"Kau terlalu lama,” ucap Romeo dengan melangkah ke belakang Ruster dan menyingkirkan pakaian Ruster dari tubuhnya.
Ruster hanya bisa pasrah saat tubuhnya yang hanya mengenakan bra dan celana dalam terlihat di hadapan Raven yang sedang duduk memperhatikannya dengan tatapan penuh nafsu tinggi.
Tangan Romeo bergerak nakal, meremas kedua dada yang masih terbalut bra. sesekali di tamparnya bokong Ruster yang berdiri dengan pastrah. semua ini ia lakukan untuk menyenangkan kembaranya. yang belum dapat jatah dari Ruster.
"Katakan kau adalah jalang kami berdua!" perintah Romeo dengan menjilati leher Ruster dari belakang dengan lidahnya.
PLAK
Satu tamparan kembali mendarat di bokong Ruster yang berisi padat. karena Ruster seakan menulikan telinganya.
"Ya..aku jalang kalian berdua," balas Ruster tersendat.
Romeo terkekeh renyah dengan mengeluarkan kedua dada Ruster dari balutan bra, tanpa peringatan tubuh Ruster di dorong ke depan. tepatn
“Mungkinkah ia dan Raven terlalu kasar memperlakukan Ruster,” batin Romeo yang masih duduk di pinggiran ranjang. Sebelumnya tidak pernah ada seorang wanita yang Romeo tiduri bersama Raven hingga terjatuh pingsan. Dalam hati, Romeo sangat yakin Raven akan secepatnya menyingkirkan Ruster dari kehidupan mereka berdua. karena Romeo sangat tahu kakaknya itu tidak menyukai wanita yang lemah dalam urusan ranjang. maka dengan begitu, Ruster dapat kembali hidup bebas di luar sana. daripada terikat dengannya atau Raven yang akhirnya akan ke neraka bersama-sama. "Bagaimana keadaannya?" tanya Raven yang masuk ke dalam kamar setelah memberi berapa obat-obatan di rumah sakit. "Kau juga pulang ke sini?" tanya Romeo heran dengan kelakuan Raven. "Aku hanya mencemaskan Ruster. setelah kita gempur habis-habisan dan ia masih saja mengatakan tidak tahu," jawab Raven jujur dan duduk di samping tempat tidur menatap wajah Ruster yang pucat kelelahan. “Tidak biasanya
Para pihak keamanan hanya bisa menutup mata. Karena mereka tidak ingin berurusan dengan keluarga terkutuk tersebut yang konon bisa mendatangkan kesialan dalam kehidupan dan dengan mengisap nyawa yang terkena kesial. Yang menurut rumor cerita yang beredar selama ini di kalangan keamanan sampai dunia hitam. Apalagi mengingat markas inter di dirikan keluarga Van Diora. nyari mereka semakin menciut untuk mencari masalah dengan keluarga Van Diora. Pesawat sampai lebih cepat dari dugaan Jack. Ia segera memasuki mobil hitam khusus untuk mendatangi rumah sakit yang merawat Raven saat ini. Kedatangan Jack di sambut oleh Romeo yang berwajah pucat. Jack menatapi Romeo dengan tatapan marahnya. Tapi ia merasa semua ini bukan salah Romeo juga. Karena Raven telalu bandel dan tidak perduli dengan kata orang. Tangan Jack terulur untuk menyentuh kening Romeo yang sangat panas. “Anda demam, lebih baik anda segera istirahat!” saran Jack. Romeo mengelengka
Ruster semakin terisak dengan kedua telapak tangan menutup wajahnya. karena apa yang di katakan oleh Romeo memang benar ia terlalu murahan menerima Romeo langsung untuk menikahinya tanpa mengenal pria itu terlebih dahulu. kini, Ruster sungguh menyesal dengan apa yang di alaminya atas kecerobohan di masalalu. Selain itu Ruster juga merasa, ia terlalu bodoh mencintai Romeo yang sama sekali tidak mencintai dirinya dan hanya menganggap ia adalah mata-mata dari musuh. "Musuh apa? Mata-mata apa? Ruster merasa dirinya tidak paham dan mengerti. Ia hanya dari keluarga biasa. Dari rakyat biasa yang bekerja untuk membiayai kehidupan keluarganya tanpa terlibat di politik, pemerintahan, kepolisian dan sebagainya. “Aku salah apa dengan kalian berdua, sehingga kalian memperlakukanku seperti ini?” isak Ruster dengan tangisannya yang memilukan menghiasi ruangan kamar yang hanya ia sendirian di dalam sana. Sedangkan Romeo sudah keluar dari rumah. Setelah memerintahkan pelayan
