Share

Bab 9

Penulis: Lynette
Kelly buru-buru mengalihkan pandangan ke arah Nyonya Sherly, “Nenek…”

Nenek menatapnya penuh kasih sayang, “Kelly, kamu kecapekan, ya?”

“Istirahat saja dulu ke lantai atas! Nanti aku akan menyuruh orang untuk memanggilmu makan nanti.”

Kelly sudah seharian mondar-mandir di rumah sakit, apalagi sedang hamil, pasti kecapekan.

Nyonya Sherly pun memanggil Bibi Minah untuk mengantarnya naik ke atas.

Kelly melambaikan tangan, “Aku nggak capek, nenek.”

Kelly agak menunduk malu, dia memang terlalu tidak sopan tadi.

Bisa-bisanya melamun saat nenek sedang bicara dengannya.

Meski begitu, Nyonya Sherly tetap menyuruh Bibi Minah membawa Kelly naik ke kamar atas.

Begitu Kelly pergi, Nyonya Sherly langsung menatap Yoga dan berkata, “Yoga, bisa nggak jangan pasang muka seperti semua orang berhutang padamu?”

“Aku sudah selidiki soal Kelly. Bukan dia yang sengaja mendekatimu, tapi kamu yang mengganggunya duluan.”

“Secara hukum, itu pelanggaran, tahu nggak?”

“Bisa-bisanya kamu masih pasang muka seperti itu.”

“Untungnya Kelly itu anak yang baik dan waktu ditakut-takuti anak buahmu, dia nggak berani melapor polisi.”

“Jangan pikir hanya karena punya sedikit uang, kamu bisa seenaknya.”

Yoga merasa kepalanya mulai nyut-nyutan. Dia berdiri dan berkata pada neneknya, “Nenek, aku naik ke atas dulu.”

Sekarang, hanya Nyonya Sherly yang bisa bicara begitu padanya. Kalau orang lain, pasti sudah diusir olehnya.

Melihat sikapnya yang keras kepala, Nyonya Sherly semakin kesal, “Dengarkan baik-baik! Perlakukan Kelly dengan baik. Kalau sampai terjadi apa-apa sama anak di kandungannya, kamu yang kusalahkan!”

Keluarga Liyas susah payah baru punya keturunan, mana mungkin dia membiarkan cucunya berulah sampai membuat anak itu gugur.

“Aku sudah biarkan Kelly tinggal di kamar sebelahmu. Kalau ada apa-apa, kamu bisa langsung menjaganya.”

Lantai dua adalah area terlarang di malam hari, pembantu tidak boleh naik. Nyonya Sherly sengaja menempatkan Kelly di lantai dua supaya Yoga lebih mudah menjaganya.

Yoga mengerutkan kening, “Kenapa nggak di lantai satu saja?”

Lantai dua adalah wilayahnya dan dia sangat tidak suka ada orang lain masuk ke area pribadinya.

Biasanya, selain untuk bersih-bersih, para pembantu tidak diizinkan berlama-lama di lantai dua.

“Lantai satu terlalu ramai, terlalu berisik, tidak cocok untuk ibu hamil.”

Selain itu, hanya Yoga yang tinggal di gedung utama, sementara para pembantu tinggal di bangunan belakang. Nyonya Sherly hanya sesekali datang menginap. Kalau Kelly tinggal di lantai satu, saat butuh bantuan malah susah memanggil orang.

Menempatkan Kelly di lantai dua sebenarnya ada tujuannya.

Pertama untuk memudahkan Yoga menjaganya, kedua untuk memberi kesempatan agar keduanya bisa membangun hubungan.

Cucunya ingin sangat dingin, tidak tertarik pada pria dan wanita. Tidak mungkin dibiarkan hidup menyendiri selamanya.

Jadi, dirinya harus menyiapkan pasangan untuknya dan Kelly adalah pilihan terbaik.

Pertama, dia adalah ibu dari anak-anak dan anak membutuhnya ibunya.

Kedua, Yoga mau menyentuhnya, itu artinya dia tidak menolak kehadirannya.

Ketiga, Kelly ini pembawa keberuntungan! Dia pembawa rezeki Keluarga Liyas.

Meski situasi malam itu berbeda, Nyonya Sherly sangat mengenal cucunya. Kalau Yoga tidak punya perasaan sama sekali pada Kelly, sampai mati pun dia tak akan menyentuhnya.

Entah itu tergoda nafsu atau murni dorongan fisik, yang jelas ada ketertarikan!

Kalau ada sekali, pasti ada dua kali. Tak lama lagi, Keluarga Liyas pasti akan dipenuhi cucu-cucu!

