Share

Bab 2

Author: Lynette
Dari balik kaca spion, Jimmy melihat Kelly kembali menangis. Dia hanya menghela napas pelan. Perempuan itu memang terbuat dari air, air matanya banyak sekali!

Karena belum ada kepastian, Jimmy tak berani langsung menelepon bosnya untuk melapor. Dia harus memastikannya dulu, baru bisa melapor.

Jimmy segera menghubungi seseorang untuk memeriksa hasil pemeriksaan Kelly.

Sejak malam setelah bosnya bersama Kelly, Jimmy sudah menyelidiki identitas gadis itu. Namanya Kelly, usia 20 tahun, mahasiswa semester empat di Universitas Tamara, berasal dari Kota Netal. Ayahnya seorang pecandu judi, ibunya mengidap kanker dan adiknya masih duduk di bangku SMA.

Sehari-hari, dia bekerja paruh waktu untuk mencukupi biaya hidup dan kuliah. Nilai akademiknya bagus. Guru dan teman-temannya menilainya cukup positif.

Tak lama kemudian, rekam medis Kelly dikirimkan. Hasilnya jelas menyatakan dia hamil. Waktu kehamilannya pun cocok, kemungkinan besar hasil dari insiden malam itu.

Namun, melihat betapa terpukulnya Kelly, sepertinya dia sama sekali tak menginginkan anak itu.

Jimmy segera memerintahkan orang untuk mengawasinya. Kalau ada perkembangan apa pun, harus segera dilaporkan. Setelah itu, Jimmy pun kembali ke kantor untuk melapor pada Yoga.

Dia menyerahkan dokumen Kelly pada Yoga dan melapor, “Pak Yoga, gadis yang malam itu bersamamu… hamil.”

Yoga menyipitkan matanya. Dia mengambil berkas medis itu, meliriknya sebentar, lalu bibir tipisnya melengkung membentuk senyuman dingin dan bertanya, “Kamu yakin?”

Yoga pernah keracunan dan menyebabkan dirinya mandul. Bagaimana mungkin dia menghamili gadis itu?

Apalagi sampai kembar?

Jimmy menunduk, tak berani menatap wajah Yoga. Suaranya pelan dan menjawab, “Sepertinya nggak mungkin salah.”

“Waktu kejadiannya cocok. Selama dua bulan ini aku sudah menugaskan orang untuk mengawasi Bu Kelly. Selain kerja paruh waktu dan kuliah, dia nggak pernah terlihat berinteraksi dengan pria lain.”

“Pihak rumah sakit bilang kalau mau, mereka bisa melakukan tes DNA janin.”

Yoga terdiam sejenak dan menjawab, “Kalau begitu tunggu hasil DNA, baru laporkan padaku.”

Jimmy menambahkan, “Dari sikap Bu Kelly, sepertinya dia nggak ingin mempertahankan bayi itu.”

“Hari ini dia ke rumah sakit untuk berkonsultasi soal aborsi. Dokter bilang kondisinya cukup berbeda, kalau aborsi bisa saja nggak bisa hamil lagi seumur hidup.”

“Dia menangis lama sekali di depan rumah sakit, kelihatannya sangat bimbang.”

Biasanya, Jimmy selalu melapor dengan singkat dan jelas.

Dia bicara panjang lebar hari ini, karena ini menyangkut masalah keturunan Keluarga Liyas. Sesuatu yang tak berani dia anggap remah.

Mungkin Yoga tak terlalu peduli, tapi Nyonya Sherly, neneknya sudah pusing memikirkan soal ini bertahun-tahun. Takut Keluarga Liyas tak punya penerus. Sekarang tiba-tiba ada keajaiban, Jimmy malah lebih tegang daripada Yoga sendiri.

Begitu mendengar Kelly menangis, bayangan wajah polos dan bersih, menangis menyedihkan muncul begitu saja di benak Yoga. Ini membuat hatinya terasa agak aneh.

Yoga terdiam beberapa saat, “Pastikan dia dalam keadaan aman. Tunggu hasilnya keluar baru kita bicarakan lagi.”

“Baik.”

Tiba-tiba, pintu terbuka dari luar. Seorang wanita tua berambut putih tapi masih cukup bersemangat masuk. Dia berkata, “Yoga, kudengar kamu punya wanita di luar?”

“Katanya dia hamil?”

Tatapan dingin Yoga langsung menyapu Jimmy. Jimmy menunduk, tak berani bicara.

Nyonya Sherly melotot pada Yoga, “Apain kamu lihat Jimmy? Bukan dia yang kasih tahu aku, tapi anak buahku sendiri yang lapor.”

