Share

Delapan

Penulis: Nannys0903
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-27 11:06:18

Aku mengantar mas Ilham hingga masuk ke dalam mobil ambulan. Adel mengikuti mereka dari belakang. Menatap mobil berwarna putih dengan sirene berbunyi nyaring.

Para tetangga mengintip di balik jendela ada juga yang keluar rumah melihat apa yang terjadi.

"Pak Ilham dibawa ke rumah sakit, Bu Intan?" tanya tetangga depan rumahku.

"Iya, Pak. Biar ditangani oleh pihak yang lebih ahli."

"Iya Bu. Betul sekali. Kasihan pak Ilham menjerit kesakitan."

"Iya Pak. Maaf kalau menganggu kenyamanan Anda. Saya permisi Pak. Mau masuk ke dalam. Ada yang harus saya kerjakan," pamitku.

"Semoga pak Ilham lekas sembuh," ungkapnya.

"Iya Pak, terima kasih." Aku tersenyum ramah. Pandangan tetanggaku terlihat sinis dan tersenyum kaku. Aku menangkap sorotan mata yang tak suka.

Kutepis semua yang ada di kepala. Sudah terbiasa jika tetangga iri hati, julid atau apapun.

Langkahku terhenti ketika mendengar tante Vivi berbicara dengan ketiga anaknya.

"Bagus, sekarang kita bisa tenang di sini. Melakukan apa saja di rumah ini."

"Bener, Ma. Di sini enak dan luas. Lisa bisa bawa teman-teman Lisa ke sini."

Ternyata mereka ingin jadi benalu di rumah ini. Menumpang hidup di rumahku. Dasar tak tahu malu. Melanjutkan langkahku dengan sedikit membusungkan dada.

"Kalian masih di sini rupanya. Kapan perginya?" usirku secara halus.

Menjatuhkan bongkok di sofa, melipat kaki dengan tatapan angkuh.

"Ck, kamu lupa dengan status Rita di sini?" ucap tante Vivi. Ia melipat tangannya tak kalah angkuh.

"Oh iya, aku lupa kalau Rita istri mas Ilham. Istri siri." Menekan kata terakhir agar mereka sadar.

"Mau siri atau sah, sama saja. Tak ada perbedaan." Wanita yang berpenampilan merasa muda menatap tajam ke arahku.

"Kami akan tinggal di sini sampai mas Ilham sembuh," ucap Rita.

"Kamu yakin kalau mas Ilham sembuh? Kalian saja tak menolongnya sewaktu ia ketakutan."

"Kami menolongnya. Jangan asal bicara kamu!" hardik tante Vivi.

"Mengikat kedua tangan di ranjang dan menutup mulut dengan lakban. Apa itu disebut menolong? Kalian lucu!" Aku tertawa, menertawakan mereka.

Mereka tak berani mengeluarkan suaranya.

"Rita juga nyonya rumah ini sama seperti kamu. Rumah ini milik Ilham!" Tante Vivi terlihat emosi. Matanya memerah.

"Hanya aku nyonya di rumah ini. Tak ada nyonya lain." Menyandarkan punggung ke sofa.

"Jangan serakah kamu! Lihatlah aku sedang mengandung anak mas Ilham. Aku berhak tinggal di rumah ini!" hardik Rita tak terima.

"Siapa yang serakah? Aku atau kamu?"

"Intan, kamu harus mau berbagi dengan Rita. Kamu harus sadar kalau Ilham memiliki dua istri artinya Rita juga berhak mendapatkan apa yang kamu dapatkan."

"Bener kata Mama. Mba Intan harus rela berbagi. Berbagi hati, rumah, dan uang." Lisa mulai mengeluarkan suaranya.

"Berbagi dengan pelak*r? Mimpi kalian!" teriakku.

"Aku bukan Pelak*r! Aku istri mas Ilham." Rita bangkit dari duduknya. Ia tak terima dengan tuduhanku.

"Kamu pelak*r! Memberikan tubuhmu hingga hamil dan suamiku terpaksa menikahimu. Kalau saja kamu tak melakukan hal murahan," sindirku.

