Home / Romansa / Hai Om, Aku Calon Istrimu! / Konspirasi Penjaga Binar

Share

Konspirasi Penjaga Binar

Author: Syamwiek
last update Last Updated: 2025-12-14 08:48:27

Malam ini, suasana rumah terasa mencekam setelah teror yang terjadi pagi tadi. Aku baru saja duduk di ruang keluarga bersama Safa ketika suara mobil berhenti di depan rumah.

“Bee,” Safa menegakkan badan. “Kayaknya mereka datang.”

Tak lama kemudian Mas Pandu dan Mas Rayyan datang dengan wajah sumringah. Seperti baru pulang piknik ketimbang menyelidiki pelaku teror.

Bahkan di tangan Mas Rayyan membawa bungkus makanan dari restoran ternama. Karena tadi, ayangnya, Safa, merengek tidak nafsu makan.

Begitu keduanya duduk di sofa, Papa keluar dari ruang baca. Wajahnya tetap tenang—seolah sejak awal yakin Mas Pandu dan Mas Rayyan akan berhasil menemukan pelakunya.

“Makan dulu, Hun,” kata Mas Rayyan pada Safa. Ternyata dia membawa lasagna. “Jangan sampai perutmu sakit gara-gara telat makan.”

Safa langsung mengangguk tanpa mendebat. “Makasih, Mas.”

Aku juga kebagian lasagna, begitu pun Papa. Hanya saja Papa menolaknya dengan halus—beliau sudah makan malam bersama Mama di kamar tadi.

“Kami suda
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Almira Larasati
Akhirnya Bagus lah walaupun keluarga kalo salah ya harus di hukum lah
goodnovel comment avatar
~•°Putri Nurril°•~
ternyata ide Safa bener² the best
goodnovel comment avatar
~•°Putri Nurril°•~
alhamdulillah... perkara t³ror udah beres
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Manusia Julid

    Setelah membeli peralatan dapur, Mama Maya mengajakku ke butik langganannya yang berada di lantai tiga mall ini. Begitu masuk, suasananya langsung terasa mewah—lampu kristal besar menggantung di plafon, dress-dress bermerek terpajang rapi di rak, dan sebuah sofa velvet disediakan sebagai tempat duduk, lengkap dengan meja kaca berisi air mineral premium.Aku berdiri di depan cermin besar, memegang sebuah dress biru navy dengan detail sederhana di bagian pinggang. Mama Maya duduk di sofa, menatapku dengan senyum hangat."Mama, yang ini bagus nggak?" Aku berputar, memamerkan dress yang kutempelkan di depan tubuh."Bagus, Nak. Tapi coba yang warna emerald di sebelah kiri. Warnanya lebih cocok sama kulit kamu." Mama Maya menunjuk dress lain."Oh iya!" Aku berlari kecil—lebih tepatnya melompat-lompat—mengambil dress emerald itu. "Wah! Ini cantik banget, Ma! Tapi kayaknya mahal deh.""Nggak apa-apa. Mama yang bayar kok. Ini kan buat acara ulang tahun rumah sakit. Kamu harus tampil cantik. Na

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Pasutri Baru

    Sinar matahari pagi menembus celah tirai, menciptakan garis-garis cahaya keemasan di lantai kamar. Jam di meja nakas menunjukkan pukul 09.15.Aku masih meringkuk di bawah selimut tebal, rambut berantakan menutupi sebagian wajah. Laptop masih terbuka di meja belajar—menjadi saksi bisu perjuanganku menyelesaikan revisi skripsi hingga pukul tiga dini hari.Om Kais baru saja selesai mandi. Rambutnya masih basah, kaos dan celana training hitam melekat di tubuhnya. Dia keluar dari kamar, mengambil pakaian yang baru diantar ibu laundry kemarin.Pakaian-pakaian itu dibawanya ke ruang walk-in closet, lalu disusunnya rapi di dalam lemari berdasarkan kategori—mulai dari kaos, celana, handuk, hingga pakaian dalamku.Setelah selesai, dia mengambil vacuum cleaner. Mulai menyedot debu di ruang tamu, ruang kerja, kamar tidur.Jam sepuluh tepat, aku mendengar langkah kaki Om Kais menuju dapur. Suara pintu kulkas terbuka, disusul bunyi peralatan masak yang saling beradu. Aku tidak perlu melihat untuk t

