Share

BAB 3

Penulis: shalunace
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-12 09:18:47

MEMBABAT habis drama Korea sampai episode terakhir selama beberapa jam terakhir ini, perut Rosa kini berdemo minta segera di isi sebelum terjadi peperangan sengit antara asam lambung dan cacing di lambungnya. Rosa selalu meyakini hal itu sejak dulu, meski terdengar aneh. Di samping itu juga, alasan lainnya ialah sebab si gadis tidak ingin harus jatuh sakit dan mendekam yang lama di rumah. Tidak, tidak, tidak! Itu sama saja dengan mimpi buruk. Rosa mana tahan harus mendekam untuk waktu yang lama di rumahnya ini. Lebih baik dia membersihkan halaman sekolah lagi. Itu jelas jauh lebih baik baginya. 

Dan pilihan makanannya sore menjelang maghrib ini adalah pasta. Tak memakan banyak waktu untuk memasaknya, hanya didihkan air selama dua menit kemudian baru rebus bersama pastanya. Rosa bisa cepat menyantapnya setelah di tuang saus. Sederhana, bisa masak dalam jumlah porsi besar sekaligus. praktis dan cepat. Sesuai untuk perutnya yang kelaparan. 

Sesudahnya sang puan buru-buru duduk manis di kursi pantry dan berbinar-binar menatap hasil masakannya sendiri. Saus merah merona dan potongan-potongan sosis pada piringnya semakin membuat seleranya tergugah maksimal. Ini merupakan salah satu kenikmatan duniawi yang sangat-sangat Rosa sukai. Sungguh. Akan tetapi baru saja ingin menyendok pasta tersebut ke dalam mulut. Perhatian Rosa teralih pada pintu utama yang terbuka, menampilkan Julian, Marie serta Lion.

Rosa berkedip kaku.

Kali ini, ke mana lagi mereka bertiga pergi tanpa dirinya?

Julian menatap putri sulungnya tanpa minat, "Baru pulang kamu?"

Rosa hanya menggeleng sebagai jawaban, sepersekon kemudian buru-buru menyendokkan pasta ke dalam mulut.

"Lion, bergunalah sebagai anak laki-laki di keluarga kita," tukas Julian seraya melirik sinis pada si sulung, tentu saja sedag menyindir, lalu dia melanjutkan agak lantang. "Jangan sampai mencoreng nama baik keluarga,"

Rosa tersenyum sinis. Pasta yang berada di mulutnya mendadak terasa hambar seketika. Padahal sebelumnya Rosa yakin sekali bahwa rasanya akan enak. Kenapa bisa begini, sih?

Menulikan telinganya, Rosa menelan kasar pasta bersaus pedas itu dan kembali menyendokkannya ke mulut. Meski tidak seenak perkiraan, setidaknya ia harus kenyang malam ini. 

Sementara itu Julian menyodorkan sebuah undangan pada Lion ketika mereka duduk di ruang tamu.

"Ada acara perusahaan minggu depan, kamu harus datang," titah Julian. "Jangan sampai tidak. Kosongkan kegiatan kamu di hari itu."

"Iya, Pa," balas Lion singkat dan mengambil undangan mewah berukuran sedang tersebut.

"Rosaline, kamu ikutㅡ" Julian memotong cepat kalimat Marie hingga membuat istrinya tersentak. "Rosa tidak perlu ikut," tandasnya tajam.

Rosa mengepalkan tangannya saat Julian melirik sinis sejenak dan menambahkan. "Bisa berbahaya bagi perusahaanku kalau anakmu mengacau,"

"Julian!"

Rosa total kehilangan selera makannya. Ia turun dari kursi dan membanting kasar piring berisi pasta itu ke wastafel. Tidak peduli lagi terhadap demonstrasi cacing-cacing di dalam perutnya. Ia mual harus menelan pasta dan hinaan sang ayah sekaligus. Kombinasi macam ini tentu bukan yang terbaik untuk di dengarkan, bukan? Rosa pun menenggak segelas air dingin sampai habis. Mencoba menabahkan hatinya sendiri bahwa ia baik-baik saja, sudah biasa, jadi tidak akan begitu berpengaruh lagi; seharusnya.