"Kurang ajar kamu Intan! Aku bukan wanita seperti itu!"

Aku tertawa menatap raut wajahnya. Ia tak terima dengan sebutan itu.

"Wanita sepertimu cocok dengan julukan itu. Mur*han!"

Rita menyiram air teh yang berada di atas meja ke wajahku. Aku menatapnya dan menghampiri wanita itu. Melayangkan tangan ke udara.

Plak!

"Pergi kalian dari rumahku atau kalian akan menyesal!" ancamku.

"Coba saja usir kami! Kami tak akan pergi," teriak lelaki yang turun dari tangga. Riko melempar empat cctv mini ke arahku.

Tersenyum menyeringai dengan mata jahatnya. Entah bagaimana ia menemukannya.

"Kami sudah mengetahui rencana busukmu. Biarkan kami tinggal di sini atau aku akan membuat dirimu menderita."

Menatap mereka berempat yang menatapku tajam. Satu lawan empat. Apa mungkin aku menang di perdebatan ini.

"Kami akan tinggal di sini. Sampai anak ini lahir," ungkap Rita dengan percaya diri. Ia mengelus perut yang sedikit menonjol.

"Dan kamu harus menafkahi Rita selama Ilham tak ada," sahut Riko membela adiknya.

Berusaha menenangkan diri dengan tertawa. Setidaknya, kegugupanku tak terlihat.

"Nafkah apa yang kamu inginkan? Nafkah batin atau nafkah lima belas ribu sehari? Bukannya, kamu telah mendapatkan selama kalian berzina," sindirku. Melangkah ke belakang menjauhkan diri dari mereka.

"Kami melakukannya dengan suka sama suka. Tak ada paksaan dari kami."

"Kamu yakin tak ada paksaan atau kamu berusaha memasukkan obat per*ngsang."

Mereka diam tak berani mengelak. Artinya mereka telah melakukannya.

"Ilham mencintai Rita melebihin dirimu."

Ucapan tante Vivi membuat hatiku nyeri. Apa begitu besarnya cinta suamiku untuknya.

Aku menghela napas panjang. Sepertinya harus mengalah tapi bukan kalah. Aku akan mengikuti permainan mereka. Sampai mana mereka akan bertahan.

"Baiklah aku setuju kalian tinggal di sini sampai suamiku sembuh." Aku melangkah ke atas menuju kamar Bayu--anakku. Menutup pintu dan menguncinya.

Memandang langit-langit kamar agar air mata tak jatuh ke pipi. Foto kami terpajang di kamar anakku. Bingkai yang besar.

Segera menurunkannya dan meletakkan di belakang lemari. Tak ingin mengingat kenangan manis bersamanya.

Aku tak boleh lemah. Harus mendapatkan apa yang seharusnya aku miliki. Tak ingin jatuh ke tangan orang yang salah. Semua ini milikku bukan miliknya.

Mereka bermain keroyok. Lihat saja akan aku buat kalian tak betah dan angkat kaki dari rumah ini. Berapa lama kalian akan bertahan.

Mengambil ponsel di kantung bajuku. Menghubungi Adel dan menanyakan keadaan mas Ilham.

"Intan, suamimu gila beneran. Obat apa yang kamu berikan kepadanya?"

Ternyata, ia sudah sadar. Apa mungkin mas Ilham gila beneran. Aku bisa mendengar jeritannya di ponselku.

Apakah dia meminum sesuai takarannya atau over dosis. Kalau over dosis ia pasti sudah keracunan obat. Ada yang tak beres.