Ternyata, saat Jimmy menyuruh orang menyelidiki rekam medis Kelly, kebetulan ada kenalan Nyonya Sherly di rumah sakit itu. Orang itu pun langsung meneleponnya.

Jimmy itu orang kepercayaan Yoga. Dia hanya bekerja untuk Yoga dan semua yang dia lakukan pasti berhubungan dengannya.

Sekarang, di tangan Nyonya Sherly sudah ada berkas yang isinya sama persis dengan yang dipegang Yoga.

Begitu mendengar kabar bahwa Keluarga Liyas akan punya penerus, Nyonya Sherly tak bisa duduk diam di rumah. Dia langsung saja datang ke kantor, berniat mendengar sendiri pengakuan dari Yoga bahwa anak itu memang miliknya.

Ketika mata Nyonya Sherly kembali tertuju pada hasil USG dengan tulisan kembar di atasnya, senyumannya menjadi semakin lebar.

Astaga! Kembar!

Dulu, setelah Yoga mengalami kecelakaan itu, dirinya sudah mencari dokter ke mana-mana. Bahkan memohon pada semua orang yang mungkin membantu, tapi hasilnya tetap saja mandul. Tak disangka, gadis itu malah benar-benar hamil!

Ternyata masalah mandul di Keluarga Liyas bisa terselesaikan juga.

Sekarang, Nyonya Sherly rasanya ingin sekali pergi ke Kampus Tamara untuk menjemput Kelly dan memanjakannya habis-habisan.

Yoga memang tidak suka perempuan. Bukan hanya tidak suka, tapi bahkan sangat membenci. Selama ini, entah sudah berapa banyak perempuan yang dirinya antar ke ranjang, tapi semuanya selalu diusir oleh cucunya.

Sempat ada masanya dirinya curiga bahwa cucunya tidak normal. Tapi, setelah bertahun-tahun mengamati, dia juga tahu cucunya tidak tertarik pada laki-laki.

Kalau dia mau menyentuh gadis itu, berarti dia masih normal.

Sekarang, Nyonya Sherly bahagia bukan main. Gadis itu bukan hanya membuktikan cucunya normal, tapi juga berhasil menyelesaikan masalah mandul di Keluarga Liyas.

Dia adalah penyelamat besar Keluarga Liyas.

Kelak, dia harus diperlakukan dengan sangat baik.

Melihat neneknya begitu bersemangat, Yoga sedikit pusing. Dia berkata, “Nenek, soal kehamilan ini belum ada bukti yang pasti.”

Anak itu belum tentu miliknya.

Meski waktu kejadiannya cocok dan hasil penyelidikkan menunjukkan gadis itu tidak pernah berhubungan dengan pria lain, bukan berarti anak itu pasti miliknya.

Lagipula, dirinya juga mandul.

“Nenek, kamu pulang saja dulu. Aku masih harus bekerja sekarang.”

Namun, Nyonya Sherly malah duduk di sofa sambil memasang wajah tegas, “Aku nggak akan pergi hari ini, aku akan tinggal di kantormu.”

“Sampai kamu menjemput gadis itu pulang, barulah aku pergi.”

Yoga terdiam.

Dia melirik Jimmy. Jimmy pun maju, menunduk dan berkata pada Nyonya Sherly, “Nyonya, biar aku antar kamu pulang. Pak Yoga masih ada rapat sebentar lagi.”

Namun, Nyonya Sherly menggeleng dan menolak keras untuk pergi.

Yoga hanya bisa pasrah.

Sejak kecil, beliau adalah nenek yang paling menyayanginya. Meskipun dirinya terlihat dingin, dia tetap tidak tega bersikap keras pada neneknya.

Dia mengerti kenapa nenek begitu ingin menjemput gadis itu. Keluarga Yoga sudah tiga generasi hanya punya satu garis keturunan dan sekarang berhenti di dirinya. Keluarga mereka besar dan berpengaruh, jadi nenek takut tidak ada penerus.

Yoga sendiri tidak peduli soal anak, tapi dia juga tak bisa mengabaikan perasaan nenek.

Dia pun berdiri dan berjalan mendekati nenek. Membungkuk sedikit untuk membujuk, “Nenek, besok aku akan menjemputnya, ya?”

“Masih ada urusan yang harus kuselesaikan, kamu pulang dulu, ya.”

Nyonya Sherly mendongak memandangnya dan bertanya, “Benarkah?”

Dia percaya dengan perkataan cucunya. Cucunya tidak akan membohonginya.

Jika dia bilang akan menjemputnya, pasti akan benar-benar melakukannya.

Namun, Nyonya Sherly khawatir harus menunggu lama.

Yoga pun mengangguk dan menjawab, “Iya!”