Tak apa, Rosa baik-baik saja.

Sebaiknya begitu. 

Langkahnya sukses terhenti saat Julian melayangkan kalimat sarkastik, "Memang memiliki anak perempuan itu tidak ada gunanya,"

Marie berteriak lantang, matanya melotot tidak percaya atas apa yang sang suami katakan pada putri sulung mereka. "Julian!"

Rosa berputar satu sekon berikutnya dan menatap pria paruh baya yang selama ini ia sebut 'Papa'. Rosa membalas tajam, "Harusnya bunuh aku waktu Mama ngandung aku. Biar nggak ada aib di rumah ini. Jadi sekarang nggak perlu buang-buang waktu ngehina dan nyindir anak nggak guna ini. Menghematkan lebih baik."

Julian balas menatap putrinya, sorot mata nan sepenuhnya mengejek, "Benar kata kakekmu, kebanyakan perempuan memiliki mulut rendahan. Cuma bisa berkata hal-hal konyol.

Wajah Rosa memerah dan matanya sukses menajam. Bahkan meski amarahnya menggelegak di ubun-ubun, tak sampai di sana, Julian rupa-rupanya masih ingin menambahkan. "Benahi sikapmu, Rosaline. Setidaknya buat dirimu berharga untuk hidup enak di keluarga ini, jangan hidup seperti pecundang rendahan."

Bahkan Rosa tidak terkejut lagi kalau kalimat menusuk itu keluar dari bibir Julian. Rosa tertawa hambar, jantungnya berdetak ngilu gila-gilaan sekarang. Kemudian ia melirik pada pot bunga di samping tangga. Mendekat lambat ke arah kanan dengan tatapan masih lurus menatap Julian. Rosa menghempas kasar pot bunga ke lantai, bunyinya nyaring sebab keadaan rumah yang hening.

Julian sontak berdiri dan menatap berang pada Rosa. "Rosaline!" bentaknya keras. "Apa-apaan kamu?!"

Rosa tak terganggu akan hal itu, ia malah tersenyum miring. Seakan-akan tengah menertawai sikap berlebihan Julian. "Aku cuma ngelakuin apa yang Papa bilang. Salah?"

"Rosaline, jaga sikap kamu!"

Air mukanya berubah masam beriringan dengan kakinya yang menendang pecahan pot kaca itu pelan. Bunga dan tanah di sana berserakan mengotori lantai. Tapi hatinya bahkan jauh lebih berantakan dari kondisi pot bunga tersebut. Jauh lebih berantakan. "Malesin, nggak ada untungnya juga buat aku. Toh, di mata Papa aku tetap sampah 'kan?"

"Dasar anak nggak berguna!"

"Aku juga nggak mau ada di keluarga ini! Aku berharap nggak pernah lahir asal kalian tau!"

Selesai dengan kalimatnya. Rosa berlari cepat keluar dari rumah. Muak. Ia muak sekali. Sesak. Dadanya terasa sesak bukan main. Bertahun-tahun hidup tanpa di akui, bahkan bernapas tenang di rumah saja rasanya sulit. Dia pikir kala semakin waktu berjalan dan usianya semakin bertambah, Rosa tak akan merasa sesakit ini lagi lantaran telah terbiasa. Namun apa daya, jiwanya masih terkoyak kian hari tanpa bisa terobati. Sembuh apanya? Goresan dalam di hati makin menjadi-jadi yang ada. Sial. Semuanya benar-benar sial. Rosa tertawa sumbang, bahkan bangunan mewah tadi tak dapat ia sebut rumah lagi. Kalau saja ia sanggup, dari dulu ia sudah keluar dari rumah itu. Tapi Rosa juga tidak bisa munafik bahwa ia masih membutuhkan uang Julian untuk melanjutkan hidup. Walau sering menghina putri satu-satunya dengan konsisten setiap harinya, setidaknya Julian masih memberi nafkah materi yang cukup untuknya. Rosa tidak akan menampik hal yang satu itu. 

