Share

4

Author: Sarangheo
last update Last Updated: 2025-06-27 16:57:40

Pria itu jelas mengharapkan Ava menjawab. Ava tahu itu diapun segera mengangguk tanpa menatap matanya.

"Siapa namamu?" tanyanya.

“Ava,” katanya dengan suara tipis.

"Ava Cobler?" Zane ingin tahu.

"Namaku Zane Velky," ia memperkenalkan dirinya, mengulurkan tangan.

Mata Ava seketika membesar saat mendengar nama itu.

"Kau pernah mendengar tentangku," Zane tersenyum, terdengar puas. Ava buru-buru mengangguk.

Semua orang yang tinggal di kota ini tahu siapa marga Velky, mereka adalah kelompok mafia terbesar di pusat kota. Dan Zane Velky adalah pemimpin saat ini. Ava seketika merasakan otaknya yang panik berputar di luar kendali.

"Tenanglah," kata Zane padanya sambil meletakkan tangannya di bahu Ava.

Ibu jarinya perlahan turun di depan tenggorokan Ava. Jika ia meremasnya, sudah pasti Ava akan kesulitan bernapas, tetapi entah bagaimana tangan Zane menenangkan pikirannya.

"Kau adalah gadis yang baik maka dari itu kau dan aku perlu bicara," katanya pada Ava.

Pikiran Ava menolak dipanggil gadis. Kalimat tersebut membuatnya kesal meskipun dia takut.

"Siapa yang memukulmu?" tanyanya.

Zane menggerakkan tangannya untuk memiringkan kepala Ava ke samping sehingga dia bisa melihat pipinya lalu bibirnya.

"Si Pendek," kata Ava sebelum dia bisa menghentikan dirinya sendiri.

Ava mengutuk pikirannya yang bertanya-tanya, dia harus tetap fokus. Namun dia lelah karena berlari hanya dengan adrenalin selama beberapa jam.

Zane tertawa terbahak-bahak. Bahkan dalam keadaan hiperaktifnya, Ava bisa merasakan keseksian dalam suara itu. Perutnya menegang saat melihat lesung pipit di pipi Zane. Pria itu adalah keseksian murni.

"Si Pendek ya? Aku suka nama itu," Zane tersenyum padanya.

Kemudian matanya menjadi lebih gelap dan suasana hatinya berubah menjadi serius, ada yang menegangkan dalam dirinya. Dia membuat Ava terguncang dengan perubahan suasana hatinya.

"Dia akan membayarnya. Kami tak pernah menyakiti wanita," katanya dengan suara gelap.

Ava merasa ingin mendengus dan menertawakan pernyataannya. Dia pikir siapa yang dia bohongi? Ava melihat bibinya dipukuli, disumpal, dan diikat, Ava sendiri juga dipukuli, diancam, dan diculik, semuanya terjadi dalam satu malam.

Sebelumnya Ava tak pernah setakut ini dalam hidupnya dan pria yang berdiri di sana, kini mengatakan padanya bahwa mereka tidak menyakiti wanita. Omong kosong!

"Kau tidak percaya padaku?" tanyanya, terdengar geli.

Ava bertanya-tanya bagaimana Zane bisa membaca pikirannya. Itu sungguh menakutkan dan membuatnya merasa jauh lebih terbuka serta rentan.

"Bagaimana jika kita pergi ke tempat yang sedikit lebih santai," kata Zane padanya sambil meletakkan tangannya di pinggang Ava. Ketakutan Ava meningkat lagi, dan dia berjuang untuk melawan cengkeramannya.

“Ava, aku tidak akan menyakitimu. Tapi kita perlu bicara. Kau bisa ikut dengan sukarela, atau datang sambil menendang dan berteriak di balik bahuku. Mungkinkah itu lebih menyenangkan,” Zane menyeringai padanya.

Jantung Ava seketika berdebar kencang. Dia tidak menyukai kedua pilihan itu. Dia tahu Zane adalah pria jahat yang mampu melakukan hal-hal buruk. Ava pernah melihat konsekuensi dari gengnya di UGD.

Dengan enggan Ava mulai bergerak maju, ragu-ragu berjalan melewatinya menuju pintu.

Mereka berjalan ke arah yang berlawanan di koridor putih tempat Ava masuk. Ava menduga mereka menuju ke bagian dalam gedung ini.

