Mereka turun ke lantai dasar dengan menggunakan lift seperti kemarin. Tidak ada orang lain yang melewati tempat itu, selain keluarga dari pasien VIP. Sementara sopir sudah siap menunggu dan membukakan pintu mobil untuk mereka. Tama duduk dengan melihat ke jendela. Sementara Riti duduk di sampingnya dengan gelisah, ia tidak percaya diri karena penampilannya. “Apa kita akan pulang? Aku lapar!” kata Riti dengan wajah memelas pada Tama. “Iya! Aku tahu!” kata Tama dengan wajah datarnya. Sebenarnya ia juga lapar, tapi rumah sakit tidak menyediakan makanan untuk dirinya dan tidak ingin makan pula di sana. Ia tidak nyaman sebab aroma rumah sakit itu tidak membuatnya berselera. Melihat sikap Tama, Riti semakin yakin, kalau pria itu hanya bicara cinta di depan ibunya. Tidak mungkin ia bersikap begitu datar pada wanita yang dicintainya. Ia tidak memiliki gairah, setiap kali Riti mengajaknya bercinta. Dalam cinta itu ada hasrat untuk saling memiliki, memuaskan dan membahagiakan, tapi sikap
“Bagaimana makanannya, apa ini enak?” Tama bertanya lagi. Riti tersenyum dan berkata, “Enak! Apa kamu yang memasak sendiri, karena hotel ini milikmu?” Riti hanya menebak.“Ya!”“Oh! Sepertinya aku kalah denganmu!” Tama kecewa dengan jawaban Riti padahal, ia berharap wanita itu memuji usahanya. Namun, ia bisa bersabar dan ahli dalam menguasai ilmu sabarnya. Jadi, ia hanya perlu waktu sedikit lagi. Saat Riti mandi, ia memasuki dapur hotel dan mulai membuat roti panggang dengan isian daging dan sayuran. Semua koki dan chef tidak berani mengusik, mereka tahu jika Tama memasak, itu tandanya ia sedang mengalihkan perasaannya.“Kamu mau tahu kenapa aku memasak untukmu?” Tama bertanya lagi.“Bukan untukku, tapi untuk kita, Iya, kan?” Riti balik bertanya dan Tama mengangguk membenarkannya. “Tapi kamu bisa mengatakan alasannya, eum .... misalnya karena di hotel ini kekurangan pelayan!” Riti berkata lagi, sambil tertawa. Tama diam dan menyandarkan badannya. Ia senang melihat istrin
“Yuna? Kamu di sini juga?” tanya Riti terlihat gugup saat bertemu saudaranya. Yuna tertegun sejenak saat melihat Tama yang menggamit tangan Riti agar lebih dekat. Pria itu posesif dan terlihat berbeda, dan sama sekali tidak menakutkan.“Ya! Aku mau syuting besok di sekitar sini!” katanya.“Kamu meneleponku tadi, ada apa?” Riti kembali bertanya, “Maaf, aku tidak sempat mengangkatnya!” “Ya, aku ingin bertanya soal Ibu! Bagaimana keadaannya? Apa kamu meninggalkannya dan bersenang-senang di sini?” jawab Yuna, dengan ketus. Ucapannya menyudutkan, seolah-olah Riti sangat bersalah.Riti heran, kenapa Yuna begitu perhatian pada ibunya, padahal, selama mereka berpisah, kakaknya itu hampir tidak pernah menanyakan keadaan ibu mereka.“Kemarin Ibu baik-baik saja, tapi hari ini aku belum melihatnya!” kata Riti jujur.Tama menepuk kepala Riti dengan lembut seolah memberi isyarat bahwa, semua dalam kendalinya dan akan baik-baik saja.Yuna cemburu dengan sikap Tama yang begitu lembut pada a
“Ibu benar juga! Siapa tahu semua yang aku lihat itu hanya pura-pura, dia pikir aku iri padanya?” sahut Yuna menanggapi Kiran. Lalu, mereka minum teh dan membicarakan soal film agar bisa melupakan kejadian tentang Riti dan Tama. Sementara itu, di dalam kendaraan, Tama dan rombongannya sudah tiba di perbatasan. Riti melihat teleponnya yang tidak bisa menyala dan menyesalkan keteledorannya.Tama melihat Riti gelisah dan langsung mengambil handphone-nya, melepaskan SIM-card dan memberikannya pada Riti.“Apa kamu mau menelepon seseorang? Pakai saja punyaku!” katanya. Riti menoleh dengan rasa tak percaya karena pria itu memberikan hal yang penting padanya. Sebuah handphone adalah benda penting bagi setiap orang di zaman sekarang. “Aku hanya mau menghubungi Jojo dan memintakan izin, biar manajer tidak marah!” jawab Riti. “Kalau manajer kamu marah, keluar saja, jangan bekerja lagi di sana!” “Mencari pekerjaan lain itu tidak mudah, jangan seenaknya bicara!”Sebenarnya Riti masih
