Share

First kiss

Author: Rafasya
last update Last Updated: 2025-02-06 15:54:04

“Itu burung saya!”

Hah?

“Ah, maaf, Pak. Aku tak tau kalau itu burung Bapak.”

Michael memejamkan mata, mencoba tak emosi di depan Sahira.

“Keluar!” pintanya.

“Tapi, Pak—”

“Aku bilang keluar!”

Sahira terkejut, dia segera berlari terbirit-birit dari sana.

Di dalam ruangan, Michael berdiri mematung. Wajahnya tegang, dan tangannya mencengkeram pinggir meja kerja. Ia menghela napas panjang, mencoba menguasai dirinya. Michael mencoba menahan hasratnya. Dia begitu tersiksa, dengan nafsu yang tiba-tiba saja muncul.

“Burung saya?” ulangnya dalam hati, merasa bodoh karena membiarkan kata-kata itu keluar begitu saja.

Michael mengusap wajahnya dengan kasar, lalu berjalan ke kamar mandi kecil di sudut ruangan. Ia membasuh wajahnya dengan air dingin, berharap sensasi dingin itu bisa meredakan emosi dan perasaan campur aduk yang ia rasakan.

“Ini semua gara-gara Sahira, dia harus bertanggung jawab!” umpatnya.

Setiap kali dia menutup mata, bayangan Sahira dengan rok mini itu kembali memenuhi pikirannya.

“Sialan!”

Setelah beberapa saat, Michael kembali ke ruangannya. Dia mencoba kembali bekerja, tetapi pikirannya terus melayang ke insiden tadi. Tumpukan dokumen di mejanya tampak seperti hiasan belaka karena ia sama sekali tidak bisa berkonsentrasi.

Sementara itu, di luar Sahira meremas-remas ujung roknya, merasa gugup dan bersalah.

“Kenapa aku sangat ceroboh, tanganku tak sengaja menyentuh miliknya,” gumamnya.

Tak lama kemudian, seseorang menepuk pundaknya.

“Kau baik-baik saja, Hira?” tanyanya ramah.

Sahira sedikit terkejut, dia mencoba tersenyum, meski jelas terlihat dipaksakan. “Ya, Bu Rina. Aku baik-baik saja.”

Rina adalah supervisor di kantor tersebut. Dia tak sengaja melihat Sahira tertunduk dengan wajah gelisah.

“Kalau butuh sesuatu, kau bisa bicara padaku,” katanya sebelum berlalu.

Sahira mengangguk, tetapi setelah Rina pergi, dia mendesah panjang. “Aku butuh pekerjaan lain saja,” gumamnya.

Di dalam ruangan, Michael menekan tombol interkom dan memanggil Sahira.

“Sahira, masuk ke ruanganku,” ucapnya singkat.

Sahira terkejut mendengar panggilannya. Jantungnya langsung berdegup kencang. Ia berdiri perlahan, merapikan roknya, lalu berjalan menuju pintu dengan perasaan cemas.

Setelah mengetuk pintu dan mendapatkan izin masuk, Sahira mendorong pintu perlahan.

“Selamat siang, Pak,” sapanya dengan ragu-ragu.

Michael mengangguk, lalu menunjuk kursi di depannya. “Duduk.”

Sahira menuruti perintah itu, meski tubuhnya terasa kaku.

Michael memandangnya dalam-dalam, seolah mencoba membaca pikiran Sahira.

“Em, Pak, aku minta maaf soal tadi,” ucapnya Sahira.

“Sudah, lupakan. Sekarang, kerjakan ini.”

Michael memberikan tugas pada Sahira untuk mengetik sesuatu di komputernya.

“Baiklah.”

Sahira mulai mengerjakan tugas yang diberikan oleh Michael. Meskipun tak punya pengalaman, soal mengetik di komputer itu hal mudah. Saat Sahira sibuk mengetik, Michael mulai menatapnya. Pikirannya langsung berkelana, hasratnya muncul lagi kala melihat bibir ranum milik Sahira. Ingin rasanya dia kecup dan melum4tnya penuh gairah.

“Apa aku sentuh dia sekarang saja? Toh, dia sudah aku beli. Aku berhak melakukan apa saja padanya,” batin Michael.

Wajah itu ...

Bulu matanya ...

Bibirnya ...

Lehernya ...

