MasukPertanyaan Leon membuat perasaan Dona tak karuan. Dia pun bingung ingin mengatakan apa. Dia cemburu karena sudah terlanjur jatuh cinta pada Leon, tapi Dona juga tidak ingin egois dan melanjutkan hubungan yang salah ini.
“Apakah pantas aku cemburu pada istri sah?” tanya Dona, matanya kembali berkaca-kaca.
“Kamu pantas cemburu karena kita adalah sepasang kekasih,” kata Leon sembari mengusap pipi Dona dengan lembut.
“Tidak. Hubungan kita terlarang,” ucap Dona yang hatinya masih sedih ditampar kenyataan.
Leon menatap Dona lekat. Ada perasaan bersalah atas cintanya terhadap wanita itu. Tapi baginya, pertemuannya dengan Dona adalah sebuah takdir yang sudah ditentukan.
“Maafkan aku, Dona. Tapi bagiku mencintaimu bukanlah sebuah kesalahan,” ucap Leon pelan.
“Bukan kesalahan bagaimana? Kamu sudah punya istri tapi dengan sadar mendekatiku!” hardik Dona.
Andai saja waktu dapat diputar kembali, mungkin Dona akan mencari tahu lebih jauh mengenai identitas Leon yang sebenarnya. Seorang kepala divisi yang dia pacari itu ternyata suami orang.
“Aku memang brengsek, Dona. Aku terima semua makianmu terhadapku,” ucap Leon pasrah.
Dona mendengus. “Cih, dasar sampah. Saat ini aku pasti jadi gunjingan banyak orang dan dicap sebagai pelakor!”
Dona memukul dada bidang Leon untuk meluapkan emosi dengan kedua tangannya. Siapa sangka cintanya adalah cinta yang salah. Cinta yang seharusnya tidak boleh terjadi.
“Pukullah aku jika itu membuatmu puas, Dona. Sekali lagi maafkan aku yang telah membuatmu kecewa,” ucap Leon.
“Sekarang pulanglah. Besok pagi mungkin berita ini sudah menyebar ke kantor. Aku sudah siap dengan cemoohan orang-orang kantor,” usir Dona.
“Aku pastikan akan melindungimu, Dona. Mereka tidak akan berbicara sembarangan padamu,” balas Leon penuh keyakinan.
Dona menggelengkan kepalanya. Ucapan Leon tidak dapat dia percaya kembali. Bisa saja lelaki itu akan menyelamatkan diri sendiri demi karir yang sudah dia bangun dalam waktu yang lama. Biasanya kalau ada kasus memalukan seperti ini, bukankah istri sah akan melapor pada perusahaan dan karyawan yang terkena kasus itu akan dipecat?
“Pak Leon pikir, bapak adalah seorang pemilik perusahaan yang mampu melindungi saya?” tanya Dona dengan nada sinis.
“Tidak perlu seorang pemilik perusahaan untuk mampu melindungi kekasihnya, Dona. Aku akan berada di pihakmu apapun yang terjadi,” balas Leon tampak teguh.
“Tetap saja aku akan dicap sebagai pelakor,” ucap Dona sedih. Padahal ini bukan sepenuhnya salahnya, tapi orang lain mana mau tahu.
“Kamu bukan pelakor, Dona. Aku yang jatuh cinta padamu,” Leon masih berusaha menenangkan hati gadis itu.
Dona menghembuskan nafasnya kasar. Dia yakin tidak akan ada titik temu jika dia tetap bersama Leon malam ini. Apalagi Leon terus bersuara kalau dia berada di pihaknya. Dona harus cepat mangambil keputusan untuk tidak terlibat lebih jauh dengan Leon.
“Leon, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Pulanglah,” pinta Dona.
“Lalu kamu bagaimana?” tanya Leon.
“Tidak usah pedulikan aku. Temui istrimu, Leon. Aku yakin saat ini dia sedang bersedih,” jawab Dona.
“Kamu juga bersedih, Dona. Aku ingin bersamamu saja,” ucap Leon keras kepala.
“Selesaikan dulu masalahmu dengan istrimu baru temui aku,” putus Dona.
Leon membeku melihat ekspresi Dona yang tegas tak tergoyahkan. Tidak pernah sekalipun Dona bersikap seperti ini padanya sebelumnya.
“Dona, berjanjilah padaku. Jangan minta putus,” pinta Leon dengan nada memohon.
“Kita harus putus selama kamu masih suami orang!”
“Berarti jika aku dan Monica berpisah, ada peluang kita akan bersama kembali?” tanya Leon.
