"Tapi ada syaratnya."
"Syarat apa Pak? Pasti saya akan memenuhinya."
"Kamu harus tidur denganku malam ini."
Bella sangat terkejut mendengar syarat yang harus Dia penuhi agar bisa meminjam uang itu.
"A.. apa?"
"Tidurlah denganku, untuk mendapatkan pinjaman itu."
Rasanya Bella ingin memukul pria yang berada di hadapannya kini. Jika tidak mengingat itu adalah Bosnya.
"Saya terpaksa meminjam uang karena hal yang mendesak, tapi saya juga bukan wanita murahan yang akan mau begitu saja untuk menghabiskan malam dengan seorang pria!"
"Terserah, jika kamu tidak menerima syaratnya tidak masalah. Silahkan keluar, kamu tahu pintu keluarnya." Tukas Marco sembari menunjukkan tangannya ke arah pintu.
"Permisi!" Ketus Bella.
Bella segera pergi dari ruangan Marco dengan hati sakit dan tercabik, merasa harga dirinya begitu di rendahkan. Air mata membendung di sudut netranya.
Bella menangis di koridor kantor, begitu bingung dirinya mencari uang begitu banyak dalam waktu satu hari.
Ponselnya berdering, terlihat ibunya menelepon, Bella segera mengangkatnya takut ada hal buruk yang terjadi.
"Halo Bu?"
(Bella, Ethan harus segera di operasi, kondisinya sudah sangat drop. Bagaimana ini? kamu sudah bisa mendapatkan kekurangan untuk uang itu?"
Bagai di hantam batu yang besar di hatinya, putra Bella sedang kritis dan harus segera mendapatkan pertolongan dengan jalan operasi.
"Ba..baik Bu, Bella akan segera mendapatkan uang itu dan membawanya ke rumah sakit."
(Cepatlah , Nak. Ethan sangat membutuhkan pertolongan segera.)
"Baik Bu."
Bella mematikan ponselnya, kaki Bella terasa sangat lemas, menyandarkan dirinya ke dekat tembok dan berlutut menenggelamkan wajahnya di kedua tangannya. Rasanya begitu berat ujian hidupnya. Seperti tidak ada jalan keluar lain.
Bukannya Bella tidak berusaha, Bella sudah bekerja keras bahkan sampai kerja part time di kelab atau mengerjakan apapun asalkan itu bisa menghasilkan uang, hingga Bella bisa diterima bekerja di perusahaan Marco adalah sebuah keberuntungan.
Bella juga sudah mendaftarkan Ethan ke lembaga kesehatan tapi lembaga kesehatan itu hanya bisa mengcover sekitar seperempat dari biayanya. Sisanya Bella pinjam ke sana sini di temannya dan bekerja paruh waktu. Bahkan orangtua Bella rela menjual rumah kecil mereka untuk menambahkan biaya operasi Ethan.
Gadis belia yang sudah memiliki anak berusia dua tahun karena menikah muda saat masih kuliah dulu. Kini harus berjuang sendiri demi kesembuhan anak semata wayangnya.
Bella segera menghapus airmatanya dan berusaha untuk bersikap tegar, Ethan membutuhkan ibu yang tegar untuk kondisinya saat ini. Menangis tidak akan menyelesaikan masalah.
Menguatkan diri dan Segera beranjak dari tempatnya untuk menuju ke kantor Marco. Tangannya bergetar saat ingin membuka pintu ruangan Bosnya itu. Namun dia harus berani mengambil keputusan ini.
Pintu terbuka terlihat Marco sedang menelepon seseorang dengan tertawa, Bella segera masuk.
"Saya setuju! Saya setuju untuk syaratnya." Ucap Bella sedikit berteriak dengan mata masih menyisakan sedikit air mata.
Marco terkejut melihat Bella tiba-tiba masuk dan mengatakan menyetujui syaratnya agar Dia bisa meminjam uang itu.
"Saya setuju persyaratan untuk tidur dengan Anda, tapi Aku minta uangnya di berikan saat ini juga." Ulang Bella kembali dengan nafas tersengal menahan amarah dihatinya.
"Duduk dulu lah, kita harus membicarakan beberapa hal."
"Saya tidak punya waktu untuk membicarakan hal lainnya, saat ini saya sangat membutuhkan uang itu. Kita bicara setelah Saya mendapatkan uang itu."
Marco duduk di kursinya, menghubungi seseorang kepercayaannya untuk mengambil uang tunai sebesar Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah hari itu juga.
"Duduklah, uang itu akan segera di bawakan kemari. Membutuhkan sedikit waktu untuk membawa uang sebanyak itu." Titah Marco lagi.
