Hamil di Malam Pertama
Part 6 : Ingin Membunuhnya
“Aku memang sudah tak setuju saat kamu membawa Zaki ke rumah ini, Malik! Akan tetapi kamu tak pernah mau mendengarkan omonganku dan sekarang lihatlah hasil perbuatanmu itu? Putri kita satu-satunya diperkosa secara diam-diam, mungkin Vaulin diberi obat tidur atau semacamnya!”
“Dari dulu sampai sekarang pikiranmu masih saja kotor, Della. Tak mungkin Zaki melakukan perbuatan tercela itu kepada adiknya sendiri!”
“Apa, adik?! Hah, akhirnya mengaku juga. Filingku selama 18 tahun ini terbukti juga, ternyata Zaki itu memang anak hasil perselingkuhanmu. Pantas saja kamu tak mau menikahkan Zaki dan Vaulin! Entah apa jadinya janin hasil hubungan sedarah itu?”
“Della, berhentilah berbicara omong kosong! Kamu memang sakit jiwa, dasar psikopat!”
“Hey, kalau aku psikopat, sudah kumutilasi beberapa salingkuhanmu itu, Malik!”
‘Brakk’
Terdengar bunyi benda keras yang jatuh dari kamar Mama dan Papa, aku yang sedari tadi berdiri di depan pintu kamar mereka, melanjutkan langkah untuk ke dapur. Dasar, udah tua begitu masih ada suka ribut dan sepanjang hidup hanya tuduhan selingkuh itu saja yang dibahas. Aku tak tahu siapa yang benar, entah Mama atau juga Papa, yang jelas mereka jarang akur. Dasar, udah pada tua tapi tingkah masih saja labil!
Aku duduk di depan meja makan dan menatap aneka makanan yang terhidang, tapi tak ada satu pun yang ingin kumakan. Bayi tak bertuan ini tak boleh dikasih makan yang enak-enak, biar dia ma-ti kelaparan di dalam sana! Kupukuli perut ini, lalu melangkah menuju ruang televisi.
Entah film apa yang sedang kutonton di televisi ini, aku juga tak mengerti. Pikiran malah terasa melayang-layang. Rasanya sudah tak sabar menunggu anak ini lahir biar aku bisa menghabisinya. Kata Mama, dia mau memutilasi selingkuhan Papa, kalau aku bagusnya memutilasi anak tak berayah ini saja, yang tak kuketahui asal-usulnya. Bisa jadi, dia anak setan. Masa iya aku diperkosa hantu? Kalau dalam novel karya ‘Evhae Naffae’ yang berjudul “Petaka Malam Tahun Baru” di situ Rivana sang pemeran utama sudah jelas diperkosa sang pacar juga teman-temannya. Dia melahirkan di kamar mandi dan anaknya mati, terus dijadiin kado untuk Bastian. Kalau aku ... setelah bayi ini ma-ti, mau kuapakan dia? Kalau Rivana, dia balas dendam kepada para pemerkosanya, kalau aku mau balas dendam kepada siapa? Apakah aku bisa setegar Rivana?
“Dek, kok melamun sih?” Sebuah suara membuyarkan lamunan ini.
“Eh, Kak Zaki .... “ Aku mengusap wajah, dia mengganggu ketenangan alam pikiranku saja.
“Lagi melamunin apa? Udah makan belum? Kita cari makan keluar, yuk!” ajaknya dengan senyum yang semringah.
Hah, makan? Aku tak mau makan. Aku hanya melengos dan membuang pandangan darinya.
“Dek, ayo kita jalan keluar!” Kak Zaki meraih tanganku.
“Capek, Kak, malas ke mana-mana. Lagian malu juga ketemu orang-orang, semua pasti ghibahin aku dengan kasus hamil di malam pertama.” Aku melengos kesal sembari memukul perutku yang terlihat semakin berisi ini.
“Nggak boleh gitu, kasihan ah!” Kak Zaki menghentikan tanganku yang memukuli perut ini, dia malah mengusapnya dengan kasih sayang.
“Ishh!!” Kutepis tangannya dengan marah.
“Nggak ada yang tahu masalah itu, Dek, hanya keluarga kita dan keluarga Yuta saja. Ayo pergi!” Kak Zaki langsung menggendongku dengan tiba-tiba.
“Kak, apaan sih? Lepasin, aku nggak suka, ya!” Aku melotot kepadanya dan berusaha melepaskan diri dari gendongannya.
