Marco sudah mulai sibuk dengan pekerjaan di kantornya, hingga sedikit melupakan sakit hatinya atas penghianatan Laura.
"Pak Widodo, bagaimana untuk sekretaris yang akan menggantikan Cantika. Apakah sudah ada penggantinya?" Tanya Marco di sela-selanya menadatangani berkas. Cantika adalah sekretaris Marco, sudah satu bulan resign karena hamil dan ingin fokus pada kehamilannya.
"Sudah pak, baru masuk hari ini, sedang di trening oleh Bu Zoya agar mengerti apa saja yang harus dilakukannya sebagai sekretaris pribadi Pak Marco." Tukas Pak Widodo memberitahu.
"Baiklah, segera kirim dia nanti untuk menemani saya rapat di Hotel Husada."
Tidak berapa lama, Bu Zoya masuk ke dalam kantor Marco dengan seorang gadis mengekor di belakangnya.
Marco masih sibuk dengan berkas-berkas yang ada di hadapannya, Marco dengan sangat teliti membacanya sebelum menandatangani berkas tersebut.
"Pak Marco, Saya membawa sekretaris baru sebagai pengganti Bu Cantika. Pegawai baru bernama Isabella."
Marco segera mendongakkan kepalanya untuk melihat sekretaris barunya. Marco terkejut melihat wanita yang akan menjadi sekretaris barunya adalah waitress wanita yang semalam menumpahkan minuman di bajunya.
Isabella juga nampak terkejut saat tahu CEO yang akan menjadi atasannya adalah laki-laki dengan suara bariton yang semalam dia temui di kelab dengan cara yang tidak begitu baik.
"A..anda.. Tu..Tuan.. yang tadi malam." Cicit Bella dengan gagap.
"Bella, jaga sikapmu, ini Pak Marco , CEO perusahaan ini. Kamu akan menjadi sekretarisnya." Bu Zoya mengingatkan.
"Ma..maafkan saya, Pak."
"Oke.. Tidak masalah, Bu Zoya sudah memberihu job deskmu kan?"
Isabella menarik nafasnya agar jadi setenang mungkin, Bella tidak menyangka bahwa laki-laki yang semalam tidak sengaja kena tumpahan air adalah bosnya di kantor itu.
"Saya sudah di ajarkan semuanya, saya akan bekerja dengan baik." Ucap Bella dengan nada lebih tenang dari sebelumnya.
"Baiklah, kamu ikut dengan saya hari ini, bawa semua keperluanmu, kita akan ada rapat di Hotel Husada."
"Baik pak."
Melihat kode dari Bu Zoya, Bella segera bergegas ke mejanya, Bella menyiapkan semuanya yang akan dia perlukan saat mengikuti rapat Bosnya. Laptop, catatan kecil juga bolpoin. Tugas Bella adalah mencatat setiap isi dari rapat, membuat surat kontrak dan mengatur jadwal Bosnya.
Marco dan Bella sudah berada di satu mobil, suasana di antara keduanya terasa canggung karena ini baru pertama kali Bella bekerja setelah lulus kuliah, Marco yang terlihat dingin dan kaku juga hanya terdiam saja , tapi sesekali mencuri pandang kepada Bella lewat kaca spion mobil.
Keduanya sampai di Hotel Husada, Bella sebenarnya sangat merasa gugup, ini kali pertamanya bekerja tapi sudah harus mengikuti kemanapun Bosnya pergi.
"Aku harus segera menyesuaikan diri." Ucap Bella dalam hati.
Bella mengekor di belakang Marco, pria bertubuh besar dengan tinggi 185cm membuat langkahnya lebih cepat dari sekretarisnya itu.
Marco menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang tepat Bella mengikuti.
"Aku tidak suka pekerja yang lamban, kamu harus bisa mengikuti langkahku, lalu jangan berjalan terlalu jauh, nanti orang kira saya sedang mengajak anak saya!" Titah Marco ketus.
Bella hanya mengiyakan dan mempercepat langkahnya setengah berlari agar bisa mengimbangi Marco. Marco kembali berjalan dengan cepat menuju tempat rapat.
