Sesaat setelah Bella turun dari lift, dia baru sadar sejak tadi hampir seluruh pasang mata karyawan menatap sinis kepadanya. Bella bergegas menuju meja kerja seolah tak terjadi apa-apa. Ruby mendekat lalu merangkul pundaknya kuat-kuat.
“Bel, kamu semalam pergi sama Pak Yusuf ke mana? Hm? Ngapain aja kalian?” todongnya tanpa ragu-ragu.
Bella terkesiap sambil pura-pura lugu menyiapkan meja kerjanya. “Ngomong apa sih kamu? Nggak ada apa-apa!”
“Jangan sok bego deh, Bel. Kami kan tau kemarin kamu sama dia tiba-tiba aja menghilang dari kantor, Bu Mia juga bilang kok kalau kalian pergi berdua. Kalian ke mana? Soal itu udah nyebar di kantor, loh! Semua orang udah tau!”
“Ya terus kalau tau kenapa? Udahlah By ...” Bella mendorong tangan Ruby dari pundaknya.
“Jadi soal itu benar?” Terdengar suara Taufan yang entah sejak kapan berdiri di depan meja Bella.
Sekali lagi Bella tergagap, mata Taufan
Tangan Bella menggenggam kuat sendok dan garpu sambil terus matanya mengawasi gerak-gerik Malik yang duduk di hadapannya.“Jadi, emang betul kalian juga sekantor?” ulang ayah Bella setelah mendengar segala penjelasan dari Malik.“Iya betul, Pak. Abang saya, Yusuf, pacarnya Bella itu sekarang adalah direktur, atasan kami berdua,” jawab Malik.“Wah ... mimpi apa Ibu semalam? Ternyata anak Ibu punya pacar orang hebat, lain kali kamu harus bawa di ke sini, Bel, Ibu juga pengin ketemu.” Ibu Bella tak kuasa menahan antusias.“Ya, Bu. Saya sendiri yang lain kali akan ajak abang saya ke sini,” sahut Malik. “Tapi maaf ya, malah saya yang datang duluan, nggak bilang-bilang dulu, lagi. Kesannya saya nggak punya sopan santun, tapi sebetulnya emang saya sangat penasaran dengan calon keluarga kami nanti.”Ibu dan ayah Bella spon
“Jangan bawel deh kamu!” Yusuf membelok dan berhenti di depan sebuah restoran mewah.“Bawel? Aku bawel? Wajar kok pertanyaan aku!”Yusuf mematikan mesin mobil lebih dulu barulah dia menoleh kepada Bella. “Dengar, jangan ge-er kamu, ya. Kamu kira aku ini cowok freak macam apa? Aku Cuma ngawasin gerak-gerik si Malik, aku tau dia lagi merencanakan sesuatu, makanya aku ngikutin dia. Dan benar kan dugaan aku? Ngapain coba dia tadi? Harusnya kamu berterima kasih karena aku sangat hati-hati, kalau aja tadi aku nggak datang, kira-kira kamu bakal diapain sama dia?” omel Yusuf berbangga diri.“Aku nggak mau terlibat sama urusan kalian! Mau kalian ada dendam pribadi atau apa, tolong jangan libatin aku, apalagi keluarga aku! Mas tau, nggak? Tadi dia datang ke rumah orang tua aku, dia makan malam sama kami!” beber Bella.Yusuf memijat keningnya sebentar. &ldqu
Musik keras mengguncang lantai dansa sebuah klub malam yang telah dipenuhi oleh muda-mudi. Malik yang duduk di sofa di sudut klub mengusap pipinya agak kasar. Meski beberapa hari telah berlalu, rasa sakit akibat pukulan Yusuf yang keras masih tersisa rasanya. Dia sedetik menggeram lalu ditegaknya seloki minuman beralkohol untuk menenangkan pikiran yang kalut.Bukan hanya rasa sakit dari pukulan Yusuf yang melekat hebat di tulang pipinya tapi juga sosok Bella. Entah mengapa, wajah gadis itu tak mau pergi dari benaknya sejak kejadian beberapa waktu lalu. Matanya yang teduh dan bibirnya yang terlihat lembut itu membius Malik tanpa ampun, masih bisa dia ingat aroma tubuh Bella dan kehalusan kulit pipinya.Pandangan Malik perlahan samar ketika efek minuman keras itu mulai mengendalikan kesadarannya. Dari begitu banyaknya orang yang sedang menari di lantai dansa, tiba-tiba sesosok wanita berparas cantik menghampiri.“Hm?
