Share

HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)
HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)
Author: Rafasya

Masih perawan

Author: Rafasya
last update Huling Na-update: 2025-01-20 17:30:16

“Kau mau membeli putriku untuk semalam?” ucap pria setengah baya pada temannya di halte bus.

“30 juta.”

“Kau gila! Mahal sekali.” pekiknya.

Pria itu terkekeh. “Ah, kau tidak tau saja. Dia ini istimewa.”

“Apa istimewanya?”

“Masih perawan,“ bisiknya.

“Ah, tidak, itu terlalu mahal.” Protes pria kedua, berniat untuk pergi.

“Eitts, janganlah buru-buru begitu. Bagaimana kalau 25 juta?”

Pria di depannya tampak menimbang. “Em, 10 juta?”

“Cih, itu terlalu murah. Anakku itu berbeda, dia sangat cantik, kulitnya putih, tubuhnya seksi. Rugi sekali aku menjualnya padamu hanya sepuluh juta. Pergilah!”

Percakapan dua pria gila wanita tak luput dari pendengaran Michael yang tak jauh dari sana. Seorang CEO ternama di perusahaan 'Horisson Steel' itu hanya berdecih. Mendengar seorang ayah yang tega menjual putrinya sendiri.

Namun dia juga penasaran dengan putri yang katanya sangat cantik. Michael akhirnya mendekat ke arah pria tua yang terlihat kesal tersebut.

“Em, permisi ... aku tadi tak sengaja mendengar, kalau Anda menawarkan putrimu yang masih perawan, betul?”

Pria tua itu menoleh dengan cepat, tampak terkejut dan gugup ketika mendapati seorang pria berpakaian rapi berdiri di depannya. Dengan dasi yang tertata sempurna dan setelan jas mahal, Michael memancarkan aura kekuasaan yang membuat siapa pun yang berhadapan dengannya merasa kecil.

“Ssttt, jangan keras-keras,” bisik pria tua itu dengan suara tergagap. Dia mengedarkan pandangan, memastikan tak ada yang memperhatikan. “Iya, apa kau mau?”

Michael memasukkan tangan ke dalam saku jasnya, tubuhnya tegap dan matanya tak menunjukkan emosi apa pun. Dia memperhatikan pria itu dari ujung kepala hingga kaki, seolah sedang menilai seseorang yang ingin menjual sesuatu di bawah standar. “Kenapa kau menjual putrimu sendiri?” tanyanya dingin.

Pria tua itu tertawa kaku, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. “Ah, kau tak perlu tahu. Itu urusanku. Jadi, kau tertarik atau tidak? Kalau tidak, jangan buang waktuku.”

Michael menyipitkan matanya. “Kau menawarkan manusia seperti barang dagangan di tempat umum. Kau pikir aku tidak akan bertanya?” Dia mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat, suaranya lebih rendah namun mengancam. “Apa putrimu tahu rencana gilamu ini?”

Pria tua itu terdiam. Rahangnya mengeras, dan untuk sesaat, matanya menampakkan sesuatu yang lebih dari sekadar keserakahan—mungkin rasa malu, mungkin kebencian. Tapi ia segera menyembunyikan ekspresi itu dengan tawa canggung lagi. “Dengar, ini bukan urusanmu. Jika kau mau, bayar. Kalau tidak, pergilah.”

Michael menarik napas panjang, memperlambat gerakannya dengan sengaja. Dia mengeluarkan ponselnya, lalu menatap pria itu sambil mengetik sesuatu. “Berapa harga terakhir yang kau sebut tadi?”

“25 juta. Itu sudah murah. Anak saya ... ah, dia sangat cantik, kulitnya putih, tubuhnya sempurna. Kau tidak akan menyesal.”

Michael tersenyum tipis, tapi bukan senyum ramah. Ada sesuatu yang dingin dalam tatapan matanya, seolah dia adalah predator yang mengamati mangsanya. “Kalau begitu, aku bayar dua kali lipat.”

Pria tua itu membelalakkan matanya. “Lima puluh juta?” Dia hampir tidak bisa menahan antusiasmenya. Namun, sebelum dia bisa bersorak, Michael menambahkan dengan tenang, “Tapi aku ingin melihat langsung siapa yang kau jual.”