"Uhh.. bukan karena aku yang lamban tapi kamunya saja yang terlalu tinggi dan cepat dalam bergerak!" Keluh Bella dalam hati tentunya.
Bella setengah berlari mengejar Bosnya, tiba-tiba Marco berhenti mendadak dan berbalik lagi kepada Bella. Alhasil Bella malah menabraknya dan Bella hampir terjatuh ke lantai.
Dengan sigap Marco menangkap Bella dengan kedua tangannya, menjaga agar Bella tidak terjatuh, layaknya seorang kekasih yang tengah berdansa, tatapan Marco dan Bella bertemu.
Untuk sejenak mereka saling pandang, ada desiran halus dalam dada Marco kala melihat wajah cantik dan bibir sensual Bella yang ranum. Tersadar bahwa mereka sedang berada di hotel dan menjadi tontonan pengunjung hotel Marco segera membantu Bella untuk berdiri.
Ketika Bella hendak berdiri, tanpa sengaja Marco menyentuh benda kenyal yang bulat dan besar milik Bella. Keduanya sempat terkejut dengan kejadian itu, rona merahpun terlihat dari wajah keduanya karena malu.
Bella segera membenarkan posisinya, merapihkan kembali bajunya, Marco tidak bisa berhenti memandang dada gadis belia itu, kedua benda kenyal itu bergoyang karena terlalu besar.
"Sadarlah Marco, ingat ini di tempat umum, dan gadis itu adalah pegawaimu." Ucap Marco dalam hati tentunya.
"Maafkan saya Pak, saya terlalu ceroboh."
"Tidak apa-apa, ayo kita segera ke ruangan rapat."
Marco tidak ingin melanjutkan ataupun membahas insiden tadi, itu hanya akan membuyarkan konsentrasinya saat rapat nanti, sedangkan ini rapat yang cukup penting.
Rapat berjalan dengan baik, Bella mampu mengikuti setiap kegiatan rapat, mencatat semua hal penting dan memberikan pendapat saat di minta oleh Marco, alasan Marco saja agar bisa mendengar suara lembut Bella.
Setelah rapat selesei, Bella dan Marco berjalan beriringan, tapi lagi-lagi mereka berdua hanya berdiam diri, berbicara jika membahas pekerjaan. Mengenai insiden tadi keduanya masih merasa malu.
Saat sedang menunggu lift, Marco mendapatkan telepon dari Charles.
"Saya angkat telepon dulu, kamu tunggu saja disini." Titah Marco pada sekretaris cantiknya itu.
"Baik pak."
Marco segera menjauh dari Bella, agar Bella tidak mendengar percakapannya dengan Charles.
"Halo, Char."
(Halo Bos, Aku sudah dapat info dari wanita itu namanya..."
Belum sempat Charles menjelaskan Marco susah memotong dan menjelaskan apa yang akan Charles katakan.
"Namanya Isabella, berusia dua puluh satu tahun, lulusan universitas ternama, dan kini gadis itu bekerja di kantorku sebagai sekretaris pribadiku." Jelas Bella.
(Kau sudah tahu , Co? Hebat. Tapi bagaimana bisa kebetulan sekali dia menjadi pegawaimu?)
"Entahlah, Akupun tidak mengerti, saat ini gadis itu sedang bersamaku."
(Kalau begitu langsung saja jadikan dia sebagai sugar baby mu.)
"Jangan gila kamu Char, Bella terlihat seperti wanita baik-baik, dia buka orang seperti itu." Sangkal Marco yang tidak terima dengan saran gi*la temannya.
(Haha.. baiklah, kita akan meminta bantuan dari manajer kelab untuk hal ini, Bella bekerja paruh waktu di kelab itu.)
"Ide bagus! Ya sudah, Aku harus segera pergi dari sini."
Marco segera mematikan teleponnya dan segera kembali menghampiri Bella. Marco kebingungan bahwa dirinya sudah tidak melihat Bella disana. Marco ditinggal sendirian.
"Kemana wanita itu? Tidak seharusnya dia meninggalkan Aku sendiri disini."