Bella dilanda ragu, dia harus menjawab apa sekarang? Di satu sisi tentu dia tak ingin jujur kepada Yusuf sebab kemungkinan besar Yusuf akan tambah marah jika dia tahu dirinya tadi pergi menonton film bersama Taufan, tapi di sisi lain dia juga takut bila dia tak jujur Yusuf akan makin murka.“Kamu nggak mau jujur juga?” tanya Yusuf sambil menatap lekat kedua manik indah Bella.“Bu-bukan aku nggak mau jujur, tapi aku udah jujur Mas ... sebetulnya ... aku tadi pergi ke rumah teman, karena Ruby juga lagi sibuk.” Bella memilih untuk mengarang kebohongan lain.“Pembohong!” Yusuf mendorong Bella sampai gadis itu terpental ke atas tempat tidurnya.Reaksinya tidak bisa dinalar oleh Bella. “Mas ... kenapa Mas Yusuf harus semarah ini?” tanya Bella lirih sambil bangkit kembali dari tempat tidur.“Karena aku benci dan muak sama pembohong, Bella! Aku nggak akan pernah terima!! Kamu bohong lagi sama aku!&rdquo
“Yusuf!”Langkah Yusuf berhenti sebelum dia mencapai pintu utama rumah. Dia berbalik dengan muka masam, melihat sang ayah yang sedang membaca koran ditemani segelas teh hangat di ruang tengah.“Hari ini ulang tahun kamu, kan?” tanya Pak Abizard memastikan.“Kenapa emangnya?”sahut Yusuf tawar.“Kami berencana untuk—““Nggak perlulah, Papa kan tau aku nggak suka pesta,” sambar Yusuf.“Coba dengarkan dulu Papa ngomong, Papa kan belum selesai. Papa tau kamu nggak suka pesta, makanya kami cuma akan ngadain makan malam bersama aja. Kamu datang kan, Nak?”“Nggak perlulah, Pak. Aku males.”“Apa gunanya makan malam ngerayain ulang tahun kamu kalau yang ulang tahun malah nggak ikutan? Lagian nanti ada tamu istimewa, loh ... sayang banget kalau dia sudah jauh-jauh datang tapi kamunya nggak menghargai.”Yusuf tertegun, muncul sesoso
Mata Yusuf terbelalak seolah sedang menyaksikan penampakan hantu di depan mukanya. Bukan ibunya yang datang sesuai harapan, malah ibu Malik yang jelas-jelas telah menghancurkan hidupnya! Ini sama sekali bukan hadiah ulang tahun, tapi sebuah petaka!“Apa-apaan ini, Pa? Apa maksudnya?!” tanya Yusuf berang.Pak Abizard sesaat melirik pada Malik dan juga kedua orang tuanya yang masih duduk dengan kikuk di meja makan. “Suf ... Papa memutuskan untuk membawa Tante Erika ke rumah, kami akan meresmikan pernikahan kami di mata hukum. Papa berharap kamu bisa mengerti, sekarang kamu juga punya sosok mama lagi.”Rasanya Yusuf ingin menggosok daun telinganya sendiri dengan sikat, dia tidak salah dengar bukan? Alih-alih meminta maaf kepada istri pertamanya yang sah, Pak Abizard malah akan membawa si wanita ular ke dalam rumah mereka?!“Pa ...” Yusuf sampai kehabisan kata-ka
Usulan gila itu terbersit secara spontan saja dari mulut Yusuf, tapi pada akhirnya dia dan Bella sungguh-sungguh berpikir untuk tinggal bersama. Meski Bella cemas juga sebab takut hal ini akan diketahui oleh orang tuanya, bagaimana mereka akan bereaksi, Bella tak berani untuk memikirannya.Sepulang kerja hari ini Yusuf langsung mengajak Bella untuk melihat-lihat beberapa apartemen yang rencananya akan dia beli. Studio apartemen lama milik Yusuf terlalu kecil jika ingin ditempati sehari-hari, terlebih untuk dua orang.Apartemen pertama yang mereka pilih terletak di kawasan elit selatan jakarta, berada di lantai paling atas dengan pemandangan balkon yang sangat indah. Terdapat dua kamar utama dan satu kamar tamu, living room yang cukup luas, serta kamar mandi lengkap dengan bath up. Mulut Bella sampai menganga saking takjubnya.“Apartemen ini bahkan lebih luas dari rumah orang tua aku, Mas. Kayaknya ini b
Malik keluar dari kamar dengan santai lalu menuruni anak tangga sambil bersiul. Erika yang sudah menyiapkan meja makan lengkap menu sarapan menyambut kedatangan puteranya dengan wajah berseri.“Pagi, Malik.”“Pagi, Ma.” Malik duduk tanpa prasangka apapun.“Abang kamu udah seminggu ini nggak pulang, kamu ketemu dia di kantor, kan?” tanya Erika seraya menyendok nasi goreng ke atas piring di depan Malik.“Ketemulah, tapi ya ... nggak saling ngomong aja.”Wajah cantik Erika berubah kecut. “Mama pengin banget minta maaf sama dia. Mama nggak mau semuanya berakhir seperti ini, biar bagaimana juga, dia itu kan anak papa kamu juga, dia itu pewaris perusahaan.”“Buat apa sih, Ma? Ngapain juga Mama buang energi untuk orang yang nggak peduli sama sekali sama Mama? Mama mestinya cukup ngeliat aku aja, aku ini anak