ホーム / Romansa / Hai Om, Aku Calon Istrimu! / Tunjukkan Wujud Aslimu, Binar!

共有

Tunjukkan Wujud Aslimu, Binar!

作者: Syamwiek
last update 最終更新日: 2025-10-26 12:30:38

Table manner yang Mama ajarkan selama ini akhirnya bisa aku praktikkan juga hari ini. Duduk tegak, sendok di tangan kanan, garpu di kiri, jangan bunyi waktu motong makanan, dan yang paling penting—jangan melirik orang terus-menerus.

Tapi ya ampun, teori memang selalu lebih mudah daripada praktik. Karena bagaimana aku bisa fokus makan kalau di hadapanku duduk Om Kais dengan kemeja hitamnya yang digulung sampai siku, memperlihatkan urat di lengannya yang—astaga—terlalu distracting untuk ukuran makan siang biasa.

Menu makan siang yang dipilih Oma Wening ternyata western food—makanan favorit beliau. Meski lahir di Solo, Oma besar di luar negeri, jadi seleranya memang agak kebule-bulean.

Di meja sudah tersaji grilled salmon, mashed potato, salad segar dengan dressing lemon, dan roti garlic yang masih hangat. Wangi mentega dan herbs-nya menyeruak, membuat perutku langsung bernyanyi pelan.

“Silakan dicoba, Binar,” ujar Oma dengan senyum ramah. “Ini resep lama Oma waktu masih tinggal di L
この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード
ロックされたチャプター
コメント (15)
goodnovel comment avatar
SumberÃrta
helewhhh nanti juga berujung kondangan Ama dia beee mana ngasih si posesif itu liat kamu jalan Ama rehan
goodnovel comment avatar
SumberÃrta
cieee.. yg mulai posesif ga boleh liat binar pake makeup tebell wkwkwkkwkw
goodnovel comment avatar
ida Sari
binar kan mau kalem di depan oma dan mama km om kais masa iya bersikap bar bar tp saat binar menunjukan wujud asli nya justru oma Wening suka haha,, jgn jutek jutek om kais , santai dong lebih asik tau... eh udah mulai perhatian nih om kais.
すべてのコメントを表示

最新チャプター

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Siluman Cumi

    Srengggg! Aku langsung menjerit dan mundur terbirit-birit saat minyak panas dari wajan menyembur ke arah wajahku begitu potongan cumi masuk ke dalamnya. “Aw! Panas banget!” seruku panik sambil meniup punggung tangan yang ikut kena percikan. Bibi dan Mama yang baru masuk ke dapur langsung menjerit panik. Mereka bergegas memeriksa tubuhku, memastikan apakah ada bagian yang terkena minyak panas atau tidak. Heboh banget—padahal aku cuma mau menggoreng cumi bunting, tapi ujung-ujungnya dapur jadi kayak kapal pecah. “Astaga, Adek!” seru Mama cemas. “Untung wajah kamu nggak kenapa-napa,” lanjutnya dengan kesal. “Hehe, nggak apa-apa, Ma. Tadi cuma kaget aja,” jawabku sambil meringis. Sementara itu, Bibi langsung mengambil alih wajan, membalik cumi yang tadi aku goreng, lalu mengecilkan api kompor ketika melihat sayur di sebelahnya mulai mendidih terlalu kencang. “Lagian, ngapain sih sepagi ini udah bikin rusuh di dapur?” omel Mama sambil menatapku dari ujung kepala sampai kaki. “Biasa

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Stalking Mantan

    “Tinggi banget sih, tapi kerempeng. Terus datar dan tepos, kurang menarik,” komentar Safa sambil menatap layar tablet dengan ekspresi menilai. Aku melirik sekilas ke arah layar, lalu menahan napas. Foto yang sedang kami lihat adalah akun media sosial milik mantan tunangan Om Kais—Rhea Adler. Perempuan blasteran Jerman-Indonesia yang dulu sempat jadi model majalah terkenal. “Kurang menarik apanya, Sa,” sahutku. “Dia cantik banget, kulitnya bening, matanya abu-abu. Model internasional, loh.” Safa mendengkus. “Iya, tapi kok vibe-nya dingin banget, ya? Lihat nih caption-nya—‘Elegance is when you make silence loud.’ Apaan sih? Kayak ngomong sama cermin.” Aku terkekeh pelan, tapi pandanganku masih terpaku pada foto-fotonya. Rhea terlihat sempurna di setiap jepretan—entah sedang di Paris, menghadiri pameran seni, atau sekadar duduk di cafe mahal dengan ekspresi datar tapi elegan. Safa mencondongkan tubuhnya. “Bee, kamu yakin nggak salah bersaing, nih? Mantan calon istrinya aja udah