Marco segera menghubungi kantor , untuk bertanya kepada Bu Zoya. Telepon segera tersambung ke Bu Zoya.
"Zoya, apakah kamu sudah memberitahu Bella bahwa dia tidak bisa pergi sebelum jam kerja usai?"
Bu Zoya menjawab jika sudah semua dia beritahukan kepada Bella. Bu Zoya juga merasa khawatirkan jika nanti karena Bella , pekerjaannya menjadi terganggu.
Marco merasa sangat kesal, Marco meminta Zoya untuk menghubungi Bella dan menyuruhnya untuk segera datang ke kantor. Sekarang baru pukul dua siang, masih ada tiga jam waktu efektif untuk bekerja.Di hari pertamanya Bella malah membuat kesalahan dengan pergi begitu saja tanpa pamit. Sebagai karyawan baru dan masih kontrak seharusnya Bella harus lebih bekerja keras untuk bisa menjadi karyawan tetap.
Marco sudah tiba di kantor, benar saja, Bella tidak ada di kantor. "Jadi kemana perginya wanita itu?" Batin Marco.
Marco merasa sangat kesal, dirinya ingin mendekati Bella, tapi wanita itu terlihat tidak kompeten dengan pekerjaannya dan itu sangat membuat Marco murka. Marco tidak menyukai ada seorang karyawannya yang meremehkan pekerjaan.
Namun Marco harus segera meredam emosinya karena harus melakukan perjalanan lagi. Hingga melupakan amarahnya karena perginya Bella.
Sekitar pukul empat sore lebih tiga puluh menit, Marco merasa sangat lelah, hari ini begitu melelahkan dirinya seharian Marco harus menandatangani berbagai berkas , melihat perkembangan proyek yang sedang berjalan dan bertemu investor.
Marco menekan tombol telepon yang terhubung ke Bu Zoya untuk membawakannya segelas kopi.
"Zoya, bawakan saya segelas kopi segera!"
Tak berapa lama pintu ruangan Marco terbuka, wanita cantik membawa secangkir kopi pesanan Marco.
"Pak, ini kopi Anda." Ucap wanita itu dengan lembut dan membuat Marco menoleh.
"Bella?"
"Maafkan saya Pak, tadi setelah rapat saya pergi begitu saja. Ada hal yang sangat mendesak hingga saya tidak memikirkan hal lainnya." Bella beralasan.
Brakk.. Marco memukul mejanya dengan keras hingga secangkir kopi itu tertumpah.
"Saya paling tidak suka dengan pegawai yang seenaknya dan tidak kompeten! Ini perusahaan bukan tempat bermain, disini ada aturannya dan kamu sudah melanggar itu."
"Sa..saya tahu, saya salah. Saya si..siap mendapatkan hukuman dari Bapak."
Marco mendengus kesal, menarik nafasnya agar menjadi tenang.
"Baiklah, kali ini Aku maafkan keteledoran kamu. Lain kali jangan lakukan hal serupa lagi. Perusahaan memiliki aturan."
"Baik Pak, saya akan mengingat itu."
"Ya sudah, bersihkan mejaku dan pergilah, bawa kembali kopi ini, Aku sudah tidak berselera!" Titah Marco ketus.
Bella dengan cekatan membersihkan meja Marco yang tertumpah kopi sedikit dan memegang cangkir kopi itu lalu berdiri diam, seperti hendak mengatakan sesuatu.
"Kenapa masih berdiri disini, sana kembali bekerja dan buatkan surat kontrak dengan grup S&C yang tadi kita rapatkan di Hotel!"
"Ma..maafkan saya Pak, saya ingin mengajukan pinjaman ke perusahaan." Dengan bibir bergetar Bella mengatakannya.
"Apa?"
"Saya ingin mengajukan pinjaman sebesar Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah, Pak."
Marco terkekeh mendengar penuturan Bella.
"Apa kamu sadar jika kamu itu baru bekerja dan masih berstatus karyawan kontrak?"
"Tentu, saya tahu pak, tapi karena ini mendesak saya harus segera mendapatkan uang itu."