Dona tidak langsung menjawab. Hatinya gundah memikirkan situasi ini. “Mungkin. Tapi aku tidak mau kamu bercerai dengan Monica karena aku,” jawab Dona akhirnya.
Leon tampak bersemangat lagi. Seolah ia yakin kalau bercerai dengan Monica, hubungan bersama Dona akan menghangat kembali.
“Aku punya alasan tersendiri untuk menceraikan Monica. Kamu jangan takut,” ucap Leon sambil tersenyum.
“Sudahlah, Leon. Di sini aku yang sangat dirugikan. Semua kesalahan karena hubungan terlarang ini pasti akan dilimpahkan ke aku,” balas Dona lelah.
“Sudah aku bilang aku akan berada di sisimu walaupun dunia menghujat kita,” balas Leon.
Dona menggelengkan kepalanya lagi. Semua ucapan Leon terdengar seperti omong kosong dan itu membuatnya lelah.
“Aku sudah capek, mau pulang,” kata Dona.
“Ayo, aku antar,” ajak Leon.
“Tidak usah, aku naik taxi saja. Aku tidak mau semobil dengan suami orang.”
Tanpa membuang waktu, Dona langsung beranjak dari sana. Leon berusaha mengejar dan membujuknya, tapi wanita cantik itu bersikeras ingin pulang sendiri.
Leon akhirnya mengalah dan menunggu di samping Dona sampai dia menemukan taxi untuk pulang. Setelah itu, barulah pria itu pulang ke rumah yang dia tinggali bersama Monica.
Leon memarkir mobil. Lalu dengan langkah malas dia membuka pintu garasi yang menghubungkan ruang tamu.
Di sana, ternyata sudah ada Monica dan kedua orang tuanya yang seolah sudah menunggu kedatangannya.
“Masih berani kamu menginjakkan kaki di rumah ini?!”
Leon menghela nafas panjang mengontrol emosinya. Lalu Leon menatap kedua mertuanya juga Monica yang terlihat sedang bergelendot manja di samping orang tuanya.“Aku memilih Dona,” jawab Leon mantap.Sontak saja Monica yang tadinya santai saja karena ada kedua orang tuanya langsung menegakkan kepalanya, matanya juga melotot saking kagetnya.“A-pa?” ucapnya tidak percaya. Monica melihat ke arah Leon lalu bergantian ke arah kedua orang tuanya.“Dasar lelaki brengsek. Aku tidak sudi putriku dimadu!” seru Papa Mertua Leon kesal.“Memangnya siapa yang akan memadu Monica. Bukankah tadi Papa memintaku memilih antara Monica dan Dona?” tanya Leon.“Jadi kamu mau menceraikanku,” jawab Monica yang air matanya langsung tumpah ke pipi.Leon tersenyum serta mengangguk pelan. Pertanda dia mengiyakan apa yang diucapkan oleh Monica barusan. Leon sudah lega bisa mengungkapkan perasaannya saat ini. Dia sudah terlanjur jatuh cinta pada Dona, wanita yang selalu membuatnya jatuh cinta lagi dan lagi.“Tidak b
Leon menarik nafasnya panjang lalu menghembuskannya pelan. Dia sengaja melakukan itu untuk mengatur emosinya. Selanjutnya, dia melangkah santai menuju sofa untuk bergabung dengan istri dan kedua mertuanya.“Ini rumahku, Pa. Kenapa harus takut untuk pulang?” jawab Leon santai, lalu duduk di depan Papa mertuanya.“Setelah kamu sakiti putriku, beraninya kamu begitu?!” hardik Mama mertua Leon sambil mengacungkan jari telunjuknya.“Sudah jelas aku katakan tadi ‘kan, Ma. Ini rumahku,” ucap Leon.Papa Mertua Leon melempar air ke arah Leon, tepat mengenai wajahnya. Leon mengusap air itu dengan telapak tangannya, lalu menatap Papa mertuanya seolah menantangnya.“Ini rumah putriku bukan milikmu!” seru Papa Mertua Leon dengan garang. Dia sangat marah karena putri yang sangat dia cintai harus disakiti oleh suaminya sendiri.“Rumah ini dibangun olehku, bukan sepenuhnya milik putri kalian,” ucap Leon, berusaha tenang.“Tapi sertifikat rumah ini atas nama putriku. Jadi kalau kamu berselingkuh, sila