“Nggak akan dilepasin, katanya capek jalan, ya udah Kakak gendong biar nggak capek,” jawabnya sambil tertawa.
Aku hanya mendengus kesal karena tak bisa melepaskan diri. Sesampainya di halaman, dia langsung memasukkanku ke dalam mobilnya. Isshh ... aku benci sikap Kak Zaki yang menurutku sudah kelewatan ini, bisa-bisanya dia memaksaku.
“Hey, jangan cemberut gitu! Kita akan on the way pantai, minum es kelapa sambil makan kerang bakar, sedap itu,” ujarnya sambil mengacak poniku.
“Aku nggak napsu makan apa pun, Kak!” ketusku.
Kak Zaki malah tak menggubris kekesalanku, dia malah tertawa dan mulai melajukan mobilnya.
“Gimana, Kak, udah diselidiki belum siapa yang membuatku hamil di malam pertama pernikahanku ini?” tanyaku akhirnya karena suasana menjadi senyap sejak tadi.
“Kakak masih menyelidiki semua ini, Kakak juga nggak akan memberi ampun orang itu jika sampai ketahuan. Untuk saat ini Kakak masih mengusut kamera CCTV rumah kita, mengamatinya mundur ke tiga bulan terakhir,” jawabnya dengan raut serius.
“Bagaimana ... kalau pelakunya Kak Zaki sendiri, seperti tuduhan Mama?” Aku menatapnya tajam.
“Demi Allah bukan Kak Zaki, Dek. Kakak itu sayang sama kamu, jadi takkan mungkin tega merusakmu. Kakak janji akan segera menemukan pelakunya, tapi kamu tak boleh memukul janin tak berdosa ini lagi. Kasihan, dia tak tahu apa-apa masalah kedua orangtuanya. Biarkan dia terlahir ke dunia, Kak Zaki akan menemanimu merawatnya,” jawabnya.
Aku membuang tatapan darinya, rasanya memang bukan Kak Zaki pelakunya tapi entah kenapa Mama masih saja menuduhnya.
“Kamu adalah wanita kuat, Allah takkan menguji umatnya melewati batas kemampuan, semua peristiwa akan selalu ada hikmahnya. Kakak akan selalu bersamamu dan melewati semuanya bersama.” Kak Zaki meraih tanganku dan menggenggamnya.
Andai Mas Yuta yang berkata seperti ini, pasti aku takkan seterpuruk sekarang. Tapi dia ... telah mencampakanku tanpa ampun dan kasihan. Air mata ini langsung meleleh begitu saja, segera kutarik tanganku dari Kak Zaki dan menutup wajah dengan sambil menangis. Hati ini kembali pilu, Tuhan begitu tak adil kepadaku, bagaimana bisa dia menitipkan janin di rahimku tanpa kuketahui asalnya? Kejadian ini sudah melebihi batas kemampuanku, lalu apa hikmahnya? Tak ada sama sekali, palingan hanya penderitaan sepanjang masa. Persetan saja!
“Ayo turun! Mampu jalan gak, atau mau digendong sampai pondok?” Kak Zaki menaikkan sebelah alisnya.
Eh, mobilnya udah berhenti, udan sampai ternyata. Segera kubuka pintunya dan tak menjawab pertanyaan konyolnya.
“Ayo!” Kak Zaki menggandeng tanganku menuju pondok yang berada di atas pantai, yang berjejer diantara geretak panjang yang terbentang ke tengah pantai.
Aku melepaskan tanganku darinya lalu masuk ke dalam pondok nomor 1, sebab tak kuasa jalan terlalu jauh. Kak Zaki mengikut saja dengan sambil melambaikan tangan kepada penjaga kafe atas pantai ini.
Dia langsung memesan yang disebutnya di mobil tadi, yaitu Kerang bakar dan es kelapa. Aku tak habis pikir, bagaimana caranya membakar kerang, kok bisa? Terus makannya gimana? Aku jadi pusing memikirkannya. Ngomong-ngomong dibakar, bagaimana kalau bayi tak bertuan ini saja yang dibakar? Mungkin aku akan puas akan akhir dari kisah ini. Hahh ... semua ini terasa sangat lucu, hahaa ... aku tertawa senang dengan tangan yang kembali memukul pe-rut yang isinya begitu ku-benci ini.
Bersambung ....