Pria tua itu terdiam, wajahnya berubah pucat. Bibirnya terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak ada kata yang keluar. Michael tahu dia telah membuatnya terpojok.

Setelah beberapa detik yang penuh ketegangan, pria tua itu akhirnya menghela napas. “Baiklah, kalau kau serius, aku akan menunjukkan padamu. Tapi ingat, kau harus membayar dulu.”

Michael mengangguk pelan. “Aku akan membayar, tapi hanya setelah aku yakin kau tidak mencoba menipuku.” Nada suaranya tajam.

Pria tua itu mengangguk kecil dan berbalik, melangkah ke sebuah gang kecil di belakang halte. Michael mengikutinya dengan langkah pelan namun penuh kewaspadaan.

Setiba di lokasi yang telah disebutkan, pria tua bernama Haidar menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah Michael dan mengisyaratkan dengan tangannya agar pria itu bersembunyi di balik tembok yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

“Itu dia, Tuan. Putriku,” katanya dengan nada bangga sambil menunjuk ke arah seorang gadis yang berdiri di teras rumah kecil.

Michael menoleh dengan rasa penasaran. Namun, begitu matanya menangkap sosok gadis itu, dia tertegun. Gadis yang diperkenalkan sebagai putrinya memiliki wajah yang begitu memikat. Kulitnya putih bersih seperti porselen, rambut hitam panjangnya tergerai rapi, dan tubuhnya terlihat anggun meski dibalut pakaian sederhana. Sorot matanya kosong, seperti seseorang yang telah kehilangan harapan, namun keindahan alami dari wajahnya tetap terpancar. Wanita itu benar-benar cantik.

Haidar yang berdiri di sebelahnya memperhatikan ekspresi kagum Michael. Ia menyeringai lebar, puas melihat reaksi pria berpakaian rapi itu. “Bagaimana, cantik, bukan?” tanyanya dengan nada penuh kebanggaan.

Michael hanya mengangguk pelan. “Ya, sangat cantik,” jawabnya, suaranya terdengar datar meskipun matanya tidak bisa lepas dari gadis itu.

Haidar mendekatkan tubuhnya sedikit pada Michael, lalu melanjutkan dengan nada rendah, “Dia bukan putri kandungku, Tuan. Dia hanya putri angkatku, namanya Sahira. Aku merawatnya sejak kecil. Tapi, ya, hidup ini keras. Aku butuh uang, dan aku memiliki putri yang sangat cantik. Rugi sekali kalau tidak dimanfaatkan. Hahaha.”

Michael mengalihkan tatapannya dari Sahira, kini menatap Haidar dengan penuh kebencian yang ia sembunyikan di balik wajahnya yang tetap tenang. “Kenapa kau tega menjualnya?” tanyanya dingin.

Haidar hanya tertawa kecil. “Ah, Tuan. Kau tidak akan mengerti. Ini semua soal uang. Lagipula, bukankah aku pemiliknya? Dia tinggal bersamaku, aku yang memberinya makan dan pakaian. Aku yang membesarkannya.”

“dan sekarang, aku butuh uang, aku juga memiliki putri yang cantik. Rugi kalau tidak dimanfaatkan,” jawabnya tanpa sedikit pun rasa bersalah.

Michael mengepalkan tangannya di dalam saku jasnya, berusaha menahan amarah yang mulai mendidih. Namun, dia tahu bahwa dia harus tetap tenang jika ingin memastikan keselamatan gadis itu. “Jadi, bagaimana, Tuan? Kau mau atau tidak? Kalau tidak, aku akan mencari pembeli lain,” ancam Haidar dengan nada serakah.

Michael menarik napas panjang sebelum menjawab. “Baiklah,” katanya akhirnya. “Aku akan membayarmu 200 juta. Tapi ada satu syarat ...”

Haidar terbelalak mendengar jumlah yang disebutkan. “Dua ratus juta?” ulangnya, seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya. “Baiklah, apa itu, cepat katakan?”

Michael menatapnya tajam. “Setelah kau menyerahkan gadis itu padaku, kau harus pergi dan tidak pernah lagi mendekati dia. Kau paham?”

Haidar mengangguk cepat. “Tentu saja, Tuan! Aku setuju. Besok aku akan mengantarkannya ke tempatmu.”

