MasukLeon menatap Dona yang pias, kekecewaan menghiasi wajahnya yang ayu.
Pria itu menelan ludah ketika menjawab, “Ada alasan tersendiri kenapa aku membohongimu, Dona,” jawabnya lirih.
Dona menggeleng tak percaya. Air mata jatuh membasahi pipinya. “Kembalilah pada istrimu, Leon,” pintanya.
Sungguh, ia tidak mau terperosok lebih jauh ke dalam cinta terlarang ini. Jika sejak awal tahu Leon sudah beristri, Dona tidak akan menjalin hubungan dengannya.
Namun, Leon justru menggelengkan kepala. “Aku tidak mau berhenti berpacaran denganmu,” ucapnya dengan nada tegas.
Tidak hanya Dona, Monica juga tampak terkejut mendengarnya.
“Ini tidak benar, Leon! Jika melanjutkan hubungan ini, sama saja aku menyakiti hati sesama wanita,” balas Dona. Ia mundur selangkah, hendak menjauh. Tapi Leon lebih dulu menahan tangannya.
“Hubungan ini sudah benar,” ucap Leon keras kepala.
Monica yang mendengar suaminya berkata seperti itu langsung menamparnya. Kekecewaan yang dirasakannya kian mendalam.
Bahkan hingga detik ini pun, Leon masih memilih wanita simpanannya. Harga diri Monica seperti diinjak-injak seolah tidak ada berarti sama sekali.
“Dasar lelaki brengsek!” hardik Monica saking kesalnya. “Apa maumu sekarang?” lanjutnya dengan suara parau dan tubuh gemetar saking sakit hatinya.
“Aku mau kita bercerai,” ujar Leon tenang, lalu menggandeng tangan Dona meninggalkan Monica yang air matanya sudah tumpah ke pipi.
“Leon, tunggu! Aku tidak mau seperti ini, lepaskan!” pinta Dona, terseok mengikuti langkah lebar Leon keluar dari restoran.
Dona sudah mencoba melepaskan cengkeraman tangan itu, tapi tidak bisa karena Leon terlalu kuat menggengamnya. Padahal Dona ingin menyudahi hubungan terlarang ini.
Dona sempat melihat ke arah Monica yang terlihat sangat terpukul melihat suaminya lebih memilih wanita lain daripada istri sahnya sendiri.
Tiba di parkiran, langkah Leon berhenti. Ia menatap Dona lekat. “Dona, hanya kamu wanita yang kucintai. Aku tidak mau putus hubungan denganmu sampai kapanpun!” tegasnya, tak tergoyahkan.
“Kamu gila! Kamu masih suami orang, aku tidak mau menjadi pelakor!” seru Dona dengan napas tersengal.
Bukan hanya Monica yang sakit hati atas kenyataan ini, tapi Dona juga. Ia tidak pernah ingin menjadi perusak hubungan orang, tapi di sinilah ia sekarang. Terjebak bersama pria beristri yang telah ia cintai sepenuh hati.
Dona bahkan sudah memberikan segalanya pada pria itu. Hatinya, tubuhnya.
“Aku sudah terlanjur mencintaimu, Dona. Aku harus bagaimana?” tanya Leon, sama frustrasinya.
Dona menghela napas panjang. Meski berat, ia berkata, “Cukup, Leon. Kembalilah pada istrimu. Buang semua rasa cintamu padaku.”
Air matanya kembali tumpah karena merasa bodoh percaya saja dengan kehangatan yang diberikan oleh Leon selama ini.
“Aku tidak bisa membuang semua rasa cintaku padamu. Tidak bisa!” tegas Leon. Ia maju selangkah, lalu memeluk Dona erat.
Dona merasa jijik pada dirinya sendiri karena mau dipeluk oleh suami orang. Air matanya jatuh membasahi pipi.
Wanita itu lantas berusaha mengurai pelukan, lalu menatap Leon. “Kamu harus membuangnya karena aku tidak mau menjadi istri keduamu,” ucapnya. Suaranya parau, tapi penuh ketegasan.
Wajah Leon tampak mengeras. Namun ada senyum miring yang terlukis di wajahnya. “Tapi aku sudah mengambil keperawananmu, aku harus bertanggung jawab,” katanya.
Jantung Dona mencelos mendengarnya. Teringat momen kebersamaan mereka yang penuh gairah. Membayangkan itu membuat Dona mual seketika.
“Aku tetap tidak mau. Anggap saja kita melakukan cinta satu malam karena kesalahan,” ucap Dona kekeuh, berusaha meneguhkan hati.
Bagaimanapun, Dona juga seorang wanita. Tetap bersama Leon akan membuatnya dicap sebagai seorang pelakor seumur hidup. Ditambah lagi, Dona tidak bisa membayangkan bagaimana sedihnya menjadi Monica saat melihat rumah tangganya hancur karena orang ketiga.
“Apa kamu serius, Dona?” tanya Leon, setengah tidak percaya pada ucapan kekasih gelapnya itu.
“Iya,” jawab Dona lirih, mengalihkan tatapannya ke arah lain.
Leon maju selangkah, lalu menangkup pipi Dona dan berusaha menciumnya.
