Share

3

Author: Sarangheo
last update Last Updated: 2025-06-27 16:56:01

Bahkan dengan keadaan pipinya yang memar dan bibirnya yang pecah-pecah di serta air mata yang mengalir di wajahnya, dia tetap cantik. Rambut pirang madunya pernah dikuncir kuda, namun sekarang rambut panjangnya itu terurai di bawah bahunya dan ikatan tali itu sudah longgar, mungkin hanya sedikit menahan lapisan belakang di rambutnya.

Mata birunya pucat bengkak karena menangis, tetapi sungguh keadaan itu tidak menghilangkan kecantikannya sedikitpun. Sweter tebal dan celana jins yang di kenakannya pun tak bisa menyembunyikan lekuk tubuhnya, sehingga membuat adik kecil Zane di bawah sana mengeras.

Dengan enggan Zane mengalihkan pandangannya dari wanita itu. Perlahan Zane memperhatikan Dave yang berdiri agak pucat. Wanita itu masih memegang pena lain dan segera melemparkannya ke arah Dave dan Tobias, pena itu pun melayang di udara.

"Menjauhlah, menjauhlah dariku," teriaknya, berulang kali.

Ava terus berteriak meskipun ia sudah kehabisan barang untuk dilempar. Zane sangat tertarik untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Namun, ia tidak bisa fokus pada seorang wanita yang membuat keributan.

Ava berjalan mengitari meja, ia mundur ke sudut, mengulurkan tangan, meneriakkan kalimat yang sama berulang-ulang.

Melihat itu Zane segera meraih kedua tangan Ava dan berdiri tepat di depannya.

"Diam!" bentaknya.

Wanita itu terdiam dan Zane bisa melihat air matanya mulai mengalir di sudut matanya, bibirnya pun ikut bergetar.

Astaga, pikirnya.

Seperti kebanyakan pria, wanita yang menangis membuatnya sangat takut. Ia lebih suka terlibat baku tembak dengan seratus musuh terburuknya daripada harus berhadapan dengan satu orang wanita yang menangis.

Zane memperhatikan tanda merah terang di pergelangan tangan Ava.

"Bisakah di antara kalian memberi tahuku mengapa meja kasirku hancur dan mengapa aku hampir terpenggal oleh stapler yang berterbangan itu?" gerutunya kesal kepada ketiga pria yang berada dalam ruangan itu.

Ruangan itu kini nampak sunyi kecuali isak tangis pelan dari wanita itu. Zane menatap Dave dan Tobias.

"Apakah kalian pergi untuk menagih?" tanya Zane sambil merasakan darahnya naik.

“Kami melakukannya,” kata Dave.

"Cobler tidak punya uang. Namun, dia menawarkan jasa keponakannya sebagai ganti untuk melunasi hutangnya," Tobias menyeringai.

Di sisi lain Zane merasakan dorongan yang kuat untuk meninju wajah pria itu. Namun dia segera menarik napas dalam-dalam dan mengingatkan dirinya sendiri bahwa pria itu baru dalam keluarganya, dia diizinkan melakukan kesalahan. Satu kali saja. Tobias di sisi lain seharusnya lebih tahu.

"Mungkin ini adalah kesepakatan yang jauh lebih baik daripada harus kembali dengan tangan kosong," Dave mengangkat bahu.

Zane menatap Jax dan tangan kanannya itu segera mengangguk. Dia tahu apa yang diinginkan Zane.

"Pergilah bersama Jax, aku akan membereskan kekacauanmu," gerutu Zane.

Tobias kesal dia menatap Zane dengan pandangan yang menantang, dia ingin mengambil kembali apa yang menurutnya adalah haknya.

Wanita ini, pikir Zane.

Zane menunggu hingga ketiga pria itu pergi. Melihat keadaan wanita di depannya yang nampak polos. Zane merasa perlu untuk merusaknya dan menunjukkan sisi gelap kehidupannya dan mengikatnya agar bersamanya.

Zane belum pernah bertemu wanita seperti ini, pikirannya tentang apa yang bisa ia lakukan adalah mengirimkan getaran nikmat ke dalam dirinya.

Ava berdiri ketakutan, menatap pria di hadapannya, pria ini seperti tercipta dari mimpi basah, dibuat menjadi makhluk hidup, dia mengenakan setelan jas tiga potong merah anggur dan memamerkan tubuhnya yang kencang.

