HAPPY READING“Sudah mau pulang?” Tanya Anja ia menyapa hhanya sekedar basa basi.“Iya, bu ini mau pulang, maklum pejuang KRL,” ucap Tio sambil tertawa.“Semangat ya pulangnya,” Anja tertawa, ia tahu kalau betapa ribetnya transit di stasiun itu, mau tidak mau penumpang kereta harus melewati proses uji coba utak atik kebijakan system ke depan yang lebih baik.“Kita pulang dulu ya bu,” ucap Tio dan Nia.“Kalian hati-hati di jalan.”Anja melihat kepergian Tio dan Nia, ia membuka leptopnya lagi, ada pekerjaan yang harus ia kerjakan. Lagian jam pulang kantor juga masih macet, ia single dan tidak ada yang harus ia kejar. Lagian pak William juga tidak menghubunginya untuk datang malam ini.Anja melihat ruangan tampak sepi, hanya ada beberapa orang staff yang masih di meja kerjanya, ada yang sambil telfonan sama anak dan istri, ada yang biasa menunggu macet, ada IT yang masih belum pulang, karena kerjaanya memang selalu malam..Anja melanjutkan pekerjaannya, teringat kata-kata pak Richad, ba
HAPPY READING***“Kamu suka baca?” Tanya Richad.“Enggak,” ucap Anja sambil terkekeh.“Kamu ngajak saya ke perpustakaan nasional, tapi kamu sendiri nggak suka baca.”“Penasaran aja isinya kayak gimana. Mumpung ada kamu juga kan buat diajakin pergi.”“Uh, dasar ya kamu.”“Kamu suka baca nggak?” Tanya Anja.“Suka sih, dulu, jaman kampus. Sekarang sih nggak sibuk kerja, kadang-kadang saja,” ucap Richad terkekeh.Mereka menyesap sambil melihat ke arah depan, singer pun mulai bernyanyi, Richad melirik Anja yang bernyanyi mengikuti alunan lagu.“Kamu bawa mobil?”Anja mengangguk, “Iya, bawa. Kenapa?”“Saya pikir tidak bawa mobil, saya ingin antar kamu pulang.”“Sayangnya saya selalu bawa mobil, karena kerjaan saya marketing yang mengharuskan saya keluar lapangan.”“Oke, noted.”“Kamu tinggal di mana?” Tanya Anja penasaran.“Pondok Indah.”“Tinggal sama orang tua?”“Umur saya sudah segini Anja, masa saya tinggal sendiri,” ucap Richad sambil terkekeh.“Pasti rumah kamu bagus.”“Tergantung ka
HAPPY READINGBlind date seperti ini sudah beberapa kali ia rasakan, dan semua kandidatnya dari rekan bisnis orang tuanya. Ia terpaksa datang, karena mama mengatakan bahwa ini merupakan terakhir kalinya ia akan menjodohkannya. Ia kembali berpikir, bahwa nama Livy tidak asing di telinganya, sepertinya ia pernah bertemu, namun ia lupa siapa wanita itu. Oleh sebab itu ia hadir di table ini demi rasa penasarannya. Who's she?Ia melihat jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 18.55 menit, ia memang sengaja datang lebih awal, karena ia ingin tahu siapa Livy sebenarnya. Ia tahu bahwa orang tuanya selalu saja ada motif untuk dijodohkan untuknya. Baginya tidak ada motivasi menarik tentang pemilihan pasangan hidup. Bahkan ia lebih baik tidak menikah dari pada menikah dengan orang yang salah.Ia tidak ingin pasrah menerima prihal jodoh yang tidak sesuai. Jika ia ragu, wanita itu orangnya tidak asyik, dan tidak menarik, ia tidak menemukan sosok yang ia cari selama ini, just leave it. Ia
HAPPY READING***“Kalau yang santai, perusahaan ontime, mungkin perusahaan ini lebih cenderung untuk sehat, dan menghargai waktu karyawan. Tapi untuk saya yang sekarang, lembur oke dan on time juga nggak jadi masalah,” ucap Anja, ia melihat Richad membuka ruangannya.Anja melihat Richad membuka pintu officenya, “Saya tunggu di luar saja,” gumam Anja.“Kamu masuk aja.”Anja menelan ludah, ia melihat Richad, tatapan itu menyuruhnya masuk. Padahal dia hanya mengambil kunci saja. Ia perkirakan mengambil kunci hanya beberapa detik, bukan berjam-jam lamanya. Anja mau tidak mau, ia mengikuti perintah dan masuk ke dalam ruangan, ia memandang ruangan Richad, ruangannya memiliki penerangan yang baik. Ia mengobservasi di sebelah kiri jendela kaca terbentang, yang di tutupi oleh horden vertical blind berwarna abu-abu, senada dengan warna sofa. Di sebelah itu ada kursi, ia melihat meja kerja Richad yang tampak rapi, mungkin sekretaris Richad yang merapikannya. Ia teringat kalau Richad akan mengga