Nyonya Sherly masih belum tenang, “Lebih baik kamu jemput sekarang! Dia tinggal di kampus. Di sana banyak orang dan suasananya rumit. Bahaya sekali kalau sampai ada yang mengganggunya!”

Nyonya Sherly sudah membaca data gadis itu, seorang mahasiswa Universitas Tamara.

Dia baru berusia 20 tahun.

Tiba-tiba, Nyonya Sherly teringat.

Gadis itu hamil, tapi Yoga tidak tahu, malah menyuruh orang menyelidiki.

Ini agak aneh.

Apalagi, hari ini gadis itu pergi untuk konsultasi aborsi dan tidak ada keluarga yang menemaninya.

Menyadari hal itu, Nyonya Sherly sontak panik, “Yoga, cepat jemput dia! Dia mau aborsi hari ini, jangan sampai keturunan Keluarga Liyas hilang begitu saja!”

Usianya sudah tua dan sudah mulai pikun. Malah terlalu sibuk bergembira, sampai lupa kalau gadis itu sama sekali tidak menginginkan kedua anak itu.

Yoga menenangkannya, “Tenang saja, nenek. Aku sudah menyuruh orang untuk mengawasinya, nggak akan membiarkannya menggugurkan kandungan.”

Sebelum semuanya jelas, anak itu tidak boleh digugurkan.

Kalau memang ternyata bukan anaknya, silakan saja mau digugurkan atau tidak.

Nyonya Sherly pun bertanya, “Yoga, jangan-jangan kamu mengganggu gadis itu?”

Soalnya, gadis itu tiba-tiba hamil tanpa alasan yang jelas, lalu sendirian dengan wajah sedih pergi ke rumah sakit untuk periksa. Sementara cucunya sama sekali tidak muncul dari awal sampai akhir.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 100

    Jimmy membalas, [Pak Yoga, semua pakaian Nona Kelly dipilih langsung oleh staf toko sesuai dengan bentuk tubuh dan karakternya.]Saat membeli pakaian, Kelly tidak memilih sendiri dan merasa tidak ada yang cocok.Akhirnya, staf toko yang memilihkan untuknya.Kemudian, beberapa kali pakaian dikirim ke Vila juga dibuat sesuai ukuran tubuh Nona Kelly.Semua pakaian itu normal saja, Jimmy tidak mengerti maksud bosnya menanyakan hal itu.Dia pun menatap foto itu beberapa kali, tetap tidak melihat ada yang aneh.Yoga pun tidak membalas pesannya.…Kelly tiba di asrama.Hari ini tidak ada kelas pagi, tapi karena Yoga mau ke kantor dan sekalian mengantarnya, Kelly pun berangkat lebih awal.Melihat penampilan Kelly, Tasya langsung terpesona.Asrama itu kosong, tidak ada orang.Tasya berkata, “Kelly, gaunmu cantik sekali!“Dan menutupi perutmu juga, nggak kelihatan perut buncitnya.”Kelly tersenyum dan berkata, “Iya, ‘kan? Aku juga merasa cantik dan bahannya juga enak dipakai.”Benar-benar ada ha

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 99

    Namun, Yoga tidak menganggapnya begitu.Dari hasil penyelidikan, gadis kecil ini keras kepala dan punya tekad kuat.Sikap patuh hanyalah tameng perlindungan di hadapannya.Namun, dia juga gadis yang polos dan tangguh.Yoga berkata, “Mulai sekarang, kalau bicara denganku, angkat kepala. Jangan menunduk.”Mendengar itu, Kelly benar-benar menurut, mengangkat kepala dan menatapnya.“Pak Yoga, kalau nggak ada hal lain lagi, aku naik dulu.”Yoga pun mengangguk.Kelly pun berdiri dan naik ke lantai atas.Saat melewati Yoga, Kelly tidak lagi menunduk.Sebaliknya, dia mengangkat dagu, berjalan dengan tegap dan dengan sorot mata penuh keteguhan melewati pria itu.Yoga menoleh, memandang punggung gadis itu. Hatinya mendadak dipenuhi rasa yang sulit dijelaskan.…Keesokan paginya, seperti biasa, Yoga yang mengantar.Kelly masuk ke mobil, duduk di tempatnya, lalu mengeluarkan tablet pemberian Yoga. Lalu menyambungkan earphone bluetooth dan mulai mendengar siaran berbahasa inggris.Kelly sudah memi