Hidup di kota besar tentu bukan hal mudah bila tidak ada pegangan uang sepersen pun. Harga barang-barang kadang kala melejit tanpa di sadari. Kebutuhan primer saja barangkali berkali-kali lipat lebih mahal di bandingkan kota-kota atau desa lainnya di luaran sana. Pun untuk mencari pekerjaan paruh waktu sangat sulit karena di Indonesia belum adanya kebijakan tersebut, karena bekerja hanya di peruntukkan untuk orang dewasa bukan anak di bawah umur. Apalagi masih pelajar. Jikalau pun ada, tidak banyak tempat yang menyediakannya. 

Rosa menatap kaki polosnya yang hanya terbalut sendal jepit. Ia menghela napas panjang dan menatap pantulan dirinya di kubangan air. Sweater putih gading, celana selutut, dan sendal jepit di cuaca dingin bekas hujan begini. Sempurna. Ia mirip seorang gelandangan sekarang. 

Sial. Dia kedinginan.

Rosa memeluk erat tubuh bergetarnya sendiri, ia kabur hanya membawa badan saja. Sementara ponsel, kunci mobil beserta dompet ia tinggalkan di kamar. Ya, mana ada terbesit untuk membawa itu semua kalau-kalau niat awal keluar dari kamar hanyalah untuk makan? Rosa mana menduga bahwa ia akan bertindak impulsif dan kabur begitu saja dari rumah. 

Perasaan menyesal lambat laun merambat hingga ke ubun-ubun kepala. Kalau tahu akan kabur begini, harusnya Rosa membawa ponselnya kemana-mana tadi. Jadi bila ia kabur seperti ini, setidaknya ia tidak kesulitan untuk menghubungi salah satu sahabatnya dan meminta bantuan. Hingga ia tidak perlu kedinginan sembari memeluk tubuhnya sendiri.

Ia melangkahkan kakinya lambat-lambat dan tahu-tahu sudah berada di tepi jalan besar. Satu per satu mobil lewat, motor melaju kencang, odong-odong juga tak mau ketinggalan sepertinya mengambil tempat. Matanya beralih menatap pedagang batagor, bibirnya melengkung sedih sedangkan tangan menyentuh perut.

Ia lapar, sekali.

Lagi-lagi menyesal karena tak menghabiskan pastanya dan malah ia buang begitu saja. Memang benar, membuang makanan bukanlah tindakan terpuji. Memang benar lagi, kalau menyesal itu urusan belakangan. Ia mengerang tertahan, teringat akan aroma pastanya yang semerbak memabukkan indera penciuman. Rosa betulan kelaparan sekali. 

Rosa sudah cukup kesal dengan hidup beserta jalannya. Sudah cukup benci dengan kenapa sekolah memberikan pekerjaan rumah yang banyak. Sudah jengkel bukan kepalang dengan pastanya yang terbuang. Ia yang bertengkar dengan Julian. Sekaligus dingin yang menyerang tubuh ini. 

Harinya sudah cukup buruk dan Rosa memang tak berpikir lebih buruk lagi dari pada hal ini.

Tetapi Rosa baru ingat, bahwa kehidupan tenang serta bahagia seperti dongeng tidak di takdirkan untuknya. Toh, dia tidak mungkin hidup dengan hanya bermodalkan belasan episode series belaka nan memiliki ending dramatis, bukan? Mustahil. Dan jujur saja, ia juga tak berniat menjadi princess menye-menye seperti yang pernah ia tonton. Dia tidak ingin menjadi superhero nan menyelamatkan bumi. Malas sekali kalau harus berkorban besar bagi mereka yang bahkan bukan semuanya orang baik. Tidak dulu, deh!

Rosa berkedip menatap ke lurus ke samping, bukan gerobak sate yang biasa ia lihat berhenti di sana. Namun eksistensi yang menatapnya penuh minat dan tanda tanya besar di wajah.

Demi apapun. Dari sekian banyak orang yang ia kenal di kota ini. Dari sekian orang yang bisa saja berada di sana. Kenapa Tuhan menakdirkannya bertemu satu presensi yang ia tidak sukai sama sekali? Ia bergidik, memasang ekspresi masam dan gondok tatkala balas memandang sosok tersebut. Suasana hatinya makin memburuk di buatnya.

Hei, apa-apaan ini? Apa takdir tengah berguyon padanya?

Tidak lucu!

Rosa tidak suka dengan lelucon sialan ini. 