****

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
biar Ilham nikmati keadaan yang ada itu tercipta karena keegoisannya dan KEGATELAN nya
goodnovel comment avatar
Cut Mira Kartika
bagus ceritanya saya suka,saya suka
goodnovel comment avatar
Ayu Novita
bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Hadiah Terindah Di Pernikahan Kedua Suami   Ektra Part

    Aku menatap langit begitu cerah, begitu juga suasana pagi ini. Wanita berkebaya putih dengan hijab senada duduk di samping pria yang akan menghalalkannya. Suara bayi menangis berada di sampingku. Bayi itu milik Lisa. Lisa telah melahirkan seorang anak perempuan. Bayi mungil berwajah mirip dengan ibunya. "Mungkin dia haus," ucapku mengusap kepala mungil bayi berusia dua bulan..Wanita yang dipercaya menjaga anak Lisa segera mengambil susu dalam botol. Susu itu bukan susu kaleng atau susu sapi. Tetapi, susu asli dari ibunya langsung yang diambil dan disimpan dalam lemari pendingin. Bayi mungil itu langsung menyedot ASI dalam botol dot dengan cepat. "Kasihan, haus ya." Gemas sekali melihat anak itu. Kuusap perut yang semakin membesar. Sebentar lagi anak ini juga lahir. Tinggal menunggu waktu yang tepat. Ijab kabul mulai di lontarkan. Mas Bro telah memenuhi keinginan Lisa. Ia telah belajar salat dan mengaji. Di hadapan Lisa melantunkan ayat suci Al-Quran. Lisa menerima Mas Bro se

  • Hadiah Terindah Di Pernikahan Kedua Suami   Seratus Empat Puluh Dua

    Bab 142 "Mas ngapain di situ?" Aku menoleh ke arah belakang, Rita datang menghampiriku. Ia duduk di samping sambil ikut menikmati keindahan malam. "Bagus pemandangannya." "Tadi acaranya meriah banget, ya. Pengantinnya juga cantik dan serasi.""Iya, Intan selalu cantik," pujiku tanpa menyadari perkataan yang terlontar. "Oh, pantesan dari tadi kamu itu lihatin Intan terus ternyata belum move on!" Rita bertolak pinggang. Ia menjewer telingaku hingga hampir terlepas. "Aduh! Aduh! Sakit Rita!" "Kamu tadi bilang cantik." "Intan perempuan pasti cantik masa aku bilang ganteng. Gak lucu kan?" Rita melepaskan tarikannya dari telingaku. Aku mengusap pelan telinga yang kini terlihat memerah. "Kamu itu cemburu aja. Kamu juga cantik, kok. Gak kalah sama Intan." "Apanya cantik. Boro-boro beli skincare, serum atau pelembab. Pakai bedak sama lipstik aja sudah bersyukur." "Kamu gak pakai bedak juga masih cantik." "Gombal! Mana ada?" "Ada, buktinya kamu." Aku mencolek dagu Rita. Bagaimanap

  • Hadiah Terindah Di Pernikahan Kedua Suami   Seratus Empat Puluh Satu

    Bab 141 Setelah aku menganti pakaian. Aku menghampiri putraku di dalam kamar. Jari mungil Bayu menari di atas buku gambar. Memberikan warna yang tepat dan sesuai. "Bayu sedang apa?" tanyaku lembut dan bersahabat. "Mewarnai," ucap anakku polos. Aku menatap hasil gambar anakku. Ia pandai menggambar dan melukis. Hobi baru saat ini. "Siapa yang mengajari kamu?" "Papa." Kuusap lembut surai anakku. Aroma shampo sejak dulu masih sama dan tak berubah. "Bayu, tadi dipanggil Om Rey kok begitu?" Aku mulai bertanya perlahan mungkin ada hubungannya dengan mimpi Bayu kala itu. Ia mengatakan kalau aku tak boleh menikah. "Om Rey akan ambil mama dari Bayu," ucap anakku polos. Tangannya tak berhenti mewarnai. Aku mengernyit heran, apakah ada orang yang berbicara hal tidak-tidak dengannya."Gak mungkin. Kamu anak Mama. Gak ada yang bisa memisahkan kita." Bayu duduk dan menyilangkan kaki. Tatapan polosnya membuatku semakin gemas. "Dulu Papa nikah lagi dan pergi meninggalkan Bayu. Ia memilih T