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 98

    Kelly terlihat seperti gadis yang penurut dan pengertian.Yoga malah bilang dia sering menangis, bukankah itu artinya dia merasa tertekan?Yoga bergumam dalam hati, perhatian?Bagaimana caranya memberi perhatian?Dia sudah memberinya makanan enak, minuman enak, dilayani dengan baik, uang pun tidak pernah kurang. Bukankah itu sudah cukup perhatian?Yoga pun bertanya, “Bagaimana caranya perhatian?”Bagaimana caranya perhatian pada Kelly?Selama hidupnya, dia belum pernah berinisiatif memberi perhatian pada orang lain.Kalau soal uang, selama tidak berlebihan, dirinya bisa memenuhinya.Namun selain uang, hal-hal material, Yoga benar-benar tidak tahu bagaimana caranya.Bagi Felix, pertanyaan semacam itu dari Yoga sama sekali tidak mengejutkan.Sejak kecil, dia memang seperti putra mahkota yang selalu dikelilingi orang lain.Yoga mungkin bahkan tidak bisa menuliskan kata perhatian!“Jawabannya hanya satu, yaitu hibur.”“Perempuan itu makhluk yang sensitif. Kalau suasana hatinya baik, semuan

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 97

    Seketika, Yoga sendiri bahkan tidak bisa membedakan, dia khawatir pada Kelly atau hanya khawatir pada bayi di perutnya.Bibi Minah menatap punggung Yoga yang tegas dan penuh amarah, lalu hanya bisa menghela napas tak berdaya.Nona Kelly juga tidak ingin jatuh, kenapa Pak Yoga malah begitu marah?Apa karena cemas dan peduli?Bibi Minah berusaha menenangkan Kelly.“Nona, jangan menangis. Lain kali lebih hati-hati saja.”“Besok aku menyuruh orang untuk ganti karpet yang baru.”Jika memang beresiko, pindah saja ke lantai satu!Dia berpikir untuk membicarakannya dengan Pak Yoga, membiarkan Nona Kelly tinggal di lantai satu. Lebih aman, tidak perlu naik turun tangga.Awalnya, Nyonya Sherly memang sengaja menempatkan Kelly di kamar sebelah Pak Yoga, supaya kalau ada apa-apa, Pak Yoga bisa langsung menjaga.Namun sekarang, rasanya pindah ke lantai satu jauh lebih aman.“Jangan terlalu dipikirkan kata-kata Pak Yoga, dia nggak ada maksud buruk.”“Dia itu sebenarnya khawatir padamu.”“Hanya saja,

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 96

    Jelas-jelas menangis karena merasa tertekan, tapi masih saja mencari alasan bilang matanya alergi.Kenapa mulutnya setajam itu?!Hanya karena masalah sepele, kenapa dirinya harus sampai membuat Kelly menangis?Yoga tahu betul kalau hati Kelly sedang rapuh, tapi mulutnya tetap saja begitu pedas.Hanya gara-gara Kelly minta bantuan Jimmy, bukan dirinya.Yoga tidak terima, lalu menjadikannya bahan sindiran.Dan membuatnya menangis.Seumur hidup, baru kali ini Yoga sadar dirinya ternyata bisa sekecil hati seperti itu.Bahkan sekecil sebuah jarum.…Beberapa menit kemudian, Kelly keluar dari apotek dengan membawa kantong plastik bening.Dia sudah berusaha menenangkan emosinya.Meski matanya masih merah, tapi tangisannya sudah berhenti.Begitu masuk ke mobil, dia pelan berkata, “Maaf, sudah membuatmu menunggu lama.”Setelah memasang sabuk pengaman, Kelly mengeluarkan obat tetes mata, lalu menunduk serius membaca petunjuk di kotaknya.Tadi dia bilang matanya tidak nyaman, agak kering, jadi pe

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 95

    …Saat pulang kuliah, Yoga menyetir sendiri untuk datang menjemput Kelly.Kelly mengira sopir yang menyetir, jadi dia langsung masuk ke kursi belakang.Begitu melihat jelas Yoga yang duduk di kursi pengemudi, dia langsung terbengong.Jika dirinya duduk belakang, bukankah memperlakukan Yoga seolah sopir?Ketika ragu apakah harus pindah ke depan atau tidak, Yoga sudah lebih dulu berkata, “Duduk di belakang? Anggap aku sopir?”Kelly panik bukan main, buru-buru keluar dan pindah ke kursi penumpang depan.Begitu duduk rapi, dia buru-buru minta maaf, “Maaf, aku nggak tahu kalau kamu yang menyetir.”Yoga menyalakan mobil, memutar setir untuk berbalik arah.“Sekarang sudah semakin berani ya? Ada urusan langsung melewatiku dan cari Jimmy!”Menghadapi nada sindiran pria itu, Kelly jadi canggung.“Maaf, aku…”Kelly ingin menjelaskan, tapi merasa tak ada yang perlu dijelaskan. Bagaimanapun, dirinya memang salah.Seharusnya tidak melewati Yoga begitu saja dan langsung mencari Jimmy.Bagaimanapun,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status