Bella menurut titah Bosnya, lagi pula kakinya juga sangat terasa lemas karena terpaksa mengambil keputusan besar ini. Bella segera mendaratkan bokongnya di kursi tepat di hadapan Marco.
"Saya meminjamkan uang ini tidak cuma-cuma, Saya harap kamu bisa melakukan syaratnya dan mampu membayar hutangmu."
"Tentu Saya sanggup."
"Gajimu belum sebesar karyawan tetap, bagaimana kamu akan menyicilnya?"
"Bapak tidak perlu khawatir, pasti Saya bisa membayarnya."
"Oya? Saya harap kamu tidak akan lari dari hutangmu dan memegang janjimu."
"Anda bisa memegang ucapan Saya."
"Saya tidak bisa hanya memegang ucapan, karena ucapan bisa berdusta. Saya butuh perjanjian sah hitam di atas putih."
Bella menggertakan giginya, menahan marahnya, kalau bukan karena terpaksa Bella pun enggan melakukan hal ini. Marco sudah sibuk mengetik sesuatu di komputernya.
"Kamu membutuhkan uang sebanyak itu pasti untuk hura-hura dan memenuhi gaya hidupmu. Hingga kamu sanggup melakukan apapun untuk mendapatkan uang itu." Cecar Marco di sela-selanya mengetik.
Bella tetap diam, tidak menjawab apapun yang bosnya katakan, menggenggam tangannya agar tidak melampiaskan amarahnya, dirinya sudah berada di depan Marco saat ini saja sudah cukup merendahkan dengan perangko dan tanda tangannya.
"Kini silahkan berikan tanda tanganku di surat perjanjian ini, agar Saya bisa memercayai dirimu sepenuhnya dalam hutang piutang ini."
Dengan enggan Bella mengambil secarik kertas
itu, dan membaca dengan teliti setiap isi kertasnya. Kedua mata indah Bella membelalak ketika mengetahui isi perjanjian itu."Apa-apaan ini Pak? Kenapa saya harus menjadi sugar baby Bapak selama satu tahun?"
"Rupanya kamu sudah tahu apa itu Sugar Baby."
"Ya, Saya tahu, tapi saya bukan wanita murahan seperti itu!"
"Pikirkan dengan baik, dalam waktu satu tahun apakah kamu sanggup untuk membayar hutangmu? Aku hanya tidak ingin rugi!"
Rasanya Bella ingin meremas kertas itu tapi Bella segera mengingat anaknya yang sedang kesakitan dan berjuang hidup menunggu pertolongan segera. Bella terpaksa menyetujui kesepakatan itu walau dirinya paling banyak di rugikan. Menandatangani kesepakatan itu dan harus menjalankan isi dari perjanjian itu.
"Wanita murahan!" Maki Marco dari dalam hati begitu Bella menyerahkan surat perjanjian yang sudah Bella tanda tangani.
"Malam ini pukul sembilan malam datanglah ke alamat apartemen yang akan aku kirimkan. Jangan terlambat!"
"Baiklah." Jawab Bella pasrah.
Orang suruhan Marco datang bersama Charles, membawa sekoper penuh uang untuk diberikan kepada Bella.
Uang itu segera berpindah ke tangan Bella, tanpa mau berlama-lama Bella segera membawa uang itu dan keluar dari ruangan Marco. Tanpa berkata apapun.
"Akhirnya kamu mendapatkan wanita itu, Co." Cicit Charles.
"Seorang Wanita murahan itu dengan mudah bisa kita dapatkan dengan sejumlah uang." Jawab Marco sinis.
"Selamat bersenang-senang Bos Marco.. Lupakan sakit hatimu tentang Laura."
"Diamlah Charles, pikiranku menjadi pusing jika memikirkan wanita."
"Baiklah, mari kita ke kelab."
"Tidak bisa, Aku harus segera pergi ke suatu tempat." Tolak Marco.
"Sungguh tidak menyenangkan pergi ke kelab tanpamu."
Marco mentoyor kepala Charles yang cengengesan, lalu beranjak pergi menuju apartemennya. Tempat dia akan bertemu dengan Bella dan menghabiskan malam-malam bersamanya.
----------------------
Di rumah sakit , Bella tergopoh berlari untuk segera membayar biaya operasinya."Bu, saya akan membayar uang operasi anak saya."
"Baik Bu, anak ibu siapa?" Tanya perawat dengan sigap
"Ethan Andreas."
Perawat itu segera mencari di komputernya data dengan nama Ethan Andreas.
"Biaya operasi dan rawat inap sejumlah Tujuh Ratus Juta Rupiah, Bu."
