Mata Yusuf memandang kosong pada gaun putih yang melekat indah di sebuah manekin. Pikirannya berkecamuk, keraguan dan keyakinan silih berganti timbul dalam benaknya. Ayahnya menyambut gembira keputusan sembrono yang dia buat, pun ibunya setuju-setuju saja, tapi justru dia yang sekarang tidak yakin apakah ini keputusan tepat. Dia acak rambutnya untuk sekadar melepas stres.
“Kenapa, Suf? Kok bengong?” tanya Leila yang merangkulnya dari belakang.
“Nggak apa-apa,” jawab Yusuf pendek.
Leila membalik tubuh Yusuf, membuat muka mereka saling berhadap-hadapan. “Aku tau kamu bohong. Pasti ada yang lagi kamu pikirin, kan? Apa, Suf? Kamu ragu sama keputusan kamu sekarang?”
Yusuf menggeleng tanpa kata.
“Sebetulnya, aku juga penasaran loh, apa yang bikin kamu tiba-tiba ngambil keputusan secepat ini buat menikahi aku. Apa alasannya? Ke
Sesuai perkataan Malik, Bella menguatkan hatinya. Bersama mereka menghampiri Yusuf dan Leila yang sedang menyalami para tamu di altar, mereka pun tak boleh ketinggalan untuk memberi selamat, meski sebetulnya hati Bella kacau balau, dan rasanya ini semua sangat konyol.“Selamat ya, nggak nyangka kalian akhirnya jadi juga,” ucap Malik terdengar sarkastis.Leila mengutas senyum dan menyambut uluran tangan Malik. “Mungkin ini yang namanya kekuatan cinta,” ucapnya penuh percaya diri. Dia mendekatkan mukanya ke pipi Malik, lalu menciumnya sekilas sambil berbisik, “Ini juga kan berkat kamu, makasih ya ...”Bisikan itu tidak direspons oleh Malik, dia tak ingin mengungkit apa yang pernah dia rencanakan bersama Leila, sebab bagaimanapun Bella belum sepenuhnya menerima dia sebagai pengganti Yusuf.“Kamu datang juga rupanya, Bella ... senang deh liat ka
“Kamu betul-betul udah kehilangan akal sehat, Yusuf!! Kamu udah gila!!” teriak Pak Abizard setelah Yusuf dibawa masuk ke ruang ganti di belakang.Sepupu-sepupu Yusuf diam, saling memandang satu sama lain kemudian memilih untuk keluar, memberi ruang bagi Yusuf untuk bicara berdua dengan ayahnya.“Kamu dengar Papa, Suf?! Kamu dengar?! Kamu bukan hanya mencoreng nama baik kita di depan keluarga Leila, tapi juga mencoreng nama baik keluarga besar kita di depan semua kolega Papa! Di depan semua orang!! Kamu rusak semuanya! Kita akan kehilangan kepercayaan mereka, kita akan hancur! Nama kamu akan jadi omongan semua orang, bahkan bisa tersebar ke media-media! Apa itu yang kamu mau?!!”Yusuf mengerling sinis. “Udah selesai khotbahnya? Papa nggak cukup selama ini ngatur-ngatur hidup aku kayak apa? Sekarang Papa juga mau aku menjilat kaki mereka semua?”“Ka
Bella terlihat berusaha menghindar dari tatapan Malik, dan berniat untuk menarik tangannya kembali. Namun, Malik tetap menarik kuat-kuat tangannya.“Jawab aku sekarang, Bel. Please ... aku mau hidup bersama bareng kamu.” Dia lantas mengeluarkan kotak cincin dari sakunya lagi. “Kamu mau?”Bella menghela napas panjang. “Aku nggak tau, Malik ... kamu tau luka di hati aku belum sepenuhnya sembuh. Itu cuma bakal nyakitin kamu sendiri, loh.”“Kamu pikir aku nggak tau soal itu sebelum ngelamar kamu? Kamu pikir aku nggak siap untuk nerima konsekuensinya? Aku siap, Bella! Aku siap menerima semua situasi dan kondisi kamu! Aku akan belajar dan bersabar buat nunggu hati kamu pulih, dan mungkin aja ... malah aku yang akan bikin hati kamu pulih lagi. Ya kan?” Malik membujuk sepenuh hati.“Ada alasan lain kenapa aku berat untuk nerima kamu, Malik. Ka