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Terhalang Masa Lalu

    Begitu mobil Om Kais keluar dari halaman, suasana rumah terasa sedikit lengang. Aku masih sempat melambaikan tangan sebelum akhirnya menutup pintu dan berbalik. Saat aku menoleh, Mas Pandu sudah berdiri di ruang tamu, menungguku untuk makan malam. Mas Pandu menepuk ringan bahuku. “Ayo, cepat ke ruang makan. Sebelum nasinya keburu dingin.” Aku mengangguk dan mengikutinya. Begitu duduk, aroma masakan langsung menyeruak. “Wah, wanginya bikin perut semakin keroncongan.” “Kamu tuh, kalau sudah urusan makan, semua masalah langsung beres aja, ya?” celetuk Mas Pandu sambil menuangkan jus melon ke dalam gelas. “Ya jelas,” jawabku santai sambil mengambil sendok. “Orang lapar nggak bisa mikir jernih, Mas.” “Dek—” panggilnya pelan. “Kamu tahu nggak, Mas Kais dulu sempat mau nikah?” Aku menoleh, sendok masih di tangan. “Serius? Baru tahu aku.” Mas Pandu mengangguk pelan. “Itu kejadian udah lama banget, mungkin hampir sepuluh tahun lalu. Waktu itu dia sudah tunangan, tinggal nunggu hari per

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Status Baru

    “Binar—”Baru saja aku hendak naik ke dalam bus, suara Om Kais terdengar dari belakang. Nada suaranya yang cukup tinggi membuat langkahku langsung terhenti di anak tangga pertama.Aku menoleh, dan di sana dia berdiri—dengan kedua tangan terlipat di dada, sorot matanya tajam.Aku turun lagi dan menghampirinya. “Ada apa, Om?”“Masuk mobil,” ujarnya singkat.“Lho, kenapa?”“Safa mana?” bukannya menjawab, Om Kais malah balik bertanya.“Tu, udah duduk manis di dalam bus,” jawabku sambil menunjuk ke arah sahabatku yang sedang mengintip dari jendela.Begitu sadar kami sedang membicarakannya, Safa langsung melambaikan tangan penuh semangat.“Suruh Safa turun. Kalian pulang bareng aku,” titah Om Kais.Selesai bicara, dia berbalik dan masuk ke dalam mobil lebih dulu. Bodyguard-nya segera bergerak, memasukkan carrier-ku ke bagasi mobil dengan sigap.Aku menatap punggungnya sejenak—sebelum akhirnya berlari kecil ke arah bus.“Safaaa!” panggilku sambil menepuk jendela bus. “Turun, cepat. Kita pula

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Perkara Panggilan

    Aku benar-benar tidak menyangka kalau Om Kais memutuskan ikut turun gunung dengan berjalan kaki. Soalnya, seingatku, dia belum pernah sekalipun mendaki—apalagi menuruni jalur seterjal ini. Jujur saja, aku sempat khawatir sesuatu bakal terjadi padanya.Bagaimanapun juga, Om Kais bukan orang sembarangan. Dia itu pemimpin besar—punya perusahaan, sekaligus direktur utama rumah sakit ternama. Bayangkan kalau sampai kakinya keseleo sedikit saja, bisa heboh satu kantor, bahkan satu kota!Aku memilih jalan di dekatnya, siap siaga setiap kali dia melangkah di medan berbatu.“Pelan-pelan, Om,” ucapku khawatir.Dia hanya menoleh sekilas dan tersenyum tipis. “Tenang aja, aku masih kuat.”“Iya, tapi kan Om mahal,” kataku cepat, membuatnya terkekeh pelan.“Mahalan kamu,” balasnya santai, menatapku sekilas dengan tatapan geli.Aku mencibir. “Ih, serius ini. Kalau Om kenapa-kenapa, aku bisa dimarahi seluruh tim medis rumah sakit.”“Tenang, Binar. Aku turun gunung bukan buat jatuh… tapi buat jaga kamu

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Romantis Ala Om Kais

    Bukannya menjawab, Om Kais malah menarik kedua pipiku dengan ekspresi gemas—seolah-olah wajahku ini bakpao isi ayam kesukaannya.“Cium—cium!” seruku sambil berusaha mendekat.“Astaga, Binar…” gumam Om Kais, lalu dia menekan kedua pipiku makin kencang sampai bibirku mengerucut seperti bebek.“Aku sayang Om Kais, loh. Suer tekewer-kewer,” kataku dengan mulut masih mengerucut.“Kamu ini perempuan, Binar,” balas Om Kais sambil menggeleng pelan. “Seharusnya aku yang menyatakan cinta, bukan kamu. Dan coba deh, hitung—udah berapa kali kamu melamarku, ha? Sampai di atas gunung pun masih kepikiran buat melamar.”Aku cuma nyengir. Jujur, aku memang gak ingat sudah berapa kali melamar Om Kais. Soalnya, setiap ada momen bagus, aku gak mau melewatkannya begitu saja. Pokoknya langsung lamar—urusan diterima atau enggak, belakangan.“Gak ingat, dan gak akan aku hitung,” jawabku santai.Lantas, Om Kais menarikku ke dalam pelukannya dan mendekapku erat. Dagunya bertengger di atas kepalaku, sementara ak

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status