Hajatan Tetangga
#Tetangga_tak_tahu_kami_kaya
Pov Bu Bondan
Tanah perumahan ini bermasalah, hal itu kuketahui dari baliho yang dipasang di pintu masuk komplek. Si Subur pula yang pasang bersama beberapa orang yang tak aku kenal. Ini pasti ulah mereka karena sakit hati rumahnya digusur.
Segera kutemui warga dari pintu ke pintu, sebagai orang paling senior di sini aku harus cepat bertindak. Bersama beberapa warga kami datangi mereka. Ada seorang wanita yang menjelaskan, katanya perumahan ini bermasalah. Eh, si Subur ikut-ikutan ngomong, seakan-akan dia punya wewenang, padahal paling dia supir atau hanya pekerja kasar, atau bisa juga sebagai orang yang mengkompori.
Ketika aku melawan, istrinya ikut-ikutan, dasar!
Malam itu kukumpulkan warga komplek, kami menggelar rapat, tempatnya dipilih di depan pos sekuriti.
"Bapak-bapak ibu-ibu seperti kita tahu tanah ini bermasalah, dugaan saya si Yanti dan Si Subur biang ker
Hajatan Tetangga#Tetangga_tak_tahu_kami_kayaTernyata begini rasanya jadi orang kaya, ada juga sedikit rasa ingin menyombong. Aku selalu ingat perkataan kakakku, "cari suami itu jangan yang tampan doang, juga harus mapan," Sekarang suamiku sudah mapan, dan masih tampan. Ingin rasanya kusombongkan pada kakakku, ingin kutunjukkan padanya pilihanku lebih baik dari pilihannya.Jadi orang kaya juga ternyata membuat kita banyak saudara, betul juga kata orang "bila ingin punya saudara banyak, cari uang yang banyak, bila uang sudah banyak, saudara akan datang sendiri," Aku sudah merasakannya.Sepupuku yang selama belasan tahun tak pernah datang, kini datang berkunjung, aku tahu karena suami cerita. Sepupuku itu datang ke kantor perumahan minta keringanan untuk mendapatkan rumah satu unit. Suami yang memang selalu baik, bahkan menurutku terlalu baik membantu sepupuku itu.Rumah kami masih lima puluh persen pembangunannya, suami pilih model ruma
Hajatan Tetangga#Tetangga_tak_tahu_kami_kayaSore itu suami pulang membawa oleh-oleh, katanya untukku, segera kubuka dan kulihat isinya. Ternyata isinya skincare dengan bebagai merk."Papah beli ini semua?" tanyaku heran. Maklum, selama hidup aku tak pernah pakai yang namanya skincare."Iya, Mah, tapi mamah kepingin," jawab suami santai."Kapan aku bilang kepingin, Pah?" kataku seraya melihat-lihat skincare itu, ada empat set dengan merk yang berbeda."Maaf, Mah, kemarin aku buka Facebook Mamah, ada empat inbok mau pesan skincare Mamah jawab, "tanya suami dulu, ya," aku setuju, sekalian kubelikan semua.""Idih, Pah, tanya suami dulu itu gak benaran, Pah,""Jadi, apa itu? jangan sungkan bilang bila ada yang Mamah inginkan, dulu Papah memang gak bisa beli, sekarang kan kita kaya, Mah,"Gak tahu lagi aku harus bilang apa, untuk apa skincare sampai empat set begini? Kapan aku bisa pakai s
"Pah, lihat ini, Pah, ada berita heboh," teriakku pada suami.Siang itu aku lagi makan sambil menonton TV. Suami yang lagi di kamar mandi langsung datang. Berita TV adalah seorang tahanan meninggal di dalam sel, kaki dan tangannya patah."Berita apaan, sih?" tanya suami."Itu si Erwin ditemukan meninggal di dalam sel," jawabku kemudian."Wak Abdul," guman suami seraya memegang kepalanya."Telepon, Pah,"Suami lalu mengambil telepon dan langsung ke aplikasi WA, terus melakukan video call dengan Pak Abdul."Assalamu'alaikum, Wak, Uwak sehat?" kata suami begitu telepon tersambung. Tampak di layar HP Pak Abdul tersenyum."Alhamdulillah, Sehat, Nak," jawab Pak Abdul."Lagi di mana, Wak?" tanya suaminya lagi."Ini, di hotel, ada apa ya, Nak?" tanya Pak Abdul."Kami khawatir dengan kesehatan, Uwak," jawab suami."Aku sehat, Alhamdulillah."