Suara musikpun semakin terdengar keras saat mereka mendekati pintu di ujung lorong.

Zane membuka pintu. Ava langsung dihantam oleh dinding suara, cahaya, dan orang-orang. Kelab itu penuh dengan ketiganya. Lampu sorot menyala, musik mengalir keras dari pengeras suara, dan orang-orang seperti massa yang padat.

Ava berdiri di sana, di ambang pintu, hanya memandangi semuanya. Mengetahui siapa pria di sampingnya, ia ragu bisa mengharapkan bantuan dari siapa pun di tempat ini. Ia bahkan tidak berpikir bisa meminta bantuan seseorang, karena tahu mereka mungkin akan mati di tempat.

"Minggir," Zane mendesak.

Ava tidak punya pilihan lain selain melakukan apa yang diperintahkan Zane. Ia mulai bergerak di antara kerumunan. Orang-orang di ruangan itu segera minggir saat melihat Zane datang, seakan-akan Zane adalah Musa yang membelah laut merah.

Zane mengarahkan Ava dengan gerakan-gerakan kecil tubuhnya. Ava belum pernah bertemu pria seperti ini sebelumnya. Zane membuatnya takut dan bersemangat di saat yang sama. Ava membencinya karena itu.

Zane menuntunnya ke pintu lain, Zane menggunakan kartu dan kode aksesnya untuk masuk. Di balik pintu itu ternyata ada tangga.

Mereka berakhir di langkan kecil dengan dua pintu yang saling berhadapan. Zane menuntunnya ke pintu kiri dan membukanya sebelum membiarkannya masuk sendiri. Musik yang tadinya keras sekarang hampir tak terdengar.

Ada jendela besar di sebelah kiri Ava. Jendela itu menghadap ke klub malam dan Ava bisa melihat mereka berada di lantai tiga.

"Duduklah," kata Zane kepada Ava dan memberi isyarat ke arah sofa.

Ava berjalan ke arah sofa, dia memilih untuk duduk di kursi berlengan. Dia berharap rasa lelah yang melandanya tidak akan membuatnya tertidur di kursi berlengan ini.

"Apakah kau ingin minum sesuatu?" tanya Zane sambil menuangkan sesuatu yang tampak seperti wiski ke dalam gelas.

"Tidak, terima kasih," kata Ava.

Ia sudah lelah dan penuh adrenalin. Ia tidak perlu menambahkan alkohol ke dalam campuran itu. Ia hanya butuh beberapa bagian otaknya yang masih berfungsi.

"Bagaimana kalau air putih saja?" tanya Zane.

Ava ragu-ragu. Menghabiskan malam dengan menangis dan berteriak benar-benar membuatnya haus. Namun Ava bertanya-tanya apakah dia bisa memercayainya, bagaimana jika Zane mencampurkan sesuatu kedalam airnya?

Membayangkan dia bisa melawan pria raksasa itu hampir membuatnya tertawa. Ava berada di kantornya, sendirian, dan dari suaranya kantor itu kedap suara.

Zane menatapnya dengan wajah geli sebelum membuka lemari yang tampaknya berisi kulkas mini. Zane memberinya sebotol air dingin.

"Terima kasih," kata Ava saat Zane duduk di meja kopi di depannya.

“Apakah kau selalu sesopan ini?” tanyanya.

“Aku belum pernah diculik sebelumnya, Aku tidak paham protokol sosial. Tapi menurutku, menghindari membuat penculik marah adalah langkah yang bijak,” jawab Ava dan bisa saja menggigit lidahnya sendiri. Mungkinkah dia sangat perlu memperbaiki filter jaringan otak ke mulutnya.

Ava membuka botol air mineral dan meneguk setengahnya dalam sekali teguk saja sementara Zane terkekeh melihatnya.

“Itulah mengapa aku perlu membeli mesin pencetak uang yang baru.” ucapnya.

“Keluargamu berhutang banyak uang padaku, Ava,” katanya.

“Pamanmu suka poker, sayangnya dia tidak jago. Kasino-kasino biasa sudah lama melarangnya bermain, jadi dia selalu bermain di kasinoku,” kata Zane lagi.

Ava sudah tahu sejak lama, bahwa pamannya dulu pernah memiliki masalah di masa lalu. Namun, pamannya bilang dia sudah berhenti bermain. Entah mengapa, dia lebih percaya pada pria yang duduk di depannya daripada pamannya sendiri. Itu berarti pamannya telah berbohong padanya.