Jika dia tidak begitu ketakutan, Ava pasti sudah meneteskan air liurnya. Begitu dia memasuki ruangan, otak Ava telah memperhatikannya. Awalnya, Ava berharap dia akan menjadi penyelamatnya, tetapi dugaannya salah.

Ava sempat berpikir jika tempat ini dipenuhi oleh pria-pria tampan berjas. Namun Ava segera menyingkirkan pikiran itu karena sangat tidak pantas dalam situasi sekarang.

Ava tiba-tiba teringat bahwa Dave pernah mengatakan suatu hal tentang pamannya yang berhutang banyak uang kepada mereka dan tidak mampu membayar, jadi pamannya menjadikan dirinya jaminan untuk melunasi semua hutangnya.

"Jonas Cobler adalah pamanmu?" tanyanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • HASRAT PANAS SANG MAFIA   128.

    "Ya, memang itulah artinya," Ryder membenarkan."Tapi seharusnya tidak terlalu sulit untuk mencari tahu siapa orangnya, atau setidaknya mempersempit daftarnya," kata Ava."Maksudku, kebanyakan orang di organisasi ini tidak tahu semua yang terjadi. Kau dan Jax, tentu saja," katanya pada Zane."Juga Ryder dan Tom. Kuharap kalian tidak mencurigai mereka berdua?" tanyanya pada suaminya dan Jax."Tidak," desah mereka berdua. Ryder dan Tom sama-sama menundukkan kepala sebagai ucapan terima kasih. Mereka tahu kepercayaan itu bukanlah hal yang bisa dianggap remeh."Bagus. Oke, lalu siapa lagi yang tahu tentang James dan kau yang mendanai bisnis Gabriel?" tanyanya."Bisnis Gabriel cukup terkenal," kata Jax, Zane mengangguk."Tapi insiden dengan James tidak begitu diketahui orang, setidaknya tidak secara mendetail," tambah Zane."Mereka sepertinya juga tahu kebenaran tentang bibi dan pamanku, meskipun mereka tidak mengatakannya," tambah Ava."Itu akan mempersempitnya juga," kata Ryder. Para pri

  • HASRAT PANAS SANG MAFIA   127.

    Ava sudah kembali bekerja selama beberapa hari, dan rasanya seolah-olah dia tidak pernah pergi. Dia senang melihat bahwa perbaikan apa pun yang telah dilakukan pada sistem keamanan mereka tidak terlihat. Zane dan Ava telah memutuskan bahwa sudah waktunya untuk memberi tahu orang-orang di luar lingkaran terdekat mereka bahwa dia hamil. Mereka telah mendiskusikan kemungkinan hal itu akan membuatnya menjadi target yang lebih besar lagi. Namun, dia tidak khawatir. Ada Tom di sisinya, dan dia tahu Zane menempatkan orang-orang lain di dalam gedung dan mungkin juga di luarnya. Dia sedang duduk di kantornya, melihat anggaran terbaru untuk ruang aman LGBTQ+. Mimpi Gabriel perlahan-lahan tumbuh dan menjadi kenyataan. Interkomnya berbunyi."Nyonya Velky, ada dua detektif polisi di sini. Mereka ingin bicara dengan Anda," kata Tom padanya. Sesaat Ava merasa takut, apakah sesuatu terjadi pada Zane? Tetapi dia menepis pikiran itu. Jika sesuatu terjadi, bukan polisi yang akan memberitahunya, melainka

  • HASRAT PANAS SANG MAFIA   126.

    Zane menatap malaikatnya yang sedang berlutut di atas seprai satin hitam di tempat tidur. Cara rantai-rantai emas itu menonjolkan perutnya yang mulai membuncit karena hamil membuatnya nyaris meneteskan liur. Dia tidak pernah menyangka Ava bisa menjadi lebih seksi dan memikat. Namun, fakta bahwa dia bisa melihat anak mereka tumbuh di dalam dirinya membangkitkan sisi primitif dalam dirinya. Dia membelai perut Ava dengan tangannya. Dia telah memastikan untuk mempelajari posisi dan hukuman yang sesuai untuk malaikatnya seiring berjalannya waktu. Dia ingin bayi mereka aman, tetapi dia tahu baik dirinya maupun Ava tidak akan baik-baik saja tanpa waktu bermain mereka."Siap, malaikatku?" tanyanya seraya memindahkan tangannya dari perut Ava untuk menggenggam vibrator puting dan menariknya. Napas Ava tersentak, lalu sebuah desahan kecil lolos dari bibirnya."Ya, Tuan," jawabnya. Caranya memanggilnya Tuan membuat penis Zane berkedut. Dia mengambil tali sutra dan mulai mengikatkannya ke pergelan

  • HASRAT PANAS SANG MAFIA   125.