Ruster merasa semua ini hanya mimpi yang tidak akan terwujud, Romeo tidak pernah membalas perasaan cintanya. karena pernikahan mereka hanya status untuk menyenangkan nafsu sex Romeo dan Raven. Sebutir air mata Ruster menetes dan ia segera di hapusnya. menangis juga percuma, karena tidak akan mengubah keadaan, dirinya tetap menjadi pelacur untuk suaminya dan iparnya setiap waktu di rumah mewah ini. Puas menikmati tubuh Ruster, Raven memakai pakaiannya kembali. Sedangkan Ruster terbaring tidak berdaya di atas ranjang besar dengan nafas terengah-engah dan bagian bawah yang kembali perih. Serta berdenyut-denyut. Pandangan mata Raven ke arah Ruster yang berbaring menyamping, ia berjalan mendekati ranjang dan menarik selimut untuk menyelimuti Ruster yang berkilau oleh lendirnya. Ruster terlonjak saat sesorang menyelimuti tubuh telanjang nya, pria itu mengecup pipinya sekilas. "Berisirahat lah," ucap Raven, lalu melangkahkan kakinya keluar dari dalam
Tatapan mata Raven yang langsung menajam dan dingin, membuat Ruster tidak berani menceritakan apa yang terjadi atau hanya bertanya soal Romeo. “Bu, ini coklat panasnya. Atau ibu mau minuman lain?” tanya Raven yang menaruh satu gelas coklat panas beserta berapa cemilan di atas meja. Pandangan ibu Ruster begitu lembut ke arah Raven. Tatapan tersebut membuat Raven tidak berdaya. Ia lemah dengan tatapan mata tersebut. Tatapan mata yang mirip dengan ibunya, ketika menjaganya bertahun-tahun di rumah sakit. “Tidak perlu, ini sudah cukup. maaf merepotkanmu,” balas ibu Ruster yang meminum coklat panas tersebut tanpa mengetahui bahwa ada obat tidur di dalamnya. Yang sudah di tambahkan oleh Raven dalam dosis kecil. Setelah meminum coklat panas tersebut, ibu Ruster menatap Ruster dengan tatapan sedih. “Nak, Keith sakit lagi. kali ini keith...” ucap ibu Ruster dengan perkataan mengantung dan air mata berlinang dengan menggengam j
*** Raven menuruni anak tangga sambil mengancing kancing di pergelangan tangannya dan seseorang pelayan menghampiri Raven. ketika Raven keluar dari pintu utama dan siap menuju garasi mobil. "Tuan, ada anak muda di luar sana yang mengaku ingin menjemput ibunya di sini dan sekaligus ingin ketemu Nyonya,” jelas pelayan tersebut. "Katakan kakaknya sedang tidak ada di rumah dan ibunya sudah pulang,” perintah Raven. "Baik tuan." Raven memasuki mobilnya, menjalankan dengan pelan untuk keluar garasi dan meninggalkan rumah mewahnya. Pandangan Raven mengarah pada anak muda kurus kering dan berjalan dengan sangat lamban seorang diri di pinggir jalan. Seharusnya Raven tidak peduli pada adik iparnya, tapi hatinya berkata lain. Ketika melihat sosok menyedihkan tersebut berjalan dengan wajah pucat dan gemetaran. Raven menepikan mobilnya dan membuka kaca mobil menatap adik tirinya. "Keith," sapa Raven. "Kak Romeo,"
Lius hanya menghela nafas panjang. Ia sungguh tidak habis pikir dengan sikap Raven yang suka berubah-ubah. bukan hanya Raven saja, sikap Romeo juga demikian. Lius terkadang merasa kedua sahabatnya itu benar-benar harus menjalani pengobatan kejiwaan serius. jika tidak akan semakin membahayakan orang lain. Selesai dengan pikirannya,Lius berjalan masuk ke dalam ruangan, ia melihat seorang anak muda berusia sekitar 13 atau 15 tahun meringkuk kesakitan di atas ranjang pasien. “Hai,” sapa Lius ramah. “Hai juga,” balas Keith dengan senyuman pucatnya. “Mana yang sakit?” tanya Lius langsung ke inti pembicaraan. “Tidak ada,” sangkal Keith. Lius tidak percaya, ia adalah seorang dokter ahli dan tidak ada yang bisa menipunya. Dengan menyembunyikan rasa sakit akibat penyakit tertentu. Melihat Keith semakin kesakitan, Lius langsung melakukan pemeriksaan dan jika dugaanya tidak salah. Maka ia harus segera membuat tulang palsu untuk pende
*** Selama di kantor pikiran Raven tidak fokus, bayangan wajah Ruster yang memelas tadi pagi membuat hatinya terenyuh. Wajah cantik Ruster yang terlihat pucat saat di setubuhi Romeo yang dalam keandaan mabuk berat. Raven menghela nafasnya, duduk bersandar di kursi sambil memainkan pen hitam di jemari lentiknya. tidak lama ia merokoh saku jas nya ingin menghubungi telpon rumah nya tapi niat nya seketika berubah. Raven mematikan ponselnya kembali karena merasa ia tidak pantas melakukannya. Raven menggigit bibir bawahnya, terlihat berfikir keras dengan apa yang harus ia lakukan. "Apa yang aku lakukan, persetan dengan Ruster. dia bukan siapa siapa ku hanya seorang pelacur yang menghangatkan ranjang," maki Raven dengan memukul meja dengan kedua tangannya. Saat Raven ingin meyimpan kembali ponsel yang ia genggam. Ponselnya, tetiba bergetar hingga Raven mengenyitkan kening dalam dan menatap layar yang tertera nomor telpon rumah. "Hallo?" ucap