Mr. Papkins melihat Geby kembali dari istal tapi tidak membawa kuda. Geby langsung masuk ke kamarnya dan tidak keluar lagi sampai beberapa lama. Sebenarnya Mr. Papkins juga khawatir tapi rasanya tidak etis untuk ikut campur.
Geby berdiri di depan cermin melihat dirinya sendiri yang masih sangat marah tapi tidak bisa asal memaki pada pria seperti Jeremy Loghan walaupun pria itu sudah sangat berani menciumnya. Kenyataanya mereka berdua sama-sama orang dewasa yang berpendidikan dan tidak selayaknya bertengkar seperti tadi. Sangat memalukan untuk sekedar dipikirkan apalagi dibahas.
Geby cuma kembali berkumur-kumur kemudian mengambil tisu untuk membersihkan bibirnya entah untuk apa karena sebenarnya juga tidak berguna kecuali hanya untuk sedikit menghibur kekesalannya sendiri sebelum berani keluar dari kamar untuk mencari James.
"Di mana James?" tanya Gaby pada Mr. Papkins.
"Tuan muda James masih berada di ruang kerjanya bersama Mr. Rich.
Mr.Rich adalah notaris kepercayaan James yang kali ini juga sedang mengurus surat perjanjian James dan Jeremy. Seharusnya tidak ada jadwal Mr. Rich untuk menemui James hari ini. Karena mestinya baru besok Mr. Rich kemari untuk penandatangan surat perjanjian. Geby yakin ada sesuatu jika James sampai memanggilnya secara mendadak.
Geby sedang menunggu gelisah karena Mr. Rich belum juga keluar, padahal nyaris satu jam dia duduk di ruang baca yang cuma bersebelahan dengan ruang kerja James. Geby sudah hampir menghabiskan seperempat lembar buku tiga ratus halaman tanpa bisa menyerap apapun ke dalam otaknya yang sedang tumpul. Geby malah mulai memperhatikan lukisan yang digantung di atas perapian. Lukisan Jeremy loghan dan James Loghan yang berada di antara lukisan sang kakek Sir Wiliam Loghan. Dua pemuda tampan yang pastinya membuat bangga sang kakek. Geby hanya heran bagaimana James dan Jeremy bisa menjadi dua orang yang saling membenci seperti sekarang. Tidak ada yang pernah mau membahas mengenai masalah mereka, seolah hal itu dianggap tabu untuk dibicarakan dan semua yang berada di rumah ini sangat loyal pada keluarga Loghan.
Jika Geby membaca kebencian di mata Jeremy Loghan sepertinya memang bukan sesuatu yang dapat diredakan hanya dengan kata maaf. Jeremy Loghan yang dia lihat sekarang jelas sekali sangat berbeda dengan pria dalam lukisan itu. Geby masih memperhatikan lukisan besar Jeremy Loghan dan cuma fokus pada tatapan matanya yang teduh sampai ia tidak sadar jika sedang ada yang memperhatikannya.
Jeremy sudah berdiri di ambang pintu yang dari tadi memang dibiarkan terbuka lebar. Tentu Jeremy tahu apa yang sedang dilihat wanita itu, tanpa berniat menyapa Jeremy kembali melangkah pergi tanpa suara.
"Oh,Tuanku apa yang Anda cari di sini?" kaget bibi Beatris begitu melihat tuan mudanya sampai berada di dapur.
"Buatkan teh, dan antar ke balkon kamarku."
"Baik, Tuanku." Beatris tersenyum pada tuan mudanya. "Anda tinggal mengatakan pada pelayan jika ingin sesuatu."
Jeremy cuma mendengarkan tanpa berkomentar apa-apa dan sudah kembali pergi seperti mimpi bagi Beatris.
Sudah lama sekali sejak terakhir Beatris melihat tuan mudanya berkeliaran di lorong-lorong rumah ini. Siapapun bisa rindu melihat dua anak laki-laki yang saling ribut berkejaran dan mengganggu mereka. Kadang rasanya anak-anak tumbuh terlalu cepat tanpa mereka sadar semuanya telah berubah dan tidak bisa kembali lagi.
Tuan mudanya yang tampan dulu tidak seperti itu, sampai sebuah tragedi menjadikan hatinya sekeras batu.
****
Begitu Mr.Rich keluar dari ruang kerja James, Geby segera menyusul masuk dan menghampiri James dengan perasaan cemas.
"Apa ada masalah?"tanya Geby sambil menggenggam tangan James yang cuma balas tersenyum dan menggeleng.
James tidak bilang jika ia melakukan semua ini untuk Geby dia juga tidak bertanya mengenai kejadian di istal. James sengaja berpura-pura tidak tahu selama Geby baik-baik saja.
"Kupikir ada sesuatu yang sangat penting sampai kau mendadak bertemu Mr.Rich."
"Jangan terlalu cemas, Geby. Aku tidak apa-apa. Mr. Rich juga sudah selesai mengurus semuanya, besok aku dan Jeremy tinggal menandatanganinya di depan kalian semua."
