VOTE YA
Jika ditanya 'apa Lily mencintai pria yang masih tertelungkup telanjang di sampingnya?' tentu jawabanya 'dia cinta!' tapi kadang cinta saja tetap tidak cukup untuk mendukung pikirannya tetap masuk akal.Kemarin saat sebenarnya Lily sudah terbangun dan pura-pura kembali tertidur, dia mendengar Brandon sedang bicara dengan seseorang melalui sambungan telepon. Pembicaraan yang seharusnya tidak ikut Lily dengar. Brandon sedang merencanakan sesuatu dengan seseorang, sesuatu yang juga akan menghancurkan keluarga Loghan. Bahkan tengkuk Lily langsung kembali merinding dingin tiap kali mengingatnya.Lily sudah sangat mengenal sifat Brandon, dia bukan orang yang bisa dihentikan. Meski mereka sama-sama tahu siapa musuh sebenarnya tapi Brandon memang tidak akan bertindak seperti Jared yang mungkin masih pilih diam karena mempertimbangkan nama keluarga Loghan. Jika kejahatan George Loghan sampai terbongkar, pastinya nama Keluarga Loghan yang akan ikut terseret. Brandon tidak akan perduli tapi Lily
"Ingat tetap duduk di sini dan jangan ke mana-mana!" Tobias merasa perlu memperingatkan putrinya dengan tegas karena Jeny memang sering tidak mendengarkan. "Aku hanya sebentar!"Tobias meninggalkan Jeny di lobi hotel sementara dia harus menemui seseorang. Tobias juga menitipkan pada sekuriti agar mengawasi putrinya yang sedang terlihat asik duduk di sofa bermain gadget.Jeny masih acuh bermain sendiri ketika seorang gadis berambut merah ikut duduk di depannya."Hai." Jeny menyapa lebih dulu dengan senyum dan lambaikan kecil jarinya.Anelies balas tersenyum menyambut sapaannya. Anelies juga sedang menunggu George Loghan yang masih reservasi kamar untuk mereka."Jeny!"Jeny terlihat menggemaskan ketika mengulurkan tangan lebih dulu."Ane.""Senang bertemu denganmu Ane."Anelies ikut tersenyum dan mengangguk karena gadis kecil berambut ikal pirang itu juga terlihat sangat menyenangkan sebagai adik perempuan."Kau punya akun insta9ram?" tanya Jeny."Tidak." Anelies menggeleng."Jika nanti
Akhirnya Lily kembali bisa menginjak daratan setelah hampir dua minggu berada di perairan dan tidak melihat apapun kecuali laut. Yacht mewah mereka tidak bisa terlalu menepi di perairan dangkal, mereka turun mengunakan sekoci. Brandon mengajak Lily turun di salah satu resort gugusan kepulauan Polynesia. Sebuah pulau kecil yang bisa mereka huni sendiri tanpa kebisingan wisatawan lain.Ada sebuah resort yang nyaman dikelilingi kolam jernih dan pohon palem, berbagai buah tropis sudah di potong rapi di atas meja dengan penyusunan yang unik lengkap dengan menu sarapan dan minuman segar berisi irisan lemon.Dua orang anak buah kapal ikut turun untuk membawakan sebagian barang mereka di dalam koper kemudian segera kembali ke yacht. Selanjutnya akan ada petugas resort yang akan datang untuk melayani mereka. Brandon tinggal menelpon jika memerlukan apapun."Berapa lama kita akan tinggal di sini?" tanya Lily setelah Brandon membawanya masuk ke kamar mereka yang memiliki ranjang empuk dan nyaman.