Hamil di Malam PertamaBab 7 : Masa Iddah“Mas Yuta!” gumamku saat melihat pria yang menuduhku hamil setelah menggauliku itu.“Siapa, Dek?” Kak Zaki menoleh ke arah tatapanku.Air mata yang sudah mengering tadi mendadak berjatuhan lagi saat melihat mantan suamiku itu bersama wanita lain sedang bersantai di kafe pinggir pantai, walau saat ini mereka terlihat sedang bertengkar. Apa wanita itu pacar barunya? Aku mendadak pilu dan menyesali tragedi hamil anak setan ini.“Ayo pulang ah!” Kak Zaki kembali menggandeng tanganku menuju mobil kami.“Mas Yuta sama siapa itu, Kak? Siapa wanita itu? Apa dia sudah menemukan penggantiku?” Air mata semakin deras saja.“Biar saja, kamu tak perlu memikirkan dia lagi. Ayo kita pulang!” Kak Zaki menarik tanganku untuk masuk ke dalam mobilnya.Kak Zaki mulai menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mas Yuta, aku memang tak perlu memikirk
Hamil di Malam PertamaBab 8 : Menikah Karena AibHari ini Mama dan Papa akan menikahkanku dengan Kak Zaki, katanya demi menutupi aib. Cih, aib! Dikira hanya mereka saja malu akan omongan orang-orang, aku lebih lagi. Kutatap perut yang kian membuncit, yang membuatku kesesahan untuk bergerak dan membuatku risau akan gerakannya di dalam sana, entah anak siapakah dia? Sungguh menyebalkan sekali takdir ini, seenaknya saja Tuhan membuatku hamil tanpa kuketahui siapa pelakunya.‘Cekrek’Terdengar pintu kamarku dibuka seseorang dan itu ternyata Mama yang sekarang sudah mendapat gelar nenek sihir karena sepak terjangnya sekarang, yang masih saja suka marah tak jelas.“Nak, kamu udah mandi?” tanyanya lembut.“Udah, ada apa?” Kulirik tajam dirinya yang terlihat sudah rapi.Kuraih ponsel yang ada di samping bantal dan membuka game favoritku, yang biasa kumainkan setiap detik jika sedang bosan.“Ko
Hamil di Malam PertamaBab 9 : Peralihan Status“Kak, aku numpang tidur di sini, ya? ‘Kan udah sah juga walau masih drama,” ujarku saat Kak Zaki membuka pintu kamarnya setelah gedoran heboh dariku beberapa saat yang lalu.Mama dan Papa yang ternyata ikutan keluar dari kamar dan menatap aneh ke arah kami, tumben sekali mereka akur? Aku melengos kesal. Malam ini ‘kan malam pertamaku bersama Kak Zaki, walau kami masih masa penyesuaian pergantian status, dari saudara menjadi suami-istri. Lucu, bukan? Emang, aku aja geli menjadi pemeran utama dalam drama aneh ini.Kak Zaki terlihat menghela napas panjang tapi menuntunku masuk juga dengan wajahnya yang letih. Nih suami emang nggak ada akhlak, masa dia tidur di kamarnya sendiri tanpa mengajakku tidur bersamanya. Aku ‘kan bosan kalau cuma main game sendirian di kamarku, kalau mabar mungkin akan semakin seru.“Kak, sini ponselnya kudownlodkan game kesukaan aku! Biar kita
Hamil di Malam PertamaBab 10 : Mulai Menduga-duga“Janinnya sehat, ya, Bu, usianya 28 minggu. Panjangnya 40cm dengan berat satu kilo gram. Posisi kepala juga udah di bawah, udah bagus ini. HPLnya tanggal 10 Agustus, bisa maju dan bisa mundur,” jelas sang dokter yang kemungkinan besar adalah selingkuhan Mas Yuta itu.“Jenis kelaminnya, Dok?” tanya Kak Zaki dengan mata menatap layar monitor di sebelahku.“Hmm ... jenis kelaminnya perempun, Pak,” jawab Dokter itu lagi.“Alhamdulillah, anak kita perempuan nanti, Dek. Jadi kita mesti siapin yang serba pink ini.” Senyum Kak Zaki semakin mengembang saja.Aku hanya melengos kesal, apalagi saat melihat penampakanan bayi manusia di dalam layar monitor dengan metode USG 4 dimensi itu. Ternyata dia bukan anak setan yang tak berwujud, aku semakin sakit hati akan pemilik benih sialan ini. Agghh ... kutepis tangan dokter itu dan menatapnya berang.&ld