"Maaf, karyawan kontrak tidak bisa mengajukan pinjaman apalagi sebesar itu." Tolak Marco mentah-mentah tanpa memikirkannya.
Bella terlihat begitu kecewa, berjalan keluar dengan sangat sedih dan lemas. Ketika Bella hendak keluar ruangan.
"Baiklah akan saya pinjamkan uang itu, memakai uang pribadiku."
Bella spontan menoleh dan berjalan cepat menghampiri Bosnya itu, secercah harapan seakan datang padanya.
"Terimakasih Pak, saya tentu akan menyicil untuk membayarnya setiap bulan dengan gaji saya." Ucap Bella bersemangat.
"Tapi ada syaratnya."
"Syarat apa Pak? Pasti saya akan memenuhinya."
"Kamu harus tidur denganku malam ini."
Anjani menatap ke arah jendela, pemandangan kota dengan kendaraan yang berlalu lalang menjadi hiburannya saat ini.Pertengkarannya dengan Axel dan sikap suaminya yang sangat membela Sandra, masih membuat hatinya begitu sakit. Anjani bahkan tidak mengerti dengan dirinya saat ini.Dia menjadi sangat emosional dan juga sensitif, jauh Anjani memikirkan dirinya sendiri, dulu sebelum menikah dan mengandung, dia bisa tetap bersikap tabah ataupun sabar dalam menghadapi persoalan hidupnya.Sedari kecil Anjani sudah di uji dengan kehilangan kedua orangtua secara bersamaan, lalu harus tinggal bersama paman yang menyayanginya walaupun Bibinya tidak bisa menerima kehadiranya yang di anggap hanya sebagai beban.Semua itu Anjani jalani walau hidupnya menderita, berusaha sekeras mungkin dalam belajar, membuatnya berhasil menjadi siswa yang berprestasi dan membuatnya bisa bekerja di perusahaan Pratama.Anjani ingin mengubah hidupnya menjadi lebih baik, mandiri dan tidak merepotkan Paman dan Bibinya la
Kecepatan mobil Axel membelah jalanan dengan begitu cepat, genggaman tangannya bahkan mencengkram erat stir mobil, sesekali memukul stir mobil untuk melampiaskan amarahnya."Arrghhhh..."pekik Axel saat mengingat pertengkaranya dengan Anjani. Axel tidak tahu arah tujuannya hendak kemana, dalam benaknya hanya terpikirkan wajah Anjani dan Sandra berulang kali terbayang dibenaknya.Memiliki dua istri sangat tidak mudah, tanpa Axel sadari perlahan menyakiti kedua hati istri-istrinya, tetapi untuk kehilangan salah satu dari mereka pun Axel tidak bisa. Semakin dalam Axel menekan pedal gas mobilnya dan semakin cepat pula laju mobilnya, kini mobil Axel mengarah ke arah puncak, dia berniat untuk menemui sahabatnya dan menenangkan diri terlebih dahulu dari rumitnya hubungan pernikahannya.Satu jam kemudian Axel tiba di sebuah rumah yang sederhana tetapi memiliki pekarangan rumah yang cukup luas dan asri.Ilham, salah satu teman dekat Axel ketika berkuliah dulu, Ilham temannya yang memiliki ke
Sepanjang jalan pulang dari rumah sakit Anjani hanya terdiam, di saat dalam perjalanan tadi pun mereka tidak banyak berbicara, Anjani hanya menjawab jika Axel bertanya. Axel jelas tahu jika istri pertamanya itu sedang merajuk, tapi entah disebabkan oleh apa lagi kali ini, Axel pun tidak paham."Aku akan istirahat, Mas boleh pergi," ucap Anjani santai tanpa memandang Axel dan hendak berjalan pergi ke kamarnya. Tidak terima dengan sikap yang kurang sopan dari Anjani, Axel ingin segera meluruskan permasalahan yang bahkan Axel tidak mengetahui.Axel segera memegang lengan Anjani. "Baby, tolong jelaskan apa yang terjadi kepadamu?" "Memangnya apa yang harus ku katakan, Mas?" "ini, ini kamu harus jelaskan," Axel menunjuk pada diri Anjani. "Kenapa tiba-tiba kamu seolah marah kepadaku tanpa aku tahu salahku?" Anjani terkekeh. "Mas sadar toh kalau aku marah?" "Dengarkan Mas, sikapmu yang selalu seperti ini tidak akan baik untuk hubungan kita." "Aku bersikap biasa saja Mas." Anjani berusa
