Sepulang sekolah, Laura dan teman-temannya berjalan memasuki ruangan Harmony. Mereka berenam, dan anggota lainnya sudah berada disana. Hari ini mereka akan menyanyikan lagu yang mereka dapatkan dua minggu lalu, dihadapan semua nggota.
Sedikit gugup, tapi masih bisa mereka semua atasi. Semua anggota sudah duduk dengan kelompoknya masing-masing. Laura dan teman satu kelompoknya, duduk di tempat paling belakang. Bersiap mendapat giliran bernyanyi nantinya.“Baik teman-temanku semuanya yang tercinta. Jadi biar adil, dan engga dianggap pilih kasih. Kak Dava, mau undi aja ya, kelompok siapa yang dapat giliran maju paling pertama.” Intrupsi Dava yang dimengerti semua anggota.“Baik kak” jawab semua anggota kompak.Dava mengambil botol yang dilempar Juan padanya. Botol tersebut sudah berisi pipet, dengan gulungan kertas judul lagu di dalamnya.Dava mengocoknya dengan semangat, seperti sedang arisan. Dava mengeluarkan satu gulungan kertas dengan pipet itu, membukanya. DavLaura kembali menghampiri teman-temannya, yang masih belum bergerak dari tempat tadi. “Yaudah yuk balik, guys” ajak Laura ketika dia sudah berdiri disebelah Sarah. “Eh besok pada sibuk ga?” tanya Vina tiba-tiba. “Kenapa emangnya Vin?” tanya Sarah. “Main yuk, itung-itung rayain, karena udah nampilin yang terbaik tadi” “Setuju….” Teriak Yuni keras. “Kemana dong?” Siska tidak tahu apa yang bisa mereka lakukan. “Mending netflixan sambil maskeran gasih” ujar Mia memberi saran. “Ide bagus tuh,” sahut Sarah.“Mau main dimana tapi?” Biasanya mereka akan bermain di rumah Siska, tapi kali ini Siska menolak. Karena kakak laki-lakinya yang tinggal diluar kota, sedang berada di rumah. Takut membuat kakaknya terganggu dengan kehadiran Siska dan teman-temannya yang berisik.“Di rumah Mia aja gimana?” tunjuk Sarah. “Gamau, lo pada ga inget apa. Terakhir kali main ke rumah gua, hampir aja kebakaran gara-gara Yuni.” Kalimat itu membuat mereka teringat kejadian du
“Good morning girls…” Laura duduk di hadapan Abella dan Dezora yang sedang sibuk dengan ponselnya. “Pagi Ra” balas Dezora meletakkan ponselnya diatas meja. Melihat wajah Laura yang nampak bersinar dari biasanya, dan senyumnya yang mengembang membuat Abella merasa aneh. Sepertinya ada sesuatu yang membuat Laura senang hari ini, “Kenapa lo, Ra?” tanya Abella menatapnya aneh. “Gua ada cerita bagus nih” ujarnya semangat. “Lo habis dapet uang jajan banyak?” Laura menggeleng, tanda jawaban Dezora salah. “Bokap, nyokap udah balik?” lagi-lagi Laura menggeleng. “Ya terus apa dong?” kesal Abella yang sudah penasaran. Apa yang membuat Laura menjadi senang hingga menyebalkan seperti ini. “Soal kak Gara!” serunya senang. “Kak Sagara? kenapa dia?” Abella dan Dezora masih tidak mengerti. Laura bersiap untuk cerita, ia mematikan music yang berputar dari ponsel Abella, agar ceritanya dapat terdengar. “Jadi, kemarin habis ekskul, gua papasan sama kak Sagara
"Semua orang memiliki ke khawatirannya masing-masing. Ada banyak orang yang berpura-pura kuat meski sebenarnya rapuh. Selalu berusaha meski tidak tahu, kapan hasil terbaik dari usaha mereka akan tiba. Karena pada akhirnya, yang ingin dilihat orang-orang bukan seberapa besar usaha mu. Tapi seberapa besar hasil yang kamu dapat dari semua itu.”Abian, Darrel, dan juga Sagara duduk di atas meja kecil yang ada di rooftop. Dengan satu plastik sedang makanan ringan dan satu botol besar minuman soda yang Abian bawa.Tiga laki-laki itu sedang membuat pesta kecil, entah apa yang mereka rayakan. Hanya ingin saja melakukannya karena bosan di kelas. Menyetel musik dengan sound kecil miliknya dan gitar yang Darrel bawa, mereka bersenandung ria. Abian tertawa kencang saat melihat Sagara yang hampir jatuh dari tempat duduknya.Ketiga remaja laki-laki itu terlihat sangat senang, tawanya pecah begitu saja meski hanya lelucon garing yang mereka keluarkan.Seperti remaja yang tidak memi
Abian naik ke kamar Laura, tidak tahu apa yang mau ia lakukan di sana. Duduk di meja belajar Lauram dengan laptop yang menyala. Abian memilih untuk bermain game saja, selama teman-teman Laura ada di sini. “Guys… udah mau malem nih, balik yuk” ajak Vina saat melihat jam yang melingkar di tangan kanannya. “Yuk lah” sahut Sarah, dia juga sudah di telepon beberapa kali oleh ayahnya, karena anak perempuan itu belum juga pulang. Mereka membersihkan ruang tengah rumah Laura terlebih dahulu, membuang sampah-sampah yang berserakan, dan mengelap lantai yang tidak sengaja kejatuhan air akibat Yuni yang sedikit sembrono. “Bersih!!” Yuni selesai mengelap lantai tersebut, lalu mencuci tangannya. Sarah, Vina, Siska, Yuni, dan juga Mia mengambil tasnya dan bersiap untuk pulang. “Thank you, Laura. Besok-besok kita main lagi ya” senyum Vina. “Iya, hati-hati ya. Jangan ngebut, udah malem” semuanya mengangguk. Laura lupa, ia hendak memanggil Abian karena teman-temannya akan