Michael mengeluarkan kartu namanya dari saku jas dan menyerahkannya pada Haidar. “Ini alamat kantorku. Antarkan dia ke sana besok. Tapi ingat,” ia menambahkan dengan nada mengancam, “jangan coba-coba menipuku.”

Haidar menatap kartu itu dengan penuh semangat. “Iya, iya, baiklah. Jadi, kapan Anda akan memberikan uangnya?” tanyanya penuh harap.

Michael menyeringai. “Antarkan dulu gadis itu ke tempatku. Ada uang, ada barang. Bukankah begitu?”

Haidar tertawa kecil meski wajahnya tampak sedikit kesal. “Benar, benar, Tuan. Baiklah, besok saya akan mengantarkannya. Jangan khawatir!”

Michael mengangguk singkat dan melangkah pergi. Dia sangat tidak sabar menunggu besok, menanti sang gadis ke dalam pelukannya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
sinta putri
menarik dan baguss
goodnovel comment avatar
Novi fitriani
Bagusss bangettt
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Wajah yang familiar

    David berlutut di samping Maxy, wajahnya pucat namun matanya penuh kekhawatiran. Ia menepuk lembut bahu kecil Maxy.“Apa … kamu baik-baik saja, Nak?” suaranya pelan, menembus keheningan di antara mereka.Maxy mengerjap, menahan air mata. Ia menggeleng dengan angel.“Aku … aku baik-baik saja, Paman,” jawabnya, suaranya berat tapi tegar.David mengusap pelipisnya, merasakan kelegaan sesaat, namun segera tertahan saat matanya turun ke lutut bocah itu.“Kakimu terluka … Kita sebaiknya ke klinik terdekat dulu sebentar, Nak,” ucapnya lembut, mencoba menyembunyikan rasa gelisah.Mata Maxy menatap permukaan jalan. Ia menggumam lirih.“Sudahlah, Paman. Luka ini cuma sekadar goresan. Aku bukan laki-laki lemah.”David menelan ludah, duduk di sela trotoar.“Baiklah …” ia menghela napas panjang. “Tapi kalau rasa sakitnya bertambah parah, kau harus bilang, oke?”Maxy mengangguk mantap. Bastir kecilnya tertutup bedak merah muda, menahan darah yang merembes tipis. Joy, bocah menahan Maxy dari belakan

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Benar kau Belinda?

    Langkah kaki David mantap menapaki trotoar sempit dengan tatapan fokus ke depan. Di tangannya, ponsel menyala menampilkan data hasil pelacakan yang barusan ia dapat dari seorang kenalannya yang bekerja sebagai pemulung di dekat bandara lama.“Nama wanita itu ... Belinda, katanya tinggal di ujung gang, rumah ketiga dari kiri.” gumam David pelan.Ia berhenti di depan sebuah rumah mungil berwarna hijau pudar, dindingnya retak di beberapa bagian, dan pagar kecilnya sudah berkarat. Sebuah pot gantung berisi tanaman kering tergoyang lemah diterpa angin. David menarik napas panjang, menurunkan kaca mata hitamnya lalu mengetuk pintu pelan namun tegas.Tok ... tok ... tok ...Beberapa detik kemudian, daun pintu terbuka. Muncul seorang wanita dengan wajah letih, berusia sekitar 40-an tahun. Rambutnya digelung asal-asalan, mengenakan daster bermotif bunga yang tampak sudah lusuh. Matanya menyipit, mengamati David dari ujung kepala sampai sepatu pantofel mengkilatnya.“Ada yang bisa saya bantu, P

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Maxy bukan bocah biasa

    Di sudut perempatan lampu merah yang biasa digunakan Maxy dan ibunya untuk berjualan, dua bocah lelaki tampak duduk di atas trotoar, menatap kaleng-kaleng bekas yang telah mereka susun menjadi mobil-mobilan.“Kau yakin kita akan bermain?” tanya Joy, bocah kurus dengan rambut acak-acakan dan kulit legam karena sering dijemur panas matahari.Maxy mengangguk penuh semangat. “Tentu saja.”“Tapi, Max ... bagaimana kalau nanti ibumu marah lagi? Nanti kau dipukul lagi?” Suara Joy terdengar ragu, masih teringat betapa kerasnya Belinda memarahi Maxy kemarin karena mencuri.Maxy tertawa kecil, tapi senyumnya tidak sepenuhnya ceria. “Sudah ... tenang saja. Ibuku memang suka memukul, tapi nanti besoknya dia akan minta maaf dan memberi makanan enak.”Joy mengangguk perlahan, walau raut wajahnya tetap tak yakin. “Baiklah ... ayo kita pergi.”Dua bocah itu pun berlari menuju gang kecil yang jarang dilewati orang, membawa mobil-mobilan kaleng yang sudah mereka rawat seperti harta karun. Mobilan itu t

