Share

Bab 3

Sosok itu perlahan-lahan keluar dari tempat persembunyiannya. Ia berjalan mendekat ke arah Esmeralda yang masih membeku. Semakin dekat dan dekat, yang membuat wanita itu menyadari bahwa ia hanyalah makhluk yang sangat kecil.

Semakin dekat, Esmeralda semakin jelas melihat bahwa tubuh sosok itu dipenuhi dengan bulu. Gigi-giginya tajam dan saling tumpang tindih.

Semakin dekat, Esmeralda terduduk lemas. Kedua kakinya terasa lumpuh. Meskipun otaknya memberikan perintah untuk segera lari dari tempat itu, tapi ia sama sekali tidak bisa menggerakkan kakinya.

Saat sosok itu sudah berdiri di hadapan Esmeralda, sosok itu menunjukkan tangan besarnya yang memiliki kuku yang panjang dan juga runcing, seolah-olah sosok itu ingin melukai dirinya.

Esmeralda menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ia berteriak histeris. Ia berteriak sangat keras. Teriakannya terdengar sampai ke rumah-rumah tetangga di dekatnya.

Sebuah tepukan keras yang menyentuh bahunya, membuat Esmeralda semakin berteriak keras.

Tepukan itu semakin lama semakin cepat, bahkan terasa seperti mengguncang-guncang tubuhnya.

"Dek! Ini mas, dek! Sadar!" Suara yang sudah tidak asing itu telah menyita perhatian Esmeralda.

Perlahan-lahan wanita itu mulai tenang. Ia menyingkirkan kedua telapak tangannya dari wajah pucat yang dipenuhi dengan keringat dingin.

Wanita itu menoleh, menatap wajah suaminya yang duduk berjongkok memandangnya dengan tatapan yang penuh dengan kekhawatiran.

Tidak hanya Franky, ia juga melihat Bu Edith, Pak Agus, dan beberapa tetangga yang lain, yang telah berkumpul mengerumuni dirinya.

"Ada apa, dek?" tanya Franky masih dengan raut wajah kekhawatirannya.

"Mas...." Esmeralda yang mulai menyadari bahwa situasinya telah aman, langsung memeluk tubuh lelaki gemuk, yang merupakan suaminya itu. Ia menangis sesenggukan di dalam pelukan Franky.

"Aku takut mas," ucapnya dengan lirih.

Dengan sabar, Franky mengelus rambut Esmeralda yang terurai menutupi punggungnya. "Nggak apa-apa, dek. Ada mas di sini," ucap lelaki itu masih berusaha menenangkan hati istrinya.

"Ibu-ibu, bapak-bapak, kami mohon maaf ya, karena menantu saya sudah membuat keributan di pagi-pagi buta, dan mengganggu tidur ibu-ibu dan bapak-bapak. Saya pikir menantu saya baik-baik saja dan hanya berhalusinasi saja," ucap Bu Edith dengan canggung sambil menundukkan kepalanya beberapa kali, dan tersenyum merasa malu atas ulah Esmeralda.

Hanya dalam hitungan detik, kerumunan telah bubar. Orang-orang telah kembali masuk ke rumah mereka masing-masing.

"Kamu kenapa, sih? Cari sensasi? Buat malu saja!" ucap Bu Edith dengan kesal. Sorot matanya terlihat tajam menatap wajah Esmeralda yang masih tampak ketakutan dengan apa yang telah ia lihat tadi.

"Sudah, Bu. Ayo kita masuk saja!" ucap Pak Agus sambil mengusap-usap bahu wanita tua yang telah menjadi pendamping hidupnya selama puluhan tahun.

Keduanya pun masuk ke dalam rumah.

Hanya tersisa Franky dan Esmeralda di halaman depan, yang masih belum beranjak dari tempat mereka.

Franky menatap wajah istrinya dengan tatapan mata yang dalam.

"Ada apa, dek? Apa yang membuatmu berteriak keras?" tanya lelaki itu berusaha menyelidiki.

Esmeralda tidak langsung menjawab. Ia menundukkan wajahnya dalam-dalam. Ia pikir, meskipun ia mengatakan yang sebenarnya, lelaki itu tentu tidak akan percaya padanya, dan menganggap ia hanya berhalusinasi saja.

"Dek, kamu kenapa?" Franky mengulang kembali pertanyaan yang belum terjawab, yang telah membuat lamunan Esmeralda terberai.

"Nggak apa-apa mas," sahut wanita itu dengan lirih sambil beranjak untuk berdiri. Ia merapihkan kembali daun yang telah ia kumpulkan, yang sedikit berserak.

"Ada apa, dek? Kenapa kamu nggak mau cerita ke mas?" tanya Franky lagi. Ia berusaha mendesak istrinya untuk memberitahukan padanya.