Malam itu mereka makan malam bersama dalam satu meja. Mr. Rich juga ikut hadir untuk beramah tamah dengan Jeremy Loghan yang sebenarnya juga tidak terlalu perduli dengan semua usahanya untuk bersikap sopan. Jeremy hanya memperhatikan James yang sedang dibantu oleh nona Harlot untuk mengambil makanan dan sesekali juga memotongkan makanannya. Bukanya James tidak sadar dengan perhatian Jeremy terhadap dirinya dan Geby, tapi dia memang membiarkannya. Baik Jeremy atau pun Geby sama-sama tidak ada yang tahu jika Mr. Papkins melihat kejadian siang tadi di istal.
Sepanjang makan malam itu Geby memilih lebih fokus pada James dan sama sekali tidak mau melihat pada Jeremy. Jujur Geby jauh lebih suka memandangi wajah Jeremy Loghan yang menempel di dinding dari pada harus melihat orangnya di depan mata.
Selesai makan malam Geby juga langsung mengantar James kembali ke kamarnya dan menemaninya sampai cukup larut. Ketika Geby keluar dari kamar James sebenarnya Jeremy juga belum tidur, dia mendengar suara pintu yang dibuka dan ditutup, artinya Geby baru keluar dari kamar saudaranya. Jeremy memang masih berada di ruang baca yang cuma bersebelahan dengan kamar dan ruang kerja James yang sengaja dibuat berdekatan. Jeremy sedang memandangi ketiga lukisan yang dipajang di atas perapian, mungkin sebenarnya dia juga penasaran dengan apa yang dipikirkan Geby tadi siang.
Jeremy tahu semua anak-anak Harlot. Mereka adalah orang-orang yang cerdas dan berpendidikan tinggi, dua dari mereka bahkan sudah duduk di parlemen. Jika ada salah satu yang memilih tinggal bersama pria cacat seperti saudaranya tentu alasannya juga bukan hal yang bakal sederhana.
*****
Jeremy sudah menandatangani semua kesepakatannya dengan James dan akan pergi hari ini juga, jadi ini adalah kali terakhir dirinya akan melihat James. James duduk di kursi roda dengan seorang wanita mendorongnya mengelilingi jalanan paving di sekitar kolam. Gadis kecilnya juga tidak berhenti tertawa dan berceloteh sambil berlarian kecil mengikuti mereka. Gambaran keluarga yang tetap sempurna. Memang tidak ada jaminan siapa yang akan lebih mendapatkan orang yang tepat. Dari tamparan wanita itu kemarin Jeremy melihat jika seorang Harlot seperti benar-benar mencintai saudaranya. Jeremy hanya tinggal menunggu apa James akan membawa wanita itu ke dalam pernikahan, karena picik sekali jika seorang Harlot tidak memiliki tujuan apa-apa.
Jeremy masih berdiri di pagar balkon dan tidak menyangkan jika Geby akan mendongak ke arahnya. Mata mereka bertemu untuk beberapa saat sebelum kemudian Jeremy berpaling lebih dulu meninggalkan balkon.
Rasanya masih sangat keterlaluan bagai Geby jika ada saudara yang sengaja membiarkan saudara seperti ini. Dari surat perjanjiannya yang tadi sama-sama mereka dengar, Jeremy Loghan memang baru akan mau kembali jika James sudah tidak ada. Geby tidak keberatan menemani James dengan kondisi apapun tapi bukan berarti Geby tidak mengerti keinginan James yang sesungguhnya. Terlepas dari apapun masalah mereka berdua dan entah siapa yang lebih bersalah, Geby tahu jika James tetap ingin dimaafkan sebelum ajalnya.
Tapi akhirnya Jeremy Loghan memang tetap pergi dan memilih tidak peduli.