Ck! Rosa tidak sedang ingin berada dalam posisi seperti ini. Ia terlalu lelah dan kelaparan apabila harus di hadapkan dengan berbagai omong kosong lagi. Sungguh. Ia lantas buru-buru berbalik dan cepat-cepat ingin segera pergi dari sana, tak ingin berlama-lama lagi berada di tempat itu. Tetapi tak berselang lama setelah itu, lengan Rosa di tarik hingga tubuhnya melangkah mundur.

Rosa memasang wajah tak sukanya, sebab orang yang berusaha ia hindari itu kini sudah berada di sampingnya. "Ada yang perlu gue banting, Arzan?"

Arzan tersenyum simpul, sedangkan Rosa mendelik kesal. Apapun selain Arzan!

Astaga!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • HOW BAD DO YOU WANT ME?   SPECIAL BAB #1

    BEBERAPA hal terkadang berlalu begitu cepat tanpa di sangka-sangka. Seperti, misalnya kau tengah menonton sebuah film tetapi ternyata eksekusi adegannya tidak membuatmu tertarik dan lekas mendatangkan bosan, namun karena masih penasaran dengan ujung cerita pada akhirnya kau akan memilih mempercepat laju jalannya film tersebut tanpa pikir panjang. Iya, seperti itu. Inti adegan dan juga sekelumit kisah yang coba sutradara sampaikan dapat sekilas di pahami dan di ingat. Begitu juga akan kehidupan. Memang saat menjalaninya terasa berat, ingin menyerah dan membuatmu terasa ingin meninggalkan dunia dengan sesegera mungkin. Sebab kewarasan tengah berada di ujung tanduk. Akal sehat tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kondisi hati juga hancur lebur di obrak-abrik takdir. Pada akhirnya, hanya kata menyerah dan putus asa yang keluar dari belah bibir. Kehidupan dan takdir memang begitu. Benang merahnya sangat rumit untuk di uraikan dengan rangkaian kata belaka. Namun percayalah. Ketika semua

  • HOW BAD DO YOU WANT ME?   EXTRA BAB #2

    “ROSA! Lo tau nggakㅡ”“ENGGAK! NGGAK TAU! NGGAK TAU! GUE IKAN SOALNYA!”Sementara Arzan mengulum senyum geli, gadis chipmunk tersebut mati-matian menahan gondok. Bukan karena apa, setelah kejadian di mana ia juga mati-matian menggombali Arzan dan ketahuan oleh pemuda itu bahwa Rosa tengah mengerjainya sebagai ajang balas dendam. Arzan marah seharian, mogon bicara dan tahu-tahu besoknya malah menggantikan Rosa dalam hal gombal menggombali.Jantung Rosa tidak kuat. Memang ya, balas dendam itu tidak baik. Rosa malah nyaris spot jantung setiap saat karena Arzan membalasnya dua kali lebih parah daripada apa yang dia lakukan. Bahkan tak ragu-ragu untuk mengejarnya sepanjang sekolah demi berkata :“MAKMUMKU! KAMU MAU KEMANA? KOK CALON IMAMMU INI DITINGGAL?!”Rosa malu. Rosa nyaris sinting. Nyaris mati karena detakan jantungnya tak keruan. Sial. Lihat saja senyum manis Arzan yang masih betah bertengger. Rosa ingin sekali mencakar wajah tampan itu tetapi sayang kalau memiliki goresan. Rosa hany

  • HOW BAD DO YOU WANT ME?   EXTRA BAB #1

    “ZAN, tau nggakㅡ”“Udah dong, Saaa!”Arzan tidak sanggup. Arzan tidak kuat lagi. Arzan sudah tidak bisa menanggungnya lagi. Arzan bisa-bisa stres plus diabetes jika diberi gula terus-menerus. Bukannya apa-apa, hanya saja memang Arzan menyukai perubahan sifat Rosa. Sangat malahan. Manisnya tak tanggung-tanggung membuat Arzan terkadang malu sendiri. Arzan malah seperti anak gadis sementara Rosa seperti cowok yang hobi menggombalinya seperti sekarang.Tingkah manis Rosa terkadang datang begitu saja tanpa permisi, langsung menyerang danㅡtok! Pas sekali mengenai hatinya. Arzan lama-lama bisa jantungan kalau begini caranya.Rosa nyengir, tidak merasa bersalah sama sekali. “Gue 'kan belum selesai ngomong, sayangku. Aduh! Gemoy sekali Anda!” Rosa terbahak.Arzan tersenyum tabah. Sabar sekali menghadapi Rosa.“Zan, lo tau nggakㅡ”“Kalau gue mirip calon imam lo?” sambar Arzan jengah, kalimat ini sering sekali dilontarkan Rosa padanya. Bahkan tak malu mengungkapkannya di depan umum sekalipun. Ben