“Jadi, kamu besok tidak bisa ke sini, karena sudah mulai bekerja?” tanya Mela setelah Riti selesai mengatakan bahwa, dirinya diterima. “Ya! Aku mungkin akan lebih merepotkan kamu, Suster!” kata Riti. “Tidak apa, sudah kubilang, dia seperti ibuku sendiri!” kata Mela sambil tersenyum manis. Ia punya rahasia soal menjaga pasien yang bernama Tina. Beberapa hari yang lalu, ada seorang pria paruh baya mendatanginya dan menanyakan informasi tentang penyakit Tina. Ia pun menyampaikan dengan jujur apa adanya. Wanita itu memiliki kesempatan hidup yang tidak lama lagi, ia menderita kanker darah stadium tiga. Lalu, pria itu memberinya sejumlah uang untuk menjaga Tina dengan lebih baik, jika Riti tidak ada. Bisa dikatakan jika Mela akan menjadi suster pribadi bagi ibunya. Namun, semua hal ini harus mereka rahasiakan, dengan alasan Riti akan menolak kebaikannya. Mela tidak tahu siapa pria itu dan ia menebak bahwa, kemungkinan dia adalah suami yang sudah menceraikan Tina. Jadi, wajar kalau Riti
Riti sangat kecewa malam itu, ia sudah menghabiskan uang, tapi sikap Leri begitu menyakitkan. Ia tidak menghargai kado darinya, tapi justru meminta tubuhnya sebagai hadiah, teman macam apa itu.“Aku mau membantu Sarah dan mencarimu di rumah kakek, juga rumah sakit, tapi kamu tidak ada, sebenarnya kamu ke mana? Apa Tuan Tama bersamamu?” “Ya! Aku pergi dengan Tama! Dari mana kamu tahu soal aku dan Tama?” tanya Riti heran. Jojo tiba-tiba menjadi gugup, tidak tahu bagaimana memulai cerita, bahwa, ia pernah ditangkap hingga ia bisa tahu tentang pernikahan Riti dan Tama. Hal yang penting dari kejadian itu adalah ia tidak boleh menyakiti wanita itu. “Aku dengar dari teman-teman ... dia datang untuk membelamu!” katanya tenang, sebenarnya ia menyesal tidak datang dan menonton pertunjukan. Rasanya puas sekali bisa melihat Leri dipukuli.“Apalagi yang mereka katakan?” tanya Riti penasaran, ia tidak bisa melihat bagaimana berita itu tersebar karena tidak punya handphone.“Kata mereka kam
Riti penasaran serta cemas dengan apa yang akan dilakukan Yuna, hingga ia pun mengikutinya. Yuna mengambil beberapa produk kosmetik dan juga kebutuhan rumah tangga lainnya—yang harganya paling mahal di sana. “Apa yang Kakak lakukan?” tanya Riti dengan gelisah.“Kenapa? Apa kamu takut karena tidak punya uang? Kamu bilang Tama mencintaimu, kan? Tapi kenapa dia tidak memberimu uang? Hah!” ketus Yuna berkata sambil berjalan ke arah kasir, kebetulan di sana tidak ada yang mengantre. “Ini dia, orang yang akan membayarnya!” kata Yuna setelah selesai belanja, ia berkata pada kasir seraya menunjuk pada Riti. Setelah itu ia melihat pada Riti dan Jojo yang bengong, demi melihat struk belanja yang ditunjukkan oleh kasir. Nominal yang tertera di sana senilai hampir lima juta. Yuna memang keterlaluan, padahal, barang yang diambilnya tidak banyak, tapi harga dari beberapa barang itu cukup tinggi. Riti tiba-tiba menjadi lemas, ia tidak punya uang sebanyak itu. Ia tahu kenapa Tama tidak mem
Jojo tahu Jasin adalah salah satu asisten Tama, yang pernah menangkapnya. Itu artinya Tama berada tak jauh dari sana. Ia pun menjauh dari Riti. “Riti, urusan kita sudah selesai, aku pulang dulu, ya!” katanya dan Riti mengangguk. Pembayaran telah selesai, lalu Riti berjalan di belakang Jasin dan ke luar dari toserba. Kini antrean kembali normal. Sementara pria bersenjata menunjukkan tangannya yang kosong, ia hanya berpura-pura dan senjatanya hanyalah mainan yang baru saja ia ambil di sana. Riti dan Jasin langsung masuk ke mobil, Tama ada di dalamnya. Tentu saja gadis itu heran, bagaimana Tama bisa tahu dirinya sedang ada di toserba dan bermasalah dengan kelakuan Yuna. Sebenarnya itu tidak disengaja, saat Tama hendak menjemput Riti di rumah sakit, mobilnya berhenti karena macet di depan toserba. Tama melihat Yuna sedang menelepon seseorang dan secara tidak sengaja ia mendengar semua yang dikatakannya. Saat bicara di telepon, Yuna begitu merendahkan diri dan istrinya. Oleh karena i