Memikirkan itu, Nyonya Sherly pun tersenyum lebar.

Sementara itu, Yoga yang ada di samping sudah malas melihat tingkat neneknya dan langsung berbalik naik ke atas.

Di lantai atas, Bibi Minah menjelaskan pada Kelly tentang tata letak kamar di lantai dua. Intinya adalah lantai dua itu wilayah pribadi Yoga. Jadi, jangan sembarangan jalan agar tidak membuatnya marah.

Begitu tahu kamar sebelah adalah kamar Yoga, Kelly langsung gugup.

“Bibi Minah, bolehkah aku tinggal di lantai satu saja? Aku takut mengganggu Pak Yoga kalau tinggal di lantai dua.”

“Hanya ada kamu dan Pak Yoga saja di gedung ini pada malam hari. Tinggal di lantai dua lebih mudah untuk saling menjaga.”

Mendengar itu, Kelly semakin gugup. Jadi, hanya ada dirinya dan Yoga di rumah sebesar ini pada malam hari?

Seumur hidupnya, dia belum pernah tinggal di rumah sebesar ini, apalagi hanya berdua. Rasanya sepi dan menyeramkan sekali!

Kelly pun bertanya pada Bibi Minah, “Nenek tinggal di mana?”

Kalau bisa, dia lebih memilih tinggal bersama Nyonya Sherly daripada harus bersama Yoga.

Nyonya Sherly terlihat ramah dan hangat, sedangkan Yoga dingin seperti mesin pembuat es.

Berada di ruang yang sama dengannya bisa membuat asam langsung Kelly kambuh sangking tegangnya.

Tentu saja, dia tidak berani menyatakan keinginannya.

Bagaimanapun, dirinya sadar betul statusnya.

Hanya alat untuk melahirkan anak saja.

Kelly pun tidak paham, kenapa hanya karena dirinya hamil, Yoga mau membayar seratus miliar demi menyuruh dirinya melahirkannya.

Padahal kalau orang kaya mau anak, pasti banyak perempuan yang bersedia mengandung untuk mereka.

Mungkin karena dirinya hamil anak kembar?

Bibi Minah menjawab, “Nyonya Sherly tinggal di Rumah Tua, kadang-kadang saja menginap di sini.”

Melihat wajah Kelly yang tampak cemas, Bibi Minah menambahkan, “Nona, tenang saja tinggal di sini. Pak Yoga memang terlihat tegas dan dingin, tapi sebenarnya orangnya baik. Jangan takut.”

Setelah menenangkannya, Bibi Minah pun turun.

Kelly berdiri di depan pintu sambil memegang tas dan memandang kamar yang luar itu. Entah kenapa, rasa takut yang tidak jelas alasannya mulai merayap.

Dia tidak pernah punya kamar sebesar ini. Sejak kecil, dia tidak punya kamar sendiri. Waktu kecil, dia tidur sekamar dengan adiknya, setelah dewasa, dia tinggal dengan ibunya. Kalau ayahnya pulang, dia pindah tidur di ruang tamu yang kecil, penuh meja makan, sofa dan tumpukan barang lain.

Dia tumbuh dewasa tanpa rasa aman, tidak berani tidur sendirian. Justru karena ruang tamunya sempit dan penuh, dia malah merasa aman.

Selain itu, isolasi suara di rumahnya sangat buruk, bahkan kalau ada orang di kamar yang membalikkan badan saja, suara derit papan ranjangnya akan terdengar jelas. Justru karena itu, dia tidak merasa takut saat tidur.

Setelah kuliah, dia tinggal di asrama. Karena ada teman sekamar, dia juga tidak takut.

Sekarang, dia harus tidur sendirian di kamar sebesar ini, di tempat yang begitu asing. Jujur saja, bahkan sebelum malam tiba, rasa takut itu sudah mulai muncul.

Perlahan, dia berjalan ke tepi ranjang, ingin menaruh tasnya di atas. Tapi, melihat seprai dan sarung bantal yang baru diganti, dia jadi tidak berani.

Takut mengotorinya.

Seprai dan sarung itu terlihat sangat mahal.

Dengan hati-hati, Kelly mengangkat selimut yang terlipat rapi di atas ranjang, lalu menepuknya pelan. Ranjang itu terasa begitu empuk, hanya dengan menyentuhnya saja sudah terasa nyaman.

Sebenarnya, dia mulai merasa mengantuk, karena tidak tidur semalaman dan bolak balik ke sana kemari. Dia ingin sekali merebahkan diri.

Namun, karena masih mengenakan baju luar, Kelly merasa tidak nyaman untuk langsung tidur di ranjang.

Dia merasa dirinya penuh dengan kuman.