Salju mulai menebal di pertengahan Desember dan sampai puncaknya di bulan Januari. Padang rumput yang luas sudah sempurna diselimuti salju. Meskipun para kuda termasuk hewan yang paling tahan terhadap cuaca dingin, tapi biasanya justru para pekerja yang semakin enggan membawa kuda keluar istal. Cuma Jared yang terlihat tetap tidak keberatan untuk berkeliaran di cuaca yang sudah semakin membeku, menurutnya kuda-kuda tersebut tidak hanya cukup di beri tumpukan jerami kering, mereka perlu bergerak utuk terus bugar dan mempertahankan panas tubuhnya. Mateo memperhatikan Jared yang sudah beraktifitas sejak pagi, seolah sama sekali tidak mengenal rasa dingin meskipun napasnya terlihat berkabut. "Kubuatkan minuman panas untukmu!" Mateo mengangkat segelas coklat panas utuk dia tunjukkan pada Jared yang masih sibuk membawa kuda-kuda berputar di sekitar istal. "Sebentar lagi Paman!" Jared berputar sekali lagi sebelum kemudian memasukkan kuda-kuda ke dalam istal. Paling tidak dua jam dalam se
Semua pekerja istal ikut berkumpul di beranda samping rumah utama mengelilingi meja besar di area dapur kekuasaan Carolina. Jadi jangan heran jika juru masak bertubuh subur itu jadi yang paling jumawa jika ada yang berani melanggar aturannya. Carolina sudah menyiapkan bebagai menu masakan dan seperti biasa para pria-pria tua itu selalu rakus. "Kemari, Jared. Sudah kuambilkan sup untukmu." "Karena dia masih muda dan tampan jadi kau paling memanjakannya?" "Diam kau, Kakek Tua! " Carolina tidak menghiraukan dia tetap menarik lengan Jared yang kebetulan terakhir tiba. Anelies sudah ikut duduk di tengah meja makan bersama mereka semua dan ikut menertawakan entah lelucon apa karena Jared memang sudah tertinggal. Anelies menoleh padanya dan tersenyum. "Ingat anak muda jangan coba menggoda nona kami, cukup Carolina saja. " Carolina langsung memukul punggung sepupunya itu dengan spatula. Selain sepupunya, paman Carolina dulu juga bekerj
Anelies duduk di atas batu agak datar di antara semak rumput tidak terlalu tinggi, gadis itu menyingkirkan sisa terakhir pakaiannya, membiarkan Jared melihatnya. Tungkai rampingnya yang lembut terlihat sepeti kaki peri ketika Anelies menjejak ke tepian batu tempatnya sedang duduk setengah berbaring. Jared langsung melompat turun dari punggung kuda, menyambar pakaian Anelies untuk menutupi tubuh gadis itu. "Satu minggu yang lalu usiaku sudah genap tujuh belas tahun aku sudah cukup dewasa untuk berbuat apa saja, dengan siapa saja. Kau tidak perlu khawatir, aku juga sudah pernah melakukannya," ucap Anelies pada Jared yang masih coba menutupi tubuh Anelies sekenanya. "Aku tidak akan apa-apa." Anelies mencekal tangan Jared yang hendak berdiri dan gadis itu masih menengadah se
Jared kembali melihat daun pintu kamar yang sedikit terbuka, dia tahu apa ayang akan terjadi jika dirinya tetap melangkah, tapi setiap kali rasa penasaran itu selalu tumbuh lebih besar untuk menenggelamkan sisa kewarasannya. Dirinya juga akan hancur tak tertolong dan tidak bisa dihentikan, dia bisa mengubah erangan kenikmatan menjadi jeritan bersimbah darah. Tubuhnya akan mulai bergetar meningkat semakin panas, terus bergolak seolah nadinya memang dialiri magma. Jared akan meregang dan mengerang sendiri dalam rasa kejang yang menyiksa dengan sangat luar biasa sampai akhirnya ia akan tersentak dari tidurnya dan terduduk dengan sisa jantung berdentam-dentam.Sudah lewat tengah malam, ketika Jared kembali terbangun dengan telapak tangan bergetar dan mengepal. Napasnya berderu kasar dan sama sekali belum bisa menjinakkan ritme jantungnya yang liar. Mimpi mengerikan itu kembali menerjang beru
Anelies tidak menyangkan jika bibir seorang pria akan terasa seperti ini. Hangat dan tebal bertekstur tapi tetap lembut ketika menakup dan mengaisnya dalam lumatan. Gairahnya berbeda, tidak seperti ketika dia sekedar 'flirting' bersama teman laki-laki di sekolah.Napasnya pria dewasa lebih panas merongrong untuk terus dipenuhi kemauannya. Lidahnya bisa disebut lembut tapi juga kasar dengan caranya menjerat mangsa dengan tepat. Pria itu liar, besar, panas bergemuruh penuh nyali.Jared masih menakup pipi Anelies dengan kedua telapak tangannya yang hangat sampai gadis itu cukup menengadah untuk menyambut hisapannya.Entah kemana perginya udara yang tadi nyaris membeku karena kali ini atmosfer di sekitar mereka tiba-tiba menjadi panas seperti uap sup jamur mereka yang terlupakan.Anelis merasa tengkuknya mulai dicengkeram, cukup keras tapi tidak tahu kenapa sepertinya dia juga tidak mau pria itu berhenti memperlakukannya seperti itu. Bibirnya kembali digigit
Sebentar lagi akan menghadapi musim dingin dan beberapa tahun belakangan ini musim dingin bisa menjadi lebih ekstrim, bahkan tahun kemarin sampai mencapai titik terendah minus 10 derajat celcius di bulan Januari. Dari sekarang semua pengurus istal harus bersiap agar dapat bertahan sampai musim semi tahun depan. Semua penghangat di istal harus dipersiapkan dan memastikan semua mesinnya berfungsi dengan baik. Karena sudah lama tidak digunakan kali ini juga menjadi pekerjaan tambahan Jared untuk memastikan semua penghangat masih berfungsi normal. Sebenarnya kemarin Mato sudah hendak memanggil tukang servis tapi Jared melarangnya dan menawarkan diri karena itu kadang hanya Mato yang menemaninya bekerja sampai malam ketika harus melembur pekerjaan tersebut. Sebagai kepala pengurus istal Mato juga merasa ikut bertanggung jawab dan tentunya dia juga menyukai Jared yang tidak pernah pilih-pilih pekerjaan. Dia mau memegang pekerjaan apa saja