Dona mengelak, berusaha menarik diri. Tapi tenaga Leon jauh lebih kuat. Amarah dan gairah menguasai pria itu hingga memaksakan kehendaknya. Ia terus melumat bibir Dona dengan kasar.
Dona memukul dada Leon berkali-kali hingga akhirnya ciuman itu terlepas.
“Kamu gila!” sentak wanita itu. Napasnya terengah. Ia mengusap bibirnya yang terasa kebas.
“Apa kamu benar-benar ingin mengakhiri hubungan ini, Dona?” tanya Leon, tidak mempedulikan amarah Dona.
“Iya,” jawab Dona tanpa berpikir.
Namun, Leon tidak melepasnya begitu saja. Ia masih berusaha untuk memeluk Dona, tidak membiarkannya pergi.
Dona terus memberontak, hingga akhirnya terdiam saat Leon berkata, “Jangan paksa aku melakukan hal yang tidak kamu inginkan, Dona.”
Tubuh Dona gemetar dalam dekapan Leon. “Kamu mau melakukan apa?” tanyanya, merasa waswas pada ancaman pria itu.
“Aku akan menidurimu di sini,” ujar Leon santai.
“Jangan gila kamu! Apa kamu ini seekor binatang yang melakukan hal seperti itu di sembarang tempat?” ucap Dona kesal, menatap Leon dengan ekspresi takut.
Leon terkekeh mendengarnya. Ia merasa ancamannya cukup berhasil untuk meluluhkan hati Dona kembali.
“Jika kamu mau, aku bisa menjadi binatang di ranjangmu,” bisik Leon di dekat telinga wanita itu.
“Ini tidak lucu, Leon. Kamu masih bisa berpikir seperti itu setelah apa yang terjadi?” ujar Dona tak percaya.
“Biarkan saja. Monica tidak layak berada di sisiku,” balas Leon sembari mengepalkan tangannya.
Dona menghela nafasnya panjang. Harus dengan cara apa dia membujuk Leon agar mau kembali ke istri sahnya?
Semua bagai buah simalakama, mau melanjutkan atau tidak, pada akhirnya Dona lah yang akan disalahkan.
Bisa saja Leon berkilah dan berkata kalau Dona yang menggodanya lebih dulu jika ia kembali pada Monica. Sebaliknya juga, jika Dona melanjutkan hubungan dengan Leon, dia akan dicap sebagai perusak rumah tangga orang.
Kepala Dona rasanya ingin pecah memikirkan semua ini.
Ia menatap Leon memohon. “Leon, sekarang pulanglah dulu. Temui istrimu dan selesaikan masalah ini,” pintanya.
“Pulang?” ulang Leon sambil mendengus. “Apa kamu tidak cemburu jika aku pulang dan bertemu dengan Monica?”
Leon menghela nafas panjang mengontrol emosinya. Lalu Leon menatap kedua mertuanya juga Monica yang terlihat sedang bergelendot manja di samping orang tuanya.“Aku memilih Dona,” jawab Leon mantap.Sontak saja Monica yang tadinya santai saja karena ada kedua orang tuanya langsung menegakkan kepalanya, matanya juga melotot saking kagetnya.“A-pa?” ucapnya tidak percaya. Monica melihat ke arah Leon lalu bergantian ke arah kedua orang tuanya.“Dasar lelaki brengsek. Aku tidak sudi putriku dimadu!” seru Papa Mertua Leon kesal.“Memangnya siapa yang akan memadu Monica. Bukankah tadi Papa memintaku memilih antara Monica dan Dona?” tanya Leon.“Jadi kamu mau menceraikanku,” jawab Monica yang air matanya langsung tumpah ke pipi.Leon tersenyum serta mengangguk pelan. Pertanda dia mengiyakan apa yang diucapkan oleh Monica barusan. Leon sudah lega bisa mengungkapkan perasaannya saat ini. Dia sudah terlanjur jatuh cinta pada Dona, wanita yang selalu membuatnya jatuh cinta lagi dan lagi.“Tidak b
Leon menarik nafasnya panjang lalu menghembuskannya pelan. Dia sengaja melakukan itu untuk mengatur emosinya. Selanjutnya, dia melangkah santai menuju sofa untuk bergabung dengan istri dan kedua mertuanya.“Ini rumahku, Pa. Kenapa harus takut untuk pulang?” jawab Leon santai, lalu duduk di depan Papa mertuanya.“Setelah kamu sakiti putriku, beraninya kamu begitu?!” hardik Mama mertua Leon sambil mengacungkan jari telunjuknya.“Sudah jelas aku katakan tadi ‘kan, Ma. Ini rumahku,” ucap Leon.Papa Mertua Leon melempar air ke arah Leon, tepat mengenai wajahnya. Leon mengusap air itu dengan telapak tangannya, lalu menatap Papa mertuanya seolah menantangnya.“Ini rumah putriku bukan milikmu!” seru Papa Mertua Leon dengan garang. Dia sangat marah karena putri yang sangat dia cintai harus disakiti oleh suaminya sendiri.“Rumah ini dibangun olehku, bukan sepenuhnya milik putri kalian,” ucap Leon, berusaha tenang.“Tapi sertifikat rumah ini atas nama putriku. Jadi kalau kamu berselingkuh, sila