  • HOW BAD DO YOU WANT ME?   EPILOG

    HARI ini adalah hari pertama Rosa memasuki sekolah setelah libur nyaris satu bulan lamanya. Tak banyak yang berubah. Di pagi hari Rosa sudah bangun lebih dulu untuk memasak sarapan. Membangunkan Jessica agar mau berangkat sekolah tepat waktu namun gadis itulah yang paling susah untuk di atur. Sementara Lion bisa mengurus dirinya sendiri dengan baik. Iya, memang Jessica memilih tinggal bersama mereka meski kadang pulang juga. Rosa tak keberatan justru senang-senang saja.Rosa dan Lion tinggal di apartemen Jessicaㅡgadis itu yang memaksa. Rosa dan Lion tidak memiliki sanak saudara sehingga Demian menawarkan diri menjadi wali legal mereka. Setidaknya sampai Rosa lulus kuliah dan bekerja. Awalnya si gadis ragu namun setelah diyakinkan oleh ketiga sahabatnya, Rosa setuju. Hanya sampai ia mendapatkan pekerjaan tetap.Rosa berdecak sebal, masih mengenakan celemek bekas memasak dan saat kembali ke kamar Jessica masih dalam posisi sama persis saat ia tinggalkan tadi. “Jessica! Ih! Buruan mandi!

  • HOW BAD DO YOU WANT ME?   BAB 70

    ROSA kembali berduka. Di hari kepulangannya dari rumah sakit dan di hari yang sama pula Rosa melihat Julian terbaring lemah di atas ranjang. Penuh luka dan tak berdaya. Rosa tak merasakan apapun saat menatap Julian yang jangankan untuk kembali menyakitinya, bergerak saja sulit. Seorang polisi pun mendatanginya dengan sebuah kabar bernuansa gagak hitam. Bahkan Rosa belum betul-betul keluar dari rumah sakit tetapi hal-hal buruk sudah menunggu. Marie bunuh diri di rumah mereka dengan cara gantung diri di ruang tamu. Kematian sang ibu rupanya sudah berjalan selama empat hari dan baru terendus warga kemarin karena bau busuk yang menyengat. Lagi-lagi Rosa tidak bisa merasakan apapun. Gadis tersebut hanya diam, membiarkan polisi membawanya untuk mengidentifikasi mayat. Kemudian Marie dibawa pulang untuk dikebumikan dan Lion menangis di sisinya sepanjang hari pemakaman. Rosa tak menangis. Ia hanya menatap kosong pada tubuh Marie yang ditimbun tanah dengan raut datar. Banyak orang yang

  • HOW BAD DO YOU WANT ME?   BAB 69

    DI karenakan luka jahitan di perut maupun di kepala Rosa sudah mengering. Gadis tersebut diizinkan berjalan-jalan keluar kamar asal tetap pada pengawasan dan larangan yang seharusnya. Gadis chipmunk tersebut tentu senang akhirnya bisa keluar dari kamar super sumpek karena Jessica dengan kurang ajar membawa semua makanan yang di pantangkan untuknya. Rosa berdecih, mengumpat, melempar Jessica dengan vas bunga. Tetapi Jessica tetaplah Jessica. Kelakuannya tetap diulangi lagi ke esokannya. Hari inipun sama. Jessica dengan segenap hati dan baik sekali membawa pasta udang ke dalam kamarnya. Rosa mengumpat, berteriak histeris dan Jessica ngakak di tempat. Sahabat tidak ada akhlak. Rosa meremat kuat lengan Arzan sehingga pemuda tersebut meringis. “Kalau gue bisa, gue sleding kepalanya, Zan! Ih! Nyebelin banget, asli. Kuyang geblek, gue doain poninya hilang! Mampus!” gerutu Rosa, kesal pangkat seratus. “Cuih! Najis! Ishhh! Zaaaaan, mau pasta juga,” rengeknya. Arzan menghela napas berat,