Saat sedang larut dalam lamunan, tiba-tiba ...

“Pak, sudah.”

Hah?

Cepat sekali.

Michael berdeham pelan, mencoba menutupi wajahnya yang terkejut, karena terlalu larut dalam pikirannya sendiri. Ia memalingkan pandangan dari bibir Sahira dan menatap layar komputer di depannya. Sahira sudah menyelesaikan tugasnya lebih cepat dari yang dia perkirakan.

“Sudah selesai, Pak,” ulang Sahira sambil berdiri di samping meja, menunggu instruksi berikutnya.

Michael mengangguk perlahan. “Hmm, tidak terlalu buruk,” gumamnya sambil memperhatikan hasil kerja Sahira. Tulisan itu tertata rapi, tanpa kesalahan ketik sedikit pun.

Michael kembali mencuri pandang ke arah Sahira, yang kini sedang berdiri dengan posisi tangan terlipat di depan tubuhnya. Bibir ranumnya yang sedikit mengerucut, mungkin karena lelah mengetik, kembali membangkitkan hasrat yang sejak tadi dia tahan.

“Dia benar-benar mempesona, bahkan tanpa berusaha menggodaku,” pikir Michael, rahangnya mengeras.

Sahira yang menyadari tatapan Michael, merasa sedikit tidak nyaman. “Pak, apa ada yang salah dengan hasilnya?” tanyanya hati-hati.

Michael tersadar dari lamunannya dan menggeleng cepat. “Tidak, semuanya baik. Kau bekerja cukup cepat,” jawabnya sambil merapikan beberapa dokumen di mejanya untuk mengalihkan perhatian.

Sahira mengangguk kecil. “Kalau begitu, apa ada tugas lain, Pak?” tanyanya, mencoba tetap profesional meski ia mulai merasa Michael bersikap aneh sejak pagi.

Michael berpikir sejenak. “Ada.”

“Em, apa?”

“Kemarilah.”

Sahira mengangguk berjalan mendekat menghampiri meja Michael. Namun, kakinya tak sengaja tersandung kabel di lantai.

“Ah!” serunya, tubuhnya oleng ke depan.

Dengan sigap, Michael menangkapnya sebelum jatuh ke lantai. Kedua tangannya memegang pinggang Sahira dengan kuat. Sementara tangan Sahira terpaksa bertumpu pada dada bidang Michael.

Hembusan napas hangat Michael menerpa wajahnya.

“Pelan-pelan, Hira,” bisiknya dengan suara serak. Dari jarak dekat, Michael bisa mencium aroma parfum vanilla milik Sahira.

“Hmm, bikin sangek,“ batinnya.

Sahira mendongak napasnya tertahan. Wajah mereka begitu dekat hanya sejengkal jarak yang memisahkan. Tatapan mata Michael turun, memperhatikan bibir Sahira yang sedikit terbuka.

“Pak, Maaf, Saya—” belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Michael langsung membungkam mulut Sahira dengan bibirnya.

Michael mencengkram lembut leher Sahira, memperdalam ciumannya. Sahira yang memang belum berpengalaman soal berciuman terkejut saat Michael melum4t bibirnya, dia segera mendorong Michael.

“Pak, enggh ... hentikan, eumh!”

“Pak, eumhh ...!”

Michael menghentikan ciumannya tapi tidak langsung melepas Sahira. Kedua tangannya masih memegang pinggang gadis itu, sementara wajahnya tetap dekat dengan wajah Sahira.

“Maafkan aku,” bisik Michael, tapi nada suaranya tak terdengar menyesal sama sekali. “aku tak bisa menahan diri, Hira, kamu sangat seksi.”

Napas Sahira tersengal-sengal. Kata-kata Michael membuatnya merinding. Dia mundur dengan tergesa, melepaskan diri dari dekapan Michael.

Sementara, Michael hanya memandangnya dengan intens tak ada tanda-tanda menyesal.

“Apa yang anda lakukan tadi salah. Tolong jangan pernah lakukan lagi, Pak Michael. Atau aku akan—”

“Akan apa? Kamu mengancamku, hem?” Michael mengangkat sudut bibirnya. Kemudian menatap tajam Sahira, perlahan tapi pasti dia berjalan mendekat, kemudian menarik Sahira kembali ke dalam pelukannya.