Esmeralda terdiam selama beberapa saat. Ia mengumpulkan keberaniannya untuk menoleh, menatap ke arah pohon beringin. Sepi. Tak ada apapun di sana. Kemudian ia mengalihkan pandangannya untuk menatap Franky dengan tatapan mata yang dalam.

"Mas...." Suara Esmeralda terdengar lirih memanggil suaminya.

"Ya, dek? Ada apa? Katakan saja pada, mas!" Lelaki itu meraih kedua bahu Esmeralda sambil menatapnya dengan penuh kehangatan.

"Mas, aku melihatnya," ucap Esmeralda dengan hati-hati. Sesekali ia celingukan menatap ke sekelilingnya.

Kedua alis Franky mengerut. Tatapan matanya berubah. Ia memandang wajah istrinya itu dengan tatapan heran.

"Melihat siapa?"

Esmeralda tidak langsung menjawab. Ia kembali celingukan memperhatikan ke sekelilingnya. Setelah ia merasa aman, bibirnya ia dekatkan ke telinga suaminya.

"Penunggu pohon beringin itu, Genderuwo," bisiknya dengan lirih.

Kedua mata Franky seketika membelalak dengan lebar. Ia menghela nafas dengan kasar sambil menatap wajah Esmeralda dengan kesal.

"Jadi kamu benar-benar ingin mencari sensasi ya, dek?"

"Apa maksudmu, mas?"

"Mas mohon sama kamu, dek! Tolong jangan membuat keributan di kampung halaman mas! Dari dulu, selama mas tinggal di sini, mas nggak pernah menemukan hal-hal aneh." Nada suara Franky mulai meninggi. Raut wajahnya benar-benar terlihat kesal.

"Mas..." Esmeralda memanggil lelaki yang telah beranjak dari hadapannya itu dengan lirih. Ia berharap suaminya bisa mempercayai apa yang telah ia katakan dengan sejujurnya.

Tapi Franky seolah tak menghiraukan Esmeralda. Ia enggan berbalik meskipun wanita itu berulang kali memanggilnya.

Bayangan Franky semakin menghilang setelah ia menaiki anak tangga, dan masuk ke dalam rumahnya.

Esmeralda menatap itu dengan putus asa.

***

"Mas...." Suara wanita itu terdengar lirih. Ia menatap suaminya yang terlihat sedang mengancing kancing kemeja panjang berwarna biru muda yang telah ia kenakan.

"Hm?" Lelaki itu terlihat tak terlalu memperhatikan istrinya. Ia tampak sibuk melipat lengan kemeja yang sedikit kepanjangan.

"Mas nggak percaya sama aku?" tanya Esmeralda hendak memastikan. Pandangannya masih belum ia alihkan dari suaminya.

"Dek, kalau kamu mau bahas soal pohon beringin itu lagi, mas nggak ada waktu," ucapnya sebelum ia beranjak pergi meninggalkan kamar.

Esmeralda buru-buru menyusul langkah Franky menuju ke pintu depan, menuruni anak tangga yang menjadi penghubung ke halaman depan rumah.

"Mas!" Wanita itu menarik lengan Franky, yang telah membuat langkah suaminya terhenti.

Sorot mata Franky terlihat tajam menatap wajahnya yang lugu.

"Apa lagi sih, dek?" tanya lelaki itu dengan kesal.

"Mas mau ke mana?" Suara Esmeralda terdengar sedikit merengek manja. Tatapan matanya seolah mengharapkan belas kasih dari lelaki itu.

"Mas mau kerja, dek! Kalau mas nggak kerja, memangnya kamu mau makan apa?"

Esmeralda terdiam selama beberapa saat. Ia melepaskan tangan suaminya dengan perlahan.

"Mas sudah mendapatkan pekerjaan?" tanya wanita itu dengan lirih. Ia menatap wajah suaminya dengan tatapan yang penuh harap bahwa lelaki itu bisa membawanya keluar dari kampung yang saat ini ia tempati.

"Sudah, dek. Mas diterima bekerja menjadi security di salah satu perumahan yang berada di dekat pasar."

"Berangkatnya sore?" tanya wanita itu lagi hendak memastikan.

Franky hanya menganggukkan kepalanya pelan. "Iya, dek. Mas kerja malam, dan pulangnya pagi-pagi."

Esmeralda terdiam selama beberapa saat lamanya. Sesekali ia menatap wajah suaminya dengan sedih.

"Mas berangkat dulu, ya?" Lelaki itu mengusap lembut rambut Esmeralda sebelum ia berlalu pergi dari hadapan istrinya.

Esmeralda menatap langkah suaminya yang telah masuk ke dalam mobil berwarna putih. Hanya beberapa saat setelah lelaki itu masuk, mobil meluncur meninggalkan perkampungan.

Esmeralda menarik nafas panjang. Ia menghembuskan kembali nafasnya dengan kasar.

Baru saja ia hendak masuk ke dalam rumahnya, perhatian wanita itu segera tersita pada wanita paruh baya yang berjalan mendekat ke arahnya.

***

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status