Bella terlihat sangat syok dan tidak bisa menahan tangisannya setelah Marco memberitahukan keadaan Claire saat ini, Claire akan lumpuh seumur hidupnya."Kita akan membawa Claire berobat kemanapun agar dia bisa kembali pulih, Mas janji," hibur Marco agar Bella berhenti bersedih.Tetapi Bella segera menggelengkan kepala. "Tidak, dokter sudah bilang bahwa tingkat keselamatannya akan sangat kecil, Aku sama sekali tidak sanggup untuk kehilangan putriku!""Keadaan Claire akan seperti itu, kita sebagai orangtua tentu bisa menerima kekurangan anak, tetapi pasangannya kelak, apakah bisa menerima kekurangan putri kita?" Marco nampak putus asa."Putri kita sempurna, Mas!" Bella menyusut air matanya agar tidak terlihat bersedih lagi. "Ada kita yang akan merawat dan menerimanya tanpa memandang kekurangannya, Claire kita tidak akan sendirian."Marco segera memeluk Bella, agar mereka bisa saling hati satu sama lain, ada hal yang mengganjal di hati Marco, yaitu respon Tristan atas keadaaan Claire. "K
Ruangan rawat inap Claire memang cukup luas dan mewah, bakan ada tempat khusus untuk menerima tamu jadi keluarga yang berkunjung tidak akan mengganggu pasien.Namun di ruang tamu, situasi menjadi canggung ketika Bella, Axel dan kedua istrinya duduk bersama. Anjani duduk di sebelah kanan Axel yang langsung berdekatan dengan Bella, sedangkan Sandra hanya terdiam duduk di sisi Axel yang lain.Ketika Axel hendak memegang tangan Sandra untuk menguatkan istri keduanya itu, segera Sandra menepis tangan Axel. Sandra tidak ingin di sindir ataupun di permalukan lagi oleh Anjani.Nyatanya suaminya tetap tidak bisa berkutik ketika menyangkut Anjani dan calon anak mereka. Sandra benar-benar kecewa dengan sikap Axel tapi Sandra hanya bisa terdiam.Bella tersenyum kepada Anjani lalu mengelus perut menantu pertamanta yang mulai membuncit. "Bagaimana kabarmu dan cucuku di sana? Baik-baik saja bukan?" Anjani merasa senang, kehadiran anaknya mampu menarik perhatian mertuanya. "Kami baik-baik saja. Ma.
Setelah beberapa jam menjalani perawatan, Claire dan Alvin akhirnya di pindahkan ke ruang rawat inap biasa.Kali ini Axel mengajak Ayahnya untuk berbicara empat mata mengenai restu sang Ayah untuk pria yang baru mereka temui. "Aku tidak habis pikir kalau Papa langsung memberikan restu kepada pria itu!" Axel menatap Marco tidak percaya. "Kita bahkan belum mengenalnya dengan baik! Kita tidak bisa memberikan Claire kepadanya dengan mudah, Claire itu kesayangan kita, Pa!"Marco tersenyum melihat kekhawatiran putranya. "Papa yakin kepadanya, Xel.""Apa!" Axel sangat terkejut mendengar ucapan sang Ayah. "Papa bahkan baru bertemu dengan pria itu kenapa bisa langsung yakin begini, hah!""Papa memiliki alasan tersendiri, Xel.""Alasan apa itu yang cukup masuk akal hingga membuat Papa langsung memberinya restu!""Ibumu," Marco tersenyum. "Ibumu terlihat sangat bahagia saat tahu Tristan memiliki hubungan dengan Claire, dan Papa yakin jika ibumu memiliki firasat yang baik untuk masa depan Claire