HAPPY READING***Anja terdiam memperhatikan Richad, ia melihat jam di tangannya menunjukan pukul 19.20 menit, “Saya harus pulang,” ucap Anja, sejujur ia hampir gila memikirkan ciuman yang telah mereka lakukan beberapa detik yang lalu, dan ciuaman itu masih terngiang-ngiang dalam ingatannya. Ia tidak mengerti kenapa pria itu menciumnya secara berutal seperti itu, hingga controlnya semua hilang.“Anja.”Anja menoleh memandang Richad, “Iya.”“Bagimana dengan ciuman kita?” Tanya Richad sebelum Anja keluar dari ruangannya.Anja tidak menyangka kalau Richad akan membahas ciuman mereka, ia menarik nafas beberapa detik, “Apa kamu mau, kita membahasnya?”“Iya, karena saya sudah merasakan kamu mencium saya balik.”“Terus kamu maunya bagaimana?” Tanya Anja lagi.Richad mendekati Anja, ia melihat iris mata bening itu, ia meraih jemari itu, ia genggam erat, “Saya ingin kamu settell sama saya.”Jantung Anja berdegup kencang ketika pria itu mengatakan settlell, dan ia harus menetap. Ia merasakan Ri
HAPPY READING***Wiliam memperhatikan Livy, ia tidak menyangka bahwa mama ingin menjodohkannya dengan wanita satu ini. Oke, ia akui dia cantik, dan sekarang tumbuh dewasa. Livy itu anak dari salah satu stasiun TV swasta, kalau tidak salah dia tiga bersaudara, dan Livy ini anak terakhir.Ayahnya tercatat sebagai orang terkaya di Indonesia versi Forbes. Saat ini ayahnya sebagai komisaris di Media Teknologi yang merupakan salah satu perusahaan konglemerat yang berpusat di tower SCTI Senayan City dan merupakan teman dari ibunya.Ia tahu bahwa mereka memang susah-susah gampang untuk mencari pasangan, karena ia harus mencari yang sepadan dengan keluarganya. Jika hanya cantik, semua wanita sangat banyak seperti itu. Silih berganti orang tuanya menjodohkan dia, namun belum ada satupun menarik perhatiannya.Jujur sejak kecil ia sudah di doktrin oleh keluarganya, jika ia harus mencari wanita yang sepadan dengannya, dalam artian yang sepadan dengan kekayaan keluarga mereka. Otomatis ia harus me
HAPPY READING***“Di anter sama driver.”“Enggak bisa bawa mobil?”“Bisa, tadi mami nyuruh dianter sama driver.”“Kamu tinggal sama mami kamu?”Livy tertawa, “Enggak lah, udah pisah rumah lama. Livy tinggal di District 8, deket kok dari sini.”“Deket banget dong, ya.”“Willi tinggal di mana?”“Pondok Indah. Mau main ke rumah?”Livy tersenyum, “Nanti aja, next time.”Willi dan Livy sudah menyelesaikan makannya, Willi memanggil server dan membayar bill mereka. Willi melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 08.20 menit. Mereka melangkahkan kakinya menuju pintu lobby.“Livy.”“Iya.”“Saya antar kamu pulang aja, ya,” ucap Willi.Livy tersenyum dan mengangguk, “Iya.”Livy dan Willi masuk ke dalam lift dan lift membawa mereka menuju basement. Livy mengeluarkan ponsel dari tas nya, ia mencari kontak driver. Pintu lift terbuka, Livy meletakan ponsel di telinga, ia menunggu hingga driver mengangkat panggilannya. Beberapa detik kemudian, ponselpun terangkat.“Halo, non.”“Pak, Livy
HAPPY READING***“Tapi ketika di pakai sepatu itu, kalau di ajak jalan bareng gitu berat banget. Kalau satu jam dan dua jam wajar masih bisa dijalani. Tapi kalau seharian kayaknya nggak bisa. Livy nggak mau kaki Livy pegel.”“Willi pernah nggak sih denger hubungan di mana semua orang bilang cocok banget sama kita. Dia juga liat sempurna. Tapi udah kenal deket sama dia, buat ragu, kadang pacar yang hebat belum bisa jadi suami yang baik.”“Ya kayak gitu sih analogi hubungan jodoh. Akhirnya capek mutusin ambil yang tadi, karena udah terlanjur sayang, mungkin nanti akan melunak, mungkin nanti dia nggak berat, mungkin nanti bakalan terbiasa, dibanding nggak jadi beli kan.”“Ini tuh kayak jalanin hubungan toxic, nggak apa-apa kok dia pemarahh, nanti juga bakalan berubah.”“Well jadi kamu pilih yang mana?” Tanya Willi penasaran.Livy tertawa, “Livy nggak jadi beli semua.”“Kirain kamu beli yang terakhir.”“Tapi 2 hari kemudian Livy balik lagi, minta anterin temen. Kadang kalau lagi galau, o