  • HOW BAD DO YOU WANT ME?   BAB 68

    KAMAR inap Rosa ramai meski di isi hening, memperhatikan setiap gerak-gerik dokter yang kembali mengecek kondisi tubuh si gadis. Setelah Rosa sadar, Jessica seperti orang kerasukan menelepon semua orang, memberitahukan kabar gembira ini. Chelsie dan Jenna datang dengan napas terengah-engah dan mata membulat sempurna. Di susul Raffa, Revin dan Alvin kemudian. Lion pun juga datang setelahnya dengan masih mengenakan seragam basket. Jelas sekali kabur dari sesi latihan. Dokter tersebut berbalik dan membuat mereka menahan napas sejenak. Dokter tersebut tersenyum, “Pasien hanya butuh istirahat total untuk pemulihan. Jadi saya harap,” dokter tersebut menggantungkan kalimat dan tersenyum kecil. “Kalian tidak boleh terlalu memaksakan sesuatu hal pada pasien. Kalau begitu saya permisi dulu.” Mereka serentak menghela napas lega. Tepat setelah pintu tertutup mereka semua langsung mengerubungi setiap sisi ranjang Rosa. Seolah mereka adalah lalat yang baru saja melihat kue lava yang lezat. Jessi

  • HOW BAD DO YOU WANT ME?   BAB 67

    DUA minggu berlalu. Kondisi Rosa makin memburuk. Arzan tidak tahu harus bagaimana mendefinisikannya namun ia rasa setiap melangkah menuju kamar si gadis. Lututnya melemas melihat banyak alat penopang kehidupan yang terpasang di tubub Rosa. Arzan seharusnya bersyukur saat gadis itu masih bisa bertahan, tetapi ia malah berpikir jika Rosa ingin pergi. Napasnya memberat. Tepat seminggu Rosa masih berdiam diri di ranjangnya, Arzan sudah dibolehkan untuk pulang. Menjalani aktifitasnya seperti biasa, bahkan Arzan tidak merasakan apapun saat Pak Harry memujinya terus-terusan atas kinerja mereka pada OS. Setiap hari yang Arzan lakukan hanya pulang sekolah dengan cepat agar menghabiskan sisa hari di sisi ranjang Rosa. Tangannya terjulur untuk menyelipkan anak rambut Rosa ke belakang telinga si gadis. Agar wajahnya tidak tertutupi lagi selain dengan alat pernapasan. “Kayaknya di sana enak ya, Sa? Sampai lo nggak mau bangun gini,” ujar Arzan sendu. Diusapnya punggung tangan Rosa yang makin d

  • HOW BAD DO YOU WANT ME?   BAB 66

    MUNGKIN mempertahankan kewarasan bagi seseorang seperti mempertahankan dirimu di medan perang. Sulit, mematikan, menyakitkan namun fisik dan mental dipaksa untuk terus bekerja secara spontan. Satu saja salah langkah, kamu bisa saja jatuh pada kubangan menyakitkan bernama depresiㅡgangguan mental lainnya atau bisa jadi lenyap dari muka bumiㅡmati. Barangkali opsi terakhir sering dipakai karena kebanyakan dari mereka memilih untuk tidak bertahan.Apa Rosa akan begitu?Arzan tidak tahu dan tidak ingin menebak-nebak juga. Ia tidak ingin mendapatkan jawaban yang diluar dugaan nantinyaㅡnanti yang entah kapan. Tepat pukul sepuluh malam saat Krystal sudah terlelap di ranjang tambahan bersama laptop yang menyala. Alvin pun sudah pulang bersama Jessicaㅡkatanya. Arzan meloncat turun pelan-pelan dari ranjangnya. Meski dihantam pening, si pemuda tak goyah.Menarik tiang infus dengan gerakan sepelan mungkin agar tidak membangunkan Krystal, begitu pula saat membuka pintu. Lorong rumah sakit sudah agak

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status