"Baiklah saya akan membayarnya, silahkan di hitung uang cash ini, sisanya saya akan membayarnya lewat cek karena tidak mungkin untuk transfer uang sebanyak itu, tapi tolong segera lakukan operasi itu."
Dokter Dev melihat Bella yang sedang serius berbicara dengan bagian administrasi, menghampirinya.
"Ibu Bella?"
Reflek Bella menoleh ke sumber suara, Dokter Dev yang memanggilnya, Dokter Dev adalah Dokter yang menangani sakit Ethan. Bahkan Dokter Dev meminjamkan uang Seratus Juta Rupiah dengan cuma-cuma.
"Dokter Dev? Saya sudah memiliki uang itu, tolong segera lakukan operasi Ethan." Pinta Bella dengan nada berharap.
"Kau dapat darimana semua uang itu?" Selidik Dokter Dev.
Bella tersenyum kecut. "Saya mendapatkan pinjaman dari Bosku, dia orang yang sangat baik hati jadi mau memberikan saya pinjaman."
"Syukurlah, operasi bisa dilakukan sekarang juga. Kami akan mempersiapkan semuanya."
"Tolong lakukan yang terbaik untuk putraku, Dok."
"Tentu." Jawab dokter Dev sembari memegang kedua tangan Bella yang sedari tadi bergetar.
"Tenanglah, putramu akan segera sehat dan bisa bermain seperti anak lainnya."
Bella mengangguk, setelah dokter Dev pergi untuk mempersiapkan operasi Ethan, Bella menjatuhkan dirinya dia kursi tunggu.
Ponselnya bergetar, tampak sebuah pesan dari nomor baru.
Sebuah pesan bertuliskan alamat apartemen dalam pesan itu, ya, itu pesan dari Marco agar Bella tidak lupa untuk datang.
0812345xxxxx
{Apartemen Lotus , tower 52 ,lantai 20 pukul 8 malam.Marco Pratama}
Bella menggenggam ponselnya, mengingat kesepakatan konyol yang sudah di tandatanganinya.
"Perjanjian sia*lan itu.. argh." Bella menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Perjanjian yang akan membuat hidupnya seperti di dalam neraka.
------
Mohon bantuannya untuk cerita Marco dan Bella. Ya teman-teman..."Terus... teruslah... jangan berhenti.... aku sangat menyukainya." seloroh Sandra sambil mencengkram kuat kepala Axel seolah semakin membenamkannya jauh lebih dalam. Mengetahui Sandra sangat suka cumbuannya di area sensitifnya, Axel semakin menggebu saat memcumbunya. Mencesap sampai terdengar suara erotis dan juga lidahnya menjelajahi setiap inci area hangat itu, tidak lupa Axel juga mengemut daging kecil yang semakin membuat Sandra tidak karuan. "Aaahhh...." Sandra memekik, kenikmatan bertubi-tubi yang diberikan Axel kini membuatnya klimaks hingga memancarkan cairan kenikmatannya di wajah Axel. Tubuh Sandra bergelinjang saat klimaks, membuat Axel tersenyum puas. Sandra melihat wajah Axel dipenuhi oleh cairan cintanya tentu sangat terkejut. "Astaga! Apa yang telah aku lakukan?" Sandra lalu bangkit dan mendekati suaminya berniat untuk menghapus cairan cintanya di wajah Axel. Tangan Sandra mulai terulur untuk menghapus cairan cintanya, tetapi Axel segera mencegahnya. "Jan
Sudah beberapa hari semenjak keluar dari rumah sakit, Sandra mengacuhkan Axel. Tidak mau berbicara ataupun memarahi Axel, Sandra hanya diam saja. Terpaksa Axel diam-diam mendatangi Sandra di kantornya. "Tolong katakan sesuatu padaku, San," Axel memohon kepada Istri mudanya. "Marahi aku ataupun caci aku asal kamu tidak mendiamkan aku seperti ini!" "Untuk apa aku marah dan mamaki kamu, Xel?" Sandra menarik Axel untuk duduk di sisinya. "Dengarkan Aku, mungkin aku tidak ingin membebani kamu lagi, Xel." "Apa maksudmu dengan berkata seperti itu?" Axel tentu terkejut. "Kamu juga istriku, sama seperti Anjani, hanya saja...." Axel tercekat, situasinya juga begitu sulit, memiliki dua istri yang benar-benar membuat Axel merasa dilema. Terlebih, ketika keluar dari rumah sakit, sikap Anjani semakin mendominasi dan semakin manja saja. Jika bukan karena dokter memberitahukan kepada Axel, kalau kandungan Anjani itu lemah dan harus extra dalam menjaganya tentu Axel tidak akan m