Abian bangun dari tidurnya, bingung mengapa ada selimut di atas tubuhnya. Kenapa juga dia tidur di atas sofa. Dimana dia saat ini, Abian bingung karena nyawanya belum terkumpul sempurna. Masih terasa mengantuk, tapi rasanya matanya tidak bisa tertutup lagi. Abian lupa kalau ternyata dia ketiduran disini, padahal dia janji akan menemani Laura hingga tugasnya selesai. Masih pukul enam pagi, ia menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Aroma makanan sudah tercium dari hidungnya, laki-laki yang sedang berada di ruang tengah, mengikuti langkahnya mencari darimana sumber aroma sedap itu.Dia melihat Laura yang berada di dapur, sedang membelakangi tubuhnya, dengan kaos biasa dan celana pendek rumahan. Rambut yang di cepol asal, dan wajah cerah natural, tanpa polesan sedikit pun. Laura terlihat sedang mengaduk sesuatu yang ada di atas kompor, dengan sendok berukuran sedang yang biasa orang gunakan. Dengan api kecil, Laura terus mengaduk makanan itu agar bumbunya meresap. A
“Jangan lama-lama ya, sampe rumah langsung mandi. Terus siap-siap, berangkat sekolah. Cepetan biar engga telat, tapi jangan ngebut juga di jalan, bahaya” ujar Laura saat mereka sudah berada di depan sekolah. Laura turun dari motor Abian, Laki-laki itu tersenyum simpul. “Iya, ga bakal lama kok. Tenang aja, gua janji bakal masuk sebelum kelas di mulai.” Sahutnya berjanji pada perempuan itu. “Makasih ya, Bi” Abian mengangguk, “Sama-sama Ra. Kalau gitu gua balik dulu” Abian lalu pergi setelah mengantar Laura dengan selamat ke sekolah. Ia membalik motornya dan pulang ke rumah, dan bersiap dengan cepat.Seorang perempuan yang berdiri di sebelah tembok mading sekolah, memperhatikan Laura dan Abian yang berbincang tadi. Nayla merasa sedikit iri pada perempuan yang sangat dekat dengan orang yang dia suka. Senyuman Abian terlihat lepas saat bersama Laura, sikapnya sangat berbeda jika ia bersama perempuan lainnya. Abian memang terkenal social butterfly, namun sangat terlihat
Sebentar lagi bel masuk kelas akan berdering, ketiga remaja laki-laki itu memilih turun ke bawah sebelum terlambat. Sagara kembali memasukkan kotak bekal itu, ke totebag kecilnya itu lagi. Ternyata masih ada banyak siswa yang duduk di luar kelas, beberapa juga ada yang sedang ngerumpi hangat di tengah kelas. “Thanks ya, Gar. Bunda emang the best” ujar Abian saat mereka akan memasuki ruang kelas. Bertepatan dengan itu, Nayla memanggil nama Abian saat cowok itu sudah di dalam kelas. “Abian” panggil Nayla, namun Abian belum sadar karena sedang bicara dengan Sagara. “Thanks banget deh ya Gar. Perut gua kenyang banget, masakan bunda emang selalu juara.” lanjut Darrel, menambahi ucapan Abian tadi. “Ada apa Nay?” tanya Abian, karena tadi ia sempat mendengar Nayla memanggilnya. Nayla menoleh pada Sagara, cowok itu sedang memasukkan tas kecil ke dalam kolong mejanya. Sepertinya Abian dan Darrel sudah sarapan masakan yang di buat oleh bundanya Sagara. Karena itu yang tidak sal
Abian langsung izin ke toilet untuk membasuh wajahnya, agar tidak ngantuk lagi. Sebenarnya rasa kantuknya sudah hilang saat ia chatingan dengan Laura tadi. Toilet hanya alasannya saja untuk keluar kelas sebentar.Toilet ada di sebelah kiri, kelas Laura berada di sebelah kanan. Abian cap cip cub sebentar, tempat mana yang harus ia tuju lebih dulu. “Cap cip cup kembang kuncup, pilih mana yang mau di cup” tangan Abian menunjuk nunjuk kedua tempat itu, dan berhenti di pilihan kedua yaitu kelas Laura. Dengan senyum sumringah, Abian berjalan sangat gagah. Tubuhnya yang menjutang tinggi karena dia adalah atlet renang, dan seragam sekolah yang keluar terlihat seperti remaja nakal yang suka membolos kelas. Abian melihat ada banyak siswa teman Laura yang bermain di dalam kelas, ada yang ngerumpi, juga ada yang sibuk membaca buku, atau ngebucin karena pacaran dengan teman satu kelas. Ada beberapa yang Abian lihat baru datang dari kantin, ia tahu karena melihat orang-orang it