17"Bisa halus gak sama perempuan," sungutku kesal.Rehan masuk ke dalam mobil dan menyalakannya. Laki-laki tak sopan asal merebut mobil orang. "Loh, mau dibawa ke mana mobilku?" Deru mobil terdengar. "Masuk!" ucapnya datar.Aku segera masuk ke pintu sebelah. Rehan menancapkan gas dan aku terhuyung ke depan. Langsung mengenakan sabuk pengaman."Kita mau ke mana?" tanyaku."Pulang," jawabnya datar dan singkat."Ke mana?""Ke rumahmu masa ke rumahku.""Tidak! Aku pulang ke hotel tidak ke rumah," ujarku."Alamatnya," tanyanya." Ayo sebutkan alamatnya! Atau aku bawa kamu ke apartemen," ancamnya.Aku menyebut nama hotel tempat aku menginap. Sepanjang perjalanan tak ada ucapan yang terlontar di bibir manusia salju."Turun!" perintahnya seolah-olah mobil ini miliknya. "Ini mobilku. Kenapa gak kamu aja yang turun?" Aku melipat tangan tak mau menuruti perintahnya. "Mobilku rusak karena kamu. Jadi, kamu yang tanggung jawab. Cepat turun! Aku ada janji," usirnya kasar. Apakah lelaki itu tak b
Bagaimana jadinya para benalu tanpa mas Ilham pasti seperti cacing kepanasan. Membayangkan saja cukup puas untukku.Mas Ilham dan Bayu sedang bermain bola. Semalam ia menanyakan tentang ponselnya. Tapi, aku bilang kalau ponselnya hancur terlindas mobil. Untung saja dia percaya.Menghubungi orang kepercayaanku yang berada di rumah ia adalah penjaga keamananku.Rumahku sejak dulu terdapat CCTV. Tapi, gambarnya terlihat tak jelas. Aku harus menguras kantong agar suara terdengar jelas dan gambar tak buram. Untung saja kerja mereka cepat."Bagaimana, Pak?" tanyaku dari ponsel pintar milikku."Sudah, Bu. Silahkan cek!""Oke, terima kasih!"Kali ini Rico tak akan bisa menghancurkan CCTV yang aku perbaiki. Lumayan juga bisa pantau mereka di bagian tertentu.Segera kucek hasil kamera di rumah. Ternyata, mereka berkumpul di ruang keluarga. Sepertinya tempat itu jadi favorite mereka."Ilham dan Intan ke mana? Gak pulang-pulang. Ini sudah lewat dua hari. Mereka keterlaluan sekali!" ucap tante Viv
19Setelah seminggu berada di vila, kami kembali ke rumah. Bayu sengaja kutitipkan di rumah mama dengan alasan mama kesepian.Tentu saja mas Ilham mengerti karena aku telah merayunya. Mobil kami masuk ke halaman rumah.Sengaja membeli pakaian yang sama. Kaos berwarna biru muda begitu juga denganku di padukan levis biru navy. Mas Ilham mengunakan topi dan kacamata hitam. Terlihat tampan dan gagah.Aku dan suamiku bergandengan tangan mesra. Melangkahkan kaki ke dalam dengan tawa bahagia. Berkali-kali mencium pipiku. Sepasang mata mengintip dari balik hordeng. Sepertinya itu Rita. Biarkan saja ia cemburu."Rita!" panggil mas Ilham terkejut.Rita berbaring di sofa memegang perutnya. Tante Vivi menangis di samping anaknya. Begitu juga Lisa memasang ekspresi sedih."Mas ...." Mengulurkan tangan ke arah suamiku."Rita, apa yang terjadi?" tanyanya khawatir.Aku
"Mba, keperluan rumah ini banyak. Modal mengurus rumah ini juga mahal," ucap Lisa. Ia berdiri di sebelah kiri tubuh kakaknya. Mereka semua sama saja memojokkanku agar mas Ilham membenci. "Keperluan apa? Listrik, gas, air atau sembako. Setahuku, semua rekening tagihan bulanan ini aku yang bayar dan sembako sudah aku stock dalam lemari pendingin. Gak usah pusing. Kalian hanya menempati rumah ini dan merawatnya juga atau bisa jadi sebaliknya," sindir aku agar para benalu sadar. Wajah Lisa merah padam, mungkin ia kesal atau mungkin tersindir. "Sudah! Sudah. Ayo Rita kita istirahat!" ajak mas Ilham. Membopong tubuh istri keduanya.Pikiranku menerawang jauh, apa mungkin mereka akan melakukannya juga.Aku tak akan mengizinkan mereka melakukan hubungan itu di rumah ini."Mas ...," panggilku mesra."Ehm ...," jawbanya menoleh sebentar. "Jangan lupa janjimu makan malam romantis berdua.saja!" Mengedipkan mata agar telihat menggoda."Iya, kamu mandi dan siap-siap." Mas Ilham membawa Rita masu