3 jam sebelum kecelakaan....Para anggota sudah mulai mendaki ke atas bukit, awalnya mereka sangat bersemangat tetapi ketika sudah berad di tengah perjalanan banyak yang kehabisan tenaga dan juga energi untuk melanjutkan ke atas.Sebagian besar wanita telah berhenti untuk tidak melanjutkan perjalanan tetapi Claire dan Tristan serta sebagian dari yang lain terus melakukan perjalanan termasuk Alvin.Walau hatinya terus merasakan sakit karena melihat keromantisan Claire dan Tristan, tidak jauh berbeda dengan Noura yang merasa sakit dan membenci kebersamaan Claire dan Tristan.Bahkan ketika Claire berhenti karena kelelahan, Tristan dengan senang hati menawarkan diri untuk menggendong Claire.Tentu hal itu membuat anggota lain yang berada di belakang mereka bersorak. "Ciee.. serasa dunia milik berdua dan yang lain cuma numpang tinggal."Noura yang kebetulan berada di depan Alvin melihat candaan dan kemesraan Tristan pada Claire semakin terbakar cemburu dan api kebencian begitu berkobar di
"Ambil ini, roti isi dengan selai coklat kesukaanmu," ucap Alvin sambil memberikan sepotong roti coklat untuk Claire. "Terima kasih," Claire terlihat senang karena Alvin masih mengingat makanan kecil kesukaannya. "Kamu masih ingat makanan kesukaanku?" Alvin tiba-tiba tersenyum getir. "Aku hanya ingat saja, bukan hal yang penting." Sikap Alvin menjadi berubah dingin lagi, biasanya Alvin akan dengan bersemangat bercerita apapun kepada Claire. Bahkan terlihat seolah Alvin menyesali telah memberikan roti coklat kesukaannya. "Apakah Aku telah berbuat salah kepadamu, Vin?" akhirnya Claire bisa bertanya juga hal yang mengganjal hatinya. "Bagaimana kamu bisa berpikir begitu?" Alvin malah bertanya balik. Claire mencoba menarik nafas agar bicaranya tidak terkesan memojokkan ataupun menyinggung. "Kamu terasa semakin menjauh dariku, Vin." Alvin tertawa kecil. "Tidak salah? Bukankah kamu yang sudah menjauh dariku setelah memiliki hubungan dengan CEO di perusahaan tempat k
"Claire, kamu mau pergi kemana?" Bella bertanya kepada putrinya yang tengah sibuk berkemas. Claire menjadi bersikap canggung tapi berusaha untuk mengontrol kegugupannya. "Ehh... ini ada acara kantor, bagian staff pemasaran yang telah memenuhi target akan melakukan tour ke puncak." "Sepertinya pekerjaanmu di perusahaan baik-baik saja." Bella tersenyum sambil mengelus rambut Claire. Sebenarnya Claire ingin memberitahukan kepada ibunya, jika dia sudah di lamar oleh Tristan, tetapi kekasihnya itu meminta Claire untuk menyembunyikan dulu kabar bahagia itu sampai pulang dari tour karyawan. "Benar Ma, pekerjaanku lancar dan nyaman," Claire memeluk ibunya. "Maaf jika setelah Claire bekerja jadi tidak banyak waktu untuk Mama, apalagi Kak Tristan juga sudah menikah dan sibuk dengan keluarga barunya." Bella menatap wajah putrinya dengan haru, tidak menyangka rasanya baru kemarin dia menimang Claire tapi kini putrinya itu telah tumbuh dewasa. "Lalu kapan putri Mama ini akan menyusul
"Sandra?" Axel menatap istri pertamanya itu terlihat sangat terkejut. "Tenanglah Anjani, Sandra juga sedang sakit, Aku membuat kalian satu ruangan agar Aku lebih mudah menemani kalian berdua." Axel segera menjelaskan seolah tahu apa yang sedang Anjani pikirkan saat ini. "Dia sakit apa?" Axel mulai gelagapan, tidak mungkin dia mengatakan hal yang sebenarnya kepasa Anjani. Istri pertamanya itu bisa menjadi syok dan pasti akan membahayakan nyawanya dan juga nyawa putranya. "Sandra pingsan karena kelelahan, dia menemanimu untuk menunggu dirimu." Anjani seolah tidak percaya ucapan suaminya. "Kenapa dia menungguku? Aku tidak membutuhkan perhatian wanita yang sudah merebut suamiku!" Kembali Anjani bersikap di luar kendali, Anjani memaksakan untuk bangun untuk mengusir Sandra padahal kondisinya sendiri masih sangat lemah. "Anjani, jangan bangun dulu, kondisimu belum stabil!" "Jangan halangi aku, Mas!" Anjani berusaha memberontak saat Axel memeganginya. "Aku tidak