“Dan apakah kau membiarkannya terus bermain?” tanya Ava.

“Aku tidak menjalankan kegiatan amal atau penitipan anak. Jika pengunjung ingin bermain kartu, siapa aku yang bisa menghentikan mereka?” Zane tersenyum.

"Tetapi kasino-kasino lain melarangnya karena dia seorang penjudi yang tidak bermoral," bantah Ava. Menurutnya, itu adalah hal yang benar untuk dilakukan.

"Di duniaku, tidak ada aturan kecuali aturanku sendiri. Dan kau harus tahu bahwa aturanku, hanya akan menguntungkanku," katanya.

“Orang-orangmu mengambilku sebagai bayaran. Kau berencana menjual tubuhku untuk membayar hutangnya bukan?” Suara Ava langsung bergetar saat mengajukan pertanyaan sensitif seperti itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • HASRAT PANAS SANG MAFIA   128.

    "Ya, memang itulah artinya," Ryder membenarkan."Tapi seharusnya tidak terlalu sulit untuk mencari tahu siapa orangnya, atau setidaknya mempersempit daftarnya," kata Ava."Maksudku, kebanyakan orang di organisasi ini tidak tahu semua yang terjadi. Kau dan Jax, tentu saja," katanya pada Zane."Juga Ryder dan Tom. Kuharap kalian tidak mencurigai mereka berdua?" tanyanya pada suaminya dan Jax."Tidak," desah mereka berdua. Ryder dan Tom sama-sama menundukkan kepala sebagai ucapan terima kasih. Mereka tahu kepercayaan itu bukanlah hal yang bisa dianggap remeh."Bagus. Oke, lalu siapa lagi yang tahu tentang James dan kau yang mendanai bisnis Gabriel?" tanyanya."Bisnis Gabriel cukup terkenal," kata Jax, Zane mengangguk."Tapi insiden dengan James tidak begitu diketahui orang, setidaknya tidak secara mendetail," tambah Zane."Mereka sepertinya juga tahu kebenaran tentang bibi dan pamanku, meskipun mereka tidak mengatakannya," tambah Ava."Itu akan mempersempitnya juga," kata Ryder. Para pri

  • HASRAT PANAS SANG MAFIA   127.

    Ava sudah kembali bekerja selama beberapa hari, dan rasanya seolah-olah dia tidak pernah pergi. Dia senang melihat bahwa perbaikan apa pun yang telah dilakukan pada sistem keamanan mereka tidak terlihat. Zane dan Ava telah memutuskan bahwa sudah waktunya untuk memberi tahu orang-orang di luar lingkaran terdekat mereka bahwa dia hamil. Mereka telah mendiskusikan kemungkinan hal itu akan membuatnya menjadi target yang lebih besar lagi. Namun, dia tidak khawatir. Ada Tom di sisinya, dan dia tahu Zane menempatkan orang-orang lain di dalam gedung dan mungkin juga di luarnya. Dia sedang duduk di kantornya, melihat anggaran terbaru untuk ruang aman LGBTQ+. Mimpi Gabriel perlahan-lahan tumbuh dan menjadi kenyataan. Interkomnya berbunyi."Nyonya Velky, ada dua detektif polisi di sini. Mereka ingin bicara dengan Anda," kata Tom padanya. Sesaat Ava merasa takut, apakah sesuatu terjadi pada Zane? Tetapi dia menepis pikiran itu. Jika sesuatu terjadi, bukan polisi yang akan memberitahunya, melainka

  • HASRAT PANAS SANG MAFIA   126.

    Zane menatap malaikatnya yang sedang berlutut di atas seprai satin hitam di tempat tidur. Cara rantai-rantai emas itu menonjolkan perutnya yang mulai membuncit karena hamil membuatnya nyaris meneteskan liur. Dia tidak pernah menyangka Ava bisa menjadi lebih seksi dan memikat. Namun, fakta bahwa dia bisa melihat anak mereka tumbuh di dalam dirinya membangkitkan sisi primitif dalam dirinya. Dia membelai perut Ava dengan tangannya. Dia telah memastikan untuk mempelajari posisi dan hukuman yang sesuai untuk malaikatnya seiring berjalannya waktu. Dia ingin bayi mereka aman, tetapi dia tahu baik dirinya maupun Ava tidak akan baik-baik saja tanpa waktu bermain mereka."Siap, malaikatku?" tanyanya seraya memindahkan tangannya dari perut Ava untuk menggenggam vibrator puting dan menariknya. Napas Ava tersentak, lalu sebuah desahan kecil lolos dari bibirnya."Ya, Tuan," jawabnya. Caranya memanggilnya Tuan membuat penis Zane berkedut. Dia mengambil tali sutra dan mulai mengikatkannya ke pergelan

  • HASRAT PANAS SANG MAFIA   125.