Degup jantung Sahira berdebar. Dia menggigit bibir kuat-kuat. Dirinya sangat takut. Michael yang memandangnya penuh hasrat menyentuh wajah itu dengan telapak tangannya.

“Hmm, pahatan yang sempurna,” pujinya, sementara Sahira memejamkan matanya dengan erat.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan di pintu membuat keduanya terkejut.

“Bos, apa saya boleh masuk?”

Itu suara Lucas.

Michael mendengus kesal, dia segera melepaskan Sahira, membuat gadis itu bernapas lega. Dia segera pamit dari sana dengan tergesa saat pintu terbuka.

Lucas mengerutkan kening melihat ketakutan di wajah gadis itu yang melewatinya, kemudian pandangannya beralih pada Michael.

“Kau apakan dia, Bos?”

“Em, tidak ada. Hanya pengenalan.”

“Sepertinya dia ketakutan,” ucap Lucas.

Huh!

“Dia hanya takut ketagihan, kau tau ... juniorku selalu membuat wanita mabuk kepayang.” Michael tertawa kecil.

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Pewaris sah Horisson Steel!

    Keesokan harinya.Di kantor pusat Horisson Steel Corporation dipenuhi oleh para wartawan, awak media, investor, dan jajaran direksi penting dari dalam dan luar negeri. Lampu-lampu kamera sudah menyala terang, mikrofon berbagai stasiun TV berjajar rapi di meja panjang tempat konferensi akan dimulai. Sorotan tertuju pada satu nama: Michael Nathaniel, CEO karismatik yang dikenal tegas, dingin, dan tak mudah tersentuh media. Namun hari ini, ia membuat pengumuman yang menggemparkan: ia akan memperkenalkan putra sulungnya.Detik demi detik terasa menegangkan.Pintu utama terbuka perlahan, dan muncullah Michael dengan setelan jas abu gelap yang elegan. Di sampingnya, seorang anak laki-laki berusia delapan tahun berjalan dengan langkah tenang namun penuh wibawa kecil. Dialah Marvel Nathaniel, bocah yang dulu dikenal sebagai Maxy si penjual tisu, kini berdiri tegak sebagai pewaris sah kerajaan bisnis baja raksasa itu.Para hadirin langsung berdiri. Kilatan kamera membanjiri ruangan. Bisik-bisi

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Tukang roti

    Satu bulan kemudian ...Sudah genap satu bulan sejak identitas Maxy dipindahkan secara resmi menjadi Marvel Nathaniel, putra kandung dari seorang pengusaha ternama, Michael Nathaniel.Selama sebulan itu pula, hidup Marvel berubah total.Ia tak lagi tidur beralaskan tikar tipis di ruangan pengap. Kini, ranjang empuk dengan selimut hangat menyambut tidurnya setiap malam. Tak ada lagi rasa lapar atau kecemasan esok akan makan apa. Semua kebutuhan hidupnya tercukupi. Bahkan, ia sudah terbiasa mengenakan seragam sekolah rapi dan sepatu mengkilap.Marvel kini resmi menjadi siswa di salah satu sekolah elit internasional. Sekolah yang hanya bisa dimasuki oleh anak-anak dari kalangan atas. Banyak anak pejabat, artis, bahkan diplomat luar negeri yang bersekolah di sana.Awalnya, semua terasa asing bagi Marvel.Guru-guru berbicara dalam dua bahasa, anak-anak berpenampilan glamor, bahkan menu makan siang di kantin pun seperti hidangan restoran mahal. Namun Marvel bukan anak biasa. Kecerdasannya s

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Dr. Felicia

    Michael menggenggam tangan Maxy erat saat mereka masuk ke ruang pemeriksaan. Sahira berada di sisi lain, membelai lembut rambut Maxy, sementara Belinda hanya berdiri di pintu, masih kikuk, tapi berusaha tenang. Dia tetap ingin mengawasi anak yang sudah dianggapnya dunia selama delapan tahun terakhir.Dokter anak bernama dr. Felicia wanita paruh baya berseragam putih, menyambut mereka dengan senyum hangat.“Halo. Ini Maxy, ya?” sapanya lembut.Maxy mengangguk malu-malu.“Ayo, Maxy. Kita cek dulu ya. Tidak sakit kok, santai saja.”Maxy duduk di atas tempat tidur pemeriksaan. Satu per satu prosedur pun dilakukan: dari mengukur tekanan darah, mengecek detak jantung, menyenter tenggorokan, hingga mengambil sampel darah kecil. Maxy sempat meringis saat jarum masuk ke kulitnya, tapi Sahira langsung menggenggam tangannya.“Mommy di sini, Sayang,” ucap Sahira lembut.Belinda yang berdiri agak jauh tampak menahan napas. Matanya tak lepas dari Maxy. Wajahnya cemas.Michael berdiri kaku di pojok

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Kau akan tetap menjadi ibunya!