Hamil di Malam PertamaBab 11 : Mungkinkah?Dokter Yuta, Dokter Caroline, mungkinkah kedua manusia itu bersekongkol? Mungkinkah semua yang terjadi kepadaku adalah rencananya agar bisa menalakku tepat di malam pertama kami, dan membuat seolah aku yang bersalah. Padahal semua ini hanya akal-akalan dia agar tetap bisa bersama selingkuhannya.Sadis sekali dia kalau memang begitu skenarionya! Kalau dia memang tak mau dijodohkan denganku, lalu kenapa dia setuju dan kami juga sempat berpacaran setahun walau LDR. Katanya dia mencintai ketika pertama kali bertemu, tapi nyatanya apa ... semua itu hanya bulshit saja! Aku benci Yuta, dokter gila perawan itu!Air mata ini mulai membanjiri wajah, mengapa takdirku sepahit ini? Apa salah dan dosaku, Tuhan?! Kembali kupukuli perut ini, gara-gara bayi tak bertuan ini hidupku hancur.“Dek, kamu kenapa? Kok nggak tidur?” Kak Zaki yang langsung tertidur ketika kepalanya jatuh ke bantal tadi terlihat terkejut meliha
Hamil di Malam PertamaBab 12 : Bertemu Teman YutaJalanan lumayan ramai, aku jadi teringat game balap mobil yang baru kudownload tadi pagi. Sepertinya aku harus mencobanya di alam nyata, wuuss ... mobil putih milikku ini mulai melaju kencang dan menyalip kendaraan di depannya hingga banyak bunyi klakson dari arah depan juga belakang. Heran, manusia di bumi ini pada nyebelin. Apa aku harus pindah ke khayangan? Hahah ... menyenangkan sekali, berasa sedang terbang.Kupelankan laju mobil saat melewati taman kota yang di depannya terlihat jejeran aneka gerobak yang menjual jajanan. Ada cilok, cireng, siomay, bakso bakal, pentol kuah, aneka rujak dan aneka es. Wuuuhh ... air liur seakan mau menetes saja. Segera kuparkirkan mobil di dekat para gerobak pedagang itu, lalu menghampiri aneka cemilan yang mendadak membuatku lapar ini.“Bang, bungkus semuanya yang ada itu, satu jenis satu kantong!” ujarku.“Baik, Non!” jawab si ma
Hamil di Malam PertamaBab 13 : Dia Dokternya“Gimana, Kak, Si Yuta ... udah diselidiki belum? Atau aku yang harus turun tangan untuk menyelidiki sendiri?” tanyaku saat Kak Zaki baru keluar dari kamar mandi, dia baru habis mandi tapi sudah langsung berpakaian saja. Belum pernah kulihat dia dengan handuk, dia selalu memasang pakaiannya di kamar mandi.“Kamu nggak perlu turun tangan, Kakak udah menyewa detektif swasta untuk membuntuti dia ke mana-mana dan menyelidiki kasus ini. Kamu tenang-tenang saja di rumah!” Dia meraih baju kokonya di lemari dan memakai sarung juga peci.“Kak Zaki mau sholat magrib dulu, kamu nggak mau ikutan sholat, Dek?” Dia membentang sajadah menghadap kiblat.“Nggak, titip doa saja, semoga pencuri itu cepat tertangkap!” jawabku sambil meraih ponsel Kak Zaki di atas nakas.Kak Zaki memulai sholatnya, sedangkan aku meminjam ponselnya untuk bermain game sebab ponselku lowbet
Hamil di Malam PertamaBab 14 : Isi Hati Yuta“Sialan sekali, pasiennya ternyata wanita murahan itu!” Dokter Yuta bergumam kesal saat keluar dari ruangan bersalin, di mana mantan istrinya berada.Dua perawat di belakang Dokter Yuta saling berbisik, namun tak berani menanyakan apa permasalahan sang dokter dan pasien itu.“Apa kalian bisik-bisik? Segera hubungi Dokter lainnya saja!” Dokter Yuta melangkah menuju ruangannya.Sedangkan dua perawat yang sama-sama memegangi dada karena kaget itu mengekor di belakangnya karena mereka bingung mau menghubungi dokter yang mana sebab malam ini memang jatah Dokter Yuta yang piket.“Ma—maaf ... Dokter, ka—kami harus menghubungi Dokter Caroline atau Dokter Willy? Kalau Dokter Emely ... lagi cuti.” Salah satu perawat itu memberanikan bertanya kepada Dokter Yuta yang memang terkenal galak itu.“Telepo