“Lucu banget ya nggak, sih? Kita bisa ketemu di sini, di waktu yang sama sekali nggak terduga, lagi!” ujar Agus pembuka percakapan kembali.Saat ini dia dan Bella sedang minum kopi di kafetaria sambil menikmati dua potong roti mocca.“Iya ...” sahut Bella sekadarnya saja.Agus menggaruk pipinya tanpa alasan lantaran canggung. “Eum ... aku dengar, Leila udah tunangan, ya? Sebetulnya aku diundang kemarin, tapi ... kayaknya yang tunangan sama dia ... mas yang kemarin jadi pacar kamu deh, Yusuf kan ya namanya?”Bella memaksa diri untuk tegar mengangguk, mengiyakan.“Maaf kalau pertanyaan aku lancang, ya. Lupakan aja.”“Nggak apa-apa, santai aja kali, aku biasa aja, kok.”“Jadi kalian udah putus? Aku kira kemarin kalian beli lukisan buat ditaruh di rumah bersam
Leila memperhatikan detail demi detail dekorasi gedung pernikahan yang sesuai dengan tema yang dia inginkan. Sementara itu, Yusuf berjalan lesuh di belakangnya. Pihak Wedding Organizer yang mendampingi mereka lebih sering bicara dengan Leila ketimbang Yusuf.“Pak, saya mau bunganya nanti semua warna putih ya, jangan warna-warni, norak,” pinta Leila. Diliriknya Yusuf yang tidak berkomentar sama sekali. Disikutnya calon suaminya itu. “Kamu kok diam aja? Nggak mau nambahin ide atau apa?”“Apapun oke buat aku, harusnya malah urusan kayak gini cukup kamu aja yang urus, nggak perlu aku ikut.”Air muka Leila langsung berubah padam, siapapun tentu sewajarnya terluka mendengar perkataan tajam Yusuf. “Apa sih maksud kamu ngomong kayak gitu? Kamu nggak ada niat banget, deh. Ini tuh pernikahan kita, Suf, bukan pernikahan aku sendiri! Kalau kamu nggak serius, buat apa
Bella baru saja memasukkan pakaian kotor ke dalam mesin cuci ketika bel apartemen berbunyi beruntun. Kening Bella mengerut heran. Siapa itu? Malik? Tapi enggak mungkin Malik ... Kalau Malik kan pasti dia tau kode rumah, tapi ... Siapa? Batin Bella bertanya-tanya.Ting tong!Ting tong!Seruan bel yang makin mengusik kuping akhirnya memaksa Bella untuk menghampiri pintu, lalu membukakannya. Yang pertama dia temukan adalah sesosok pemuda tampan namun asing wajahnya. Siapa? Bella membatin lagi. Begitu dia sadari bahwa pemuda itu sedang menopang seseorang bertubuh besar, barulah dia mengerti.“Yusuf?! I-ini Mas Yusuf?!” pekik Bella tatkala dia sadar bahwa Yusuf tengah mabuk.“Kamu ini Bella, ya? Sorry ganggu, aku Aufar, aku disuruh Yusuf buat bawa dia ke sini, aku nggak tau apa-apa, aku hanya nurutin permintaan dia aja. Makanya aku bawa dia ke sini.”
Sentuhan Yusuf kian liar seiring tubuh Bella berhasil dia takhlukkan dalam dekapannya. Bella bergerak gelisah untuk menolak, tapi di saat bersamaan ada dorongan yang mendesak dalam dadanya untuk tetap bertahan, sebab tak bisa dia ingkari, ada kerinduan yang menyesaki dadanya. Ada kerinduan yang membuatnya justru ingin terus dipeluk oleh Yusuf.“Suf ... Ah ... Stop ...” lirih Bella ketika tangan Yusuf menelusup masuk melalui celah baju piyama yang dia pakai.Tangan Yusuf yang besar dan kuat merayap kemudian mulai meremas lembut buah dada sintal milik Bella yang mulai menegang.“Ini salah ... Mas Yusuf tolong berhenti!”Bella dilanda dilema hebat, mulutnya meminta Yusuf berhenti tapi tubuhnya malah berharap Yusuf tidak berhenti, dia menuntut dalam hati.Tanpa bisa dikendalikan, Yusuf kini berhasil melepas baju Bella, tinggal bra yang
Betapa terkejut Yusuf mendengar ucapan keras Bella. Dia baru saja disamakan dengan Pak Abizard, ayahnya! Salah satu orang yang paling dia benci, orang yang telah membuat ibunya menderita.“Hati-hati kalau bicara, Bella! Kamu tau aku enggak sama kayak dia, aku ini bukan laki-laki buaya! Aku ini setia! Jangan kamu samakan aku dengan dia!” bentak Yusuf.“Hah? Apa? Ha ha!” Bella tertawa pahit, miris. “Mas Yusuf ngaku setia? Nggak salah? Jangan ngaco, deh. Terus apa ini? Apa yang udah kita lakukan tadi malam, hah?! Mas sebentar lagi menikah tapi Mas tidur sama aku! Apa itu yang namanya setia?”“Tutup mulut kamu Bella! Aku ... ini nggak kayak yang kamu tuduhkan! Kamu tau situasinya rumit!” bantah Yusuf.“Banyak alasan. Mau serumit apapun, kalau Mas Yusuf setia, pasti Mas bisa memilih!”Yusuf mengembuskan satu napas