    Tom membantu Ava keluar dari mobil, Ava berusaha keras agar tidak memperlihatkan apa pun saat melangkah keluar. Tidak mudah mengingat desain mantelnya dan pakaian minim yang dikenakannya di dalam. Dia menegakkan bahu dan berjalan melewati antrean orang yang menunggu untuk masuk. Dia bisa mendengar seseorang mulai bersiul menggodanya dan dia mendengar dengusan pria itu saat udara keluar dari paru-parunya. Tom pasti sudah melayangkan tinju ke perut pria itu; Ava tahu tanpa perlu melihat. Sama seperti dia tahu pria itu tidak akan diizinkan masuk ke kelab malam ini, dan jika Zane sampai mendengar insiden itu, mungkin tidak akan pernah lagi. Pria di pintu tersenyum padanya."Selamat malam, Nyonya A, senang melihat Anda kembali," katanya."Selamat malam, Luther. Kelihatannya ramai sekali malam ini," kata Ava."Memang. Beri tahu anak-anak jika ada masalah," Luther mengingatkannya."Terima kasih." Ava berjalan masuk ke dalam kelab dengan musik yang keras dan hawa panas dari semua orang di dal

  • HASRAT PANAS SANG MAFIA   124.

    Ava mandi dan berpakaian, Zane membawanya ke lantai bawah, dan dia gugup saat mereka makan malam bersama Miguel. Dia kesulitan berkonsentrasi pada percakapan dan meskipun biasanya dia tidak punya masalah dengan basa-basi, sekarang dia merasa sulit untuk mengikuti alur pembicaraan. Zane bahkan tidak memberinya petunjuk sedikit pun tentang apa hukumannya, dan Ava menjadi terobsesi untuk mencari tahu."Kurasa kita akan beristirahat lebih awal malam ini, istriku sepertinya lelah," kata Zane kepada Miguel setelah mereka selesai makan."Tentu saja. Selamat malam, Nyonya A," kata Miguel."Terima kasih," kata Ava. Mereka semua berdiri dan Miguel meninggalkan ruangan lebih dulu. Ava baru saja akan melakukan hal yang sama ketika Zane menghentikannya."Kau akan naik ke kamar kita, kau akan memilih lingerie seksi yang menurutmu akan kusukai, dan kau akan duduk di tepi tempat tidur menungguku. Aku akan menyusulmu dalam dua puluh menit. Jika aku tidak menemukanmu duduk di tempat tidur dengan pakaia

  • HASRAT PANAS SANG MAFIA   123.

    Miguel bergabung dengan Ava dan Zane untuk sarapan keesokan harinya. Baik Miguel maupun Zane memastikan percakapan mereka tetap santai dan ringan. Ava tidak keberatan, ia tahu Zane akan berbicara dengannya secara pribadi jika Zane merasa Ava perlu tahu mengapa Miguel datang."Kami mungkin akan rapat atau pergi untuk urusan bisnis hampir sepanjang hari. Kau tidak apa-apa sendirian?" Zane bertanya setelah mereka selesai sarapan."Aku dan Linda sudah menduganya, jadi kami sudah memesan hari khusus perempuan di kolam renang untuk bersantai," kata Ava padanya. Zane membungkuk agar bisa berbisik di telinga Ava."Jangan coba-coba berpikir untuk berenang telanjang, Sayang. Aku akan memeriksamu dan lebih baik aku melihat bikini di tubuhmu itu.""Aku tidak akan pernah berenang telanjang tanpamu," bisiknya kembali."Tentu saja," ia setuju, mencium Ava, lalu ia dan Miguel pergi. Ava mengambil waktu sejenak untuk menenangkan diri sebelum naik ke lantai atas untuk berganti pakaian. Ia dan Linda ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status