  • Hadiah Terindah Di Pernikahan Kedua Suami   Seratus Empat Puluh

    Bab 140 Kami mengikuti Om Leo bersama gadis muda. Ia tampak seperti anak kuliahan. Usianya sekitar dua puluh tahun. Om Leo tampak mengusap paha gadis yang mengenakan rok mini itu. Suara manja terdengar di bibirnya. Aku pastikan kalau hasrat Om Leo sedang naik. Mata yang pernah aku lihat ketika ia melihat bagian sensitifku. "Bagaimana aku makan makanan ini kalau pakai masker?" keluh Rey yang sejak tadi menatap makanannya. "Pindah duduk di sini. Mereka tak akan bisa melihat wajahmu." Rey mengikuti apa yang aku sarankan, pria itu makan dengan lahap. Aku mencegah kepalanya agar tak menoleh ke arah Om Leo. "Makan saja jangan tengok-tengok." "Calon istriku luar biasa," pujinya menatapku. Kami memilih duduk di dekat pot besar jadi tubuh Rey tertutup tanaman itu. Om Leo juga tak menyadari kehadiran kami di sini. Rey sudah selesai dengan makanannya. Aku meminta pelayan untuk membungkusnya saja. Segera membayar tagihan restauran dan bangkit dari duduk. "Papa masih di dalam kenapa kita

  • Hadiah Terindah Di Pernikahan Kedua Suami   Seratus Tiga Puluh Sembilan

    Bab 139Kaki Rey sudah lebih baik, aku selalu menemaninya ke mana saja. Serly sudah pulang ke Indonesia. Sedangkan Tante Aura masih ada urusan di negara ini.Adel sudah kembali ke rumahnya. Aku bahagia melihat keadaan Bundanya Adel. Ia masih mengingatku tak seperti dulu. Ganggu jiwanya sudah sembuh. Adel dan Om Arga saling bekerja sama untuk merawatnya. Mereka Keluarga yang kompak apalagi On Arga mampu menjadi sosok ayah untuk Adel. "Kalau kita sudah menikah kamu mau anak berapa?" tanya Rey ketika kami berjalan-jalan ke taman. Suasana dan cuaca hari ini sangat mendukung kami untuk menikmati keindahan negara Singapura. Rey, masih mengunakan kursi roda. "Nikah aja belum sudah tanya mau anak berapa?" "Ya, namanya rencana masa depan. Jadi harus di perkirakan." "Memangnya kamu sanggup berapa?" Kehentikan langkah di depan air mancur. Aku berdiri tepat di hadapan Rey, kuangkat dagu ke arah pemuda itu. "Kamu mau ronde berapa?" godanya mengerlingkan mata. "Nakal!" Kujewer telinganya p

  • Hadiah Terindah Di Pernikahan Kedua Suami   Seratus Tiga Puluh Delapan

    Bab 138 Aku dan Serly telah berada di bandara Singapura. Reyhan dan teamnya berada di sini. Kami berjalan menuju hotel Reyhan. Sengaja aku tak menghubungi pria itu untuk memberikan sedikit surprise. Langkahku lebih cepat sebelumnya, Serly tampak kelelahan. "Haduh, pelan-pelan bisa gak si Bu Bos?" "Eh, ini udah pelan. Kamu aja pakai sepatu tinggi begitu. Apa gak lelah?" "Ini sepatu pemberian pacarku jadi aku pakai biar ia senang." "Dasar bucin. Kita ini jalan-jalan jauh bukan ke mall atau ke cafe." "Lebih bucin lagi terbang ke luar negeri demi sang kekasih." Aku hanya tertawa pelan, kita berdua memang sama-sama bucin. Kulangkahkan kaki memasuki sebuah hotel mewah. Hotel bintang lima memiliki keindahan yang tak bisa ditandingi. Pemandangan luar biasa bagi para wisatawan. Singapura memiliki ciri khas keindahan sendiri. "Kita akan ke mana?" tanya Serly mengandeng tanganku. "Kita ke kamar hotelnya.""Memang kamu tahu tempatnya?" "Ya ampun, tentu saja tahu. Ayo kita tanya resep

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status