    Seorang wanita muda berdiri di sana dengan tubuh tegap namun anggun. Rambut panjangnya tersisir rapi dan wajahnya dilapisi riasan tipis namun mewah. Ia mengenakan gaun berwarna gading berkilau dengan sepatu hak tinggi yang pasti tak pernah menginjak lumpur. Belinda menelan ludah. Matanya langsung menyipit.“Anda siapa?” tanyanya dingin meski tubuhnya mulai bergetar.Sahira menatapnya tajam, lalu menghela napas dan tersenyum kaku. “Saya ... Sahira. Istri dari Michael Nathaniel. Saya datang ke sini … untuk melihat putra saya.”Deg!Kalimat itu menghantam dada Belinda seperti palu.Maxy memandang bingung ke arah dua wanita itu. Ia masih berdiri di antara mereka, tak mengerti apa yang sedang terjadi.“Putra Anda?” gumam Belinda.Sahira melangkah masuk tanpa izin, pandangannya menyapu seisi rumah—ruang sempit, dinding lapuk, dan atap bocor. Bau pengap menyengat hidungnya, tapi ia berusaha menahannya.“Tempat seperti ini …?” lirihnya.Belinda bergerak cepat dan berdiri menghadang. “Keluar

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Siapa yang datang?

    Michael turun dari mobilnya dengan langkah gontai. Hembusan angin menyapu rambutnya yang kusut, dan wajahnya menyiratkan kepenatan yang tak mampu disembunyikan. Bahunya merosot, matanya sayu. Tak ada lagi sorot tajam penuh percaya diri seperti biasanya. Lelaki itu bahkan tak menyadari ketika Sierra melambai dari teras depan dengan senyum ceria.“Daddy! Daddy sudah pulang! Ayo, main boneka bareng aku. Kita bangun rumah-rumahan lagi, seperti kemarin!”Michael hanya memaksa tersenyum. Langkahnya berat, seolah tubuhnya menanggung beban berton-ton. “Nanti ya, Sayang ...” suaranya lirih, nyaris tidak terdengar.Sahira yang tengah duduk di sofa membaca buku langsung menoleh curiga. Ia mengenal betul bahasa tubuh suaminya. Michael tidak sedang baik-baik saja.“Ada apa, Mike?” tanyanya pelan, sambil bangkit dan menghampiri.Michael tidak menjawab. Ia hanya menatap mata istrinya dalam-dalam, penuh luka yang tertahan.“Ayo bicara di dalam kamar,” ucap Sahira, kini mulai merasa gelisah.Ia berba

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Menemui Belinda

    Mobil hitam berkilap itu terparkir tak jauh dari pos ronda tua, mencolok di antara deretan rumah-rumah berdinding triplek dan atap seng berkarat.Michael turun pertama, diikuti oleh David. Langkah kaki mereka menyusuri lorong becek dengan genangan kecil yang memantulkan sisa cahaya senja. Michael menatap sekitar dengan tatapan nanar. Di sinilah ... anaknya tinggal selama ini? Di tempat sekotor ini? Di antara lalat, bau busuk, dan tembok penuh lumut?Ya Tuhan ...!Dadanya sesak. Setiap langkah terasa berat. Karena emosi yang menumpuk: marah, sedih, hancur, dan bersalah.Mereka sampai di depan pintu rumah. Sebuah pintu kayu kusam yang catnya sudah habis terkelupas. Michael menarik napas dalam-dalam lalu mengetuknya. Tok! Tok! Sekali. Tok! Tok!Dua kali. “Permisi ....”Tak ada jawaban.David menoleh. “Kosong?”Michael menggeleng, mengetuk lagi—lebih keras.Tok! Tok! Tok!Beberapa detik kemudian, pintu itu terbuka pelan dengan suara berderit panjang. Belinda muncul. Rambutnya digelung

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status