Setelah di dalam mobil, aku melepaskan tangan yang bersentuhan dengannya. Perasaan jijik dan malas menyentuh lelaki itu. Hanya berpura-pura romantis ketika ada Rita. Biarkan saja hati dan jiwanya terganggu.Aku memerintahkan mas Ilham berhenti di salah satu kedai baso." Berhenti, Mas!""Kenapa?" tanyanya. Mobil sudah ia pinggirkan di tepi jalan."Aku mau makan itu." Tunjukku ke arah kedai baso. Harum baso tercium di indera penciuman."Kita mau makan di restoran bintang lima. Kenapa jadi makan baso?" Mengernyit heran."Aku bilang ingin makan baso!" bentakku kepadanya. Mataku membulat."Oke, kita makan baso." Mas Ilham turun dan membukakan pintu mobil untukku. Ia hendak menyentuh jari jemari namun, kutepis kasar.Satu mangkuk baso ukuran jumbo tersaji di depanku. Sengaja hanya memesan satu. Toh, suamiku bisa memesan sendiri."Kok, cuma satu," tanyanya dengan senyum ciri khasnya." Ternyata, kamu romantis juga."Ternyata tingkat kepedeannya tinggi sekali. Siapa juga yang ingin romantis sa
Suara pintu terbuka kasar. Suara wanita memanggil suamiku. Kusiapkan semuanya dengan matang."Sayang, akhirnya kamu datang. Aku rindu padamu."Kuputar kursi ke arah mereka. Wajah mas Ilham menoleh dan tampak pucat. Vika memeluk tubuh suamiku erat dan menengelamkan wajah ke dada bidang mas Ilham. Tak lupa merekam mereka dengan ponselku lalu sekali klik terkirim ke nomor Rita. Vika melepas pelukannya. Melihatku yang memegang ponsel. Mas Ilham mendorong tubuh Vika. Ia hampir terhuyung ke belakang. Kalau saja keseimbangannya tak terjaga wanita itu sudah terjatuh ke lantai."Eh, ada Vika. Kamu dari mana saja?" tanyaku seolah-olah tak melihat perbuatan mereka. Sengaja melakukan tersebut. Berpura-pura polos saja."Se-selamat pagi Bu!" ucapnya. Wajahnya tertunduk. Mengapa ia malu padahal aku sudah tahu."Kamu baru datang.""Saya sudah datang sejak tadi, Bu," jawabnya sopan. Sudah pasti begitu karena aku adalah pimpinan."Ada urusan apa kamu ke sini?" tanyaku. Malas sekali melihatnya. Masih
Suara teriakkan minta tolong terdengar di lantai atas. Seperti suara Rita yang merintih kesakitan. Apa yang terjadi.Segera berlari menyusul mas Ilham yang lebih dulu.Pemandangan yang mengerikan. Rita terjatuh dan darah di bagian paha mengalir. Tak berapa lama lagi ia tak sadarkan diri. Vika berdiri lebih jauh. Napasnya terputus-putus.Aku melirik ke seseorang yang berada di pojok gedung. Apa yang terjadi?**"Bukan aku, Mas! Aku tak menyentuhnya," tungkas Vika. Wajah mas Ilham memerah. Rahang mengeras. "Cukup Vika! Aku melihat kamu menyakitinya! Rita gak akan tega menyakiti anaknya sendiri." Mas Ilham masih menahan emosi yang hampir meledak."Sumpah bukan aku!" Ia bersimpuh di kaki mas Ilham. Lelaki itu mendorong tubuh kekasihnya hingga terhuyung ke belakang. "Mas!" Mas Ilham membawa tubuh Rita ke lantai bawah. Aku menatap noda merah di lantai
24Wanita itu masih terbaring di atas ranjang.Tentu saja lelaki itu mengabulkannya.Mengoreng ikan lele di pengorengan yang panas. Percikan minyak terkena wajah dan tangannya. Sebegitu cintanya kamu pada wanita itu. "Dasar bodoh! Mau banget dipermainkan." Entah sudah berapa kalimat yang aku lontarkan dari bibir ini. Mas Ilham tak pernah melakukan hal tersebut kepadaku. Apakah aku iri, tentu saja ada rasa sesak itu. Namun, berusaha untuk bersikap santai. Tiba-tiba ide melintas begitu saja. Mungkin sedikit permainan dan memberi keruh rumah tangga suami dan maduku akan seru dan menyenangkan. Aku beranjak dari dudukku. Menghampiri kamar Rita. Wanita itu sendang berkutat pada ponsel pintarnya. Ia terkejut dengan kehadiranku. Melempar benda ke arah tubuhnya."Apa ini?" tanyanya pura-pura tak tahu. Namun, wajahnya berubah pucat. Terlihat gurat ketakutan yang begitu nyata. Ingin tertawa aku Tahan. Ini se