Pagi itu tanpa sengaja aku menguping Pak Abdul lagi menelepon. Saat itu masih subuh, aku terbangun mendengar suara Pak Abdul, sementara suami dan anakku masih tidur. Pak Abdul memang menginap lagi di rumah malam itu."Ambil saja semua pembayaran rumah itu, aku puas cara kerjamu," kata Pak Abdul entah berbicara dengan siapa."Iya, iya, gunakan semua koneksi yang ada, jangan ragu kalau masalah dana," kata Pak Abdul lagi."Setelah ini selesai aku pulang, kuserahkan sama kau dua rumahku, kerjakan dengan rapi," Pak Abdul lanjut menelepon.Aku pura-pura tak mendengar saja, lanjut ke kamar mandi dan cuci piring bekas makan kami tadi malam. Selanjutnya kubangunkan anak dan suami, kami berempat solat subuh berjamaah. Baru Pak Abdul pamit mau mengerjakan sesuatu, begitu katanya.Siang harinya aku dan suami makan di luar, rumah makan padang jadi pilihan suami kali ini, dia memesan gulai kepala ikan kakap. Dia memang suka it
Hajatan Tetangga#Tetangga_tak_tahu_kami_kayaPov Bu BondanSuamiku yang dulu selalu menurut apa mauku kini mulai bertingkah, dia mulai tak mau dukung aku bila mengghibah, aku benci penolakan.Pagi itu kami bertengkar hebat, masalahnya adalah uang cicilan rumah yang nunggak, dia paksa aku bayar, karena memang uangnya sudah dia berikan. Tadinya aku yakin cicilan akan diputihkan bila kami semua warga komplek kompak tidak bayar. Makanya uang yang diberikan suami kubelikan gamis dan tas branded. Akan tetapi dugaanku keliru, kami tetap harus bayar. Hanya denda yang dihilangkan.Sorenya suami tak pulang, ketika kuhubungi dia tak mau pulang kalau cicilan rumah itu belum beres. Aku harus bagaimana? Uangnya sudah kubelikan tas, sepatu dan gamis baru, bila dijual kembali pun tak akan cukup untuk bayar sampai sudah jalan empat bulan.Solusinya cuma satu, cicilan harus mereka putihkan. Aku akan ajak warga komplek untuk kompak jangan mau baya
Rumah telah selesai seratus persen, tinggal mengisi perabotan. Kami mulai belanja sofa dan tempat tidur. Beberapa truk toko perabotan mulai berdatangan. Ketika truk yang mengangkat springbed terpaksa berhenti di depan rumah Bu Bondan karena menunggu truk lain keluar. Bu Bondan mulai kumat penyakitnya.Dia memarahi supir truk karena parkir depan rumahnya. Aku yang mengawasi penurunan barang sempat mendengar keributan Bu Bondan."Hei, gak ada otak kau ya, parkir sembarangan di depan rumah orang," kata Bu Bondan."Maaf, Bu, hanya sebentar tunggu itu keluar, lagian gak nutupi pintu, koq," kata si sopir."Mentang-mentang beli springbed baru, harus parkir di depan rumah orang, maksudnya apa coba? Pamer, apa lagi," Bu Bondan mengoceh sendiri.Aku hanya tersenyum mendengar ocehan Bu Bondan, aku tahu dia hanya kepanasan melihat springbed merk ternama itu. Penyakitnya irinya memang belum sembuh. Kasihan juga melihatnya. Apa kami
Pondok yang ada di sudut halaman rumah jadi tempat kesukaan suami. Setiap sore dia suka duduk di situ sambil memandangi bunga dan kolam ikan. Seperti sore itu ketika aku menyiram bunga dia seperti duduk termenung."Ada apa, Pah? Melamun aja dari tadi?" tanyaku sambil terus menyiram bunga."Papah sedang berpikir, Mah, apa yang akan kita lakukan sebagai bentuk rasa syukur kita?" kata suami."Buat saja entah apa, Pah, bangun masjid kek, bangun sekolah mengaji kek, atau kawin lagi kek?" jawabku sambil melirik bagaimana reaksinya."Pas sekali," tiba-tiba suami bersorak sambil turun dari pondok."Papah mau kawin lagi?" mataku melotot.Suami memegang kedua pipiku, lalu mencium kening ini, "ide Mamah memang paten," kata suami.Tentu saja aku terheran-heran, ide yang mana?Suami lalu sibuk dengan andorid-nya, aku menghentikan aktivitas, sambil melirik HP suami. Lalu dia menelepon ent
Pov Bu BondanGara-gara uang cicilan rumah yang kutilep suamiku jadi berubah total. Dia yang dulu bisa kuatur dan kendalikan kini berubah seratus delapan puluh drajat. Biasanya dia selalu mendukung apapun tindakanku, memusuhi siapapun yang kumusuhi. Dia yang dulu bagaikan anjing manis yang selalu setia kini berubah jadi kucing nakal. Setelah tiga hari dia tak pulang, aku sungguh terkejut ketika dia pulang di tengah malam, bersamanya ada seorang wanita muda, tak cantik memang. Akan tetapi dia muda tentu saja aku kalah. "Apa-apaan ini, Bang?" tanyaku sambil berkacak pinggang. "Maaf, Dek, aku sudah jenuh dengan prilakumu, suami sendiri pun kau gosipkan entah ke mana-mana, aku sudah berusaha menutup aibmu tapi kau buka sendiri," jawab suami. "Ini siapa?" tanyaku seakan tak percaya. "Ini adik madumu, masih kau ingat pernah bilang silakan aku menikah lagi," jawab suami. Aku lalu mengingat-ingat, banyak sudah yang kubilang tentang suami, oh, aku baru sadar, waktu itu orang lagi ramai