Tristan menatap gadis yang hanya terbaring lemah dan tidak sadarkan diri di hadapannya, sebelum Marco dan Bella pergi beberapa jam yang lalu. mereka meminta calon menantunya itu menjaga Claire selama mereka pergi. "Kamu tidak salah, tetapi kedua orangtuamu yang telah melakukan kesalahan fatal dengan merenggut orangtuaku!" tatapan Tristan berubah menjadi dingin. "Kamu harus menanggung akibat dari kesalahan orangtuamu, gadis yang malang!" Setiap ucapan Tristan tersimpan kebencian, dia akan mencampakkan Claire begitu dia telah membuat Claire tergila-gila kepadanya. Hal itu pasti akan sangat menyakiti Marco dan Bella, sakit yang perlahan akan jauh lebih menyakitkan, bukan? Tristan berencana akan meninggalkan Claire di hari pernikahan mereka, dengan beralasan tidak bisa menerima keadaan Claire yang telah lumpuh. Rasa malu dan kecewa akan mereka rasakan menjadi satu, sampai Claire tidak bisa memilih jalan lain selain bvnvh diri! Seulas senyum licik mengukir wajah tampan Tristan
Candra terkekeh melihat Axel yang berusaha melindungi ibunya, seolah menampakkan lelaki sejati yang mampu melindungi. Tetapi kenapa dia tidak bisa menjadi suami yang bisa melindungi istrinya! "Sepertinya kedua orangtuamu sangat rapat menyimpang rahasia kelam meraka?" Candra berhenti tertawa lalu menatap dingin kepada Axel. "Atau mungkin kedua orangtuamu sangat malu akan masalalu mereka hingga tidak membiarkan kamu untuk tahu!" "Cukup Candra!" Kini Marco mulai bersuara. "Kami tahu kamu sedang sangat marah karena keadaan Sandra saat ini, kedatangan kami karena kami juga sangat mengkhawatirkan keadaan menantu perempuan kami, jadi Saya mohon tahanlah dulu emosimu, kita bisa seleseikan permasalahan ini dengan kepala dingin." Bella lantas memegang tangan Marco karena sangat setuju dengan pendapat suaminya, walau Bella tahu dalam hati suaminya itu sangat kecewa karena besannya sendiri telah merendahkan martabat istrinya dengan membahas masa lalu. Candra kembali tersenyum getir
Malam ini Anjani dan Axelo tidur terpisah, begitu mereka berdua sampai di apartemen, Axel langsung memilih untuk masuk ke kamar tamu tanpa mengatakan sepatah kata apapun pada Anjani. Berulangkali bahkan Anjani mencoba untuk membujuk Axel dengan membuatkan makanan kesukaan Axel agar mau keluar dari kamar, tetapi suaminya tidak meresponnya sama sekali. "Mas, Baby Boy ingin sekali makan bersama Ayahnya," kembali Anjani berusaha menggunakan bayi yang di kandungnya lagi agar Axel mau keluar. Tetapi tetap saja, Axel tidak menjawab ataupun keluar, biasanya calon anak mereka mampu membuat Axel luluh namun kini tidak berhasil. Anjani sebenarnya sangat kesal atas sikap dingin dan diam suaminya, tetapi perutnya sudah begitu lapar, mengingat saat di restoran tadi dia bahkan tidak berselera mencicipi makanan apapun karena ada Sandra. Kehamilannya yang sudah cukup besar memang sering membuatnya lapar, terpaksa malam itu Anjani menghabiskan masakan yang telah di buatnya hanya seorang d
Hening! Di dalam mobil mewah yang dikendarai oleh Axel dengan Anjani tidak ada percakapan apapun. Biasanya mereka berdua akan saling bertukar cerita ataupun meminta pendapat satu sama lain. Kini Anjani pun enggan untuk menegur suaminya yang hanya fokus menatap ke arah jalanan dengan raut wajah yang... sulit di jelaskan. Perlahan Anjani memalingkan wajahnya ke arah jendela, nampak butiran air hujan mulai turun, membuat Anjani kembali teringat kejadian di restoran beberapa waktu yang lalu. Bagaimana kekesalan Sandra dan juga suaminya yang terlihat begitu hancur karena keputusan yang akan Sandra ambil. Bukankah seharusnya Anjani merasa senang ketika tahu bahwa Sandra akan menuntut cerai? Namun saat ini, hati Anjani justru merasa semakin merana karena melihat suaminya yang seolah kehilangan semangat hidup tentang keputusan cerai itu. Bukankah, jika Sandra benar-benar mengajukan perceraian itu, dia akan kembali memiliki Axel seutuhnya, hanya untuknya seorang. "Axel ak
Anjani menatap dingin Sandra seolah tengah meluapkan segala kebenciannya yang begitu besar. Malam yang Anjani pikir akan menjadi titik balik dalam hubungannya dengan Axel justru menjadi hancur karena kehadiran Sandra di sana. "Baby," Axel menggenggam tangan Anjani. "Kehadiran Sandra disini bersama kita karena Mas yang menginginkannya." Axel seolah paham dengan apa yang di pikirkan oleh istri pertamanya itu. Sebelum Anjani menyela, Axel segera menyambung lagi kalimatnya. "Mas ingin hubungan kita bertiga menjadi lebih baik dan harmonis. Kalian berdua adalah istriku, tanggung jawabku, sudah semestinya baik kau maupun Sandra mendapatkan hak yang pantas sebagai istriku." Anjani segera menarik tangannya setelah ucapan Axel selesei. "Aku tidak tahan hidup dengan memiliki madu, Mas!" Anjani menolak tanpa memikirkan perasaan Sandra ataupun Axel.
Anjani menatap ke arah jendela, pemandangan kota dengan kendaraan yang berlalu lalang menjadi hiburannya saat ini.Pertengkarannya dengan Axel dan sikap suaminya yang sangat membela Sandra, masih membuat hatinya begitu sakit. Anjani bahkan tidak mengerti dengan dirinya saat ini.Dia menjadi sangat emosional dan juga sensitif, jauh Anjani memikirkan dirinya sendiri, dulu sebelum menikah dan mengandung, dia bisa tetap bersikap tabah ataupun sabar dalam menghadapi persoalan hidupnya.Sedari kecil Anjani sudah di uji dengan kehilangan kedua orangtua secara bersamaan, lalu harus tinggal bersama paman yang menyayanginya walaupun Bibinya tidak bisa menerima kehadiranya yang di anggap hanya sebagai beban.Semua itu Anjani jalani walau hidupnya menderita, berusaha sekeras mungkin dalam belajar, membuatnya berhasil menjadi siswa yang berprestasi dan membuatnya bisa bekerja di perusahaan Pratama.Anjani ingin mengubah hidupnya menjadi lebih baik, mandiri dan tidak merepotkan Paman dan Bibinya la