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Mulai Nakal

    Mobil berhenti di basement apartemen mewah di kawasan Solobaru. Om Kais turun terlebih dahulu, membukakan pintu untukku."Ah, akhirnya sampai juga." Aku turun dari mobil, menatap gedung apartemen yang menjulang tinggi."Welcome home, Sayang." Om Kais merangkul pinggangku, mengecup keningku sekilas."Home—" Aku mengulang kata itu. Terasa aneh tapi juga hangat. Ini rumahku sekarang. Rumah kami.Kami naik lift ke lantai 25. Unit kami berada di sudut dengan pemandangan kota Solo yang luas. Begitu pintu terbuka, aku disambut ruang tamu yang luas dengan jendela besar dari lantai hingga plafon."Wow, desain Mas Rayyan bagus banget." Aku melangkah masuk, menatap sekeliling. Desain minimalis modern dengan dominasi warna putih, abu-abu, dan aksen kayu. Bersih, rapi dan dingin banget."Aku yang mengawasi sendiri saat renovasi. Biar sesuai kenginanmu, Sayang." Om Kais meletakkan koper-koper di samping sofa."Maacih, Bunny." Aku tersenyum. "Bakal betah aku tinggal di sini.”Om Kais memelukku dari

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Tanpa Filter

    Restoran vila sudah dipenuhi keluarga besar kami yang bersiap sarapan sebelum kembali ke Solo. Para orang tua duduk bersama di satu meja panjang di bagian tengah, bercakap santai sambil menikmati pagi. Sementara meja anak muda sedikit terpisah, suasananya lebih ringan dan penuh tawa.Semua meja dipenuhi hidangan sarapan western—scrambled egg, sosis ayam panggang, mushroom saute, baked beans, pancake dengan sirup maple, aneka pastry, serta roti gandum hangat dengan mentega dan selai. Di tengah meja berjajar jus jeruk, kopi hitam, dan teh hangat yang masih mengepul.Pintu restoran terbuka. Om Kais masuk terlebih dahulu, lalu menoleh ke belakang."Sayang, pelan-pelan—"Aku melangkah masuk. Tapi langkahku aneh. Seperti robot yang kakinya kaku. Setiap melangkah, aku sedikit meringis."Aduh..."Mama langsung menoleh. "Dek? Kamu kenapa jalannya kayak gitu?""Nggak apa-apa kok, Ma. Cuma pegal aja kakiku." Aku berusaha tersenyum, melangkah pelan menuju meja.Tapi Safa—yang duduk di samping Mba

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Mowning, Sayang

    Azan subuh berkumandang dari masjid di kejauhan. Suaranya samar, terbawa angin pagi yang dingin. Langit di luar jendela mulai berubah warna—dari hitam pekat menjadi biru gelap, lalu perlahan menyingsing jingga tipis di ufuk timur.Aku dan Om Kais baru saja selesai sholat. Sajadah masih terbentang di sudut kamar. Tasbih masih tergenggam di tanganku."Allahumma anta as-salaam wa minka as-salaam, tabaarakta yaa dzal jalaali wal ikraam.” Om Kais mengakhiri doanya dengan lirih, lalu mengusap wajah.Aku juga selesai. Mengusap wajah, merasakan ketenangan yang selalu datang setelah sholat subuh. Ada yang berbeda pagi ini. Aku tidak sholat sendirian. Ada Om Kais di sampingku. Suamiku.Om Kais melipat sajadahnya, aku melipat punyaku. Kami berdiri hampir bersamaan."Sayang, kamu mau tidur lagi?" tanya Om Kais sambil meletakkan sajadah ke dalam lemari."Nggak tau. Rasanya masih ngantuk, tapi... juga nggak pengen tidur." Aku berjalan ke arah ranjang, duduk di tepinya. Mukena masih menyelimuti tub

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Malam Pertama?

    Kamar pengantin telah didekorasi dengan nuansa romantis. Kelopak mawar merah tersebar di lantai hingga ke atas ranjang, sementara lilin-lilin aromaterapi menyala di sudut ruangan, menyebarkan aroma lavender yang menenangkan. Lampu-lampu kecil berbentuk bintang menghiasi dinding, menambah kesan hangat dan intim.Tapi suasana romantis itu tidak berlangsung lama."Bunny!" Aku berdiri di tengah kamar dengan wajah panik, memegang gaun yang mengembang kemana-mana. "Aku kebelet pipis!"Om Kais baru saja melepas jas putihnya, masih mengenakan kemeja dan celana formal. Dia menoleh dengan alis terangkat. "Sekarang?""Iya sekarang! Dari tadi sebenernya udah nahan, tapi tadi kan lagi foto-foto terus—" Aku melompat-lompat kecil, menahan hasrat untuk berlari ke kamar mandi. "Bunny, tolongin aku lepas gaun ini!"“Iya, Sayang.” Om Kais langsung mendekatiku. “Resletingnya ada di sebelah mana?”"Ini resletingnya di belakang! Dan ada kancing-kancingnya juga! Banyak banget!" Aku berputar-putar, berusaha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status