Namun, tidak mungkin untuk mengganti baju sekarang. Ini rumah orang lain, belum waktunya tidur malam dan sewaktu-waktu mungkin saja ada orang yang masuk.

Kelly pun mengambil tas ransel ke sofa, meletakkannya di ujung sofa, lalu coba berbaring. Panjang sofanya lumayan dan berbaring di sana terasa cukup nyaman.

Mungkin karena terlalu lelah, dia baru berbaring kurang dari dua menit sudah terlelap.

Dia memang tipe orang yang mudah bermimpi. Begitu tidur, mimpinya akan terus berlanjut sampai terbangun. Isinya selalu aneh-aneh dan biasanya setelah bangun, dia tidak mengingatnya sama sekali.

Sejak kecil sudah begitu, jadi dia pun sudah terbiasa.

Namun berbeda dengan kali ini. Dalam mimpinya, dia melihat dua ekor naga terus mengejarnya dan hendak menerkamnya.

Sangking takutnya, dia pun berlari sambil minta tolong.

Dia ingin lari, tapi kakinya seperti tertahan timah, berak sekali digerakkan. Dua naga itu sudah membuka mulut lebar-lebar dan hampir menerkamnya.

Kelly berteriak dan langsung membuka mata.

Begitu membuka mata, dia malah melihat sebuah wajah besar menempel dekat sekali dengan wajahnya. Reflek, Kelly mengangkat tangan dan menamparnya.

“Aaa! Minggir!”

Suara tamparan yang nyaring mendarat tepat di wajah Yoga, sekaligus membuat Kelly benar-benar tersadar.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 100

    Jimmy membalas, [Pak Yoga, semua pakaian Nona Kelly dipilih langsung oleh staf toko sesuai dengan bentuk tubuh dan karakternya.]Saat membeli pakaian, Kelly tidak memilih sendiri dan merasa tidak ada yang cocok.Akhirnya, staf toko yang memilihkan untuknya.Kemudian, beberapa kali pakaian dikirim ke Vila juga dibuat sesuai ukuran tubuh Nona Kelly.Semua pakaian itu normal saja, Jimmy tidak mengerti maksud bosnya menanyakan hal itu.Dia pun menatap foto itu beberapa kali, tetap tidak melihat ada yang aneh.Yoga pun tidak membalas pesannya.…Kelly tiba di asrama.Hari ini tidak ada kelas pagi, tapi karena Yoga mau ke kantor dan sekalian mengantarnya, Kelly pun berangkat lebih awal.Melihat penampilan Kelly, Tasya langsung terpesona.Asrama itu kosong, tidak ada orang.Tasya berkata, “Kelly, gaunmu cantik sekali!“Dan menutupi perutmu juga, nggak kelihatan perut buncitnya.”Kelly tersenyum dan berkata, “Iya, ‘kan? Aku juga merasa cantik dan bahannya juga enak dipakai.”Benar-benar ada ha

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 99

    Namun, Yoga tidak menganggapnya begitu.Dari hasil penyelidikan, gadis kecil ini keras kepala dan punya tekad kuat.Sikap patuh hanyalah tameng perlindungan di hadapannya.Namun, dia juga gadis yang polos dan tangguh.Yoga berkata, “Mulai sekarang, kalau bicara denganku, angkat kepala. Jangan menunduk.”Mendengar itu, Kelly benar-benar menurut, mengangkat kepala dan menatapnya.“Pak Yoga, kalau nggak ada hal lain lagi, aku naik dulu.”Yoga pun mengangguk.Kelly pun berdiri dan naik ke lantai atas.Saat melewati Yoga, Kelly tidak lagi menunduk.Sebaliknya, dia mengangkat dagu, berjalan dengan tegap dan dengan sorot mata penuh keteguhan melewati pria itu.Yoga menoleh, memandang punggung gadis itu. Hatinya mendadak dipenuhi rasa yang sulit dijelaskan.…Keesokan paginya, seperti biasa, Yoga yang mengantar.Kelly masuk ke mobil, duduk di tempatnya, lalu mengeluarkan tablet pemberian Yoga. Lalu menyambungkan earphone bluetooth dan mulai mendengar siaran berbahasa inggris.Kelly sudah memi

