Share

Bab 3

Author: Lynette
Mengingat kembali wajah cantik yang penuh air mata itu.

Mengganggu?

Bisa dibilang begitu!

Universitas Tamara.

Sepulangnya, Kelly bahkan tidak makan dan langsung terbaring lemas di tempat tidur. Teman baiknya, Tasya Lobertin masuk dan kaget melihatnya. Lalu bertanya, “Kelly, kamu nggak kerja paruh waktu hari ini?”

Biasanya jam segini mustahil melihat Kelly di arama. Dia selalu sibuk kuliah, sibuk kerja paruh waktu dan paling cepat pun baru bisa pulang ke asrama jam sebelas malam. Sekarang malah tidur siang? Matahari hari ini terbit dari barat?

Kelly mengintip dari balik selimut, menjawab dengan lemah, “Aku nggak enak badan, jadi izin nggak masuk.”

Melihat wajah Kelly yang pucat tanpa sedikit pun rona, Tasya langsung menaruh tasnya, menghampiri tempat tidur dan bertanya cemas, “Kelly, kamu sakit?”

Usai bicara, Tasya meraba kening Kelly. Lalu membandingkan dengan keningnya sendiri. Suhunya normal, tidak demam.

Namun entah kenapa, Kelly tetap terlihat sangat lemah.

Kelly menjawab, “Aku nggak apa-apa, cukup rebahan saja.”

Sebenarnya dia bukan sakit, tapi syok berat. Mentalnya terpukul sampai tubuhnya ikut drop, sehingga seluruh tubuhnya menjadi lemah.

Dia sudah mengumpulkan keberanian untuk meminjam uang dari Tasya demi menggugurkan kandungannya, tapi dokter bilang kondisi tubuhnya berbeda, kalau melakukan aborsi, kemungkinan besar dirinya akan mandul seumur hidup.

Gadis mana pun pasti akan sulit menerima kenyataan seperti itu di posisinya.

Kalau saja dia punya hubungan asmara dan keluarga yang normal, kehamilan ini mungkin tidak akan membuatnya begitu putus asa.

Namun, dengan kondisinya sekarang, kehamilan ini bagaikan petir di siang bolong.

Apalagi, dia bahkan tidak tahu siapa ayah dari anak ini.

Begitu memikirkan ini, air matanya mengalir deras tanpa henti.

Tasya langsung panik.

“Kelly, kamu kenapa? Jangan menakutiku!”

Sudah dua tahun satu kamar dengannya, Kelly adalah gadis paling tegar yang dirinya kenal. Tiba-tiba menangis seperti ini, jelas ada sesuatu yang tidak beres.

Melihat Kelly menangis sampai segitunya, ditambah kondisi fisiknya yang lemah, pikiran buruk pun terlintas di benak Tasya.

“Kelly, jangan-jangan kamu habis diganggu?”

Beberapa hari lalu, kampus digemparkan oleh kasus seorang mahasiswa yang mabuk, lalu diganggu di depan gerbang kampus. Begitu tersebar, berita itu langsung membuat semua orang gelisah.

Namun, pihak kampus tak mengizinkan membahasnya.

Kelly paham betul maksud “ganggu” yang dimaksud Tasya.

Tangisannya semakin pecah.

Ya benar, dirinya memang pernah diganggu.

Kejadiannya dua bulan lalu, tapi dia sama sekali tak punya keberanian untuk melapor ke polisi.

Dia bahkan tak berani menceritakan hal itu pada siapa pun.

Sekarang dirinya malah hamil, rasanya hidup ini sudah hancur total.

Waktu itu, semua terjadi terlalu cepat. Beberapa hari setelahnya, pikirannya masih kosong. Dia bahkan tidak tahu ada pil kontrasepsi darurat.

Dan sekalipun tahu, mungkin dia tetap tak akan membelinya. Dirinya hanya akan berharap tidak hamil saja, sekaligus demi menghemat uang.

“Jangan menangis. Jadi, iya atau nggak? Kalau begitu, kita lapor polisi saja!”

Usai bicara, Tasya langsung hendak mengambil ponselnya.

Mendengar kata lapor polisi, Kelly buru-buru menarik tangannya dan berkata, “Tasya, nggak ada yang menggangguku. Aku hanya lagi nggak enak badan, terus tiba-tiba nggak bisa menahan diri dan menangis saja.”

Dia tidak mau membuat masalah untuk dirinya sendiri dan Tasya. Pria malam itu jelas-jelas bukan orang biasa.