    Tom membantu Ava keluar dari mobil, Ava berusaha keras agar tidak memperlihatkan apa pun saat melangkah keluar. Tidak mudah mengingat desain mantelnya dan pakaian minim yang dikenakannya di dalam. Dia menegakkan bahu dan berjalan melewati antrean orang yang menunggu untuk masuk. Dia bisa mendengar seseorang mulai bersiul menggodanya dan dia mendengar dengusan pria itu saat udara keluar dari paru-parunya. Tom pasti sudah melayangkan tinju ke perut pria itu; Ava tahu tanpa perlu melihat. Sama seperti dia tahu pria itu tidak akan diizinkan masuk ke kelab malam ini, dan jika Zane sampai mendengar insiden itu, mungkin tidak akan pernah lagi. Pria di pintu tersenyum padanya."Selamat malam, Nyonya A, senang melihat Anda kembali," katanya."Selamat malam, Luther. Kelihatannya ramai sekali malam ini," kata Ava."Memang. Beri tahu anak-anak jika ada masalah," Luther mengingatkannya."Terima kasih." Ava berjalan masuk ke dalam kelab dengan musik yang keras dan hawa panas dari semua orang di dal

  • HASRAT PANAS SANG MAFIA   124.

    Ava mandi dan berpakaian, Zane membawanya ke lantai bawah, dan dia gugup saat mereka makan malam bersama Miguel. Dia kesulitan berkonsentrasi pada percakapan dan meskipun biasanya dia tidak punya masalah dengan basa-basi, sekarang dia merasa sulit untuk mengikuti alur pembicaraan. Zane bahkan tidak memberinya petunjuk sedikit pun tentang apa hukumannya, dan Ava menjadi terobsesi untuk mencari tahu."Kurasa kita akan beristirahat lebih awal malam ini, istriku sepertinya lelah," kata Zane kepada Miguel setelah mereka selesai makan."Tentu saja. Selamat malam, Nyonya A," kata Miguel."Terima kasih," kata Ava. Mereka semua berdiri dan Miguel meninggalkan ruangan lebih dulu. Ava baru saja akan melakukan hal yang sama ketika Zane menghentikannya."Kau akan naik ke kamar kita, kau akan memilih lingerie seksi yang menurutmu akan kusukai, dan kau akan duduk di tepi tempat tidur menungguku. Aku akan menyusulmu dalam dua puluh menit. Jika aku tidak menemukanmu duduk di tempat tidur dengan pakaia

  • HASRAT PANAS SANG MAFIA   123.

    Miguel bergabung dengan Ava dan Zane untuk sarapan keesokan harinya. Baik Miguel maupun Zane memastikan percakapan mereka tetap santai dan ringan. Ava tidak keberatan, ia tahu Zane akan berbicara dengannya secara pribadi jika Zane merasa Ava perlu tahu mengapa Miguel datang."Kami mungkin akan rapat atau pergi untuk urusan bisnis hampir sepanjang hari. Kau tidak apa-apa sendirian?" Zane bertanya setelah mereka selesai sarapan."Aku dan Linda sudah menduganya, jadi kami sudah memesan hari khusus perempuan di kolam renang untuk bersantai," kata Ava padanya. Zane membungkuk agar bisa berbisik di telinga Ava."Jangan coba-coba berpikir untuk berenang telanjang, Sayang. Aku akan memeriksamu dan lebih baik aku melihat bikini di tubuhmu itu.""Aku tidak akan pernah berenang telanjang tanpamu," bisiknya kembali."Tentu saja," ia setuju, mencium Ava, lalu ia dan Miguel pergi. Ava mengambil waktu sejenak untuk menenangkan diri sebelum naik ke lantai atas untuk berganti pakaian. Ia dan Linda ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status