Pertanyaan Leon membuat perasaan Dona tak karuan. Dia pun bingung ingin mengatakan apa. Dia cemburu karena sudah terlanjur jatuh cinta pada Leon, tapi Dona juga tidak ingin egois dan melanjutkan hubungan yang salah ini.“Apakah pantas aku cemburu pada istri sah?” tanya Dona, matanya kembali berkaca-kaca. “Kamu pantas cemburu karena kita adalah sepasang kekasih,” kata Leon sembari mengusap pipi Dona dengan lembut.“Tidak. Hubungan kita terlarang,” ucap Dona yang hatinya masih sedih ditampar kenyataan.Leon menatap Dona lekat. Ada perasaan bersalah atas cintanya terhadap wanita itu. Tapi baginya, pertemuannya dengan Dona adalah sebuah takdir yang sudah ditentukan.“Maafkan aku, Dona. Tapi bagiku mencintaimu bukanlah sebuah kesalahan,” ucap Leon pelan.“Bukan kesalahan bagaimana? Kamu sudah punya istri tapi dengan sadar mendekatiku!” hardik Dona.Andai saja waktu dapat diputar kembali, mungkin Dona akan mencari tahu lebih jauh mengenai identitas Leon yang sebenarnya. Seorang kepala divi
Leon menatap Dona yang pias, kekecewaan menghiasi wajahnya yang ayu.Pria itu menelan ludah ketika menjawab, “Ada alasan tersendiri kenapa aku membohongimu, Dona,” jawabnya lirih.Dona menggeleng tak percaya. Air mata jatuh membasahi pipinya. “Kembalilah pada istrimu, Leon,” pintanya. Sungguh, ia tidak mau terperosok lebih jauh ke dalam cinta terlarang ini. Jika sejak awal tahu Leon sudah beristri, Dona tidak akan menjalin hubungan dengannya.Namun, Leon justru menggelengkan kepala. “Aku tidak mau berhenti berpacaran denganmu,” ucapnya dengan nada tegas.Tidak hanya Dona, Monica juga tampak terkejut mendengarnya.“Ini tidak benar, Leon! Jika melanjutkan hubungan ini, sama saja aku menyakiti hati sesama wanita,” balas Dona. Ia mundur selangkah, hendak menjauh. Tapi Leon lebih dulu menahan tangannya.“Hubungan ini sudah benar,” ucap Leon keras kepala.Monica yang mendengar suaminya berkata seperti itu langsung menamparnya. Kekecewaan yang dirasakannya kian mendalam. Bahkan hingga deti
Dona sudah agak mengantuk, tapi Leon tampaknya masih enggan beranjak dari restoran itu. Pria itu terus bercerita, dan Dona mendengarkannya sambil tersenyum simpul. Ia suka mendengar suara berat Leon. Pria itu tampak lebih hidup, berbeda saat di kantor yang penuh wibawa dan terkesan dingin. Selain saat mereka bermesraan, tentu saja.Namun, suasana hangat dan menyenangkan itu mendadak buyar….Byur!Guyuran soft drink mendarat tepat di wajah Leon, membuat mereka terkejut dan sontak memisahkan diri.“Apa-apaan ini?!” ucap Leon, langsung berdiri mengelap wajahnya dan menatap siapa yang mengguyur minuman itu.“Dasar tidak tahu malu, bermesraan di tempat umum dengan wanita lain padahal sudah beristri!” seru wanita itu dengan lantang. Tangannya juga berusaha untuk menampar Leon tapi berhasil ditangkis oleh pria itu.“Monica…?” lirih Leon, masih dengan wajah kaget.“Iya, ini aku Monica, istri sahmu!” sahut Monica yang masih dipenuhi rasa amarah di dada.Dona membelalak melihat wanita yang me
Dona menatap wajah Leon yang terlihat serius mengatakan kesungguhan hatinya. Wanita mana yang tidak klepek-klepek mendengar pria yang diperebutkan banyak wanita malah memilih dirinya?“Apa betul seperti itu?” tanya Dona untuk meyakinan diri.“Tentu saja. Di luaran sana banyak wanita yang menyatakan cintanya padaku. Tapi pilihanku jatuh di kamu,” jawab Leon sembari menggenggam kedua tangan Dona dan mengecupnya dengan mesra.“Kalau begitu, wanita tadi hanya salah satu wanita yang mengagumimu?” tanya Dona sekali lagi, masih ada keraguan di wajahnya yang ayu.“Hmm,” balas Leon bergumam. “Sekarang ayo kita makan malam. Kamu pasti sudah lapar,” ajaknya kemudian.“Oke,” sahut Dona disertai anggukan kecil. Dia memang sangat lapar. Memikirkan kejadian hari ini membuat energinya terkuras.Ia lantas mengikuti Leon yang membawanya ke sebuah rumah makan yang menghidangkan makanan favoritnya. Leon langsung memesan makanan untuk makan malam mereka berdua.“Aku harap kamu juga suka gurame asam manis