Apalagi, kejadiannya sudah berlalu lama. Melapor pun percuma.

“Terus kamu kenapa?”

Tasya yakin ceritanya tidak sesederhana itu. Apalagi kemarin Kelly sempat meminjam uang empat juta darinya.

“Jangan-jangan keluargamu ada masalah lagi?”

Tasya tahu persis kondisi keluarga Kelly. Ayahnya pecandu judi, ibunya sakit-sakitan, adiknya masih sekolah.

Sehari-hari, Kelly benar-benar berhemat mati-matian demi bisa mengirim uang ke rumah.

“Kamu jangan terlalu pelit sama diri sendiri. Lihat badanmu, sudah seperti kurang gizi.”

“Nggak heran bisa sakit!”

Tasya memang tipe yang blak-blakan.

“Kamu masih mahasiswa, tiap bulan kirim uang ke rumah, lalu hidup seperti apa yang kamu lewati setiap hari?”

“Kamu masih belum makan, ‘kan?”

“Biar kubelikan untukmu.”

Jam segini kantin kampus pasti sudah tutup, jadi Tasya memutuskan keluar untuk membelikan makanan.

Namun, Kelly tidak mau merepotkannya.

Kalau Tasya membelikan makanan, pasti selalu membelikan yang mahal. Kalau Kelly mau membayarnya, dia juga tidak mau menerimanya. Kelly sendiri tidak mau merasa berutang budi pada Tasya.

Selain itu, dia memang tidak tega menghabiskan uang untuk makanan semahal itu.

Anggaran makannya dalam sebulan hanya enam ratus ribu.

Kalau makan menu subsidi di kantin kampus, sebulan masih pas-pasan. Tapi karena sering harus kerja paruh waktu, seringkali dia tidak sempat makan di kantin. Akhirnya, dia beli mi instan untuk disimpan di asrama.

Kalau lapar, dia bakal diam-diam memasak mi instan pakai panci listrik kecilnya.

“Nggak perlu, aku masak mi instan saja.”

Takut Tasya tetap memaksa membelikannya makanan, Kelly buru-buru bangun, mengambil panci listrik kecil dari lemari untuk memasak mi.

Padahal, di asrama dilarang memasak pakai alat listrik, karena alasan keamanan.

Namun, karena sering pulang terlambat entah karena kuliah atau kerja, Kelly tidak tega dan tidak punya uang untuk makan di luar, jadi hanya bisa diam-diam masak di asrama.

Untung saja teman-teman sekamarnya paham kondisinya, mereka cukup pengertian dan tidak pernah melaporkannya.

Kalau pengawas asrama datang memeriksa, mereka bahkan membantu menutupinya.

Tasya melihatnya, wajah Kelly pucat sekali dan terlihat seperti orang kekurangan gizi.

“Sudah, jangan masak. Mending kamu mandi dulu! Kebetulan aku juga lapar. Ada buka warung baru di depan kampus, ada beberapa menu yang mau aku coba. Aku pasti nggak habis, nanti kamu bantu aku menghabiskannya saja.”

Usai bicara, Tasya mengambilkan baju dari jemuran di balkon, menyerahkannya pada Kelly dan menyuruhnya cepat mandi.

Setelah mandi dan mencuci baju, Tasya sudah kembali sambil membawa makanan.

Dia membeli tiga porsi dengan menu berbeda, lalu mengajak Kelly makan bersama.

Entah karena hamil atau hanya sugesti, meski aromanya sedap, Kelly malah merasa mual saat mencium baunya.

Dia menahan rasa tidak nyaman itu, memaksa makan setengah porsi. Setelah Tasya selesai makan, Kelly membantu membereskan meja, lalu kembali berbaring di tempat tidur untuk tidur.

Malam itu, Kelly berulang kali berguling di tempat tidur, memikirkan banyak hal.

Dengan kondisinya sekarang, mustahil dirinya bisa melahirkan anak ini. Dia sama sekali tidak mampu membesarkannya. Tapi, memikirkan kemungkinan bahwa setelah aborsi, dirinya mungkin akan mandul seumur hidup…

Dia pun menangis sedih.

Takut membangunkan teman sekamarnya, dia hanya bisa menutup mulut dengan selimut dan membiarkan air matanya mengalir tanpa suara.

