalnya,” ujar Kanya, suaranya sedikit serak.Adrian tertawa kecil, suara baritonnya bergetar di ruang sempit mobil. “Aku tidak melanggar etika. Aku hanya mendefinis

  • HARGA PENGKHIANATAN   Bab 12 Hutang Yang Terbayar

    Kanya menatap ponselnya, yang tergeletak di meja marmer ruang rapat yang kini kosong. Pemberitahuan pop-up di layar, hanya berupa satu kalimat tanpa emotikon, terasa lebih mengancam daripada seluruh berkas gugatan yang baru saja ia menangkan.A: Malam ini. Delphine Bar, 9 malam. Kau tahu aturannya. Tanpa blazer.Adrian menuntut pembayarannya. Tepat waktu, dan tanpa ruang negosiasi.Jantung Kanya berdetak dua kali lebih cepat. Kemenangan arbitrase beberapa jam lalu, dan janji promosi yang baru saja ia paksakan dari Pak Bram, terasa hambar. Bukti yang ia gunakan memang memberinya kekuasaan, tetapi hutang personal ini memberikannya rasa terikat yang mengerikan pada pria itu.Dia bangkit, merapikan setelannya yang kusut. Kanya tahu dia tidak bisa menolak. Bukan karena ancaman, tapi karena rasa ingin tahu yang membakar. Dia ingin tahu apakah Adrian akan menjadi musuh atau lover saat dinding kantor mereka runtuh. Dan yang lebih mengganggunya, dia ingin

  • HARGA PENGKHIANATAN   Bab 11 Memanfaatkan Bukti

    Jari-jari Kanya bergetar saat dia mencolokkan flash drive ke port laptopnya. Bukan karena takut ketahuan—ruang kerjanya di lantai 38 ini sudah sepi, hanya ditemani dengungan AC sentral dan lampu darurat Jakarta yang tersisa—tapi karena realisasi dari apa yang dia pegang. Ini bukan sekadar bukti. Ini adalah garis batas. Adrian, dalam negosiasi berbahaya di Bab 10, telah memberikan ini sebagai tanda trust yang paling mematikan. Adrian menukar kelemahannya dengan kelemahan Kanya: ia tahu Kanya akan menggunakan bukti ini untuk menghancurkannya, tetapi dengan menggunakannya, Kanya secara resmi memasuki permainan kotor Adrian. Jantung Kanya berdegup di telinganya. Dia menghela napas, menatap pantulan dirinya di layar laptop. Matanya lelah, tetapi ada kilatan yang asing, haus akan kemenangan. Ini bukan hanya tentang kasus Dharma Kencana lagi. Ini tentang membuktikan bahwa dia tidak akan pernah bisa dimanipulasi, bahkan oleh pria yang berhasil membuatnya kehilangan kenda

  • HARGA PENGKHIANATAN   Bab 10 Negosiasi Yang Berbahaya

    Kanya tiba di speakeasy bar yang sama persis tempat mereka bertemu pertama kali. Malam ini, ia tidak mengenakan gaun. Sesuai instruksi Adrian, ia mengenakan setelan celana abu-abu terbaiknya—tajam, profesional, dan kejam. Ia tidak ingin terlihat sebagai wanita yang tergoda; ia ingin terlihat seperti lawan yang setara. Adrian sudah menunggunya di sudut yang sama, di bawah cahaya temaram lampu gantung kuno. Ia mengenakan setelan jas abu-abu arang, tampak santai namun mematikan. Di depannya, tidak ada whisky, hanya segelas air mineral dan, anehnya, sebuah papan catur yang sudah tersusun rapi. "Saya senang Anda menerima undangan saya, Kanya," sapa Adrian, matanya menelusuri Kanya dari atas ke bawah, menilai baju perang yang ia kenakan. "Saya suka pakaian Anda. Ini menunjukkan Anda menganggap pertemuan ini serius." Kanya tidak duduk. Ia berdiri tegak di samping meja. "Jangan buang waktu saya, Adrian. Saya hanya punya 30 jam. Anda mengatakan Anda punya bukti

  • HARGA PENGKHIANATAN   bab 9 Kacaunya Kepercayaan

    Kanya kembali ke kantor Wibisono & Partners dengan tubuh terasa seperti dihantam truk dan kemenangan parsial yang menipis. Pagi itu, kantor sudah tampak lebih rapi, tetapi ketegangan masih menggantung tebal seperti kabut. Dia hanya memiliki 48 jam untuk mengubah penangguhan pembekuan aset menjadi kemenangan penuh. Ia segera mengumpulkan timnya, yang sama lelahnya. "Tunda perayaan," perintah Kanya, suaranya serak. "Adrian (ia berhasil menahan diri untuk tidak menyebut nama itu) telah memberi kita 48 jam untuk berburu. Kita harus menemukan titik lemah legal yang digunakan The Vanguard Group untuk mengajukan mosi. Serangan mereka sangat efektif karena mereka tidak menyerang lahan, mereka menyerang dana. Artinya, basis hukum mereka tidak kuat, tapi strateginya yang licik." Kanya menghabiskan delapan jam berikutnya dalam mode autopilot, menganalisis struktur Aether Holdings dan The Vanguard Group secara terbalik, mencari inkonsistensi dalam dokumen arbitrase mereka. D

  • HARGA PENGKHIANATAN   Bab 8 Di ujung malam

    Malam itu, kantor Wibisono & Partners terasa seperti bunker perang. Kanya tidak tidur. Rambutnya diikat asal, blazernya dilepas, dan kemeja putihnya ternoda kopi dingin. Lima junior lawyer yang ia pimpin tampak sama putus asanya, dikelilingi tumpukan berkas undang-undang arbitrase dan preseden yang menggunung. Pukul 03.00 pagi, Kanya bersandar ke kursi, memejamkan mata sejenak. Keheningan yang singkat itu segera dipenuhi suara Adrian di kepalanya, "Bahaya adalah bagian dari kesenangan, Kanya." Ia menggelengkan kepala, meraih map merahnya. Rasa lelahnya adalah konsekuensi dari ciuman itu, dan ia akan mengubah kelelahan itu menjadi kemenangan. Pukul 06.00 pagi, setelah berjam-jam menyusun argumen dan menemukan celah yang rapuh, mosi arbitrase darurat Kanya selesai. Ia telah menyusun argumennya tidak hanya berdasarkan hukum, tetapi berdasarkan psikologi Adrian: Adrian akan berfokus pada efisiensi dan kerugian finansial, maka Kanya akan berfokus pada dampak reputasi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status