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Firasat seorang Ayah

    “Sierra, ayo sayang, berlatih sekali lagi!” teriak Michael sambil setengah berlari mengejar anak kecil berbaju olahraga pink yang melesat cepat seperti peluru.Napasnya mulai tersengal. Kemeja putihnya kini kusut, dan dasinya tergantung miring. “Tidak mau!” seru Sierra sambil tertawa geli, kuncir kembarnya memantul seiring langkah kakinya. “Daddy kejam! Daddy tidak sayang aku!”“Sayang dong!” Michael terus mengejar, tapi Sierra dengan lincah menyelinap ke balik tiang dan melompat naik ke bangku taman kecil di halaman belakang.Dengan wajah cemberut yang hanya dibuat-buat, Sierra segera berlari ke arah sang ibu yang tengah duduk santai di ayunan rotan sambil membaca majalah.Sahira mengangkat wajahnya dari halaman majalah saat Sierra menyusup ke pelukannya. Ia menoleh sekilas pada suaminya yang baru tiba dengan wajah lelah tapi penuh kasih.“Mommy, katakan pada Daddy. Aku tidak mau berlatih. Aku lebih suka main boneka. Bonekaku lebih pintar daripada Daddy!”Michael menyipitkan mata se

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Aku bukan anak haram!

    “Hei, berikan bola itu padaku,” ucap seorang anak laki-laki bertubuh tambun dengan nada tinggi.Maxy yang sedang duduk menyusun gantungan kunci langsung menoleh. Matanya menangkap bola berwarna merah-biru yang menggelinding mendekatinya. Ia segera berdiri, meraih bola itu dengan kedua tangannya, lalu berjalan ke arah anak tersebut dengan wajah ramah.“Ini bolamu. Hai, namaku Maxy, kau bisa memanggilku Max.”Namun bocah itu tidak menunjukkan sedikit pun sikap ramah. Ia hanya menatap Maxy dengan tatapan meremehkan, lalu merebut bola dari tangan Maxy dengan kasar tanpa sepatah kata pun. Dia langsung membalikkan badan hendak pergi.“Heh, kau tidak berterima kasih padaku?” seru Maxy sedikit keras.Anak itu berhenti, berbalik dengan ekspresi sebal.“Untuk apa?” tanyanya ketus.“Karena aku telah mengambilkan bolamu,” jawab Maxy, masih mencoba sopan.Bocah itu mendengus dan tertawa sinis. “Kan itu memang tugasmu. Kamu cuma anak jalanan. Anak orang miskin yang nggak berguna.”Wajah Maxy menega

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Susu hambar

    Malam hari.Sahira duduk di sofa ruang tamu yang luas, dikelilingi dengan nuansa hangat dari pencahayaan lampu di rumah besar mereka. “Aduh.”Sebuah rasa sakit tiba-tiba menusuk di kakinya. Awalnya ia mengira hanya kelelahan setelah beraktivitas seharian, tapi rasa nyeri itu tak kunjung hilang. Sahira berusaha berdiri, namun kakinya terasa lemas dan sulit untuk digerakkan.Sebuah teriakan kecil keluar dari mulutnya tanpa bisa ia tahan.“Aw! Sakit!” Sahira memekik, mengangkat kaki kirinya yang terasa sakit.Michael, yang sedang sibuk di dekat dapur, langsung menoleh ke arah suara itu. Wajahnya berubah cemas saat melihat istrinya terkejut dengan rasa sakit yang mendalam.“Ada apa sayang?” Michael bertanya dengan nada khawatir, langkah kakinya cepat menuju Sahira.Sahira mencoba tersenyum, meskipun rasa sakit itu masih terasa. Ia memegangi kakinya dengan tangan. “Tidak tahu, Mike. Kakiku tiba-tiba saja sakit,” sahutnya, berusaha menjelaskan, meski masih merasa bingung dengan rasa sakit

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status