Sepanjang malam, dia tidak tidur sampai pagi. Jam enam pagi, dia bangun pelan-pelan, mengenakan baju dan membereskan diri. Lalu mengambil KTP, lembar hasil USG, ponsel dan botol minum, memasukkannya ke tas. Dia membuka pintu asrama perlahan dan pergi.

Dari kampus ke rumah sakit hanya perlu melewati dua halte bus, ongkosnya empat ribu. Tapi karena melihat waktunya masih pagi, demi menghemat empat ribu itu, dia memilih berjalan kaki.

Udara di pagi hari terasa segar sekali. Aroma lembab berpadu dengan wangi rumput, tetapi langkah kaki dan hatinya terasa berat.

Sambil berjalan pelan, tangannya tanpa sadar menyentuh perut. Dari hasil pencarian di internet, bayi di dalam kandungannya baru sebesar dua butir anggur, tapi dia merasa seolah sudah bisa merasakan keberadaan mereka.

Dokter sempat mengucapkan selamat padanya, kandungannya kembar, sudah ada detak jantung dan janinnya sehat. Dokter bahkan menyuruhnya mendengarkan suara detak jantung itu. Saat terdengar suara dug dug yang cepat dan teratur dari alat USG, dia sama sekali tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Pikirannya hanya terasa kosong.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 100

    Jimmy membalas, [Pak Yoga, semua pakaian Nona Kelly dipilih langsung oleh staf toko sesuai dengan bentuk tubuh dan karakternya.]Saat membeli pakaian, Kelly tidak memilih sendiri dan merasa tidak ada yang cocok.Akhirnya, staf toko yang memilihkan untuknya.Kemudian, beberapa kali pakaian dikirim ke Vila juga dibuat sesuai ukuran tubuh Nona Kelly.Semua pakaian itu normal saja, Jimmy tidak mengerti maksud bosnya menanyakan hal itu.Dia pun menatap foto itu beberapa kali, tetap tidak melihat ada yang aneh.Yoga pun tidak membalas pesannya.…Kelly tiba di asrama.Hari ini tidak ada kelas pagi, tapi karena Yoga mau ke kantor dan sekalian mengantarnya, Kelly pun berangkat lebih awal.Melihat penampilan Kelly, Tasya langsung terpesona.Asrama itu kosong, tidak ada orang.Tasya berkata, “Kelly, gaunmu cantik sekali!“Dan menutupi perutmu juga, nggak kelihatan perut buncitnya.”Kelly tersenyum dan berkata, “Iya, ‘kan? Aku juga merasa cantik dan bahannya juga enak dipakai.”Benar-benar ada ha

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 99

    Namun, Yoga tidak menganggapnya begitu.Dari hasil penyelidikan, gadis kecil ini keras kepala dan punya tekad kuat.Sikap patuh hanyalah tameng perlindungan di hadapannya.Namun, dia juga gadis yang polos dan tangguh.Yoga berkata, “Mulai sekarang, kalau bicara denganku, angkat kepala. Jangan menunduk.”Mendengar itu, Kelly benar-benar menurut, mengangkat kepala dan menatapnya.“Pak Yoga, kalau nggak ada hal lain lagi, aku naik dulu.”Yoga pun mengangguk.Kelly pun berdiri dan naik ke lantai atas.Saat melewati Yoga, Kelly tidak lagi menunduk.Sebaliknya, dia mengangkat dagu, berjalan dengan tegap dan dengan sorot mata penuh keteguhan melewati pria itu.Yoga menoleh, memandang punggung gadis itu. Hatinya mendadak dipenuhi rasa yang sulit dijelaskan.…Keesokan paginya, seperti biasa, Yoga yang mengantar.Kelly masuk ke mobil, duduk di tempatnya, lalu mengeluarkan tablet pemberian Yoga. Lalu menyambungkan earphone bluetooth dan mulai mendengar siaran berbahasa inggris.Kelly sudah memi

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 98

    Kelly terlihat seperti gadis yang penurut dan pengertian.Yoga malah bilang dia sering menangis, bukankah itu artinya dia merasa tertekan?Yoga bergumam dalam hati, perhatian?Bagaimana caranya memberi perhatian?Dia sudah memberinya makanan enak, minuman enak, dilayani dengan baik, uang pun tidak pernah kurang. Bukankah itu sudah cukup perhatian?Yoga pun bertanya, “Bagaimana caranya perhatian?”Bagaimana caranya perhatian pada Kelly?Selama hidupnya, dia belum pernah berinisiatif memberi perhatian pada orang lain.Kalau soal uang, selama tidak berlebihan, dirinya bisa memenuhinya.Namun selain uang, hal-hal material, Yoga benar-benar tidak tahu bagaimana caranya.Bagi Felix, pertanyaan semacam itu dari Yoga sama sekali tidak mengejutkan.Sejak kecil, dia memang seperti putra mahkota yang selalu dikelilingi orang lain.Yoga mungkin bahkan tidak bisa menuliskan kata perhatian!“Jawabannya hanya satu, yaitu hibur.”“Perempuan itu makhluk yang sensitif. Kalau suasana hatinya baik, semuan