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 98

    Kelly terlihat seperti gadis yang penurut dan pengertian.Yoga malah bilang dia sering menangis, bukankah itu artinya dia merasa tertekan?Yoga bergumam dalam hati, perhatian?Bagaimana caranya memberi perhatian?Dia sudah memberinya makanan enak, minuman enak, dilayani dengan baik, uang pun tidak pernah kurang. Bukankah itu sudah cukup perhatian?Yoga pun bertanya, “Bagaimana caranya perhatian?”Bagaimana caranya perhatian pada Kelly?Selama hidupnya, dia belum pernah berinisiatif memberi perhatian pada orang lain.Kalau soal uang, selama tidak berlebihan, dirinya bisa memenuhinya.Namun selain uang, hal-hal material, Yoga benar-benar tidak tahu bagaimana caranya.Bagi Felix, pertanyaan semacam itu dari Yoga sama sekali tidak mengejutkan.Sejak kecil, dia memang seperti putra mahkota yang selalu dikelilingi orang lain.Yoga mungkin bahkan tidak bisa menuliskan kata perhatian!“Jawabannya hanya satu, yaitu hibur.”“Perempuan itu makhluk yang sensitif. Kalau suasana hatinya baik, semuan

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 97

    Seketika, Yoga sendiri bahkan tidak bisa membedakan, dia khawatir pada Kelly atau hanya khawatir pada bayi di perutnya.Bibi Minah menatap punggung Yoga yang tegas dan penuh amarah, lalu hanya bisa menghela napas tak berdaya.Nona Kelly juga tidak ingin jatuh, kenapa Pak Yoga malah begitu marah?Apa karena cemas dan peduli?Bibi Minah berusaha menenangkan Kelly.“Nona, jangan menangis. Lain kali lebih hati-hati saja.”“Besok aku menyuruh orang untuk ganti karpet yang baru.”Jika memang beresiko, pindah saja ke lantai satu!Dia berpikir untuk membicarakannya dengan Pak Yoga, membiarkan Nona Kelly tinggal di lantai satu. Lebih aman, tidak perlu naik turun tangga.Awalnya, Nyonya Sherly memang sengaja menempatkan Kelly di kamar sebelah Pak Yoga, supaya kalau ada apa-apa, Pak Yoga bisa langsung menjaga.Namun sekarang, rasanya pindah ke lantai satu jauh lebih aman.“Jangan terlalu dipikirkan kata-kata Pak Yoga, dia nggak ada maksud buruk.”“Dia itu sebenarnya khawatir padamu.”“Hanya saja,

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 96

    Jelas-jelas menangis karena merasa tertekan, tapi masih saja mencari alasan bilang matanya alergi.Kenapa mulutnya setajam itu?!Hanya karena masalah sepele, kenapa dirinya harus sampai membuat Kelly menangis?Yoga tahu betul kalau hati Kelly sedang rapuh, tapi mulutnya tetap saja begitu pedas.Hanya gara-gara Kelly minta bantuan Jimmy, bukan dirinya.Yoga tidak terima, lalu menjadikannya bahan sindiran.Dan membuatnya menangis.Seumur hidup, baru kali ini Yoga sadar dirinya ternyata bisa sekecil hati seperti itu.Bahkan sekecil sebuah jarum.…Beberapa menit kemudian, Kelly keluar dari apotek dengan membawa kantong plastik bening.Dia sudah berusaha menenangkan emosinya.Meski matanya masih merah, tapi tangisannya sudah berhenti.Begitu masuk ke mobil, dia pelan berkata, “Maaf, sudah membuatmu menunggu lama.”Setelah memasang sabuk pengaman, Kelly mengeluarkan obat tetes mata, lalu menunduk serius membaca petunjuk di kotaknya.Tadi dia bilang matanya tidak nyaman, agak kering, jadi pe

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 95

    …Saat pulang kuliah, Yoga menyetir sendiri untuk datang menjemput Kelly.Kelly mengira sopir yang menyetir, jadi dia langsung masuk ke kursi belakang.Begitu melihat jelas Yoga yang duduk di kursi pengemudi, dia langsung terbengong.Jika dirinya duduk belakang, bukankah memperlakukan Yoga seolah sopir?Ketika ragu apakah harus pindah ke depan atau tidak, Yoga sudah lebih dulu berkata, “Duduk di belakang? Anggap aku sopir?”Kelly panik bukan main, buru-buru keluar dan pindah ke kursi penumpang depan.Begitu duduk rapi, dia buru-buru minta maaf, “Maaf, aku nggak tahu kalau kamu yang menyetir.”Yoga menyalakan mobil, memutar setir untuk berbalik arah.“Sekarang sudah semakin berani ya? Ada urusan langsung melewatiku dan cari Jimmy!”Menghadapi nada sindiran pria itu, Kelly jadi canggung.“Maaf, aku…”Kelly ingin menjelaskan, tapi merasa tak ada yang perlu dijelaskan. Bagaimanapun, dirinya memang salah.Seharusnya tidak melewati Yoga begitu saja dan langsung mencari Jimmy.Bagaimanapun,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status