Pertanyaan Leon membuat perasaan Dona tak karuan. Dia pun bingung ingin mengatakan apa. Dia cemburu karena sudah terlanjur jatuh cinta pada Leon, tapi Dona juga tidak ingin egois dan melanjutkan hubungan yang salah ini.“Apakah pantas aku cemburu pada istri sah?” tanya Dona, matanya kembali berkaca-kaca. “Kamu pantas cemburu karena kita adalah sepasang kekasih,” kata Leon sembari mengusap pipi Dona dengan lembut.“Tidak. Hubungan kita terlarang,” ucap Dona yang hatinya masih sedih ditampar kenyataan.Leon menatap Dona lekat. Ada perasaan bersalah atas cintanya terhadap wanita itu. Tapi baginya, pertemuannya dengan Dona adalah sebuah takdir yang sudah ditentukan.“Maafkan aku, Dona. Tapi bagiku mencintaimu bukanlah sebuah kesalahan,” ucap Leon pelan.“Bukan kesalahan bagaimana? Kamu sudah punya istri tapi dengan sadar mendekatiku!” hardik Dona.Andai saja waktu dapat diputar kembali, mungkin Dona akan mencari tahu lebih jauh mengenai identitas Leon yang sebenarnya. Seorang kepala divi
Leon menatap Dona yang pias, kekecewaan menghiasi wajahnya yang ayu.Pria itu menelan ludah ketika menjawab, “Ada alasan tersendiri kenapa aku membohongimu, Dona,” jawabnya lirih.Dona menggeleng tak percaya. Air mata jatuh membasahi pipinya. “Kembalilah pada istrimu, Leon,” pintanya. Sungguh, ia tidak mau terperosok lebih jauh ke dalam cinta terlarang ini. Jika sejak awal tahu Leon sudah beristri, Dona tidak akan menjalin hubungan dengannya.Namun, Leon justru menggelengkan kepala. “Aku tidak mau berhenti berpacaran denganmu,” ucapnya dengan nada tegas.Tidak hanya Dona, Monica juga tampak terkejut mendengarnya.“Ini tidak benar, Leon! Jika melanjutkan hubungan ini, sama saja aku menyakiti hati sesama wanita,” balas Dona. Ia mundur selangkah, hendak menjauh. Tapi Leon lebih dulu menahan tangannya.“Hubungan ini sudah benar,” ucap Leon keras kepala.Monica yang mendengar suaminya berkata seperti itu langsung menamparnya. Kekecewaan yang dirasakannya kian mendalam. Bahkan hingga deti
Dona sudah agak mengantuk, tapi Leon tampaknya masih enggan beranjak dari restoran itu. Pria itu terus bercerita, dan Dona mendengarkannya sambil tersenyum simpul. Ia suka mendengar suara berat Leon. Pria itu tampak lebih hidup, berbeda saat di kantor yang penuh wibawa dan terkesan dingin. Selain saat mereka bermesraan, tentu saja.Namun, suasana hangat dan menyenangkan itu mendadak buyar….Byur!Guyuran soft drink mendarat tepat di wajah Leon, membuat mereka terkejut dan sontak memisahkan diri.“Apa-apaan ini?!” ucap Leon, langsung berdiri mengelap wajahnya dan menatap siapa yang mengguyur minuman itu.“Dasar tidak tahu malu, bermesraan di tempat umum dengan wanita lain padahal sudah beristri!” seru wanita itu dengan lantang. Tangannya juga berusaha untuk menampar Leon tapi berhasil ditangkis oleh pria itu.“Monica…?” lirih Leon, masih dengan wajah kaget.“Iya, ini aku Monica, istri sahmu!” sahut Monica yang masih dipenuhi rasa amarah di dada.Dona membelalak melihat wanita yang me
Dona menatap wajah Leon yang terlihat serius mengatakan kesungguhan hatinya. Wanita mana yang tidak klepek-klepek mendengar pria yang diperebutkan banyak wanita malah memilih dirinya?“Apa betul seperti itu?” tanya Dona untuk meyakinan diri.“Tentu saja. Di luaran sana banyak wanita yang menyatakan cintanya padaku. Tapi pilihanku jatuh di kamu,” jawab Leon sembari menggenggam kedua tangan Dona dan mengecupnya dengan mesra.“Kalau begitu, wanita tadi hanya salah satu wanita yang mengagumimu?” tanya Dona sekali lagi, masih ada keraguan di wajahnya yang ayu.“Hmm,” balas Leon bergumam. “Sekarang ayo kita makan malam. Kamu pasti sudah lapar,” ajaknya kemudian.“Oke,” sahut Dona disertai anggukan kecil. Dia memang sangat lapar. Memikirkan kejadian hari ini membuat energinya terkuras.Ia lantas mengikuti Leon yang membawanya ke sebuah rumah makan yang menghidangkan makanan favoritnya. Leon langsung memesan makanan untuk makan malam mereka berdua.“Aku harap kamu juga suka gurame asam manis