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 97

    Seketika, Yoga sendiri bahkan tidak bisa membedakan, dia khawatir pada Kelly atau hanya khawatir pada bayi di perutnya.Bibi Minah menatap punggung Yoga yang tegas dan penuh amarah, lalu hanya bisa menghela napas tak berdaya.Nona Kelly juga tidak ingin jatuh, kenapa Pak Yoga malah begitu marah?Apa karena cemas dan peduli?Bibi Minah berusaha menenangkan Kelly.“Nona, jangan menangis. Lain kali lebih hati-hati saja.”“Besok aku menyuruh orang untuk ganti karpet yang baru.”Jika memang beresiko, pindah saja ke lantai satu!Dia berpikir untuk membicarakannya dengan Pak Yoga, membiarkan Nona Kelly tinggal di lantai satu. Lebih aman, tidak perlu naik turun tangga.Awalnya, Nyonya Sherly memang sengaja menempatkan Kelly di kamar sebelah Pak Yoga, supaya kalau ada apa-apa, Pak Yoga bisa langsung menjaga.Namun sekarang, rasanya pindah ke lantai satu jauh lebih aman.“Jangan terlalu dipikirkan kata-kata Pak Yoga, dia nggak ada maksud buruk.”“Dia itu sebenarnya khawatir padamu.”“Hanya saja,

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 96

    Jelas-jelas menangis karena merasa tertekan, tapi masih saja mencari alasan bilang matanya alergi.Kenapa mulutnya setajam itu?!Hanya karena masalah sepele, kenapa dirinya harus sampai membuat Kelly menangis?Yoga tahu betul kalau hati Kelly sedang rapuh, tapi mulutnya tetap saja begitu pedas.Hanya gara-gara Kelly minta bantuan Jimmy, bukan dirinya.Yoga tidak terima, lalu menjadikannya bahan sindiran.Dan membuatnya menangis.Seumur hidup, baru kali ini Yoga sadar dirinya ternyata bisa sekecil hati seperti itu.Bahkan sekecil sebuah jarum.…Beberapa menit kemudian, Kelly keluar dari apotek dengan membawa kantong plastik bening.Dia sudah berusaha menenangkan emosinya.Meski matanya masih merah, tapi tangisannya sudah berhenti.Begitu masuk ke mobil, dia pelan berkata, “Maaf, sudah membuatmu menunggu lama.”Setelah memasang sabuk pengaman, Kelly mengeluarkan obat tetes mata, lalu menunduk serius membaca petunjuk di kotaknya.Tadi dia bilang matanya tidak nyaman, agak kering, jadi pe

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 95

    …Saat pulang kuliah, Yoga menyetir sendiri untuk datang menjemput Kelly.Kelly mengira sopir yang menyetir, jadi dia langsung masuk ke kursi belakang.Begitu melihat jelas Yoga yang duduk di kursi pengemudi, dia langsung terbengong.Jika dirinya duduk belakang, bukankah memperlakukan Yoga seolah sopir?Ketika ragu apakah harus pindah ke depan atau tidak, Yoga sudah lebih dulu berkata, “Duduk di belakang? Anggap aku sopir?”Kelly panik bukan main, buru-buru keluar dan pindah ke kursi penumpang depan.Begitu duduk rapi, dia buru-buru minta maaf, “Maaf, aku nggak tahu kalau kamu yang menyetir.”Yoga menyalakan mobil, memutar setir untuk berbalik arah.“Sekarang sudah semakin berani ya? Ada urusan langsung melewatiku dan cari Jimmy!”Menghadapi nada sindiran pria itu, Kelly jadi canggung.“Maaf, aku…”Kelly ingin menjelaskan, tapi merasa tak ada yang perlu dijelaskan. Bagaimanapun, dirinya memang salah.Seharusnya tidak melewati Yoga begitu saja dan langsung mencari Jimmy.Bagaimanapun,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status