"Lily!" Mara menyerahkan ponselnya pada Jared yang juga segera merampas benda tersebut. "Kau di mana?" Jared berdiri dari tempat duduknya, sudah tidak sabar ingin mendengar suara Lily."Aku baik-baik saja jangan cemas.""Kami semua mencemaskanmu!""Aku tahu keberadaan Anelies!"Jared langsung terhenti untuk mendengarkan keseriusan Lily."Anelies sedang berada di New York!""Dari mana kau tahu?""Aku mendengar pembicaraan Brandon dengan seseorang, kali ini aku coba menghubungi kalian dengan mencuri ponselnya.""Kau di mana?" Jared masih terkejut dengan informasi mengenai Anelies tapi juga kembali mencemaskan Lily."Aku baik-baik saja dan bisa mengatasinya, sekarang cepat temukan Anelies karena Brandon juga sedang merencanakan sesuatu untuk mereka."Lily juga sedang tidak punya banyak waktu untuk menjelaskan."Brandon berencana untuk menjebak kakek George dan akan membongkar semua kejahatannya di hadapan publik. Keluarga Loghan bisa ikut terseret dan aku tidak mau paman Jeremy ikut ber
Lily benar-benar ditinggalkan sendirian dan terkunci di dalam kamar. Brandon belum juga kembali sampai lewat tengah hari, entah dia pergi ke mana. Lily menduga Brandon kembali ke kapal dan meninggalkannya sendirian di pulau.Menjelang sore Hujan mulai turun di awali dengan angin ringan yang tiba-tiba menjadi deras disertai badai dan petir. Badainya seperti berpusar hingga membuat pohon-pohon palem ikut berputar ribut dan condong nyaris ambruk. Lily juga bisa melihat kilatan petir yang menjalar dari dinding kaca kamarnya yang masih terbuka, lama-lama Lily jadi takut karena ingat cuma sendirian di pulau kecil tersebut. Lily segera menutup semua tirai dan naik keatas ranjang untuk memeluk tubuhnya sendiri sambil terus berdoa untuk meredakan ketakutannya.Lily bukan hanya taku sendirian dan badai, dia juga takut pada kemarahan Brandon kali ini. Lily tahu Brandon sangat marah bukan hanya karena telah dikhianati tapi juga karena cara Lily mengkhianatinya. Ibarat dua orang anak manusia, mere
"Katakan padaku apa yang harus kulakukan agar kau mau bicara lagi denganku?" tanya Lily tiba-tiba.Sebenarnya Brandon juga terkejut Lily mau langsung bicara seperti itu karena tidak sesuai dengan gaya seorang Loghan yang biasa angkuh dan keras kepala."Duduki aku!"Brandon Lington masih menatap dingin pada wanitanya dengan kedua lengan kakunya yang terulur di masing-masing tepi jacuzzi. Nampak mengerikan untuk didekati tapi Lily sedang tidak punya pilihan dan juga tidak sanggup jika terus diperlakukan seperti ini. Harus ada yang lebih dulu nekat untuk mengakhiri perang dingin di antara dua orang yang sedang sama keras kepala.Perang dingin adalah masalah yang bisa menimpa pasangan manapun dan paling sering terjadi berulang-ulang karena pada dasarnya manusia tetap individu yang memiliki ego untuk dituruti meski kadang sudah tahu salahnya di mana.Lily berjalan mendekat, masih dengan pakaian tidurnya yang berbahan ringan dan setengah agak transparan."Lepas!" perintah Brandon begitu Lily
George membawa Anelies keluar melalui tangga darurat kemudian berlari melalui gang sempit yang agak licin karena sedang turun hujan. Hujan di akhir musim gugur membuat tubuh Anelies yang cuma memakai sweater tipis mulai menggigil. Begitu sampai di tepi boulevard George segera menghentikan taksi yang sedang melintas. Mobil kuning yang dikendarai seorang pria Meksiko itu segera berhenti, George buru-buru membawa Anelies masuk."Bandara!" perintah George.Taksi mereka mulai berjalan dan George segera mengaktifkan kamera tersembunyi yang tadi sengaja dia tinggalkan di kamar hotel untuk mengetahui siapa yang sedang memburunya. George melihat Jared dan seorang pemuda yang sama sekali tidak dia kenal masuk melalui pintu balkon."Siapa mereka, kenapa mereka ingin menyakitimu?" tanya Anelies saat ikut menyaksikan rekaman video yang terkoneksi dengan ponsel George."Terlalu banyak orang jahat di dunia ini, karena itu kita harus selalu hati-hati dan jangan pernah percaya dengan siapapun dari mere
Lily kembali terbangun dengan rasa lemas yang belum mau terlepas dari sum-sum tulangnya. Tubuhnya masih telanjang terlilit gumpalan selimut yang sudah ikut kusut. Lily beringsut menggesekkan pinggulnya sendiri yang tidak nyaman di dalam selimut karena masih agak lembab dan berdenyut agak perih. Nampaknya Brandon sudah membuatnya sedikit lecet. Lily segera berguling untuk berbaring telentang, mendekap dada dan memperhatikan langit-langit kamarnya yang tidak terlalu tinggi. Dia sendirian, entah apa Brandon kembali meninggalkannya. Lily menoleh ke luar. Cuaca sangat cerah meski seharusnya sudah hampir sore.Lily turun dari tempat tidurnya dengan menyeret selimut yang membungkus tubuh polosnya. Lily melihat Brandon sedang duduk di tepi kolam sambil menelpon seseorang. Lily masih ingat jelas bagaimana tadi mereka telah bercinta dan malah membuat Brandon marah.Brandon Lington benar-benar bukan pria yang mudah menemukan seseorang untuk dapat dia percaya, dan sudah berulang kali dia justru d